Anda di halaman 1dari 1

Meterai dan Perjanjian Bagaimana sebenarnya fungsi meterai dalam perjanjian.

Pertanyaan yang dilontarkannya adalah apakah meterai menentukan sahnya suatu perjanjian. Pertanyaan ini cukup sederhana, namun ternyata di tengah masyarakat pertanyaan seperti ini juga kerap dilontarkan. Dasar hukum mengenai meterai diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai. Disebutkan bahwa benda meterai adalah meterai tempel dan kertas meterai yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Berdasarkan ketentuan ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa tujuan dikeluarkannya benda meterai adalah untuk menghimpun dana masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 2 ayat (1) disebutkan tentang dokumen-dokumen yang dikenakan bea meterai beserta tarif yang dikenakan. Akibat perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin maju dan kompleks, pemerintah kemudian merasa perlu untuk mengatur lebih jauh mengenai tarif bea meterai ini. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 3 UU No. 13 Th. 1985 yang menyatakan bahwa dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan besarnya tarif Bea Meterai dan besarnya batas pengenaan harga nominal yang dikenakan Bea Materai, dapat ditiadakan, diturunkan, dinaikkan setinggi-tingginya enam kali atas dokumen-dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. Berdasarkan hal tersebut, maka lahirlah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2000 Tentang Perubahan tarif Bea Meterai dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang Dikenakan Bea Meterai. Dalam Pasal 1 PP tersebut dinyatakan bahwa dokumen yang dikenakan Bea Meterai berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai adalah dokumen yang berbentuk a) surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata; b) akta-akta Notaris termasuk salinannya; c) akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) termasuk rangkap-rangkapnya; d) surat yang memuat jumlah uang, yaitu surat yang menyebutkan penerimaan uang, menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening di Bank, berisi pemberitahuan saldo rekening di Bank atau berisi pengakuan bahwa hutang uang seluruhnya atau sebagiannya telah dilunasi atau diperhitungkan. Sedangkan tarif meterai untuk Perjanjian, Akta Notaris atau Akta PPAT menurut Pasal 2 PP dikenakan bea meterai sebesar Rp 6.000,00. (untuk lebih lengkapnya silahkan lihat UU dan PP diatas). Berkaitan dengan hal yang telah disebutkan di atas, ditinjau dari aspek hukum perjanjian meterai bukan merupakan syarat untuk menyatakan sah atau tidaknya suatu perjanjian. Ketentuan mengenai syarat sahnya perjanjian secara jelas dan terang terdapat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu adanya kesepakatan para pihak; mampu secara hukum; hal tertentu dan adaya causa yang halal. Pengenaan meterai sekali lagi merupakan bentuk pungutan pajak negara atas pembuatan dokumen atau perjanjian. Keberadaan meterai dalam perjanjian memiliki fungsi sebagai alat bukti di Pengadilan, sehingga jika suatu saat terdapat sengketa diantara para pihak, perjanjian tersebut dapat diajukan ke hadapan hakim. Ketentuan mengenai tata cara pembubuhan meterai diatur dalam Pasal 7 ayat (5) UU No. 13 1985. Disebutkan bahwa pembubuhan tanda tangan disertai dengan pencantuman tanggal, bulan, dan tahun dilakukan dengan tinta atau yang sejenis dengan itu, sehingga sebagian tanda tangan ada di atas kertas dan sebagian lagi di atas meterai tempel. Jika ketentuan ini tidak dilakukan, maka menurut UU tersebut surat perjanjian/dokumen tersebut dianggap tidak bermeterai. Demikian sedikit uraian mengenai meterai, semoga manfaat. (Bahan dari praktisi Hukum Yusran)

Anda mungkin juga menyukai