Anda di halaman 1dari 19

“DAMPAK PERPINDAHAN IBU KOTA NEGARA

TERHADAP PERSAINGAN USAHA DI KALIMANTAN TIMUR”

Disusun Oleh :

Nama : Istiqomah
NIM : 041259598
Email : daffanazurah.istiqomah@gmail.com
Program Studi : Ilmu Hukum
UPBJJ : 50/Samarinda

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM, ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK (FHISIP)
UNIVERSITAS TERBUKA
TAHUN 2022

1
Abstrak

Dalam wacana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal 16


Agustus 2019 mengumumkan pemindahan ibu kota negara di Kalimantan Timur
tepatnya wilayah ibu kota negara nantinya berada di sebagian Kabupaten
Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara. Dalam menciptakan
iklim persaingan usaha yang sehat di Kalimantan Timur, Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) sebagai lembaga negara yang dibentuk langsung oleh
Presiden dalam mengawasi pelaksanaan UU No. 5/1999 terkait praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat di Indonesia. Karya Ilmiah berjudul “Dampak
Perpindahan Ibu Kota Negara Terhadap Persaingan Usaha Di Kalimantan Timur”
ini ditulis untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang
berpotensi menjadi pelaku usaha untuk tidak melanggar ketentuan UU No. 5
Tahun 1999. Tujuan penulis dalam memilih judul ini karena permasalahan iklim
persaingan usaha akibat peningkatan peluang usaha di ibu kota baru, maka
diperlukan pengawasan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Hal ini sejalan
dengan tugas dan fungsi KPPU berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 adalah
melakukan pencegahan dan pengawasan terhadap Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Metode dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
dengan menggunakan metode penelitian Hukum Normatif.

Kata Kunci: Pemindahan Ibu Kota Negara, Komisi Pengawas Persaingan


Usaha, Pelaku Usaha, dan UU No. 5 Tahun 1999.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada umumnya ibu kota memiliki peranan penting sebagai pusat


pemerintahan, kekuasaan politik dan ekonomi dalam menjalankan aktivitas
suatu pemerintahan. Selain itu ibu kota negara merupakan bagian dari identitas
suatu negara yang mencerminkan berbagai aspek kehidupan sosial dan budaya
yang perlu dijaga dan dipertahankan. Pemindahan ibu kota negara tidak hanya
dilakukan oleh Indonesia, namun ada beberapa negara lain yang sudah terlebih
dahulu melakukan pemindahan ibu kota negara diantaranya India, Australia,
Myanmar dan Brasil. Faktor yang menjadikan permasalahan dilakukannya
pemindahan ibu kota negara ke kota baru diakibatkan oleh beberapa faktor
yang biasanya dialami oleh negara-negara lain salah satu diantaranya adalah
peningkatan populasi penduduk yang semakin tinggi, sering terjadinya bencana
banjir, sering terjadinya kemacetan panjang serta kekosongan lahan yang tidak
memadai akibat peningkatan pembangunan perkotaan. Dalam hal ini, ibu kota
negara perlu penyegaran lokasi baru untuk mendukung pusat pemerintahan dan
pembangunan yang merata.

Dalam wacana Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada tanggal 16


Agustus 2019 telah mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke ibu kota
baru tepatnya berada di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan
Kabupaten Kutai Kartanegara. Tentunya dalam pemindahan ibu kota negara
akan berimplikasi terhadap hukum di Indonesia terutama pada persaingan
usaha di Kalimantan Timur oleh karenanya diperlukan penegakan hukum dalam
menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif. Persaingan dalam
kegiatan usaha merupakan suatu hal yang biasa dalam dunia bisnis di

3
Indonesia, bahkan persaingan usaha itu sendiri tercipta sejalan dengan kegiatan
usaha yang dilakukannya, sehingga tidak jarang pelaku usaha melakukan
kecurangan dalam melakukan kegiatan usahanya demi mendapatkan
keuntungan sepihak dan bahkan pelaku usaha yang kalah bersaing akan merugi
karena persaingan usaha yang tidak sehat.

Dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat tentu diperlukan


lembaga penegakan hukum dalam mengawasi praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Komisi Pengawas Persaingan Usaha merupakan lembaga
negara yang dibentuk langsung oleh Presiden dalam mengawasi pelaksanaan
UU No. 5/1999. Hal ini sesuai dengan tugas dan fungsi Komisi Pengawas
Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU-RI) sebagai lembaga independen
yang memiliki tugas utama dalam melaksanakan penegakan hukum persaingan
usaha sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 5/1999. Selain tugas dan
fungsi KPPU tersebut, KPPU memiliki kewenangan dalam penyampaian saran
dan pertimbangan kepada pemerintah, penilaian merger, dan akuisisi serta
pengawasan kemitraan yang diatur dalam Pasal 34, UU No. 20/2008 tentang
UMKM.

Penilaian terhadap berbagai perilaku pengusaha dan kebijakan


pemerintah dari kacamata netral dan tanpa vested interest apapun
menunjukkan betapa pentingnya implementasi Undang-Undang No. 5/1999
terhadap persaingan usaha di Indonesia. Dalam penegakan hukum di KPPU,
dapat membuat pelaku usaha yang melakukan praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat mendapat sanksi/denda sesuai dengan ketentuan UU
No.5/1999. Tujuan dari UU No. 5 Tahun 1999 sebagaimana diatur pada pasal 3
salah satu diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat, menjaga
kepentingan umum dan mencegah terjadinya praktik monopoli dan persaingan

4
usaha tidak sehat serta mewujudkan iklim persaingan usaha yang sehat dan
kondusif bagi pelaku usaha.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penulis dapat


menyimpulkan rumusan masalahnya dengan melakukan pengujian secara
normatif sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak iklim persaingan usaha terhadap pemindahan ibu


kota negara dalam berbagai sektor usaha di Kalimantan Timur;
2. Bagaimana bentuk penegakan hukum Komisi Pengawas Persaingan
Usaha terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU No. 5/1999;
3. Bagaimana aturan sanksi bagi pelaku usaha yang melakukan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penulis dapat menjelaskan
maksud dan tujuan penelitian ini sebagai berikut:
1. Diperlukan pengawasan penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang
melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat;
2. Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap
keberadaan UU No. 5/1999;
3. Menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif di Ibu Kota
Negara.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan tujuan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Dapat meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kepada setiap pelaku
usaha untuk tidak melanggar UU No. 5/1999;

5
2. Dapat memberikan efek jera terhadap pelaku usaha atau kegiatan usaha
yang melakukan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
1.5 METODELOGI

Metodelogi yang digunakan dalam penelitian karya ilmiah ini adalah


dengan menggunakan metodelogi penelitian hukum normatif, penulis membuat
karya ilmiah ini mengacu pada peneltian kepustakaan dengan memberikan
informasi dalam menemukan suatu aturan hukum yang berkaitan dengan isi
pembahasan pada karya ilmiah dengan mengusung konsep peraturan
perundang-undangan.

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tugas dan Wewenang KPPU

Dalam mengawasi pelaksanaan UU No.5/1999, maka dibentuklah suatu


komisi berdasarkan pada Pasal 34, UU No.5/1999 yang menjelaskan bahwa
dalam pembentukan susunan organisasi, tugas dan fungsi komisi yang
ditetapkan atas dasar Keputusan Presiden. Awal mula pembentukan Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) ini didasarkan pada Keputusan Presiden
No. 75/1999. Kewenangan yang dimiliki oleh Lembaga KPPU sama halnya
dengan Lembaga peradilan di Indonesia dimana kewenangan tersebut meliputi
melakukan penyelidikan, penuntutan, konsultasi, mengadili dan memutus
perkara. Selain itu, KPPU memiliki tugas untuk menciptakan ketertiban dalam
dunia persaingan usaha di Indonesia dengan berperan aktif serta berkontribusi
dalam menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat dan kondusif.

KPPU juga memiliki fungsi sebagai penegakan hukum di Indonesia


terutama khusus menangani hukum persaingan usaha. KPPU sendiri bukanlah
lembaga peradilan khusus yang menangani persaingan usaha, akan tetapi
kedudukan KPPU disini merupakan lembaga administratif yang kewenangannya
bersifat administratif sehingga sanksi yang dijatuhkan juga akan bersifat sanksi
administratif.

Pasal 35, UU No. 5 /1999 dijelaskan bahwa tugas KPPU adalah


melakukan penilaian terhadap perjanjian, kegiatan usaha dan/atau tindakan
pelaku usaha yang mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat, serta mengambil tindakan yang sesuai dengan kewenangan
komisi berdasarkan UU No.5/1999. Selain itu tugas KPPU dalam Pasal 36 adalah

7
memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap kebijakan
pemerintah yang bersinggungan dengan UU No.5/1999 serta menyusun laporan
dan memberikan laporan secara berkala kepada Presiden dan DPR.

Dalam menjalankan tugasnya KPPU diberikan wewenang dalam


mengawasi pelaksanaan UU No.5/1999, pada Pasal 36 KPPU memiliki
kewenangan yaitu menerima laporan dari masyarakat/pelaku usaha tentang
adanya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; melakukan
penelitian dan penyelidikan serta pemeriksaan, terhadap dugaan adanya praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat; menyimpulkan hasil penyelidikan
dan pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya pelanggaran praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat; serta memanggil pelaku usaha,
menghadirkan saksi dan meminta bantuan penyidik untuk keperluan
penyelidikan dan/atau pemeriksaan serta memutus dan menetapkan ada atau
tidak adanya kerugian pada pihak pelaku usaha lain atau masyarakat.

2.2 Subyek Hukum KPPU

Pelaku usaha merupakan subyek hukum yang wajib mematuhi UU


No.5/1999, definisi pelaku usaha adalah setiap orang yang melakukan usahanya
baik berbadan hukum atau bukan berbadan hukum dan/atau melakukan
kegiatan usahanya yang berkedudukan di wilayah hukum Indonesia baik yang
dliakukan secara bersama-sama atau dengan melakukan perjanjian dan
menyelenggarakan kegiatan usahanya pada bidang ekonomi. Mengacu pada UU
No. 5/1999, bahwa pelaku usaha dilarang melakukan kegiatan usaha yang
menyebabkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
diantaranya kegiatan usaha yang dimaksud adalah sebagai berikut:

8
a. Praktik Monopoli

Praktik monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi yang dilakukan


oleh pelaku usaha atau lebih yang mengakibatkan dikuasainya suatu prdoduksi
dan/atau pemasaran terhadap barang dan/atau jasa tertentu yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat yang dapat merugikan
kepentingan umum. Hal ini sejalan dengan tujuan UU No. 5/1999 adalah
menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional,
hanya saja pengertian kepentingan umum dalam kaitannya dengan masalah
monopoli ini tidak dijelaskan lebih lanjut sehingga masih diperlukan penafsiran
dalam penerapan undang-undang ini.

b. Perjanjian yang dilarang dalam UU No. 5 /1999

UU No. 5/1999 mengatur beberapa perjanjian yang dilarang untuk


dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu :

1. Oligopoli, Pasal 4 ayat (1) UU No. 5/1999 dijelaskan bahwa “Pelaku usaha
yang melakukan kegiatan usahanya dilarang membuat perjanjian dengan
pelaku usaha lain yang secara bersama-sama melakukan penguasaan atas
produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa.
2. Penetapan harga, perjanjian penetapan harga yang dilarang berdasrkan UU
No. 5/1999 dalam pasal 5 sampai dengan Pasal 8 UU No. 5/1999, terdiri
dari perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, harga pemangsa atau
jual rugi, dan pengaturan harga jual kembali.
3. Kartel, menurut UU No.5/1999 kartel adalah salah satu bentuk dari
perjanjian yang dilarang yang dilakukan oleh setiap pelaku usaha. Dalam
Pasal 11 dijelaskan bajwa pelaku usaha dilarang melakukan kartel dengan
membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya dalam

9
mempengaruhi harga di pasaran dengan cara mengatur produksi barang
dan jasa yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.

c. Posisi dominan dan Penyalahgunaannya

Undang-Undang No. 5/1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan


Usaha Tidak Sehat yang melarang adanya penyalahgunaan posisi dominan yang
dimiliki oleh pelaku usaha di Indonesia. Dalam Pasal 25 UU No. 5/1999, yaitu:

(1) Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara


langsung ataupun tidak langsung dalam melakukan kegiatan
usahanya dengan memberikan persyaratan tertentu dalam
perdagangan dengan maksud dan tujuan tertentu untuk mencegah,
menghalangi dan menghambat konsumen dalam mendapatkan
barang dan atau jasa yang bersaing;
(2) Pelaku usaha sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha yang memiliki posisi dominan
telah menguasai lima puluh persen atau lebih pangsa pasar dari salah
satu jenis barang dan/atau jasa tertentu; atau dua atau tiga pelaku
usaha dan/atau kelompok pelaku usaha telah menguasai tujuh puluh
lima persen atau lebih dalam pangsa pasar terhadap salah satu jenis
barang dan atau jasa tertentu.

d. Persekongkolan Tender

Persekongkolan tender dapat terjadi diakibatkan adanya pelaku usaha,


yang melakukan persekongkolan tender dengan cara bersaing secara tertutup.
Melakukan persekongkolan tender secara bersama sama dengan menaikkan dan
menurunkan harga suatu barang dan kualitas pada produk barang dan atau jasa
tertentu kepada pembeli untuk memperoleh produk atau jasa melalui suatu

10
proses pengadaan. Persekongkolan tender menurut Pasal 22, UU No. 5/1999
yang dijelaskan bahwa pelaku usaha yang melakukan kegiatan usahanya
dilarang melakukan persekongkolan tender dengan pelaku usaha lain dalam
mengatur dan atau menentukan pemenang dalam tender sehingga terjadinya
persaingan usaha tidak sehat

e. Merger (Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan)

Secara peraturan perundang-undangan, merger, akuisisi dan konsolidasi


atau yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi penggabungan,
peleburan, dan pengambilalihan yang memiliki perbedaan definisi. Definisi
penggabungan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 9 UU No. 40/2007 yaitu
tentang perseroan terbatas yang mana disebutkan bahwa dalam penggabungan
merupakan perbuatan hukum yang dilarang untuk dilakukan oleh satu
perseroan atau lebih yaitu dengan melakukan penggabungan diri dengan
perseroan lain yang telah ada sebelumnya sehingga mengakibatkan aktiva dan
pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri untuk beralih karena hukum
dan perseroan yang menerima atas penggabungan tersebut status badan
hukum perseroan yang menggabungkan dirinya berakhir karena hukum.

Sedangkan peleburan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 UU


No. 40/2007 yang mana disebutkan bahwa peleburan merupakan perbuatan
hukum yang dillarang untuk dilakukan oleh dua perseroan atau lebih dalam
meleburkan diri untuk mendirikan satu perseroan karena memperoleh aktiva
dan pasiva dari perseroan yang telah meleburkan diri dengan mendirikan satu
perseroan baru karena hukum dan status badan hukumnya juga berakhir karena
hukum.

Dalam Pasal 1 angka 11 UU No. 40/2007 yang mana disebutkan bahwa


pengambilalihan merupakan perbuatan hukum yang dilarang untuk dilakukan

11
oleh suatu badan hukum atau orang perseorangan dalam mengambil alih saham
Perseroan sehingga menyebabkan beralihnya pengendalian pemegang
kekuasaan saham atas perseroan tersebut.

2.3 Dampak Pemindahan Ibu Kota Negara Terhadap Persaingan Usaha


Di Kalimantan Timur

Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 5/1999 untuk menjaga iklim


persaingan usaha yang sehat dalam menghadapi ibu kota negara baru di
Kalimantan Timur. Hal ini yang menjadi peran Komisi Pengawas Persaingan
Usaha sangat penting dalam mengawasi pelaku usaha untuk tidak melakukan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Undang-Undang Persaingan
Usaha tidak melarang dan menghukum perusahaan menjadi besar, tetapi
perusahaan yang memiliki posisi dominan pasar perlu diawasi karena memiliki
kecenderungan menyalahgunakan posisi dominan.

Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha terhadap pemindahan ibu kota


negara lebih memfokuskan pada upaya penegakan hukum di berbagai sektor
usaha yang nantinya akan berdampak pada isu persaingan usaha di Kalimantan
Timur. Hal ini yang menjadikan KPPU untuk lebih dapat melakukan pengawasan
dan upaya penegakan hukum terhadap pelaku usaha yang berpotensi
melakukan pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999.

a. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Perumahan

Dampak dari pemindahan ibu kota negara pada sektor bisnis perumahan
membuat para penyedia jasa perumahan mendapatkan peluang peningkatan
perekonomian akan peningkatan kebutuhan perumahan di ibu kota baru.
Dengan adanya peningkatan kebutuhan perumahan ini, dipastikan akan
menimbulkan isu persaingan yang sering muncul pada bisnis perumahan yaitu

12
terkait dengan penguasaan terhadap lahan oleh pelaku usaha tertentu. Dengan
adanya pemindahan ibu kota negara ini, pelaku usaha yang bergerak pada
bisnis perumahan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak seperti
perbankan dan asuransi tertentu untuk bersama-sama melakukan pemanfaatan
peluang usaha untuk menghasilkan keuntungan sepihak sehingga banyak
konsumen dirugikan akibat tingginya harga perumahan karena peningkatan
kebutuhan masyarakat akan daya beli perumahan di ibu kota negara. Dari
permasalahan inilah yang menjadikan perilaku pelaku usaha yang berpotensi
melanggar persaingan usaha yang sehat pada sektor bisnis perumahan yakni
perilaku kartel, diskriminasi dan posisi dominan. Atas kondisi tersebut, KPPU
akan mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha
sektor perumahan dan akan menindak bagi pelaku usaha yang diduga
melanggar UU No. 5/1999.

b. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Layanan/Jasa

Pembangunan ibu kota baru akan berdampak terhadap bisnis


layanan/jasa seperti jasa perhotelan, jasa pengiriman, jasa penyediaan tenaga
kerja (outsourcing) dan bisnis jasa lainnya. Pelaku usaha sektor layanan jasa
akan bersaing untuk mendapatkan pangsa pasar di ibu kota negara. Hal ini
menimbulkan perilaku pelaku usaha sektor layanan/jasa yang berpotensi
melanggar persaingan usaha yang sehat yakni perilaku kartel, diskriminasi dan
posisi dominan. Atas kondisi tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis yang
dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha sektor bisnis layanan/jasa dan akan
menindak bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 51999.

c. Fokus KPPU pada Sektor Bisnis Kesehatan

Kebutuhan sarana dan prasarana Kesehatan dan Pendidikan untuk


menunjang ibu kota negara akan ikut meningkat, pelaku usaha sektor

13
Kesehatan dan Pendidikan tentunya akan berlomba-lomba untuk melakukan
investasi terhadap potensi pasar di ibu kota negara. Pasar bersangkutan yang
menjadi objek persaingan usaha pada sektor Kesehatan yaitu fisik seperti tender
pembangunan rumah sakit, IGD, Laboratorium dan lain-lain dan nonfisik seperti
pengadaan obat-obatan, alat Kesehatan dan lain-lain. Pasar bersangkutan yang
menjadi objek persaingan sektor Pendidikan yaitu fisik seperti tender
pembangunan sekolah, dan non fisik seperti pengadaan buku-buku dan lain-
lain. Hal ini yang menimbulkan perilaku pelaku usaha pada sektor Kesehatan
dan Pendidikan yang berpotensi melanggar persaingan usaha yang sehat yakni
perilaku kartel dan persekongkolan tender. Atas kondisi tersebut, KPPU akan
mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-masing pelaku usaha
sektor Kesehatan dan Pendidikan dan akan menindak bagi pelaku usaha yang
diduga melanggar UU No. 5/1999.

d. Fokus KPPU pada Sektor Barang dan Jasa

Pengadaan barang dan jasa atau biasa dikenal dengan tender sarana dan
prasarana tentunya menjadi prioritas utama dalam persiapan ibu kota negara
baru, tender pembangunan Gedung perkantoran, jalan jembatan dan sarana
lainnya akan terus dilakukan baik dengan menggunakan APBN, APBD, maupun
swasta. Isu persaingan usaha pada sektor pengadaan barang dan jasa yaitu
proses pemilihan penyedia/kontraktor yang akan melaksanakan proyek-proyek
pembangunan tersebut. Hal ini yang menimbulkan perilaku pelaku usaha sektor
pengadaan barang dan jasa yang paling berpotensi melanggar persaingan
usaha yang sehat yakni perilaku persekongkolan dalam tender. Atas kondisi
tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-
masing pelaku usaha sektor pengadaan barang dan jasa dan akan menindak
bagi pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5/1999.

14
e. Fokus KPPU pada Sektor Logistik

Pemilihan ibu kota negara baru akan berlokasi di Kabupaten Penajam


Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur tentunya akan
berdampak pula pada kebutuhan berbagai logistik dari luar daerah baik
domestik maupun impor dari luar negeri. Tahap persiapan ibu kota negara
tentunya akan membutuhkan banyak produk/barang yang berkaitan dengan
konstruksi untuk pembangunan sarana dan selanjutnya akan diikuti dengan
meningkatnya kebutuhan bahan pokok dari luar daerah, mengingat Provinsi
Kalimantan Timur bukan daerah sentra prosuksi pangan atau bapokting (bahan
pokok penting) selain produk/barang, sektor logistik juga akan menciptakan
persaingan usaha terhadap pelaku usaha pada jasa pengiriman barang. Hal ini
yang dapat menimbulkan perilaku pelaku usaha terhadap penetapan harga pada
sektor logistik sehingga berpotensi melanggar Undang-Undang No. 5/1999.

f. Fokus KPPU pada Sektor Teknologi Digital

Ibu kota baru akan dibangun dengan konsep smart capital city yang
bebasis pada teknologi digital. Pada sektor teknologi digital KPPU akan lebih
memfokuskan untuk mengawasi sektor-sektor ekonomi digital, antara lain: Jasa
Keuangan Digital (Fintech), E-Commerce dan Marketplce (makanan, minuman,
fashion dan lain-lain), Transportasi Online, Komunikasi Digital (Jaringan
Internet, Multimedia, Software). Tentunya para pelaku usaha yang bergerak
pada sektor teknologi digital ini akan memanfaatkan peluang usaha dengan
menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi bisnis melalui
jaringan internet sehingga menghambat pelaku usaha lainnya. Atas kondisi

15
tersebut, KPPU akan mengawasi proses bisnis yang dilakukan oleh masing-
masing pelaku usaha pada sektor teknologi digital dan akan menindak bagi
pelaku usaha yang diduga melanggar UU No. 5 Tahun 1999.

2.4 KPPU dan Penegakan Hukum Persaingan Usaha

Sebagai lembaga penegak hukum persaingan usaha, KPPU diberikan


tugas dan wewenang dalam menjalankan pemeriksaan pendahuluan dan
lanjutan dengan menerapkan system way traffic. Dalam system way traffic ini
KPPU diberikan wewenang dalam mengajukan pertanyaan yang nantinya akan
dijawab oleh pelaku usaha, pelaku usaha wajib memberikan keterangan dan
informasi serta dokumen yang diminta oleh KPPU. Dalam tahapan ini pelaku
usaha senantiasa dapat kooperatif dengan KPPU dalam memberikan informasi
yang valid, selain itu KPPU diminta untuk menetapkan keputusan apakah dalam
keputusan tersebut pelaku usaha terbukti melakukan pelanggaran UU
No.5/1999 atau tidak. Dalam putusannya KPPU mengumumkan hasil putusan
secara terbuka agar para pihak dan masyarakat yang terlibat dapat
mengetahui hasil putusan yang berkaitan dengan kasus yang dibuatnya.

Dengan demikian, bahwa penegakan hukum persaingan usaha menjadi


kewenangan KPPU. Namun dalam penyelesaian perkara tidak berarti KPPU
adalah lembaga satu-satunya yang berwenang dalam menangani perkara
monopoli dan persaingan. Lembaga yang dimaksud adalah Pengadilan Negeri
(PN) dan Mahkamah Agung (MA) yang juga mendapatkan wewenang dalam
penyelesaian perkara di KPPU. PN diberikan kewewenangan dalam
menyelesaikan perkara pidana yang tidak dijalankan terhadap putusan KPPU
yang sudah inkracht. Sedangkan MA diberi kewenangan untuk menyelesaikan
perkara atas pelanggaran kasus hukum persaingan jika terjadi kasasi terhadap

16
putusan yang dimaksud. KPPU merupakan lembaga independen sebagai
penegak hukum persaingan di Indonesia yang memiliki kewenangan sama
seperti kewenangan lembaga peradilan. Berdasarkan UU No. 5/1999 KPPU
diberikan Kewenangan yang meliputi penyelidikan, penuntutan, konsultasi,
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dalam kasus pelanggaran praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

2.5 Aturan Sanksi KPPU


Menurut Undang-Undang No. 11/2020 terkait Cipta Kerja serta Peraturan
Pemerintah No. 44/2021 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, telah merubah beberapa ketentuan dalam UU No. 5/1999 salah satu
diantaranya adalah berkaitan dengan Sanksi Administratif.
Kewenangan KPPU dalam Pasal 47 UU No. 5/1999 perihal pengenaan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU No. 5/1999
dikenakan besaran denda miinimal Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
sampai maksimal Rp.25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah). UU Cipta
Kerja menetapkan denda minimal Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) tanpa
mencantumkan denda maksimal. Melalui UU tentang Ciptaker, dan PP No.44
Tahun 2021 telah menghapuskan sanksi denda maksimal Rp. 25.000.000.000,-
(dua puluh lima miliar rupiah), kemudian mengganti dengan menggunakan cara
perhitungan berdasarkan laba bersih atau total penjualan. Dalam PP No. 44
Tahun 2021, sebagaimana diatur pada Pasal 12 ayat (1) bahwa tindakan
administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf
g merupakan denda dasar, dan pengenaan tindakan administratif berupa denda
oleh komisi yang dilakukan berdasarkan atas ketentuan berikut:
1. Paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari laba/keuntungan bersih
yang diperoleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan, selama kurun waktu
terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang; atau

17
2. Paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjualan pada
pasar bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap
Undang-Undang.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pemindahan ibu kota negara tentunya akan berdampak pada iklim


persaingn usaha di Kalimantan Timur. Dalam menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat dan kondusif diperlukan adanya lembaga penegakan hukum
persaingan usaha di Indonesia. Hal ini sejalan dengan tugas dan fungsi KPPU
sebagai lembaga penegakan hukum dalam mengawasi pelaksanaan UU No.
5/1999. Dengan adanya UU No. 5/1999, pelaku usaha di Indonesia diharapkan
mampu bersaing dengan sehat dan tidak melakukan tindakan pelanggaran
terhadap UU No. 5/1999. Dalam kewenangan KPPU, KPPU juga dapat
menjatuhkan sanksi dan denda bagi pelaku usaha yang melakukan praktik
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. Untuk itu, setiap pelaku usaha
dapat memahami akan pentingnya keberadaan UU No.5/1999 yang mengatur
berbagai kegiatan usaha dan/atau tindakan pelaku usaha untuk melakukan
kegiatan usahanya secara sehat.

3.2 SARAN

Pelaku usaha dapat melakukan kegiatan usaha dan/atau tindakan


usahanya berdasarkan UU No. 5/1999 untuk menciptakan iklim persaingan
usaha yang sehat dalam dunia bisnis. Peningkatan pengetahuan tentang UU No.
5/1999 akan menjadikan pelaku usaha dapat berhati-hati dalam melakukan
bisnis dengan memperhatikan apa saja yang menjadi kegiatan usaha yang

18
berpotensi menyebabkan praktik persaingan usaha tidak sehat dengan
berpedoman pada UU No. 5/1999.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, 2007 tentang Larangan Praktek


Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

Zaini Munawir, 2019 Universitas Medan “Perjanjian yang Dilarang”, Materi ke-4;

https://repository.uhn.ac.id/bitstream/handle/123456789/5710/CHRISTO
%20B;OBY%20S.%20PANE.pdf?sequence=1
https://eprints.umm.ac.id/39564/3/BAB%20II.pdf;

ISI KOmplet-2_hal 141.pdf;

Peraturan KPPU Nomor 2 Tahun 2021 (Lampiran Upload);


PP_Nomor_44_Tahun_2021.pdf - JDIH Sekretariat Kabinet.

19

Anda mungkin juga menyukai