Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Persaingan Usaha dan Monopoli
Peran KPPU dan Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia
Dosen Pengampu : Galuh Widitya Qomaro, S.H.I.,M.H.I

Disusun Oleh :
1. Yassirly Amrona (180711100083)
2. Mufridatul Imama (180711100121)
3. Muhammad Ramli (180711100128)
4. Hanif Maulidya (180711100129)

HUKUM BISNIS SYARIAH


FAKULTAS ILMU KEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum wr.wb. Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha


pengasih lagi maha penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Hukum Persaingan Usaha dan Monopoli, dengan tema “Peran
KPPU dan Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak
yang berkontribusi dalam pembuatan makalah.
Terlepas dari itu semua kami menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan, kalimat, maupun bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala kritik dan saran dari pembaca supaya kami dapat memperbaiki makalah
ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
pembaca. Waalaikumsalam wr wb.

Bangkalan, 1 Juni 2021


Penyusun,

Kelompok 13
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya era perdagangan bebas yang terjadi di seluruh
dunia, membuat terjadinya persaingan bisnis yang begitu tajam diantara pelaku
usaha.Dengan adanya perdagangan bebas ini, para pelaku usaha secara tidak langsung
dituntut untuk mengembangkan perusahaan maupun usaha serta mengembangkan strategi
perusahaan yang dimilikinya untuk mampu bersaing secara sehat di pasar global.
Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan dalam persaingan usaha maka
pemerintah sudah membentuk suatu Komisi independen yang disebut Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang mengatur mengenai sanksi dan prosedur penegakan hukum
persaingan usaha. Tugas dan kewenangannya sudah disebutkan secara jelas dalam Pasal 35
dan Pasal 36 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Namum belakangan ini dalam dunia persaingan usaha semakin marak
terjadi kartel yang mengakibatkan terjadinya praktek monopoli, hal tersebut membuktikan
bahwa para pelaku usaha tidak dapat mentaati peraturan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah sehingga sampai saat ini masih saja terjadi Praktek Monopoli.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peranan KPPU dalam penegakan hukum persaingan di Indonesia?
2. Jelaskan hukum persaingan usaha?
3. Jelaskan pelaksanaan putusan KPPU?
4. Jelaakan saksi dan bentuk gugatan?

C. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan peran KPPU dalam penegakan hukum persaingan di
Indonesia
2. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana hukum persaingan usaha
3. Mahasiswa mampu menjelaskan pelaksanaan putusan KPPU
BAB II
PEMBAHASAN

A. Peranan KPPU dalam Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia


Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah lembaga penegak hukum
dalam bidang persaingan usaha dan status yang diberikan kepada KPPU adalah sebagai
pengawas pelakasanaan Undang – Undang Persaingan Usaha. KPPU adalah manifestasi
implementasi daripada Undang – Undang Persaingan Usaha yang mengamanatkan untuk
dibentuknya suatu lembaga untuk menegakkan Undang – Undang Persaingan Usaha
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Untuk mengawasi
pelaksanaan Undang – Undang ini dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang
selanjutnya disebut Komisi.”
KPPU merupakan lembaga khusus yang mempunyai tugas ganda, selain
menciptakan ketertiban dalam persaingan usaha, KPPU juga berperan untuk menciptakan
dan memelihara iklim persaingan usaha yang kondusif. Undang – Undang Persaingan
Usaha telah menjelaskan tugas KPPU sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 35 yang
berbunyi:
a. Melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli atau persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sampai dengan pasal 16.
b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24.
c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalah gunaan posisi dominan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha
yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28.
d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal
36.
e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang – Undang ini.
g. Memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan
Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang aktif adalah wewenang yang diberikan kepada KPPU melalui
penelitian. KPPU berwenang untuk melakukan penelitian terhadap pasar, kegiatan dan
posisi dominan, selain itu KPPU juga berwenang untuk melakukan penyelidikan,
menyimpulkan hasil penyelidikan dan/atau pemeriksaan, memanggil pelaku usaha,
memanggil dan menghadirkan saksi – saksi, meminta bantuan penyelidik, meminta
keterangan dari instansi pemerintah, mendapatkan dan meneliti dokumen dan alat bukti
lain, memutuskan dan menetapkan serta menjatuhkan saksi administratif. Wewenang pasif
adalah menerima laporan dari masyarakat atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya
praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.1
Adapun wewenang yang diberikan Undang – Undang Persaingan Usaha kepada
KPPU sebagaimana tertuang dalam Pasal 36 adalah:
a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan
terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau
oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil dari penelitiannya;.
d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan
Undang – Undang ini.
f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap
mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan Undang – Undang ini.

1
Mustafa Kamal Rokan, 2012, “Hukum Persaingan Usaha: Teori dan Praktinya di Indonesia”, Rajawali
Pers, Jakarta.
g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau
setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e, dan huruf f, yang tidak bersedia
memenuhi panggilan Komisi.
h. Meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan
dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang –
Undang ini.
i. Mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna
penyelidikan dan atau pemeriksaan.
j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha
lain atau masyarakat.
k. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar ketentuan Undang – Undang.2
B. Hukum Acara Persaingan Usaha
Hukum acara persaingan usaha merupakan suatu ilmu dan spesies dari ilmu
hukum. Dikarenakan telah memenuhi karakter suatu ilmu yang memiliki bidang kajian
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hukum acara persaingan usaha secara ontologi adalah
menjelaskan hakikat hukum formil Dalam persaingan usaha, secara epistemologi dalam
penerapan hukum formil tersebut ada suatu cara atau metode di dalam penyelesaian
sengketa persaingan usaha yang memiliki karakteristik khusus. Secara aksiologi, hukum
acara persaingan usaha dapat memberikan nilai-nilai kepastian, keadilan dan kemanfaatan
hukum bagi pelaku usaha dan konsumen.
Asas-Asas Hukum Acara Persaingan Usaha
a. Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum
Asas persidangan pada umumnya dalam sistem peradilan ialah terbuka untuk
umum.

2
Alston Chandra dkk, Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam Mendorong Iklim
Persaingan Usaha yang Sehat di Sektor Perunggasan, Yogjakarta.
Sifat terbukanya persidangan bahwa proses persidangan wajib diketahui oleh masyarakat,
tujuannya untuk mencapai nilai obyektifitas. Pada proses persidangan perkara persaingan
usaha dan pembacaan putusan KPPU harus dilaksanakan terbuka untuk umum, Pasal 43
ayat (1) Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata
Cara Penanganan Perkara menyatakan bahwa “Ketua Majelis membuka Sidang Majelis
Komisi terbuka untuk umum” dan dalam Pasal 43 ayat (4) UU No.5/1999 bahwa “Putusan
Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) harus dibacakan dalam suatu sidang yang
dinyatakan terbuka untuk umum dan segera diberitahukan kepada pelaku usaha”.
Penjelasan Pasal 43 ayat (4) UU No.5/1999, menyatakan “Yang dimaksud diberitahukan
dalam penyampaian petikan putusan Komisi kepada pelaku usaha”. Berdasarkan
pernyataan dalam dua pasal, baik dalam Pasal 43 ayat (1) Perkom No.1 Tahun 2010 dan
Pasal 43 ayat (4) UU No.5/1999 secara tegas terkandung prinsip persidangan terbuka untuk
umum.
b. Asas Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan dilakukan dalam tahap-tahap
pemeriksaan perkara persaingan usaha oleh KPPU. Tahap pemeriksaan perkara oleh
undang undang dibagi menjadi dua tahap, yaitu pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan
lanjutan. Laporan yang berasal dari seorang pelapor, baik sifatnya perorangan maupun
pelaku usaha yang merasa dirugikan serta inisiatif, KPPU dapat melakukan pemeriksaan
terhadap pelaku usaha, mengenai dugaan melakukan kegiatan usaha yang berakibat pada
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Jangka waktu berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1)
dan ayat (2), Komisi wajib melakukan pemeriksaan pendahuluan, dan dalam waktu
selambatlambatnya 30 hari setelah menerima laporan, Komisi wajib menetapkan perlu atau
tidaknya dilakukan pemeriksaan. Apabila dalam pemeriksaan pendahuluan telah cukup
penilaian dan bukti terhadap dugaan pelanggaran undang-undang antimonopoli maka
komisi membuat penetapan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.
Pemeriksaan lanjutan meliputi pemeriksaan pelaku usaha, pembuktian baik
menghadirkan saksi dan pemeriksaan alat-alat bukti, selama kurang lebih 60 hari , jika
diperlukan jangka waktu pemeriksaan dapat ditambah 30 hari. Setelah berakhirnya
pemeriksaan lanjutan, maka dalam jangka waktu 30 hari terhitung Komisi wajib
memutuskan telah terjadi atau tidak terhadap pelanggaran undang-undang antimonopoli
yang dilakukan pelaku usaha.
Asas sederhana mengandung makna bahwa hukum acara yang jelas, mudah
dipahami, dan tidak rumit, dikatakan demikian di dalam tata cara penyelesaian perkara
persaingan usaha disusun secara runtut dan sistematis sehingga memudahkan para pelapor
dan terlapor serta komisi dalam menerima, memeriksa dan memutus perkara persaingan
usaha.
Asas cepat juga terpenuhi dalam pemeriksaan sampai putusan KPPU kurang lebih
120 sampai dengan 150 hari kerja sekitar lima bulan. Apabila ditinjau dari proses beracara
sampai dengan putusan, tidak jauh berbeda dengan proses beracara di peradilan umum
bahkan terhitung cepat. Menurut Surat Edaran Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1992
memberikan batasan waktu paling lama enam bulan, artinya setiap perkara harus dapat
diselesaikan dalam waktu enam bulan sejak perkara itu didaftarkan di kepaniteraan, kecuali
jika memang menurut ketentuan hukum tidak mungkin diselesaikan dalam waktu enam
bulan.
Asas biaya ringan dalam peradilan bahwa biaya ringan dalam penanganan perkara
mengacu pada banyak atau sedikitnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pencari keadilan
dalam menyelesaikan sengketanya di depan pengadilan. Selebihnya mengenai biaya
perkara di dalam peradilan ditentukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun
2012 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya pada Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan di Bawahnya.
Mengenai pengajuan laporan perkara persaingan usaha belum diatur dalam
undangundang dan Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan
Perkara Persaingan usaha. Namun dalam hal pemanggilan saksi dibebankan kepada para
pihak, Pasal 51 ayat (7) Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Penanganan Perkara Persaingan usaha menyatakan bahwa “Biaya untuk mendatangkan
Saksi ke persidangan yang diminta oleh pihak yang bersangkutan menjadi beban dari pihak
yang meminta”.
c. Asas audi et alteram partem
Asas ini memberikan perlakuan yang sama bagi pihak terlapor dan pelapor untuk
didengar pengakuannya dalam persidangan. Dalam hukum acara perdata memberikan
perlakuan yang sama, adil dan tidak memihak untuk membela dan melindungi kepentingan
yang bersangkutan. Prinsip audi et alteram partem juga diakomodir dalam Pasal 51 ayat (1)
Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Persaingan
usaha menyatakan bahwa “Atas permintaan Investigator, Pelapor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (4), atau Terlapor, atau karena jabatan, Ketua Majelis Komisi dapat
memerintahkan Saksi untuk hadir dan didengar keterangannya dalam persidangan”.
Prosedur Pemeriksaan Perkara Persaingan Usaha
Tahap pemeriksaan perkara oleh UU No.5/1999 dibagi menjadi dua tahap, yaitu
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan. Prosedur yang dilakukan KPPU
terlebih dahulu ialah klarifikasi dan penyelidikan. Apabila dinilai laporan maupun hasil
kajian KPPU terhadap pelanggaran UU No.5/1999 maka dilakukan pemberkasan yang
didalamnya termasuk menyelenggarakan gelar laporan. Setelah dilakukan pemberkasan
maka dilanjutkan dalam sidang majelis komisi dengan melakukan pemeriksaan
pendahuluan berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU No.5/1999 menyatakan bahwa Berdasarkan
laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan ayat (2), Komisi wajib
melakukan pemeriksaan pendahuluan dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari setelah
menerima laporan, Komisi wajib menetapkan perlu atau tidaknya dilakukan pemeriksaan
lanjutan. Apabila dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap dugaan pelanggaran UU
No.5/1999 layak untuk dilanjutkan maka Majelis Komisi melaksanakan pemeriksaan
lanjutan sampai Majelis Komisi menjatuhkan suatu Putusan, mengenai pengaturan
pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan lanjutan diatur dalam Peraturan Komisi No.1
Tahun 2010 tentang Tata Cara Penanganan Perkara sebagaimana dituangkan dalam bagan
alur pemeriksaan perkara persaingan usaha.3
C. Pelaksanaan Putusan KPPU
Tidak semua putusan dalam perkara monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat

3
Galuh Puspaningrum, 2016, ” Karakteristik Hukum Acara Persaingan Usaha”, Jember
dapat dieksekusi. Putusan PN dan MA yang mengabulkan keberatan dan kasasi pelaku
usaha tidak dapat dieksekusi karena putusan itu hanya bersifat constitutife. Putusan tersebut
hanya
menyatakan bahwa putusan KPPU yang menyatakan pelaku usaha melanggar UU
Antimonopoli batal dan dengan demikian timbul keadaan hukum baru. Dengan demikian,
putusan KPPU yang berupa pembatalan perjanjian, ataupun sanksi administratif lainnya
tidak jadi dilaksanakan terhadap pelaku usaha. Hukum acara perdata masih mengenal satu
jenis putusan lagi yaitu putusan declaratoir yang berisi pernyataan tentang suatu keadaan.
Pada dasarnya setiap putusan hakim selalu mengandung amar declaratoir apabila gugatan
dikabulkan.
Hal ini terlihat dari pernyataan bahwa tergugat terbukti bersalah. 4 Sebenarnya
sangat tipis perbedaan antara putusan deklaratif dan konstitutif karena pada dasarnya amar
yang berisi putusan konstitutif mempunyai sifat yang deklaratif. Putusan perkara monopoli
dan atau persaingan usaha yang dapat dieksekusi adalah putusan condemnatoir yang
menyatakan bahwa pelaku usaha malanggar UU No. 5 Tahun 1999 dan karenanya dijatuhi
sanksi. Sanksi yang dapat dijatuhkan oleh Komisi hanyalah sanksi berupa sanksi
administratif dan pengenaan denda, sedangkan PN dan MA dapat menjatuhkan sanksi
pidana maupun ganti rugi dan pidana denda. Sanksi berupa ganti rugi dapat diberikan hanya
kepada pelaku usaha yang merasa dirugikan, dan atas permintaan pihak yang dirugikan.
Sebagaimana yang sudah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa putusan yang
bersifat condemnatoir adalah:
a) Putusan yang bersifat menghukum kepada salah satu pihak untuk
melakukan
sesuatu atau menyerahkan sesuatu kepada pihak lawan untuk memenuhi prestasi.
b) Putusan condemnatoir terdapat pada perkara kontentius.
c) Putusan condemnatoir selalu berbunyi menghukum dan memerlukan
eksekusi.

4
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan
Putusan Pengadilan, Sinar Grafika, 2004, hal. 876.
d) Apabila pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan dengan
sukarela, maka atas permohonan tergugat putusan tersebut dapat dilakukan
dengan paksa oleh pengadilan yang memutusnya.
e) Putusan dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum yang tetap,
kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu putusan yang
dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta
merta).
f) Putusan kondemnatoir dapat berupa penghukuman untuk
1) meyerahkan sesuatu barang.
2) membayar sejumlah uang.
3) melakukan suatu perbuatan tertentu.
4) menghentikan suatu perbuatan atau keadaan.
5) mengosongkan tanah atau rumah.
Sanksi adminsitratif merupakan satu tindakan yang dapat diambil oleh Komisi
terhadap pelaku usaha yang melanggar UU No. 5 Tahun 1999 sanksi administratif tersebut,
dapat berupa:5
1) Penetapan pembatalan perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 sampai
13, pasal 15 dan pasal 16.
2) Perintah untuk menghentikan integrasi vertikal sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14
3) Perintah untuk menghentikan penyalahgunaan posisi dominan.
4) Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam pasal 28.
5) Penetapan pembayaran ganti rugi.
6) Pengenaan denda minimal Rp 1.000.000.000.- (satu miliar rupiah) dan setinggi-
tingginya Rp 25. 000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah). Jika disimak dalam
ketentuan Pasal 47 UU No. 5 tahun 1999 tersebut, maka sifat putusan dalam UU tersebut
sanksinya ada yang bersifat konstitutif dan condemnatoir. Konsititutif yaitu hanya
menyatakan bahwa putusan KPPU yang menyatakan pelaku usaha melanggar UU

5
Lihat ketentuan Pasal 47 UU No. 5 tahun 1999.
Antimonopoli batal dan dengan demikian timbul keadaan hukum baru (pasal 47 ayat (1),
(4). Sedangkan yang bersifat condemnatoir adalah Pasal 47 ayat (2), (3), (5) dan (6).

D. Sanksi KPPU dalam Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia


KPPU sebagai pengawas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan sanksi
berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan
Undang – Undang Persaingan Usaha.6 Sanksi tindakan administratif yang
dijatuhkan oleh KPPU sebagaimana yang diatur dalam Pasal 36 huruf (l) Juncto
Pasal 47 huruf (a) Undang – Undang Persaingan Usaha yang adapun isi daripada
Pasal 47 adalah:
“Komisi berwenang menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif
terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang – Undang ini.”
Adapun sanksi administratif yang dapat dijatuhkan KPPU kepada pelaku
usaha adalah sebagai berikut:
a. Penetapan pembatalan perjanjian
b. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal
c. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan kegiatan yang terbukti
menimbulkan praktek monopoli dan/atau menyebabkan persaingan usaha tidak
sehat dan/atau merugikan masyarakat
d. Perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan penyalahgunaan posisi
dominan
e. Penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan
pengambilalihan saham
f. Penetapan pembayaran ganti rugi
g. Pengenaan denda serandah – rendahnya Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah)
dan setinggi – tingginya Rp. 25.000.000.000,- (dua puluh lima miliar rupiah)
Komisi Pengawas Persaingan Usaha sebagai lembaga pengawas persaingan
usaha memiliki banyak tugas, selain tugas mencegah dan menindak pelanggar
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, dalam upaya menegakkan
Undang – Undang Persaingan Usaha, KPPU juga menjalankan tugas sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 35 huruf e Undang – Undang Persaingan Usaha yang
berbunyi: “memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah
yang berkaitan dengan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.”
Peran KPPU sebagai penasihat kebijakan terhadap kebijakan pemerintah
yang mempengaruhi persaingan usaha. Upaya ini sangat diperlukan dan penting
mengingat penciptaan iklim persaingan sehat merupakan amanat Undang – Undang
Persaingan Usaha, dan sebagai lembaga pengawasan persaingan usaha maka KPPU
6
Susanti Adi Nugroho. Op.Cit., hlm. 563
harus memainkan perannya disini. Timbulnya persaingan usaha tidak sehat kerap
kali dikarenakan oleh Peraturan Perundang – Undangan yang memberikan celah
kepada pelaku usaha untuk berperilaku anti – persaingan. Sebagai contoh, kasus
kartel di sektor perunggasan, setelah ditelusuri ternyata ada kebijakan yang
pemerintah yang menjadi celah masuknya bagi pelaku usaha untuk melakukan
kegiatan usaha yang bersifat anti – persaingan.

E. Bentuk Gugatan KPPU dalam Penegakan Hukum Persaingan di


Indonesia
Gugatan Class Action dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia Unsur-
unsur penting dari class action adalah menyangkut jumlah penggugat, adanya kerugian
yang dapat dibuktikan, kesamaan fakta dan hukum di antara yang mewakili (representative
party) dengan jumlah anggota korban, tuntutan kelompok dan adanya kelayakan (adequacy)
termasuk kesungguhan dari mereka yang mewakilinya.7 Syarat formil yang merupakan
condition sine qua non dalam pengajuan gugatan class action, yaitu apabila memenuhi
persyaratan Pasal 2 dan 3 Perma No. 1 Tahun 2002. Melihat beberapa pendapat di atas,
maka keuntungan atau manfaat yang diperoleh jika menggunakan prosedur class action,
antara lain:
1. Proses berperkara lebih ekonomis dan lebih efisien (judicial economy)
2. Mencegah pengulangan (repetition) pada proses perkara yang sama dan mencegah
kemungkinan putusan yang berbeda satu dengan yang lainnya
3. Akses terhadap keadilan (access to justice)
4. Perubahan sikap pelaku pelanggaran (behavior modification)
5. Kemungkinan dading (perdamaian)8
Meskipun ada banyak manfaat yang diperoleh dalam mengajukan gugatan secara class
action.
Namun tidak berarti tidak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan dari prosedur class
action adalah sebagai berikut :
1. Kesulitan dalam mengelola
2. Dapat menyebabkan ketidakadilan
3. Dapat menyebabkan kebangkrutan pada tergugat
4. Publikasi gugatan class action dapat menyudutkan pihak tergugat.
Ketentuan hukum acara dalam class action di Indonesia diatur secara khusus dalam Perma
No. 1 Tahun 2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Namun, sepanjang tidak
7
N. H.T Siahaan, Hukum Konsumen Perlindungan Konsumen Dan Tanggung Jawab Produk
(Jakarta, Panta Rei, 2005), hlm. 239.
8
SP. Wibowo, “Quo Vadis Gugatan Class Action”, http://surabayasore.com/index.php?
3b1ca0a43b79bdfd9f930 5b8129829622b4793bfbca2a136dc9c6999d9d1134f, diakses tanggal 7
Januari 2013.
diatur dalam Perma berlaku juga ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku
(HIR/RBg). Prosedur dalam class action dilakukan melalui tahapan-tahapan, yaitu :
1. Permohonan pengajuan gugatan secara class action.
2. Proses sertifikasi (judicial certification atau prepliminary certification test).
3. Pemberitahuan
4. Pemeriksaan dan pembuktian dalam class action
5. Pelaksanaan putusan Pengaturan class action telah diatur dalam berbagai peraturan
perundang-undangan di bawah ini.
Meskipun tidak memberikan petunjuk prosedur pelaksanaannya yaitu Pasal 46 ayat
(1) huruf b UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 38 ayat (1) dan
Pasal 39 UU No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Pasal 71 UU No. 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, Pasal 90 UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Pasal 36 UU
No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 91 UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(pengganti UU No. 23 Tahun 1997).
Berbagai peraturan perundang-undangan di atas menggunakan prosedur atau tata cara
gugatan perwakilan kelompok (class action) yang sekarang telah diatur dalam Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2002 Tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.9

BAB III
PENUTUP

9
10 Adrian Sutedi, Op.Cit., hlm. 148-149
A. Kesimpulan
1. KPPU adalah manifestasi implementasi daripada Undang – Undang
Persaingan Usaha yang mengamanatkan untuk dibentuknya suatu lembaga
untuk menegakkan Undang – Undang Persaingan Usaha sebagaimana
yang tercantum dalam Pasal 30 ayat (1) yang berbunyi: “Untuk
mengawasi pelaksanaan Undang – Undang ini dibentuk Komisi Pengawas
Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi.”
2. Hukum acara persaingan usaha merupakan suatu ilmu dan spesies dari
ilmu hukum. Dikarenakan telah memenuhi karakter suatu ilmu yang
memiliki bidang kajian ontologi, epistemologi dan aksiologi.
3. putusan KPPU yang menyatakan pelaku usaha melanggar UU
Antimonopoli batal dan dengan demikian timbul keadaan hukum baru.
Dengan demikian, putusan KPPU yang berupa pembatalan perjanjian,
ataupun sanksi administratif lainnya tidak jadi dilaksanakan terhadap
pelaku usaha. Hukum acara perdata masih mengenal satu jenis putusan
lagi yaitu putusan declaratoir yang berisi pernyataan tentang suatu
keadaan.
4. KPPU sebagai pengawas mempunyai wewenang untuk menjatuhkan
sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar
ketentuan Undang – Undang Persaingan Usaha
5. Gugatan Class Action dalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia
Unsur-unsur penting dari class action adalah menyangkut jumlah
penggugat, adanya kerugian yang dapat dibuktikan, kesamaan fakta dan
hukum di antara yang mewakili (representative party) dengan jumlah
anggota korban, tuntutan kelompok dan adanya kelayakan (adequacy)
termasuk kesungguhan dari mereka yang mewakilinya.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini yang jauh dari kata sempurna, maka penulis
menyarankan untuk juga membaca buku-buku referensi lainnya untuk menunjang
kesempurnaan makalah ini sehingga bisa lebih mendalami tentang Peran KPPU
dan Penegakan Hukum Persaingan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Adi nugroho Susanti, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia, Cetakan Pertama,
(Jakarta: Kencana, 2012) -------------, Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia
Dalam Teori Dan Praktik Serta Penerapan Hukumnya,Prenadamedia Group,
Jakarta, 2018
Anggoro Januar Jalu, Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha Dalam
Perdagangan Sapi Impor di Jabodetabek (Studi Putusan KPPU No.:10/kppu-
i/2015), Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung 2017
Amriani, Nurnaningsih, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata Di
Pengadilan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012. Andini dan Aditiya.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Prima Media. 2002 Ayudha D.
Prayoga, et.al., Persaingan Usaha dan Hukum yang Mengaturnya di Indonesia,
(Jakarta: Proyek ELIPS, 2000)
Siswanto Arie, Hukum Persaingan Usaha, Cetakan Pertama (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 2002)
Pelupessy Eddy, Hukum Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
Yogyakarta, Aksara Indonesia, 2008

Anda mungkin juga menyukai