Anda di halaman 1dari 6

Akibat Hukum Cek dan Bilyet Giro Kosong

Selamat pagi. Ada informasi yang saya peroleh bahwa apabila seseorang berutang
kepada kita dan orang tersebut memberikan cek yang dapat dicairkan sesuai jatuh
tempo yang ditentukan tetapi kemudian pada saat jatuh tempo tersebut diketahui
ternyata cek tersebut kosong/tidak ada dana, maka orang yang memberikan cek
tersebut dapat dipidana. Sedangkan, apabila kita memperoleh Bilyet Giro dan
ternyata saat jatuh tempo Giro tersebut tidak ada dana/dana tidak cukup, hal
tersebut tidak berimplikasi secara pidana. Mohon pencerahan dan penjelasan
bapak/ibu apakah memang demikian? Jika benar, mengapa giro dan cek memiliki
implikasi pidana yang berbeda? Terima kasih atas penjelasannya, Salam Iman.

click_rizani@yahoo.com

Share:

Jawaban:
Adi Condro Bawono

1.
Definisi Cek, Bilyet Giro, dan Cek/Bilyet giro kosong dapat ditemui dalam
Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata
Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong (SEBI 2/10/2000) yang
menyatakan sebagai berikut:
a.
Cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur dalam Kitab UU
Hukum Dagang (KUHD).

Sedangkan, dijelaskan dalam situs Bank Indonesia bahwa Cek adalah surat
perintah tidak bersyarat untuk membayar sejumlah dana yang tercantum dalam
cek. Penarikan cek dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk" dan
merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan (negotiable paper).

Pengaturan Cek dalam KUHD dapat ditemui dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal
229.

b.
Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan sebagaimana diatur
dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR
tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

Pada situs Bank Indonesia tersebut juga dijelaskan bahwa Bilyet Giro adalah surat
perintah dari nasabah kepada bank penyimpan dana untuk memindah bukukan
sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan kepada rekening pemegang yang
disebutkan namanya.

c.
Cek/Bilyet Giro kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak
Tertarik dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik
karena saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup.

2.
Informasi yang Anda dapatkan mengenai perbedaan aspek pidana dari
penarikan cek dan bilyet giro kosong, mungkin berdasarkan pengaturan UU No. 17
Tahun 1964 tentang Larangan Penarikan Cek Kosong (UU Cek Kosong),
yang secara khusus menyatakan bahwa tindak pidana penarikan cek kosong adalah
kejahatan (Pasal 3 UU Cek Kosong). Pengaturan UU Cek Kosong ini menyebabkan
perbedaan aspek pidana dari penarikan cek kosong dengan penarikan bilyet giro
kosong. Hal ini juga dijelaskan dalam buku Hukum Dagang yang ditulis oleh Farida
Hasyim (hlm. 273). Namun perlu kami sampaikan bahwa UU Cek Kosong ini
sudah dicabut oleh Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1
Tahun 1971 tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964 (Perpu No. 1
Tahun 1971).

Menurut artikel Sejarah Bank Indonesia: Sistem Pembayaran Periode 19661983 yang diterbitkan oleh Unit Khusus Museum Bank Indonesia (hlm. 7),
berdasarkan UU Cek Kosong, penarikan cek kosong yang dianggap sebagai tindak
pidana ekonomi diancam dengan sanksi pidana yang berat, yaitu hukuman mati,
pidana seumur hidup, atau pidana penjara 20 tahun. Ancaman pidana yang berat
itu ternyata menimbulkan keengganan masyarakat menggunakan cek dalam lalu
lintas pembayaran. Berdasarkan pertimbangan tersebut, pemerintah kemudian
mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 1971. Maka pada saat ini penarikan cek kosong
bukan lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat lagi perbedaan

yang signifikan antara penarikan cek kosong dengan bilyet giro kosong dari segi
hukum pidana.

3.
Cek dan Bilyet Giro sendiri merupakan alat pembayaran, sedangkan
kegagalan pembayaran utang dapat dikategorikan sebagai wanprestasi, yaitu
keadaan apabila salah satu pihak di dalam satu perjanjian tidak melaksanakan
prestasi atau kewajibannya dan bukan karena keadaan memaksa (overmacht). Hal
ini dijelaskan juga dalam artikel Cek Kosong.

Menurut Pasal 1234 Kitab UU Hukum Perdata (KUHPer) prestasi terbagi


dalam tiga macam:
a.
Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal
1237 KUHPer);
b.
Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini
terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer); dan
c.
Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis ini
terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer).

Jadi, pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah termasuk ke dalam


ranah hukum perdata. Namun, menurut artikel Cek Kosong, memang terdapat
juga kemungkinan kegagalan pembayaran tersebut dilakukan untuk melakukan
tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal
378 Kitab UU Hukum Pidana (KUHP). Terhadap kasus yang terakhir ini,
apabila apabila unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi dan terbukti bahwa
pemberian cek atau bilyet giro kosong dilakukan untuk melakukan kejahatan, maka
pemidanaan tetap dapat dilakukan.

Sekian jawaban dari kami, semoga membantu.

Cek Kosong

Saya memiliki cek mundur (Badan Usaha) tak bertanggal dari Aj sebagai jaminan pinjaman atas
sejumlah uang tunai sekitar 2 tahun yang lalu (tahun 2008). Ketika saya menagih hutang tersebut

kepada Aj, yang bersangkutan tidak mampu membayar. Dan ketika saya mencoba mencairkan
cek tersebut pada bank bersangkutan ternyata rekening tersebut telah ditutup pada tahun 2010
atas permintaan Aj selaku pemilik rekening. Yang ingin saya tanyakan apakah saya dapat
menggugat Aj dengan bukti cek kosong tersebut (rekening perusahaan Aj telah ditutup)? Apabila
bisa, hukum/pasal apa yang dapat menjadi landasan menggugat Aj? Serta apakah termasuk kasus
pidana atau perdata? Mohon penjelasannya. Sebelumnya saya ucapkan terima kasih.

aldijibril

Share:

Jawaban:
Shanti Rachmadsyah

Cek kosong, menurut Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000
tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong, adalah:

Cek/Bilyet Giro Kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang diunjukkan dan ditolak Tertarik
dalam tenggang waktu adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena saldo
tidak cukup atau Rekening telah ditutup

Untuk kasus Anda ini, bisa dikategorikan sebagai kasus perdata, namun juga bisa menjadi kasus
pidana.

Dalam hukum perdata, kegagalan pembayaran utang dapat digugat ke pengadilan dengan
gugatan wanprestasi (ingkar janji). Wanprestasi adalah keadaan apabila salah satu pihak di dalam
satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau kewajibannya dan bukan karena keadaan

memaksa (overmacht). Prestasi merupakan sesuatu yang dapat dituntut pemenuhannya. Menurut
pasal 1234 KUHPer prestasi terbagi dalam tiga macam:
1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam pasal 1237 KUHPer);
2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (prestasi jenis ini terdapat dalam
pasal 1239 KUHPer); dan
3.

Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu (prestasi jenis ini terdapat
dalam pasal 1239 KUHPer).

Apabila seseorang telah ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian, maka kewajiban pihak
tersebut untuk melaksanakan atau mentaatinya. Apabila dia tidak memenuhi kewajiban seperti
yang diperjanjikan, maka dia dikatakan wanprestasi. Atas wanprestasi tersebut Anda dapat
menuntut:

a. Pemenuhan perikatan;
b. Pemenuhan perikatan dan ganti rugi;
c. Ganti rugi;
d. Pembatalan persetujuan timbal balik;
e. Pembatalan perikatan dan ganti rugi.

Akan tetapi, dalam kasus Anda juga ada unsur tindak pidana, yaitu penipuan, yang diatur
dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP):

Barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan
melawan hak, baik dengan memakai nama palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat,
maupun dengan karangan pernyataan-pernyataan bohong, membujuk orang supaya
memberikan suatu barang, membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena
penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya 4 tahun.

Anda dapat melaporkan dugaan penipuan tersebut ke polisi.

Demikian sejauh yang kami tahu. Semoga bermanfaat.

Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek Voor Indonesie,
Staatsblad 1847 No. 23)
2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van Strafrecht, Staatsblad
1915 No. 732)
3. Surat Edaran Bank Indonesia No. 2/10/DASP tanggal 8 Juni 2000 tentang Tata
Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong

Anda mungkin juga menyukai