Anda di halaman 1dari 27

Hukum Perjanjian dan

Perjanjian Kredit
Hukum Perjanjian
Perikatan
• Perikatan adalah suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda)
antara dua orang;
• Perikatan memberi hak kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari
yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan
tersebut;
• Pihak yang berhak menuntut dinamakan pihak yang berpiutang (atau
“Kreditur”)
• Pihak yang wajib memenuhi tuntutan dinamakan “Debitur”
Perikatan
• Sesuatu yang dapat dituntut dinamakan “Prestasi” dan menurut Undang-
Undang dapat berupa:
– Menyerahkan sesuatu barang;
– Melakukan perbuatan sesuatu;
– Tidak melakukan perbuatan tertentu.
Sumber Perikatan
• Suatu perikatan dapat timbul dari suatu:
1. Persetujuan (Perjanjian), atau;
2. Undang-Undang
Sumber Perikatan
• Perikatan yang lahir dari Undang-Undang, terdiri dari:
1. Dari Undang-Undang saja
Perikatan-perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan. Contoh: kewajiban orang tua memberikan
nafkah kepada anaknya
2. Dari Undang-Undang karena perbuatan manusia:
i. Perbuatan yang diperbolehkan
Contoh:
– Pembayaran yang tidak diwajibkan (pasal 135 ayat 1 KUHPerdata)
– Zaakwaarneming (pasal 1354 KUHPerdata) – Jika seseorang dengan tidak diminta mengurus kepentingan-
kepentingan orang lain
ii. Perbuatan yang berlawanan dengan hukum
Contoh: Onrechtmatige daad (Pasal 1365 KUHPerdata) yaitu perbuatan melanggar hukum atau hak orang lain.
Selain itu, juga termasuk tiap perbuatan yang berlawanan dengan “kepatutan yang harus diindahkan dalam
pergaulan masyarakat terhadap pribadi atau benda orang lain”
Sumber Perikatan

Dalam transaksi perbankan, perikatan sering kali timbul


berdasarkan perjanjian.
Sistem Buku III KUHPerdata
• Menganut asas “kebebasan” dalam membuat perjanjian (beginsel de
contracvrijheid)  asas kebebasan berkontrak (pasal 1338 KUHPerdata)
• Artinya: segala perjnjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-
Undang bagi mereka yang membuatnya
• Namun, kebebasan membuat perjanjian tersebut tetap tidak boleh
bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum, atau kesusilaan
Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
1. Sepakat Mereka yang Mengikatkan Dirinya Subjek Hukum

2. Kecakapan untuk Membuat Suatu Perjanjian


3. Suatu Hal Tertentu yang Diperjanjikan Objek Hukum

4. Suatu Sebab (oorzaak) yang Halal


Syarat Sahnya Suatu Perjanjian – Sepakat
Mereka yang Mengikatkan Diri
• Para pihak yang membuat perjanjian harus sepakat;
• Setuju mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang diadakan;
• Kesepakatan tersebut dianggap tidak ada apabila:
– Adanya paksaan (dwang)
– Disebabkan kekhilafan (dwaling)
– Adanya unsur penipuan (bedrog)
Syarat Sahnya Suatu Perjanjian – Kecakapan
untuk Membuat Suatu Perjanjian
• Harus diperhatikan beberapa golongan orang yang oleh Undang-Undang
dinyatakan “tidak cakap” untuk melakukan perbuatan hukum, yaitu:
– Dibawah umur (kurang dari 21 tahun)
– Orang yang berada di bawah pengawasan/pengampuan (curatele)
Syarat Sahnya Suatu Perjanjian – Suatu Hal
Tertentu yang Diperjanjikan
• Bahwa barang yang diperjanjikan harus cukup jelas atau tertentu;
• Barang tersebut setidaknya harus ditentukan jenisnya;
• Barang tersebut harus dapat dihitung atau ditetapkan. Hal ini diperlukan untuk
menjaga bila terjadi perselisihan.
Syarat Sahnya Suatu Perjanjian – Suatu
Sebab (oorzaak) yang Halal
• Yang disebut dengan oorzaak atau causa ialah “tujuan”, yaitu apa yang
dikehendaki oleh kedua pihak dalam suatu perjanjian;
• Dengan kata lain, causa berarti isi perjanjian itu sendiri;
• Menurut pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian yang tidak memakai suatu causa
atau dibuat dengan causa palsu atau terlarang tidak mempunyai kekuatan.
Akibat tidak Dipenuhinya Syarat Sahnya
Perjanjian
• Suatu perjanjian “DAPAT DIBATALKAN”:
– Jika dalam suatu perjanjian unsur kesepakatan atau kecakapan (syarat subyetif) tidak
dipenuhi (perjanjian tersebut adalah cacat)

• Suatu perjanjian “BATAL DEMI HUKUM”:


– Apabila unsur suatu hal tertentu dan unsur sebab yang halal (syarat obyektif) tidak
dipenuhi (perjanjian dianggap tidak pernah ada)
Kelalaian (Wanprestasi)
Seorang debitur dikatakan lalai (“wanprestasi”) apabila:
• Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
• Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang
diperjanjikannya;
• Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
• Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya
Debitur yang lali atau melakukan Wanprestasi dapat dituntut/digugat di depan
hakim. Terkait dengan kelalaian ini harus terdapat bukti ditagih/peringatan atau
somatie yang harus bersifat tertulis.
Keadaan Memaksa/Overmacht/Force-
Majeur
• Merupakan keadaan yang terjadi diluar kekuasan si debitur dan tidak dapat
diketahui pada waktu perjanjian dibuat;
• Bila keadaan memaksa hal ini terjadi, maka debitur dapat melepaskan diri dari
tuntutan si kreditur;
• Keadaan memaksa dapat bersifat:
– Mutlak (absolut) – misalnya bencana alam
– Tidak mutlak (relatif) – misalnya inflasi, biaya barang naik, dikeluarkan Peraturan
Pemerintah yang merugikan debitur
Cara-cara Hapusnya Suatu Perikatan
• Pembayaran
• Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
• Pembaharuan hutang/novasi
• Perjumpaan hutang/kompensasi
• Percampuran hutang
• Pembebasan hutang
• Musnahnya barang yang terhutang
• Batal/pembatalan perikatan
• Berlakunya suatu syarat batal
• Lewatnya waktu/daluwarsa
Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit
• Perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan *Pactum de Contrahendo);
• Perjanjian ini mendahului perjanjian utang-piutang (perjanjian pinjam-mengganti);
• Perjanjian utang-piutang merupakan pelaksanan dari perjanjian kredit;
• Perjanjian kredit bersifat konsesuil (bersifat kesanggupan saja dan dapat
digolongkan sebagai perjanjian bersyarat);
• Pperjanjian utang-piutang bersifat riil (riil berarti bahwa perjanjian baru ada
setelah uang yang dipinjamkan dalam perjanjian kredit diserahkan secara nyata
pada debitur)
• Perjanjian kredit bersifat perjanjian pokok
Dasar Hukum Peraturan Perjanjian Kredit
a. KUHPerdata pasal 1754, mengenai perjanjian pinjam-meminjam uang
b. UU Perbankan No.7 Tahun 1992:
i. Pasal 1 ayat 12 tentang perjanjian kredit
ii. Perjanjian anjak piutang
iii. Perjanjian kartu kredit
iv. Perjanjian sewa guna usaha

c. Perjanjian sewa beli (Keputusan Menteri Perdagangan No.34/KP/II/80)


d. Perjanjian meminjam dalam Undang-undang melepas uang
e. Perjanjian pinjam meminjam uand di dalam Undang-undang Riba (Wolker Oronantil
S.193.N: 524)
Jenis Perjanjian Kredit
• Secara yuridis, terdapat 2 (dua) jenis perjanjian atau pengikatan kredit, yang
digunakan bank dalam memberikan kreditnya, yaitu:
1) Perjanjian/pengikatan kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan; dan
2) Perjanjian/pengikatan kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris (notarial) atau akta
otentik
Jenis Perjanjian Kredit –
Akta/perjanjian di bawah tangan
• Adalah perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat
hanya di antara mereka (kreditur dan debitur), tanpa notaris
• Lazimnya dalam penandatangan akta perjanjian kredit, saksi turut serta
membubuhkan tandatangannya karena saksi merupakan salah satu alat
pembuktian dalam perkara perdata
Jenis Perjanjian Kredit –
Akta/perjanjian kredit notarial (otentik)
• Adalah akta perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang
hanya dibuat oleh atau di hadapan notaris;
• Akte otentik adalah suatu akte undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akte dibuat.
Akte otentik
1. Yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris. Pejabat lain yang dapat membuat
akta otentik adalah panitera dalam siding, jurusita, jaksa atau polisi, pegawai catan sipil pembuat akta kelahiran atau
perkawinan, atau pemerintah

2. Akta otentik dibedakan dalam:


– Yang dibuat “oleh”;
– Yang dibuat “di hadapan”

3. Isi dari akta otentik adalah:


– Semua “perbuatan” yang oleh undang-undang diwajibkan dalam akta otentik;
– Semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki oleh mereka yang berkepentingan

4. Akta otentik memberikan kepastian mengenai/tentang penanggalan


Kekuatan Pembuktian akta perjanjian
notarial/otentik
Pada suatu akta otentik, terdapat 3 (tiga) macam kekuatan pembuktian:
1. Kekuatan pembuktian formal: membuktikan antara para pihak, bahwa
mereka sudah menerangkan apa yang ditulis dalam akta;
2. Kekuatan pembuktian material/mengikat: membuktikan antara para pihak
yang bersangkutan, bahwa sungguh-sungguh peristiwa yang disebutkan di situ
telah terjadi;
3. Kekuatan pembuktian keluar: membuktikan tidak saja antara para pihak
yang bersangkutan tetapi juga terhadap pihak ketiga bahwa pada tanggal
tersebut dalam akta kedua belah pihak tersebut sudah menghadap di muka
pegawai umum (notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut
Isi Perjanjian/Pengikatan Kredit
• Pada prakteknya, bentuk dan isi perjanjian kredit/pengakuan utang beragam
dan berbeda-beda antara bank satu dengan lainnya
• Namun pada dasarnya suatu perjanjian kredit/pengakuan utang harus
memenuhi 6 (enam) syarat minimal, yaitu:
1. Jumlah utang
2. Besarnya bunga
3. Waktu pelunasan
4. Cara-cara pembayaran
5. Klausula opeisbaarheid
6. Barang jaminan
Contoh klausul-klausul dalam Perjanjian
Kredit
1. Klausul tentang maksimum kredit, jangka 8. Klausul tentang affirmative covenants;
waktu kredit, tujuan kredit, dan bentuk kredit;
9. Klausul tentang negative covenants;
2. Kalusul tentang bunga, commitment fee, dan
denda; 10. Klausul tentang financial covenants;
3. Klausul tentang kuasa bank dalam melakukan
pembebanan atas rekening pinjaman debitur; 11. Klausul tentang Tindakan yang dapat
diambil oleh bank dalam rangka
4. Klausul tentang representation and warranties; pengawasan, pengamanan,
5. Klausul tentang condition precedent; penyelamatan dan penyelesaian kredit
6. Klausul tentang agunan kredit dan asuransi 12. Klausul tentang events of default;
agunan;
13. Klausul tentang arbitrase;
7. Klausul tentang berlakunya syarat-syarat dan
ketentuan-ketentuan berlakunya hubungan 14. Klausul tentang bunga rampai atau
rekening koran bagi perjanjian kredit yang
bersangkutan; miscellaneous provisions atau
boilerplate provisions

Anda mungkin juga menyukai