Anda di halaman 1dari 13

Rentenir 411

RENTENIR
Bachtiar Sibarani

In praClice, legal relation in form of credit


with goods as indemnity even mortgage
transaClions in bad debt cases happens not
only between individuals and legal entities
such as banks and Perum Pegadaian. In this
context, usurers has traditionally played an
important role. However, up until now there
are no legal rules that acknowledge their
aClivities as a legal business, as in permit or
authorization, credit comraCl, credit indemnity,
credit rates, and mortgage execution. This
article seeks to determine whether the
accivitil!s of usurers are unlawful or not, and
several possibilities lO refer them to
concerning regulations.

Formalitas perjanjian kredit (berapapun nilainya) di bank atau di


luar bank sebenarnya cukup dituangkan dalam satu atau dua halaman akre
di bawah tangan yakni akte yang hanya ditandatangani oleh debilur dan
kreditur/bank di atas kertas dengan satu meterai. Karena pencairan kredil
umumnya dilakukan beberapa saat kemudian, l11aka sebaiknya perjanjian
kredit diikuti atau dilengkapi dengan kwitansi randa terima kredir yang
ditandatangani oleh debitur di atas kertas bermeterai yang cukup.
Formalitas pengamanan yang berlebihan dalam perjanjian kredit bisa
dihindarkan sekiranya disadari bahwa perjanjian kredit bukan barang
jaminan kredit.
Mengenai materi perjanjian kredit pada dasarnya bank dan nasa bah
bank adalah bebas untuk l11enentukan hal-hal yang menjadi isi kumrak.
Konsekwensinya, perjanjian yang ditandatangani oleh debitur dan kreditur
atau bank menjadi undang-undang bagi kedua pihak (pasal 1338 13W).
Nal11un del11ikian, untuk hal-hal terte.ntu. hukum. ketertiban umum.

Nomor 4 Tahun XXXIl


412 Hukum dUll PelllhllJlgulltllI

kepatutan, dan keadilan juga membatasi hal-hal yang tidak boleh atau yang
dilarang untuk diperjanjikan.
Apabila ditinjau dari segi jumlah debitur , ternyata pinjalll
meminjam uang justru jauh lebih banyak terjadi di luar bank dengan
perjanjian kredit yang umumnya bernilai rendah. Dalam konteks ini .
Perum Pegadaian dan Rentenir sangat banyak berperan.
Meskipun kehadiran rentenir dalam pember ian pinjaman Liengan
atau tanpa agunan kepada masyarakat yang ekonominya lemah cukup
berperan. namun hingga kini belum ada ketentuan yang khusus mengatur
usaha rentenir, seperti soal perizinan, komrak kredit. jaminan krcdit. suku
unga kredit dan eksekusi agunan. Sebaliknya dengan Perum Pegadaian
sudah diatur seeara khusus sehingga boleh melelang sendiri barang gadai
yang macet.

Barallg Jamillall

Pad a umumnya perpnJIan kredit disertai dengan pillman


pelunasan kredit yang dapat berupa orang (penjamin) atau berupa benda
(barang) . . Pengikatan atau pembebanan jaminan pelunasan hutang ya ng
bersangkutan lazim dilakukan dalam suaru akta perj anjian ya ng bersi!'at
pelengkap dari perjanjian pokok (kredit). Akte pengikatan jaminan
dimaksud ada yang diharuskan dengan akte notaris atau akte Lltentik
namun ada ya ng dinyatakan eukup dengan akte di bawah tangan .
Jaminan hutang berupa benda pad a dasarnya dibedakan antara
jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan umum ada lah se luruh
kekayaan seseorang atau suatu badan hukum , baik yang sudah ada pada
saat mengadakan perjanjian kredit, maupun ya ng akan ada di kemudian
hari setelah perjanjian kredit ditandatangani. Jaminan khusus adalah bend a
atau barang tertentu ya ng diserahkan atau diikat/dibebani dengan tata cara
yang ditetapkan dalam peraturan perundangan g una menjamin pelunasan
sej umlah kredit tertentu. Jaminan kebendaan ini biasanya dibedakan antara
barang bergerak dan barang tidak bergerak (barang tetap).
Meski tidak ada ketentuan pembatasan mengenai barang apa saja
yang boleh dijadikan jaminan hutang , namun perjanjian pengikatan barang
jaminan juga harus memperhatikan jangan sampai bertentangan dengall
kepatutan dan keadilan seperti untuk menyerahkan buku pembayaran dana
pensiun (lihat Putusan Mahkamah Agung No. 3431.K/Pdtll9gS tanggal 4
Maret 1987, Varia Peradilan No. 22, luli 1987).
Renlenir 413

Pengikatan jamll1an barang bergerak terdiri dari Gadai (pand),


Fidusia dan Grosse Acte Pengakuan Hutang. Pada dasarnya pemberian
jaminan barang bergerak adalah ditujukan untuk kredit yang nilainya
relatif rendah. Perbedaan jaminan fidusia dengan gadai adalah terletak
pad a penguasaan barang jaminan. Kalau dalam gadai agunan diserahkan
ke tangan kreditur, maka dalam fidusia agunan tetap dalam penguasaan
debitur atau pe,ilik agunan. Pada umumnya pad a saat ini bank-bank di
Indonesia tidak lagi menerima jaminan dalam bentuk gadai. Usaha
peminjaman uang dengan sistim gadai pada saat ini secara resmi banyak
dilakukan oleh Perum Pegadaian.
Seperti namanya, pada hakekatnya grosse acte pengakuan hurang
sebenarnya bukan berupa barang jaminan yang mempunyai nilai jual ,
melainkan hanua salinan pertama dari akta notaris yang isinya hersifal
pengakuan berhutang sejumlah uang tertentu. Akan retapi karena hukum
memberikan kekuatan eksekutorial pada grosse akte pengakuan llUtang,
maka akta ii berfungsi sebagai jaminan pelunasan hutang. Kell1udian
karena lnenurut sejarahnya dulu untuk pengikatan tanah uan kapal
berbobot 20 ton ke atas menggunakan akte hipotik bagi hutang piurang
yang nilainya besar , maka untuk hutang piutang yang lebih kecil cukup
dengan akte pengakuan hutang yang jika tidak dibayar hutangnya akan
dilaksanakan dengan menyita barang bergerak milik debitur.
Untuk pengikatan jaminan berupa barang tetap terdiri uari: Hipotik
untuk kapal berbobot 20 ton ke atas dan untuk pesawat rerbang uan
helikoprer. Khusus untuk tanah, pengikatan pembebanannya aualah uengan
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkairan
Dengan Tanah . Dalam pengikatan hipotik dan hak ranggungan atas lanah
dimungkinkan pembebanan pertama, kedua dan seterusnya atas salU obyek
jaminan. Khusus dalam pengikatan hipotik pertama atau 11ak langgungan
pertama, hukum memungkinkan pember ian kewenangan kepaua kreuitur
untuk mengeksekusi sendiri (parate eksekusi) barang jaminan lanpa
campur tang an pengadilan dalam hal debitur wanprestasi atau cidera janji.
Dalam ilmu hukum juga terdapat pembagian benda menurur
wujudnya sehingga dibedakan benda berwujud dan benua tidak bcrwujud.
Dalam hUbungannya dengan perjanjian kredit, pad a dasarnya henLia yang
dapat diikat atau dibebani sebagai barang jaminan pelunasan kredit aualail
bend a yang berwujud. Hal ini juga sesuai dengan Hukum Acara PenJata
yang membatasi penyitaan hanya dapat diletakkan pada barang hergerak
dan barang tidak hergerak (Iihat Putusan Mahkamah Agung Nu.
I030.K/Pdt1l987 tanggal 29 September J988, Varia Peradilan Nu. 6~J.

NOlllor 4 Talllln XXXII


414 I-IUkll III dall Pt! 111 1m II.!: /(/ /1.111

Akan tetapi dalam kenyataan ada kalanya benda yang lidak


berwujud seperti hak alas tagihan semacam jalllinan pembayaran alau
pelunasan hutang dengan cara Cessie yaitu debitur mengalihkan hak
tagihan kreditur yang hersangkutan. Pada tahun delapan pulhan. bank-
bank pemerintah banyak menerima Cessie atau pengalihan tagihan sehagai
jaminan kredit program berupa Kredit Investasi Kecil (KIK) dan Kredil
Modal Kerja (KMK).

Permasalahan

I. Dalam praktek huhungan hukum pinjam uang L1engan jamillan harallg


lidak hanya terjadi antara orang pribadi dengan badan hukulll l3all);
dan Perum Pegadaian. Kredit uang dengan jaminan barang juga sering
leljadi antara orang yang kekurangan dana dengan orang yang
memiliki dana herkecukupan atau lebih. Karena dalalll kenyataannya
hanyak juga terjadi peminjaman uang oleh seorang pemilik uang
kepada pelllinjam disertai kewajiban membayar bunga (reme) . maka
limbul pertanyaan apakah usaha rentenir yang demildan itll
ber tentangan dengan hukum atau merupakan perbuatan melawan
hukum ? Jawabanpennasalahan ini sang at perlu diketahui o leh
masyarakat dan pemerintah untuk menentukan sikap dan tindakan lebi h
lanjut terhadap usaha renlenir.
2. Meski hukum jaminan (Gadai, Fidusia, Hipotik, Hak Tangg ungan dan
Jalllinan Umum) pada dasarnya mewajibkan penjualan barang jaminan
mau sitaan Illelalui Ielang oleh pejabat umum (juru Ielang/ pejahal
lelang) namun dalam praktek pad a umumnya kre(lil macel rehlenir
tidak diproses melalui Kantor Lelang Negara (sekarang Kalllor
Pelayanan Piutang Dan Lelang Negara - KP2LN). Lalu menjadi sua!.
apakah jual beli agunan kredit macet oleh rentenir bertentangan
dengan hukum ? Jawaban pertanyaan 1111 diperlukan ullluk
menentukan perlu tidaknya prosedur khusus pencairan agunan kreJil
rentenir.

Pembahasan

Fakta di setiap negara bahwa proses pinjam meminjam uang


dengan J3mrnan barang melalui perbankan adalah memerlukan waklu.

Okwber - Deselllber 2OU2


Remenir 415

fonnalitas dan biaya yang banyak. Meski pada akhirnya prosedur kredit
perbankan dapat menjadi effisien namun pada awalnya terutama di
Indonesia sangat banyak prosedur pember ian kredit yang menjadi ajang
penghamburan uang.
Sebagai salah satu comoh penghamburan kredit perbankan , berikul
ini adalah sebuah kisah nyata. Pada pertengahan tahun 200 I yang lalu.
seseorang yang tidak mau disebut namanya dalam lulisan ini lelah
meminjam uang sebesar Rp. 75 juta dari salah salu bank pell1eri11lah Lli
kota Bandung. Satu sen pun yang bersangkutan tidak mengeluarkan biaya
yang tidak resmi alias tidak dipungli. Akan tempi faktanya. yant!
bersangkutan hanya menerima uang tunai sebesar Rp . (J 7.21 X.OO(). ~
Sisanya untuk membayar angsuran pertama pada saat kredit Llilerima Rp.
1.4'iI.OOO,~ , diblokir Rp. 1.886.000 , ~ dan umuk membayar biaya porvisi
bank, legislasi notaris, asuransi jiwa, PPA T (untuk akta dan senifikal 11ak
tanggungan) dan Kantor Badan Pertanahan (umuk pembaharuan senifibt
hak milik) Rp. 4.424.000.~
Karena hal seperti terse but di atas telah menjadi sualU kelazilmn.
maka tiaak salah jika dikatakan bahwa hampir semua kredit perbankan di
Indonesia sudah berpotensi macet sejak kredit dicairkan. Kreuil dari bank~
bank di Indonesia banyak digergaji umuk biaya yang sebenarnya tidak perlu .
Apabila fakta seperti tersebut di atas dihadapkan dengan kebutuhan
kredit skala rendah yang mendesak dan dengan perbandingan biaya sena
tingkat suku bunga, maka transaksi kredit dengan rentenir yang cepa[ dan
bebas biaya seringkali menjadi pilihan terbaik dan Iebih el'sien . Lalu
muncullah sebuah fenomena kehidupan rentenir yang juga sering lI1enjaui
bahan pergunjingan di masyarakat. Salahkah mereka yang meminjamkan
uangnya kepada orang yang membutuhkan'! Benarkah mereka yang dalang
kepada rentenir?
Pada waktu yang Ialu, Undang~undang No. 14 Tahun ILJ67
tentang Pokok-pokok Perbankan menentukan barang siapa lI1enjalankan
usaha bank tanpa izin dari Menteri Keuangan, dihukum penjara seiallla-
lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 5 ()()()()()O.-
(lima juta rupiah) ex Pasal 38. Oleh karena itu. perbuatan melakukan
secara berulang kali meminjamkan uangnya kepada orang lain uengan
memungut bunga (amara 3 sid 7 % per-bulan) dengan menerima jall1inan
barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak, sebagaimana
lazimnya usaha suatu hank, dikwalifisir sebagai usaha menghimpun dana
dan menyalurkannya kepada masyarakat. Jka usaha tersebut uilakukan
tanpa izin dari Menteri Keuangan, maka yang bersangkutan dinyalakan

NOlllor 4 Tohun XXXII


416 l1ukuJIl !lcm PC!/JlbllllgUI/(/II

hersalah ll1elakukan kejahatan :. "Menjalankan Usaha Bank tanpa izin


dari Menteri Kenangan RI" ex pasal 38 UU Nu. 1411Y67 (l'utusan
Mahkall1ah Agung No . 316.K/Pid1l983 langgal 28 Aguslus (YXY uan No.
<J24.K/ PidIl987 langgal 6 Nopember 1989. Varia Peradi lan Nu. 6() dan
61 lahun 1990).
Pada waklU ilu, ada yang menganggap pu[Usan Mahkall1ah Agung
lersebul di alas sudah merupakan Yurisprudensi tetup. Namun uemikian
menurUI hemal penulis dua pUlusan MA dimaksud telah salah menerapkan
hukum karena kurangnya pemahaman para Hakim Agung mengcnai apa
yang menjadi unsur-unsur lindak pidana perbankan. Akibatnya. ("t ra (Iaim
dalam kedua kasus tersebut di alas terkesan terlalu ll1enunjulkan KcaJilan
yang sang at subyeklif sifatnya. Padahal, pasal I a uan b UU 1411 %7
dengan sangal jelas ll1enentukan bahwa yang oimaksud dalam U lldallg-
undang ini dengan Bank adalah lelllbaga Keuangan yang lIsaha
pokoknya adalah memberikan kredit dan jasa-jasa dalam laill-lintas
pelllbayaran dan peredaran uang. Lembaga Keuangan adalah semua
badan yang llleialui kegiatan-kegiatannya di biudang kellangan,
menarik uang dari dan lllenyalurkannya ke dalam masyarakat.
Ternyata dalam putusan tersebut di atas Mahkamah Agung telah merubah
ani sena fungsi kata "dan" pad a pasal I a dan b menjadi "atau " sehingga
kedua terdakwa yang lidak pernah menarik uang dari masyarak.at telah
dihukum dengan pidana penjara dan denda.
Beberapa pulusan Mahkall1ah Agung tersebut oi bawah illi
membuktikan bahwa ada putusan Mahkamah Agung sebagai yuri sprudensi
yang mell1benarkan dan memberi perlindungan hukull1 kepada pembe ri
kredit yang bukan lembaga perbankan :
I. Putusan Mahkamah Agung RI tanggal 22 Juli (Y72 No.
289. K/Sip/l972;
Besarnya suku bunga pinjaman adalah sebagaimana tdah
diperjanjikan bersama;
2. Putusan Mahkamah Agung RI langgal 4 Desember 1Y75 Nu.
804.K/Sip/1973;
Tergugat dihukum untuk membayar hutang pukuk uitambah bunga
6% sebulan karena jumlah tersebul merupakan bunga yang (azim;
3. PUlUsan Mahkamah Agung RI langgal 7 Oktober (Y72 No.
40 I.K/Sipl 1972;
Seberapa besarnya jumlah hUlang harus tl ipenuhi asalkan suuah
diperjanjikan; (Hari Adiwijaya, SH, Varia Peradilan Nu. 3Y
halaman 146)


Rentenir 417

Beberapa comoli putusan yang membenarkan sekaligus Illengadakan


pembatasan materi perjanjian pinjam meminjam uang adalah Illengenai
bunga yang ditetapkan terlalu tinggi dalam perjanjian kredit yang dianggap
benemangan dengan kepatutan dan keadilan (Putusan Mahkamah Agung
No. 3431.K/Pdt/1985 tanggal 4 Maret 1987 , Varia Peradilan No. 22 Juli
1987). Demikian juga halnya dengan penetapan denda (penallY) yang
lerlampau besar dalam perjanjian kredit yang dipandang oleh pengadilan
sebagai bunga yang terselubung sehingga tumutan pembayaran <lenda
tersebut dapat ditolak (Putusan Mahkmah Agung No. 2027. K/ P<lt1l984
tanggal 23 April 1986, Varia Peradilan No. 13, OklOber 1986).
Dalam praktek dijumpai juga beberapa bemuk semu pengikatan
barang jaminan sepeni jual beli tanah dengan hak membeli kell1bal i yang
diatur dalamKUHPerdata (Burgurlijk Wetboek). Akan tetapi jual beli
sepeni ini oleh yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI tela h Jinyatakan
batal dellli hukulll. Sebab lembaga hukum sepeni ini tidak dikenal Jalam
undang-undang agraria nasional No. 5/ 1960 jo P. P. 1011 <)6 1 (putusan
Mahkalllah Agung No. 3 16.K/Pid1l983 tanggal 28 AgusLUS 1989. Varia
Peradilan No. 60). Pelllbuatan akte jual beli yang dihubungkan dengan hak
umuk Illelllbeli adalah bukail jual beli. Karena pada dasarnya semula
hanya Illerupakan jual beli dan yang sesungguhnya adalah pinjam
meminjam, sehingga akte jual be Ii tersebut batal demi hukum . Karena akte
jual beli dan akte pelllberian hak umuk melllbeli balal, maka Jukumen
terkait seperri grosse Perrama Akta Pengakuan Ulang, pemberian j all1i nan.
akte hipotik, Risalah Le lang dan balik nama sertifikat hak ll1ilik juga
dibatalkan (Iihat Putusan Mahkamah Agung No. 3337.K/ PdI1l9<) I tanggal
18 Marel 1993, No. 1462.K/Pdtl1989 tanggal 29 Nopelllber 19<)3, Varia
Peradilan No. 104, 114 Jan 121).
Meski azas hukulll perjanjian yaitu azas kebebasan berkomrak juga
berlaku pada pemberi kuasa dalam hubungannya dengan peljanjian kreJit
dan pengikatan barang jalllinan, namun hukum juga Illelllbual pell1balasan.
Dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1982 tanggal 6
Maret 1982 kepada selllua Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jan semua
Bupati/ Walikotallladya Kepala Daerah Tingkat 11 seluruh Indonesia telah
Jiinstruksikan untuk Illelarang penggunaan kuasa Illullak sebagai
pemindahan hak atas tanah. Kuasa mutlak adalah kuasa yang didalamnya
mengandung unsur tidak dapat ditarik kembali oleh pelllberi kuasa atau
kuasa yang melllberikan kewenangan kepada penerima kuasa untuk
menguasai dan menggunakan tanahnya serta melakukan segala pe rbualan
hukulll yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pelllegang

Nomur 4 Tahun XXXII


41H J-1Ukfllll dllll Pelllbl lllgUllC1JI

haknya termasuk pemindahan hak atas tanah (Iihat Varia P~rauilan No. 61
Oktober 1990). Terdapat petunjuk bahwa Instruksi ini uik~luarkan oleh
pelllerimah dalam huoungannya dengan banyaknya praktek p~minjalllan
uang dengan jaminan tanah yang disertai dengan kuasa Illuliak uari uebitur
yang susah kepada kreditur yang serakah.
Nampaknya Pel1l~rintah dan DPR-RI juga sangat tidak sepcnuapat
dengan putusan-putusan Mahkalllah Agung dalalll perkada pidana yang
tdah Illenjatuhkan hukulllan kepada remenir dan sebaliknya IllclHJukllng
putusan-putusan MA dal1ll3 perkara perdata sepeni lersebul Lii alas. Hal
iru lerbukli tidak lama setelah putusan-putusan MA illl Liilerapkan. Illaka
telah uisusun Rancangan Undang-undang yang kel1luuian Illenjaui Unuang-
undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan Unuang- umlang
NO.7 Tahun 1992 yang baru ini , Undang-undang No. 14 Tahun IY67
telah dinyatan tidak berlaku lagi (terhitung lllulai tanggal 25 Maret IYY2).
Beberapa perubahan ketemuan dalam Undang-undang ini seakan berusaha
mel1lperjelas kesalahan pUlUsan Mahkamah Agung dalal1l perkara remenir
tersebut di alaS dan kemudian l1lempersempit Iingkup lindak pidana perbankan.
Pasal I butir I. pasal 16 ayat (I) dan pasal 46 ayal (I) Unuang-
undang No. 7 Tahun 11192 menentukan yang dimaksuu uengan Bank
adalah badan usaha yang Illenghimpun dana dari Illasyarakat dalalll bentuk
slInpanan, dan Illenyalurkannya kepada masyarakat ualalll rangka
l1leningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Setiap pihak ya ng melakukan
kegialan menghimpun uana dari masyarakat ualalll belllllk sin lpanan
berupa giro, deposito herjangka, sertifikal deposito. rabungan danialau
bel1luk lainnya yang dipersamakan dengan ilU , wajib lerlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreuiran Rakya[
dari Memeri Keuangan. kecuali '-arabila kegiatan menghimpun uam uari
masyarakat dimaksud diarur dengan Undang-undang lersenuiri. Barang
siapa menghimpun dana dari masayrakat dalam bel1luk simpanan berupa
giro , deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan daniarau bel1luk
lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 uan Pasal 17. diancam
dengan pi dana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan uenda
paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepulull milyar rupiah).
Selanjutnya, Undang-undang No. 7 Tahun IY92 terseoUl di alas
telah dirubah dengan Undang-undang No. 10 1998 sehingga pasal 16 ayat
(I) dan pasal 46 ayat (I) menjadi berbunyi sebagai berikut. S~[iap pihak
yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari 111asyarakat ualam oentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank-

Okrober - Dese/llber 2{)()2


Rentenir 419

Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia,


kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakal uimaksud
diatur dengan Undang-undang tersendiri. Barang siapa menghimpun dana
dari masyarakat tanpa izin usaha dad Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pi dana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) lahun
serra denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000 (dua rarus miliar rupiah).
Apabila dibandingkan ketentuan dalam Undang-undang No. 7
Tahun 1992 dan Undang-undang No. 10 Tahun 1992 lersebul ui alas,
maka terlihat perbedaan yang mendasar. Dalam U U No. I01l99~ ada
ketentuan pidana dan denda minimum serta pergantian pemberi izi n usaha
bank menjadi kewenangan Pimpinan Bank Indonesia. Selain itu Ullllang-
undang No. 10 Tahun 1998 juga memperjelas salah satu kegiatan usaha
bank umum yang semula "menyediakan pembiayaan bagi nasabah
berdasarkan prinsip bagi hasil "menjadi" menyed iakan pembiayaan dan
atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah".
'Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perselujuan alau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebUl setebh jangka
waklu terrentu dengan imbalan atau bagi hasil. Prinsip Syariah aualalt
aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan piltak lain
untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegialan usalta, alau
kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah. aillara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (Illudharaba h), pClllbiayaan
berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli
barang dengan Illelllperoleh keuntungan (murabahah), alau pembiayaan
barang modal berdasarkall prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau
dengan adanya pilihan pemilldahan kepemilikan alas barang yang clisewa
dan pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina) ex pasal i butir 12 clan
13 Undallg-undang No. 10 Th. 1998.
Mellurur hemat renulis, karena tidak dilarang clan baik adanya ,
maka pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah ini dapat juga dipraklekkan
dalam hubungan hukum amara bank dengan pihak lain yang bukan
beragallla Islam (seperti banyak terjadi di Singapura dan cli Malaysia) dan
antara seseorang Muslim dengan orang atau pihak lain yang bukan bank.
Selanjutnya pengalaman dan hasil pengamalan penulis sclama 20
tahun terakhir terhadap praktek eksekusi barang jaminan sungguh

NOl/lOr 4 Tahun XXXII


420 Huklllll dan PeJIIlJtlllgllllun

memprihatinkan. Pada umumnya' jaminan dalam bentuk gauai dan Jiuusia


telah uieksekusi dengan mengalihkan atau menjual barang agunan
berdasarkan pengisian kwitansi kosong yang sebelun1l1ya Iclall J itanua
tangani oleh debirut pada waktu pengambilan kredil. Praktek sepeni itu
hanyak dilakukan oleh rentenir untuk barang yang uigaJai dC1I1 sangat
banyak dilakukan oleh hank untuk barang jaminan fidusia Ipellgikatan
jaillinan fidusia hanya oillong kosong).
Hukum gadai (KUHPerdata) dan hukulll fiuusia (Unuang- Unuang
No. 42 Tahun 1999) memang meillungkinkan untuk menjual agunan
menurut kegiasaan setempat atau seeara di bawah tangan. Namun demikian
persetujuan atau kesepakatan untuk itu sepeni kwitansi, harga jual dan
sebagainya seharusnya ditanda-tangani setelah kredit uimaksuu macel.
Dalalll pada itu, salah satu hal yang menjaui kenuala ualam
peneairan barang jaillinan adalah fakta mengenai biaya yang sangat tinggi
dari prosedur yang eukup panjang jika ditempuh proseuur lelang lIleialui
Kantor Lelang Negara (sekarang KP2LN) atau melalui l3alai Lelang
Swasta. Tetapi harus diakui sekiranya KP2LN dan Balai Lelang Swasta
sangat efisien, maka sepe ri halnya negada dengan Perum Pegauai annya ,
maka tidak mungkin sem ua eksekusi barang jaillinan hutang uapat ui hawa
ke meja Jelang pejabat umuill. Pada akhirnya untuk eksekusi barang gauai
uan fidusia yang paling hanyak diperlukan adalah llleialui konsens lls atall
dengan penggunaan kebiasaan seteillpat disertai moral bisnis yang benar.
Negara atau Pemerintah dalam hal ini eukup Illendapatkan bea lllaterai dari
komrak dan dari kwitansi atau dari akte jual beli secara dibawah langan.

Penutnp

Berdasarkan uraian tersebut di atas, temyata hukum positih


K. U H. Perdata dan semua Undang-undang Perbankan yang pemah
berlaku di hidonesia tidak pernah melarang atau melllpersalahkan jika
seseorang atau pihak tertentu meminjamkan uangnya kepada orang atau
pihak lain yang membulUhkan. Pinjam meminjam itu dapal uilakukan
berdasarkan bunga atau rente (riba) atau berdasarkan prinsip bagi hasil
atau syariah.
Dalam hubungannya dengan putusan-pulUsan Mahkamah Agung
yang berkaitan dengan perkara pidana rentenir temyata peljalallan wak tu
telah menunjukkan putusan Hakim Agung mana. yang benar. Perjalanan
penegakan hukum di Indonesia juga telah menunjukkan peranan putusall

OklOber - De.wllber 2()()2


Re11lellir 421

Hakim Agung yang melnbarasi dan mengoreksi perjanjian yang berakibat


adanya perikatan untuk membayar sejumlah bunga yang tidak pawt atau
yang tidak wajar. Demikian juga halnya dengan pencairan barang Jaillinan.
telah banyak putusan pengadilan termasuk putusan Mahkamah Agung yang
membatalkan jual beli semu atau jual beli berdasarkan kuasa mutlak dalam
hubungannya dengan kredit macet bank dan kredit macet peroranganl
rentenir.
Rentenir kurang lebih adalah sama dengan pedagang berbagai
kebuwhan hidup yang berjualan di pinggir jalan. Tanpa izin tapi barang
yang diperdagangkan seringkali lebih murah dan segar serta uengan
pelayanan yang serba cepa!. Usaha mereka diperlukan namun perlu
uiteribkan dan diatur (dalam peraturan perundangan) agar tidak rusuh
dengan pembeli dan agar tidak sampai mengganggu lalu limas. Penertiban
juga dapat dilakukan melalui gerakan moral para yang bersangkutan.
Dalam hal ini prinsip hidup bermasyarakat yang baik dapal digunakan
sebagai tolok ukur dalam setiap hubungan hukum pinjam meminjam dan
ketika akan menjual barang jaminan. Berbuat kepada orang lain sesnai
dengan'perbuatan yang diharapkall dari orang lain. Kapan dan dimana
saja, hukum kehidupan itu perin diindahkan, juga olel] remenir.

Daftar Kepustakaan

Bachtiar Sibarani, Deb itur Nakai Dan Krecit MaceL, Suara Pembaruan, 14
Februari 1997;
------, Kredit Macet dan Upaya Penanggulangannya, Suara Pembaruan, 23
April 1996;
------, Hak Tanggungan Dan Kredit Macet, Suara Karya, 12 Juni 1\1%;
------ . Upaya Mengatasi Kredit Macet, Suara Pembaruan, 24 J uli I\lY6;
------. Telaah Sekitar Penghapnsan Kredit Macet , Suara Pembaruan, 20
Agustus 1996;
------ , Kredit Macet Dan Eksekusi Hak Tanggnngan, Suara Pembaruan,
Oktober 1996;
------, Penyelesaian Kredit Macet Pegadaian, Suara Pembaruan. 5
Nopember 1996;

NUl/lOr 4 Tahun XXXII


422 J-IukwJ/ dlill PemJJlIllglllu/JI

------, Eksekusi Hak Tanggungan Dan Masalahnya, Suara I'elllbaruan, 2X


Desember 1996;
Jaminan Yang Tidak Menjamin, Suara Pembaruan, 4 Deseillber
1997;
I'iutang Nasabah Pada Bank, Mungkinkan ?, Suara I'embaruan, 5
Januari 1996;
------, Perpu Kepailitan Dan Kredit Macet, Suara Karya, 14 Mei I \I'll;;
------, Perbankan Indonesia "Whats Wrong?", Suara I'embaruan, 14
September 1999;
------ , Likwidasi Dan Soal Penilaian , Jurnal Hukull1 Bisnis, Jakana, ILJ\ll),
Volume 8;
------, Soal Undang-Undang Fidusia, Jurnal Hukulll l3isnis, Jakana. 2000.
Volullle 10;
------ , Bagaimanakan Mengeksekusi Jaminan Fidusia, PPH Newsletler,
Jakarta, No. 41 IVllJuni/2000;
------, Undang-undang Tentang Jaminan Fidusia Mengandung l3anyak
Kekurangan, Suara Pembaruan, 3 Februari 2000;
------, Aspek Hukum Eksekusi Jaminan Fidusia, Jurnal Hukulll llisn is,
Jakarta, 2000IVolullle I;
------, Pembelian Dan Penjualan Agunan Oleh Bank Dalam I'e nyeksaian
Kredit Macet , PPH Newsletter , Jakarta, No. 42 /1X /2000.
------, Haircut Atau Parate Eksekusi, PPH Newsletter , Ja kana. Nu.
45 / XIIIJuni /200 I ;
------ , Parate Eksekusi Dan Paksa Badan, Jurnal Hukulll l3isnis. Jakarta.
2001, Volume 15.
IKAHI. Varia Peradilan. Jakarta , No. 12 s.d. No. IS7 .
Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta , Volume I s.d. 16
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitan Undang-Undang Hukull1 Acara Perdata (HIR/ RBG)
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU Nomor S Th. I'iS I)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang .
Vendu Reglement (Peraturan Lelang) S. 1908 No. IS9;

OklOber - De.mllber 2002


Renlenir 423

Undang-Undang NO.5 ' Tim 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria.
Undang-Undang No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan
(tidak berlaku lagi);
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun;
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo UU No. 10
Th. 1998;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-benda yang Berkait dengan Tanah;
Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan;
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 jo Perpu Nomor 1 Tahun 1\l9g jo
S. 1905 Nomor 217 jo S. 1906 Nomor 348 tentang Kepailitan;
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia .

Nomor 4 Tahull XXXII

Anda mungkin juga menyukai