RENTENIR
Bachtiar Sibarani
kepatutan, dan keadilan juga membatasi hal-hal yang tidak boleh atau yang
dilarang untuk diperjanjikan.
Apabila ditinjau dari segi jumlah debitur , ternyata pinjalll
meminjam uang justru jauh lebih banyak terjadi di luar bank dengan
perjanjian kredit yang umumnya bernilai rendah. Dalam konteks ini .
Perum Pegadaian dan Rentenir sangat banyak berperan.
Meskipun kehadiran rentenir dalam pember ian pinjaman Liengan
atau tanpa agunan kepada masyarakat yang ekonominya lemah cukup
berperan. namun hingga kini belum ada ketentuan yang khusus mengatur
usaha rentenir, seperti soal perizinan, komrak kredit. jaminan krcdit. suku
unga kredit dan eksekusi agunan. Sebaliknya dengan Perum Pegadaian
sudah diatur seeara khusus sehingga boleh melelang sendiri barang gadai
yang macet.
Barallg Jamillall
Permasalahan
Pembahasan
fonnalitas dan biaya yang banyak. Meski pada akhirnya prosedur kredit
perbankan dapat menjadi effisien namun pada awalnya terutama di
Indonesia sangat banyak prosedur pember ian kredit yang menjadi ajang
penghamburan uang.
Sebagai salah satu comoh penghamburan kredit perbankan , berikul
ini adalah sebuah kisah nyata. Pada pertengahan tahun 200 I yang lalu.
seseorang yang tidak mau disebut namanya dalam lulisan ini lelah
meminjam uang sebesar Rp. 75 juta dari salah salu bank pell1eri11lah Lli
kota Bandung. Satu sen pun yang bersangkutan tidak mengeluarkan biaya
yang tidak resmi alias tidak dipungli. Akan tempi faktanya. yant!
bersangkutan hanya menerima uang tunai sebesar Rp . (J 7.21 X.OO(). ~
Sisanya untuk membayar angsuran pertama pada saat kredit Llilerima Rp.
1.4'iI.OOO,~ , diblokir Rp. 1.886.000 , ~ dan umuk membayar biaya porvisi
bank, legislasi notaris, asuransi jiwa, PPA T (untuk akta dan senifikal 11ak
tanggungan) dan Kantor Badan Pertanahan (umuk pembaharuan senifibt
hak milik) Rp. 4.424.000.~
Karena hal seperti terse but di atas telah menjadi sualU kelazilmn.
maka tiaak salah jika dikatakan bahwa hampir semua kredit perbankan di
Indonesia sudah berpotensi macet sejak kredit dicairkan. Kreuil dari bank~
bank di Indonesia banyak digergaji umuk biaya yang sebenarnya tidak perlu .
Apabila fakta seperti tersebut di atas dihadapkan dengan kebutuhan
kredit skala rendah yang mendesak dan dengan perbandingan biaya sena
tingkat suku bunga, maka transaksi kredit dengan rentenir yang cepa[ dan
bebas biaya seringkali menjadi pilihan terbaik dan Iebih el'sien . Lalu
muncullah sebuah fenomena kehidupan rentenir yang juga sering lI1enjaui
bahan pergunjingan di masyarakat. Salahkah mereka yang meminjamkan
uangnya kepada orang yang membutuhkan'! Benarkah mereka yang dalang
kepada rentenir?
Pada waktu yang Ialu, Undang~undang No. 14 Tahun ILJ67
tentang Pokok-pokok Perbankan menentukan barang siapa lI1enjalankan
usaha bank tanpa izin dari Menteri Keuangan, dihukum penjara seiallla-
lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 5 ()()()()()O.-
(lima juta rupiah) ex Pasal 38. Oleh karena itu. perbuatan melakukan
secara berulang kali meminjamkan uangnya kepada orang lain uengan
memungut bunga (amara 3 sid 7 % per-bulan) dengan menerima jall1inan
barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak, sebagaimana
lazimnya usaha suatu hank, dikwalifisir sebagai usaha menghimpun dana
dan menyalurkannya kepada masyarakat. Jka usaha tersebut uilakukan
tanpa izin dari Menteri Keuangan, maka yang bersangkutan dinyalakan
•
Rentenir 417
haknya termasuk pemindahan hak atas tanah (Iihat Varia P~rauilan No. 61
Oktober 1990). Terdapat petunjuk bahwa Instruksi ini uik~luarkan oleh
pelllerimah dalam huoungannya dengan banyaknya praktek p~minjalllan
uang dengan jaminan tanah yang disertai dengan kuasa Illuliak uari uebitur
yang susah kepada kreditur yang serakah.
Nampaknya Pel1l~rintah dan DPR-RI juga sangat tidak sepcnuapat
dengan putusan-putusan Mahkalllah Agung dalalll perkada pidana yang
tdah Illenjatuhkan hukulllan kepada remenir dan sebaliknya IllclHJukllng
putusan-putusan MA dal1ll3 perkara perdata sepeni lersebul Lii alas. Hal
iru lerbukli tidak lama setelah putusan-putusan MA illl Liilerapkan. Illaka
telah uisusun Rancangan Undang-undang yang kel1luuian Illenjaui Unuang-
undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Dengan Unuang- umlang
NO.7 Tahun 1992 yang baru ini , Undang-undang No. 14 Tahun IY67
telah dinyatan tidak berlaku lagi (terhitung lllulai tanggal 25 Maret IYY2).
Beberapa perubahan ketemuan dalam Undang-undang ini seakan berusaha
mel1lperjelas kesalahan pUlUsan Mahkamah Agung dalal1l perkara remenir
tersebut di alaS dan kemudian l1lempersempit Iingkup lindak pidana perbankan.
Pasal I butir I. pasal 16 ayat (I) dan pasal 46 ayal (I) Unuang-
undang No. 7 Tahun 11192 menentukan yang dimaksuu uengan Bank
adalah badan usaha yang Illenghimpun dana dari Illasyarakat dalalll bentuk
slInpanan, dan Illenyalurkannya kepada masyarakat ualalll rangka
l1leningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Setiap pihak ya ng melakukan
kegialan menghimpun uana dari masyarakat ualalll belllllk sin lpanan
berupa giro, deposito herjangka, sertifikal deposito. rabungan danialau
bel1luk lainnya yang dipersamakan dengan ilU , wajib lerlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreuiran Rakya[
dari Memeri Keuangan. kecuali '-arabila kegiatan menghimpun uam uari
masyarakat dimaksud diarur dengan Undang-undang lersenuiri. Barang
siapa menghimpun dana dari masayrakat dalam bel1luk simpanan berupa
giro , deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan daniarau bel1luk
lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri
Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 uan Pasal 17. diancam
dengan pi dana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan uenda
paling banyak Rp. 10.000.000.000 (sepulull milyar rupiah).
Selanjutnya, Undang-undang No. 7 Tahun IY92 terseoUl di alas
telah dirubah dengan Undang-undang No. 10 1998 sehingga pasal 16 ayat
(I) dan pasal 46 ayat (I) menjadi berbunyi sebagai berikut. S~[iap pihak
yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari 111asyarakat ualam oentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank-
Penutnp
Daftar Kepustakaan
Bachtiar Sibarani, Deb itur Nakai Dan Krecit MaceL, Suara Pembaruan, 14
Februari 1997;
------, Kredit Macet dan Upaya Penanggulangannya, Suara Pembaruan, 23
April 1996;
------, Hak Tanggungan Dan Kredit Macet, Suara Karya, 12 Juni 1\1%;
------ . Upaya Mengatasi Kredit Macet, Suara Pembaruan, 24 J uli I\lY6;
------. Telaah Sekitar Penghapnsan Kredit Macet , Suara Pembaruan, 20
Agustus 1996;
------ , Kredit Macet Dan Eksekusi Hak Tanggnngan, Suara Pembaruan,
Oktober 1996;
------, Penyelesaian Kredit Macet Pegadaian, Suara Pembaruan. 5
Nopember 1996;