Anda di halaman 1dari 4

SELASA, 17 JANUARI 2012

Pertanyaan:
Akibat Hukum Cek dan Bilyet Giro Kosong
Selamat pagi. Ada informasi yang saya peroleh bahwa apabila
seseorang berutang kepada kita dan orang tersebut memberikan
cek yang dapat dicairkan sesuai jatuh tempo yang ditentukan
tetapi kemudian pada saat jatuh tempo tersebut diketahui
ternyata cek tersebut kosong/tidak ada dana, maka orang yang
memberikan cek tersebut dapat dipidana. Sedangkan, apabila
kita memperoleh Bilyet Giro dan ternyata saat jatuh tempo Giro
tersebut tidak ada dana/dana tidak cukup, hal tersebut tidak
berimplikasi secara pidana. Mohon pencerahan dan penjelasan
bapak/ibu apakah memang demikian? Jika benar, mengapa giro
dan cek memiliki implikasi pidana yang berbeda? Terima kasih
atas penjelasannya, Salam Iman.  
CLICK_RIZANI@YAHOO.COM


Jawaban:
ADI CONDRO BAWONO, S.H., M.H.

1.      Definisi Cek, Bilyet Giro, dan Cek/Bilyet giro kosong dapat


ditemui dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.
2/10/Dasp Tahun 2000 tentang Tata Usaha Penarikan
Cek/Bilyet Giro Kosong (“SEBI 2/10/2000”) yang
menyatakan sebagai berikut:
a.      Cek adalah surat perintah membayar sebagaimana diatur
dalam Kitab UU Hukum Dagang (“KUHD”).

 
Sedangkan, dijelaskan dalam situs Bank Indonesia bahwa
Cek adalah surat perintah tidak bersyarat untuk membayar
sejumlah dana yang tercantum dalam cek.  Penarikan cek
dapat dilakukan baik "atas nama" maupun "atas unjuk" dan
merupakan surat berharga yang dapat diperdagangkan
(negotiable paper). Pengaturan Cek dalam KUHD dapat
ditemui dalam Pasal 178 sampai dengan Pasal 229.

 
b.      Bilyet Giro adalah surat perintah pemindahbukuan
sebagaimana diatur dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995
tentang Bilyet Giro.

Pada situs Bank Indonesia tersebut juga dijelaskan bahwa


Bilyet Giro adalah surat perintah dari nasabah kepada bank
penyimpan dana untuk memindah bukukan sejumlah dana
dari rekening yang bersangkutan kepada rekening
pemegang yang disebutkan namanya.

 
c.      Cek/Bilyet Giro kosong adalah Cek/Bilyet Giro yang
diunjukkan dan ditolak Tertarik dalam tenggang waktu
adanya kewajiban penyediaan dana oleh Penarik karena
saldo tidak cukup atau Rekening telah ditutup.

 
2.      Informasi yang Anda dapatkan mengenai perbedaan aspek
pidana dari penarikan cek dan bilyet giro kosong, mungkin
berdasarkan pengaturan UU No. 17 Tahun 1964 tentang
Larangan Penarikan Cek Kosong (“UU Cek Kosong”),
yang secara khusus menyatakan bahwa tindak pidana
penarikan cek kosong adalah kejahatan (Pasal 3 UU Cek
Kosong). Pengaturan UU Cek Kosong ini menyebabkan
perbedaan aspek pidana dari penarikan cek kosong dengan
penarikan bilyet giro kosong. Hal ini juga dijelaskan dalam
buku Hukum Dagang yang ditulis oleh Farida Hasyim (hlm.
273). Namun perlu kami sampaikan bahwa UU Cek
Kosong ini sudah dicabut oleh Peraturan Pemerintah
Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun 1971 tentang
Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964 (“Perpu No. 1 Tahun
1971”).
 
Menurut artikel Sejarah Bank Indonesia: Sistem
Pembayaran Periode 1966-1983 yang diterbitkan oleh Unit
Khusus Museum Bank Indonesia (hlm. 7), berdasarkan UU
Cek Kosong, penarikan cek kosong yang dianggap sebagai
tindak pidana ekonomi diancam dengan sanksi pidana yang
berat, yaitu hukuman mati, pidana seumur hidup, atau pidana
penjara 20 tahun. Ancaman pidana yang berat itu ternyata
menimbulkan keengganan masyarakat menggunakan cek
dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pertimbangan
tersebut, pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 1
Tahun 1971. Maka pada saat ini penarikan cek kosong bukan
lagi dianggap sebagai suatu kejahatan. Praktis tidak terdapat
lagi perbedaan yang signifikan antara penarikan cek kosong
dengan bilyet giro kosong dari segi hukum pidana.

         
3.      Cek dan Bilyet Giro sendiri merupakan alat pembayaran,
sedangkan kegagalan pembayaran utang dapat dikategorikan
sebagai wanprestasi, yaitu keadaan apabila salah satu pihak di
dalam satu perjanjian tidak melaksanakan prestasi atau
kewajibannya dan bukan karena keadaan memaksa
(overmacht). Hal ini dijelaskan juga dalam artikel Cek
Kosong.

 
Menurut Pasal 1234 Kitab UU Hukum
Perdata (“KUHPer”)prestasi terbagi dalam tiga macam:
a.        Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini
terdapat dalam Pasal 1237 KUHPer);
b.       Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu
(prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer);
dan
c.        Prestasi untuk tidak melakukan atau tidak berbuat seuatu
(prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPer).

 
Jadi, pada dasarnya mengenai kegagalan pembayaran adalah
termasuk ke dalam ranah hukum perdata. Namun, menurut
artikelCek Kosong, memang terdapat juga kemungkinan
kegagalan pembayaran tersebut dilakukan untuk melakukan
tindak pidana, misalnya tindak pidana penipuan sebagaimana
diatur dalam Pasal378 Kitab UU Hukum Pidana (“KUHP”).
Terhadap kasus yang terakhir ini, apabila apabila unsur-unsur
tindak pidananya terpenuhi dan terbukti bahwa pemberian cek
atau bilyet giro kosong dilakukan untuk melakukan kejahatan,
maka pemidanaan tetap dapat dilakukan.

Sekian jawaban dari kami, semoga membantu.

Dasar hukum:
1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk
Wetboek,Staatsblad 1847 No. 23).
2.      Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van
Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43).
3.      Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek Van
Strafrecht,Staatsblad 1915 No. 732).
4.      Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu) Nomor 1 Tahun
1971 tentang Pencabutan UU No. 17 Tahun 1964.
5.      Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
28/32/KEP/DIR tanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
6.      Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 2/10/Dasp Tahun 2000
tentang Tata Usaha Penarikan Cek/Bilyet Giro Kosong.
  

Anda mungkin juga menyukai