Anda di halaman 1dari 39

Agenda :

I. Aspek Hukum Pemohon Kredit


II. Aspek Hukum Perjanjian Kredit
III. Aspek Hukum Jaminan Kredit dan
Pengikatannya
IV. Tindakan Hukum Penyelamatan dan
Penyelesaian Kredit

3
I. Pemohon Kredit

1. Subyek Hukum
– Subyek Hukum :
segala sesuatu yang dapat memperoleh hak dan kewajiban secara
hukum atau dengan kata singkat Subyek hukum adalah pendukung
hak dan kewajiban. (Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,SH)

– Subyek hukum dapat berbentuk :


a. Manusia pribadi (Natuurlijk Persoon)
b. Badan Hukum (Recht persoon)

4
(lanjutan)…
- a. Manusia Pribadi (Person) :
• Manusia didalam hukum dinamakan orang, memiliki kewenangan
hukum. Namun demikian terdapat pengecualian atas kewenangan hukum
pada manusia (orang) adalah dalam hal :

a. Orang Yang Belum Dewasa (Psl. 1330 KUH Perdata jo Pasal 47


UU.No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (Orang belum dewasa
adalah anak dibawah umum 18 tahun atau belum pernah menikah)
b. Orang Yang Ditaruh Dibawah Pengampuan (Pasal 1330
KUHPerdata jo Pasal 433 KUHPerdata (Orang yang telah dewasa
tetapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap dan pemboros)
c. Orang- orang yang dilarang Undang Undang untuk melakukan
perbuatan hukum tertentu (Orang yang dinyatakan pailit).

5
(lanjutan)…
b. Badan Hukum (Rechtpersoon) :
Badan Hukum :
suatu badan disamping manusia perorangan, yang dapat bertindak dalam hukum
serta mempunyai hak dan kewajiban dan kepentingan hukum terhadap orang lain
atau badan lain.
Karena memiliki hak dan kewajiban, maka Badan Hukum dapat melakukan
perbuatan hukum, memiliki harta kekayaan dan dapat pula meminjam dari pihak
lain (Prof.Dr.Wirjono Projodikoro,SH )

Yang mewakili Badan Hukum dalam bertindak Hukum adalah melalui Organnya
(Direksi dan Dewan Komisaris).
Tindakan Organ Badan Hukum yang sesuai dengan Aturan Badan Hukum, maka
organ tersebut tidak bertanggung jawab secara pribadi tetapi menjadi Tanggung
Jawab badan Hukum.
Sebaliknya apabila organ melakukan tindakan diluar ketentuan BadanHukum, maka
akan menjadi tanggung jawab pribadi organ tersebut,

6
(lanjutan)…

2. Permohonan Kredit :
 

a. Perorangan
 
Aspek hukum pemohon kredit perorangan :
1. Nama
Nama penting untuk menentukan identitas seseorang dan
membedakan antara satu dengan lainnya.
2. Cakap
Seorang pemohon kredit dianggap cakap apabila mampu
melakukan perbuatan hukum, yaitu :
- Dewasa
- Tidak ditaruh dibawah pengampuan
- Tidak dinyatakan pailit..

7
(lanjutan)…
 
3. Masalah Kewarganegaraan
Kewarganegaraan mempengaruhi Kewenangan seseorang.
WNA tidak berhak memiliki Hak Milik, Hak Guna Bangunan
dan Hak Guna Usaha.

4. Domisili
 Domisili adalah tempat tinggal/ kediaman seseorang.
 
a. Tempat Tinggal yang sesungguhnya
b. Tempat tinggal yang dipilih (misal memilih tempat kediaman hukum di
Pengadilan Negeri tertentu)
   
b. Badan Usaha
Contoh :

1. Perseroan Terbatas
2. Koperasi

8
II. Perjanjian Kredit
a.  Perikatan
hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang
satu berhak menutntut sesuatu hal dari pihak lain dan pihak lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu.
Pihak yang menuntut sesuatu disebut Kreditur, sedangkan pihak yang
berkewajiban memenuhi tuntutan disebut Debitur.

b. Perjanjian
Perjanjian adalah merupakan Salah satu Sumber dari Perikatan disamping yang
berasal dari ketentuan Undang Undang kerena perbuatan manusia yang sesuai
dengan hukum (zaakwaarneming/ mewakili urusan orang lain) dan perbuatan
melawan hukum (onrechmatigedaad).
Menurut Prof Subekti,SH. Perjanjian :
suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang yang lain atau dimana
dua orang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.

9
(lanjutan)…
c.  Asas- Asas Hukum Perjanjian

1. Sistem Terbuka (otonom partij) :


hukum perjanjian memberikan kebebasan seluas- luasnya kepada masyarakat untuk membuat perjanjian dalam
bentuk dan isi apapun asalkan tidak bertentangan dengan Undang- Undang, ketertiban umum dan kesusilaan.

Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata : ”Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
Undang Undang bagi mereka yang membuatnya”.
2. Hukum Pelengkap (Aanvullend recht) :
pasal-pasal dalam KUH Perdata/ KUHD boleh diabaikan apabila para pihak menghendaki dalam
membuat perjanjian.

3. Etikad Baik (te goeder trow)


Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata : ” Semua Perjanjian harus dilaksanakan dengan
etikat baik”

4. Konsensualitas
Pasal 1320 KUHPerdata yang mensyaratkan bahwa dalam membuat suatu
perjanjian disaratkan adanya konsesus/kesepakatan mengenai sesuatu yang
diperjanjikan

5. Pacta Sunt Servanda


Semua Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang Undang bagi
mereka yang membuatnya. 10
(lanjutan)…
d.  Syarat Sahnya Perjanjian :
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan syarat- syarat sahnya perjanjian,
meliputi 4 syarat :
1. Sepakat (Tidak terdapat Kekhilafan, Penipuan , Paksaan)
2. Cakap
3. Hal tertentu (obyek harus dapat ditentukan)
4. Sebab (causa) yang hal (Tidak bertentangan dengan Ketertiban,
Kesusilaan , Undang Undang)

Syarat 1 dan 2 disebut dengan syarat Subyektif (menyangkut subyek


perjanjian), sedangkan syarat ke 3 dan 4 disebut syarat Obyektif
(menyangkut Obyek perjanjian)

Akibat hukum apabila tidak dipenuhi syarat 1 atau 2 disebut dengan


Neitigheid (dapat dibatalkan) artinya apabila dijumpai perjanjian yang
demikian maka dapat dibatalkan

Sedangkan tidak dipenuhinyanya syarat 3 atau 4 berakibat Vernetigbarheid


(batal demi hukum).
11
(lanjutan)…

e.  Berakhirnya Perjanjian

Berakhirnya Perjanjian Kredit adalah sesuai dengan ketentuan Pasal


1381 KUHPerdata ” bahwa hapusnya atau berakhirnya perjanjian dapat
disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut :

1.adanya pembayaran
2.adanya penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/ penitipan (Consignatie)
3.Novasi (Pembaharuan Utang)
4.Kompensasi (Perjumpaan Utang)
5.Percampuran Utang
6.Pembebasan Utang
7.Musnahnya barang terutang
8.Pembatalan perjanjian
9.Berlakunya suatu syarat batal
10.Daluwarsa/ lewat waktu (Verjaring)

12
(lanjutan)…

f. Pengertian Kredit

Kredit berasal dari kata Credere artinya percaya.


Pengertian Kredit menurut Undang Undang Pokok Perbankan No.7 Tahun
1992 sebagaimana diubah dengan Undang Undang No.10 Tahun 1998
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan
itu,berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank
dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi hutangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian
hasil keuntungan.

13
(lanjutan)…

Sedangkan untuk menganalisis kelayakan suatu permohonan kredit biasanya


digunakan prinsip 5C atau 6C, masing- masing adalah sebagai berikut :

1. Character (watak)
2. Capacity (kemampuan)
3. Capital (permodalan)
4. Colateral (jaminan)
5. Condition of Economic (kondisi ekonomi)
6. Constraint (hambatan masuk ke pasar)

14
(lanjutan)…
g. Perjanjian Kredit

Berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/EK/10 tanggal 3


Oktober1966 jo Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I
No.2/539/UPK/Pemb tanggal 8 Oktober 1966, menginstruksikan kepada
masyarakat perbakan bahwa dalam memberikan kredit dalam bentuk
apapun, Bank wajib menggunakan akad Perjanjian Kredit.

Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek penting dalam dalam


pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani oleh Debitur
dan Bank, maka tidak akan ada pemberian kredit.

Perjanjian kredit adalah merupakan perjanjian pokok, yang melahirkan


perjanjian tambahan yaitu perjanjian penjaminan yang bersifat assesoir
artinya berakhirnya mengikuti perjanjian pokoknya.
Misal apabila Kredit dilunasi, maka perjanjian pokok berakhir demikian juga
perjanjian penjaminan akan berakhir.
15
(lanjutan)…

h.  Bentuk Perjanjian Kredit

Dalam praktek perbankan dikenal 2 bentuk perjanjian kredit :


1. Akta Outentik (Notariil)
Pasal 1868 KUHPerdata : Akte yang dibuat dalam bentuk yang ditetapkan Undang
Undang, dibuat oleh atau dihadapan Notaris (Pejabat Umum Yang Ditunjuk)

– Dibuat dihadapan berati para pihak sendiri yang membuat perjanjian, Notaris
yang menyaksikan
– Dibuat Oleh berarti Notaris yang membuat perjanjian.

Akte outentik merupakan alat bukti yang sempurna, sehingga hakim tidak dapat
meminta alat bukti lain selain akte autentik itu sendiri.

16
(lanjutan)…

2. Akta Dibawah Tangan


Pasal 1874 KUHPerdata : Akta dibawah tangan adalah surat atau tulisan yang
dibuat oleh para pihak melalui tidak melalui perantara pejabat yang
berwenang (pejabat umum)
Akta dibawah tangan hanya bisa diterima sebagai alat bukti apabila diakui oleh
para pihak yang mebuat.
Supaya Akta dibawah tangan tidak mudah dibantah/ disangkal maka untuk
memperkuat pembuktian formil dan materiil di depan hakim maka Akta yang
dibuat tersebuat biasanya dilakukan 2 hal :

a. Legalisasi :

artinya adalah ”menyatakan kebenaran ”, yaitu pernyataan pengesahan oleh


pejabat yang berwenang (notaris) atas akta dibawah tangan tersebut yang
meliputi tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta serta isi akta.
Kekuatan hukum akta dibawah tangan yang dilegalisasi secara yuridis tidak
mengubah status alat bukti dari akta dibawah tangan menjadi akta outentik.
Akta dibawah tangan yang dilegalisasi bukan merupakan alat bukti yang
sempurna
17
(lanjutan)…

b. Warmerking (pengesahan) :

pengesahan atas akta dibawah tangan oleh Pejabat yang berwenang (notaris)
yang ditunjuk oleh Undang Undang atau peraturan lain.
Kekuatan hukum akta dibawah tangan yang diwarmerking secara yuridis tidak
mengubah status alat bukti dari akta menjadi akta outentik sehingga bukan
merupakan alat bukti yang sempurna
Tindakan Notaris melakukan warmerking hanya mencatat perjanjian yang
telah dibuat para pihak dalam daftar yang telah disediakan untuk itu, dan tidak
menyatakan kebenaran atas tanda tangan, tanggal dan tempat dibuatnya akta
serta kebenaran isi perjanjian.

18
(lanjutan)…

i.  Fungsi Perjanjian Kredit


1. Sebagai alat bukti bagi kreditur maupun debitur, tentang
adanya hubungan timbal balik antara Bank sebagai Kreditur dan
Debitur sebagai penerima kredit
2. Sebagai alat untuk memantau / mengawasi kredit
3. Perjanjian Kredit merupakan dasar bagi perjanjian acesoire
(perjanjian pemberian jaminan)
4. Sebagai alat bukti biasa yang tidak mempunyai kekuatan
eksekutorial

19
(lanjutan)…

j.  Akte Pengakuan Hutang


Selain membuat perjanjian kredit, dalam praktek Bank juga membuat Akte
Pengakuan Hutang Notariil.
Hal tersebut didasarkan alasan bahwa :
Perjanjian Kredit sebagai perjanjian yang bersifat timbal balik, tidak
mempunyai kekuatan eksekutorial yang dapat memberikan kekuasaan
langsung kepada bank untuk mengeksekusi barang jaminan apabila debitur
wanprestasi.

Sedangkan Akta Pengakuan hutang adalah bersifat sepihak yang didalamnya


hanya membayar kewajiban untuk membayar hutang. Akta Pengakuan Hutang
Notariil mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan keputusan hakim
yang bersifat tetap/ mempunyai kekauatan eksekutorial (Psal 224 HIR).

Namun didalam praktek saat ini hak eksekutorial atas akta pengakuan hutang
(grose akta) tidak dapat dilaksanakan, hal tersebut disebahkan oleh beberapa
hal :

20
(lanjutan)…

1. Adanya Keputusan MA Nomor 1520 K/PDT/1984 tertanggal 3 Mei 1986


menegaskan antara lain syarat eksekusi jaminan berdasarkan grose akta
pengakuan hutang harus memenuhi syarat Formal dan Materiil.
Dimana syarat materil berupa” Jumlah hutang yang harus dibayar Debitur
haruslah pasti” sangat sulit untuk dipenuhi Bank, mengingat dalam praktek
Jumlah yang tertera dalam Akte Pengakuan Hutang tidaklah sama dengan
kewaiban yang seharusnya dibayar oleh Debitur.

Contoh :
Dalam Akta Pengakuan Hutang disebutkan bahwa Debitur diberikan fasilitas
kredit dengan plafon Rp.100 juta. Namun debitur hanya menarik kreditnya
sebesar Rp.90 juta

2. Debitur sebagai termohon eksekusi jaminan bisa mengajukan Verset


(bantahan) melalui Pengadilan untuk membatalkan eksekusi

21
III. Jaminan Kredit dan Pengikatannya

a.  Jaminan Kredit.

Pasal 8 Undang Undang No.7 tahun 1992 jo Undang Undang No.10 tahun 1998, ayat 1.”
Dalam memberikan kredit (pembiayaan) Bank Umum wajib mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis yang mendalam atas etikat dan kemampuan serta kesanggupan
nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiaayaan dimaksud
sesuai dengan yang diperjanjikan.”
Dalam hal ini tidak dipersyaratkan adannya jaminan.
Namun demikian harus dimaknai bahwa Bank harus mempunyai keyakinan yang
merupakan jaminan utama pengembalian kredit yang diberikan berupa “kelayakan
permohonan kredit yang akan dibiayai”Ini adalah merupakan jaminan utama bagi
Bank. Sedangkan Jaminan kebendaan (Agunan) adalah merupakan jaminan
tambahan.
Dalam praktek pemberian kredit, Bank tetap meminta agunan. Jaminan Tambahan yang
diikat dengan Perjanjian pengikatan jaminan.
Jaminan dapat berupa barang berwujud (materiil) dan tidak berwujud (imateriil)
Barang berwujud dapat berupa benda bergerak maupun tidak bergerak (tetap)

22
(lanjutan)…

b.  Subyek Hukum Dalam Perjanjian/ Pengikatan Jaminan

Subyek hukum dalam perjanjian pengikatan jaminan adalah pihk- pihak yang
terkait dalam perjanjian pengikatan jaminan, yaitu pemberi jaminan dan
penerima jaminan.

Pemberi jaminan bisa berasal dari Debitur sendiri atau pihak lain (pemilik benda
jaminan). Penerima jaminan adalah Bank.
Pemberi jaminan haruslah pihak yang berwenang untuk menjaminkan barang
jaminan (pemilik barang/ benda jaminan).

23
Dasar hukum :

- Pasal 8 UU No.7/1992 sebagaimana telah diubah dg UU.No.10/1998


(UU Perbankan) :
“Didalam memberikan kredit, bank wajib ,mempunyai keyakinan
berdasarkan analisis mendalam atas etikat baik dan kemapuan debitur
serta kemampuan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan “.

- Pasal 1 (1) UU Perbankan :


“Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur
kepada Bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit/ pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah”

24
Jenis-jenis Jaminan Kredit

25
Jenis- Jenis Jaminan Kredit

1. Jaminan yang lahir karena Undang Undang


2. Jaminan yang lahir karena Perjanjian
3. Jaminan Kebendaan
4. Jaminan Penanggungan hutang

26
1. Jaminan yang lahir karena Undang Undang
Pengertian :
Jaminan yang adanya ditentukan oleh Undang Undang, tidak perlu adanya
perjanjian antara Kreditur dengan debitur

Dasar Hukum :
Pasal 1131 KUH Perdata :
Semua harta dan kekayaan debitur baik benda bergerak atau tidak
bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi jaminan
atas seluruh hutangnya.

Ketentuan ini akan menimbulkan Jaminan Umum artinya semua harta


benda debitur menjadi jaminan bagi seluruh hutang debitur dan berlaku
bagi semua kreditur.
Para kreditur mempunyai kedudukan kongkuren yang secara bersama-
sama memperoleh jaminan umum yang diberikan oleh Undang Undang.
Jika terjadi eksekusi jaminan maka hasil penjualan jaminan tersebut harus
dibagi secara seimbang (proporsional) diantara masing- masing kreditur
(Psl.1132 KUH Perdata)

27
2. Jaminan yang lahir karena Perjanjian

Pengertian :
Jaminan yang adanya karena diperjanjikan terlebih dahulu oleh
kreditur dan debitur. Jaminan ini bersifat khusus dapat berupa :
a.Jaminan Kebendaan
b.Jaminan Perorangan

Dasar Hukum :
Pasal 1131 ayat 2 KUHPerdata yaitu hak untuk didahulukuan
(preferent/ istimewa) diantara ktreditur terbit dari hak istimewa
seperti : - hak hipotik, hak tanggungan, gadai, dan Fiducia

Jenis jaminan ini, memberikan hak untuk didahulukan (preferent)


pelunasannya dari kerditur lainnya sedangkan apabila terdapat
sisa dari pelunasan hutang debitur, maka kelebihannya dapat
diberikan kepada kreditur lainnya.

28
Jenis- Jenis Pengikatan Hak

a. Hak tanggungan ( dulu Hipotek)


b. Fiducia
c. Gadai
d. Borgtoch
e. Cesi

29
a. Hak Tanggungan
Pengertian :
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA No.5/1960, berikut/ tidak
berikut benda-benda yang lain yang merupakan satu-kesatuan
dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap
kreditur lain.

Dasar hukum :
- Pasal 1 ayat 1 UU No.4/1996 tentang Hak tanggungan
- Pasal 51 UUPA No. 5/1960 , hak tanggungan yang dibebankan pada
tanah dengan Hak Milik, HGB dan HGU dan Hak Pakai

30
Sifat- Sifat Hak Tanggungan

1. Memberikan hak preferent (Psl.1 ayat 1)


2. Tidak dapat dibagi- bagi (Psl.2 UUHT)
3. Bersifat Droit de suit/mengikuti obyek hak tanggungan(Psl.7 UUHT)
4. Bersifat Accesoir (Psl.10 ayat 1 dan 18 ayat 1)
5. Menjamin utang yang telah ada dan yang akan ada
6. Dapat Menjamin lebih dari satu utang (Psl.3 ayat 2 UUHT)
7. Dapat dibebankan atas tanah saja/ atas tanah berikut benda diatas
dan dibawah tanah (Psl. 4 ayat 1 dan 4 ayat 4 UUHT)
8. Berisi hak untuk melunasi utang dari hasil penjualan benda jaminan
dan tidak memberikan hak hak bagi kreditur untuk memiliki benda
jaminan (Psl.12 UUHT)
9. Mempunyai kekuatan eksekutorial (Psl.6 UUHT)
10. Bersifat Spesialitas dan publisitas (Psl.11 ayat 1e dan 13 ayat 1
UUHT)
11. Obyek Hak tanggungan berupa Hak Milik, HGB dan HGU.

31
b. Fiducia (FEO)

Pengertian :
Fiducia : Penyerahan hak milik atas dasar kepercayaan (Fiduciaire
Eigendomsoverdracht/ FEO).
Pengikatan jaminan dengan menggunakan FEO yang diserahkan
adalah berupa hak kepemilikan atas barang yang dijaminkan
bukan barangnya.
FEO hanya dipergunakan untuk pengikatan jaminan barang
bergerak saja. (Yurisprudensi MA no.372/Sip/1970 tgl 1
September 1971

Dasar hukum :
UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia

32
Sanksi Pidana Pelanggaran ketentuan FEO

Sanksi :
Pasal 35 dan 36 UU fiducia.
- Bagi debitur yang mengalihkan, menggadaikan/
menyewakan obyek jaminan Fiducia, diancam pidana
paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp.50 juta.

- Bagi setiap orang yang dengan sengaja memalsukan,


mengubah, menghilangkan atau dengan cara apapun
memberikan keterangan yang menyesatkan, adalah
merupakan suatu tindak pidana dan diancam dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling
sedikit Rp.10 juta dan paling banyak Rp.100 juta

33
c. Gadai

Pengertian :
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang
(kreditur) atas suatu barang bergerak yang diserahkan
kepadanya oleh seorang berhutang (debitur) atau orang lain
atas namanya dan yang memberikan kekuasaan kepada si
kreditur untuk mengambil pelunasan hutangnya dari barang
tersebut secara didahulukan dari kreditur lainnya.

Dasar hukum :
Buku II KUHPerdata Psl.1150-1160

34
d. Borgtoch

Pengertian :
Borgtoch / jaminan perorangan (personal garantie) adalah
Perjanjian dengan mana seotrang Pihak ketiga, guna
kepentingan si berutang (debitur) mengikatkan diri untuk
memenuhi perjanjian si berutang (debitur) manakala
debitur tidak memenuhi kewajibannya (wanprestasi)

Dasar hukum :
Pasal 1820 KUH Perdata

35
e. Cesie

Pengertian :
Cesie adalah pemindahan/ pengalihan piutang atas nama
dan kebendaan tidak berwujud lainnya dari seorang
berpiutan (kreditur) kepada orang lain yang dilakukan
dengan akta outentik/ dibawah tangan yang selanjutnya
diberitahukan adanya pengalihan piutang tersebut kepada si
berutang (debitur).

Dasar hukum :
Psl. 613 ayat 2 KUH Perdata

36
IV. Penyelesaian dan Penyelamatan Kredit
a. Melalui Restrukturiasi Kredit
1. Penurunan Suku bunga
2. Pengurangan Tunggakan pokok dan/ bunga
3. Perpanjangan Jangka waktu
4. Penambahan Fasilitas kredit
5. Pengambil alihan Agunan / Aset debitur
6. Pembelian jaminan kredit oleh bank
7. Koversi kredit menjadi modal sementara dan kepemilikan saham
8. Alih Manajemen
9. Pengambil Alihan Pengelolaan Proyek
10. Novasi (Pembaharuan Utang)
11. Subrograsi (Penggantian hak dan kewajiban Debitur oleh Pihak Ketiga)
12. Cessie (Pengalihan hak Piutang Debitur)
13. Debitur Menjual Agunannya Sendiri
14. Penghapusan Piutang
15. Cegah Tangkal debitur Macet
37
IV. Penyelesaian dan Penyalamatan Kredit

b. Melalui Lembaga Hukum


1. Somasi
2. Gugatan melalui Pengadilan Negeri
3. Eksekusi Putusan Pengadilan
4. Eksekusi Grosse Akte Pengakuan Hutang
5. Eksekusi Hak Tanggungan
6. Parate Eksekusi hak Tanggungan
7. Eksekusi terhadap Penjaminan (Borgtocht)
8. Paksa badan (Gijzeling)
9. Permohonan Pailit melalui Pengadilan Niaga
10.Eksekusi melalui Lelang

38
Terima Kasih

39

Anda mungkin juga menyukai