Pendahuluan
Hilangnya perikatan menurut KUH Perdata adalah sebuah fenomena hukum yang
menarik untuk dibahas. Dalam sistem hukum perikatan, pengaturan perikatan bersifat
terbuka (open system), yang mengizinkan individu untuk membuat perikatan atau
perjanjian yang tidak selalu diatur secara tegas dalam undang-undang. Konsep inilah
yang mendasari keberadaan berbagai jenis perikatan yang beragam dalam masyarakat 1.
Dalam hal ini, Pasal 1320 KUH Perdata menetapkan empat syarat penting untuk
memvalidasi sebuah perjanjian. Pertama, persetujuan yang mencakup perizinan yang
bebas dari semua pihak yang terlibat. Kedua, perikatan harus melibatkan pihak yang
memiliki kemampuan hukum atau capacity. Ketiga, objek perikatan harus jelas dan
tertentu agar dapat menentukan kewajiban para pihak. Keempat, perikatan harus dibuat
berdasarkan sebab yang halal atau consideration3.
Dalam sebuah hubungan hukum, baik hukum objektif (hukum positif) maupun
hukum subjektif (hak dan kewajiban individu) berperan penting. Hukum objektif
mencakup aturan dan peraturan yang berlaku umum dalam masyarakat, sedangkan
1
Dengah, K. (2015). Eksistensi Serta Akibat Penerapan Sistem Terbuka Pada Hukum Perikatan. Lex
Privatum, 3(4).
2
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
3
Nento, F. (2016). Tinjauan Hukum Hapusnya Perikatan Jual Beli Barang Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Lex Crimen, 5(6).
1
hukum subjektif adalah hak dan kewajiban yang dihubungkan dengan individu tertentu.
Hilangnya perikatan menurut KUH Perdata bisa terjadi ketika salah satu atau beberapa
syarat perikatan tidak terpenuhi. Perkembangan perikatan dalam masyarakat menjadi
tantangan ketika objek perikatan tidak jelas, atau ketika salah satu pihak dalam
perikatan tersebut tidak memiliki kapasitas hukum untuk mengikatkan diri4.
4
Asih, M. & Wijanarko, T. (2021). Fungsi Hukum Nota Kesepahaman Sebagai Perikatan Perjanjian
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). SUPREMASI HUKUM, 17(01), 78-93.
5
Purba, H. (2023). Hukum Perikatan dan Perjanjian. Sinar Grafika.
2
Pembahasan
6
Setiawan, I. (2021). Hukum perikatan. Bumi Aksara.
7
Amalia, N. (2012). Hukum Perikatan. Unimal Press.
3
Tindakan ini memiliki dampak hukum yang penting. Penawaran pembayaran yang
diikuti oleh penitipan dana di pengadilan negeri dianggap sebagai pembayaran yang sah
menurut hukum. Artinya, ketika debitur membuat penawaran yang sesuai dengan
undang-undang dan menitipkannya di pengadilan negeri, utang tersebut dianggap
terlunasi dan dibebaskan. Ini adalah mekanisme yang memberikan perlindungan kepada
debitur jika kreditur menolak pembayaran yang sah atau mempersulit proses
pembayaran. Prosedur ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan hukum yang berlaku.
Debitur harus memastikan bahwa tawaran pembayaran yang diajukan adalah sah, dan
proses penitipan dana di pengadilan negeri memenuhi persyaratan hukum. Dengan
tindakan ini, hukum memberikan debitur alat untuk mengatasi ketidaksetujuan atau
penolakan yang mungkin terjadi dalam upaya melunasi utangnya.
8
Pasal 1413 KUH Perdata terkait macam-macam pembaruan utang
4
dengan ketentuan hukum yang berlaku dan dengan persetujuan semua pihak yang
terlibat.
Sebab ke-lima adalah percampuran utang, yang diatur dalam Pasal 1436 dan
Pasal 1437 KUH Perdata. Pasal 1436 menyatakan bahwa jika seseorang berperan
sebagai kreditor dan debitor dalam satu perjanjian, maka terjadi percampuran utang
yang mengakibatkan penghapusan piutang tersebut 10. Sebagai contoh, jika seseorang
meminjam uang dari saudaranya sejumlah tertentu, dan kemudian diangkat sebagai ahli
waris tunggal dalam surat wasiat saudaranya, termasuk hak untuk menagih piutang yang
dimiliki oleh saudaranya, maka terjadi percampuran utang. Dalam situasi ini, piutang
yang semula dimiliki oleh individu tersebut akan dihapuskan secara otomatis.
Pasal 1437 KUH Perdata menjelaskan bahwa percampuran utang yang terjadi
pada debitur utama juga berlaku untuk keuntungan para penanggung utangnya. Namun,
percampuran yang terjadi pada diri penanggung utang tidak akan mengakibatkan
penghapusan utang pokok. Percampuran yang melibatkan salah satu pihak dan debitur
tanggung-menanggung tidak berlaku untuk keuntungan para debitur tanggung-
menanggung lain, kecuali hingga batasan bagian masing-masing dalam utang tanggung-
menanggung11. Hal ini mengilustrasikan prinsip percampuran utang dalam situasi di
9
Pasal 1425 KUH Perdata tentang Perjumpaan Hutang
10
Ghaffar, A. D. (2023). Hapusnya perikatan utang piutang karena percampuran utang melalui
perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum dan Politik, 1(3), 01-18.
5
mana peran sebagai kreditor dan debitor berkumpul dalam satu individu, sehingga
terjadi penghapusan piutang yang dimiliki.
Sebab selanjutnya atau ke-enam yakni pembebasan utang diatur dalam Pasal
1438-1443 KUH Perdata. Pembebasan utang ini tidak diasumsikan secara otomatis,
melainkan harus dapat diberikan bukti yang sah12. Artinya, seorang debitur hanya
dianggap telah dibebaskan dari utangnya jika ada tindakan nyata dari pihak kreditur
yang mengindikasikan pembebasan tersebut. Hanya karena utang tidak ditagih dalam
jangka waktu yang lama, itu tidak cukup untuk menganggap bahwa utang tersebut telah
dibebaskan. Artinya, pembebasan utang adalah suatu tindakan yang harus dinyatakan
atau dibuktikan secara eksplisit oleh kreditur, dan tak hanya disimpulkan dari
ketidaktagihan utang dalam jangka waktu tertentu.
11
Ghaffar, A. D. (2023). Hapusnya perikatan utang piutang karena percampuran utang melalui
perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan. Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu Hukum dan Politik, 1(3), 01-18.
12
Paendong, K. (2022). Kajian Yuridis Wanprestasi Dalam Perikatan Dan Perjanjian Ditinjau Dari Hukum
Perdata. LEX PRIVATUM, 10(3).
13
Nento, F. (2016). Tinjauan Hukum Hapusnya Perikatan Jual Beli Barang Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Lex Crimen, 5(6).
6
1456 KUH Perdata. Pasal 1446 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian yang
melibatkan individu yang belum mencapai usia dewasa atau di bawah pengampuan
dianggap batal secara hukum. Namun, Pasal 1447 KUH Perdata menegaskan bahwa
pembatalan perikatan berdasarkan alasan ketidakdewasaan atau pengampuan tidak
berlaku untuk perikatan yang lahir dari perbuatan melanggar hukum. Sementara itu,
perikatan yang terjadi akibat tekanan, kesalahan, atau penipuan dapat diminta untuk
dibatalkan, sesuai dengan Pasal 1449 KUH Perdata14.
Sebab ke-sembilan ialah berlakunya suatu syarat batal. Berlakunya suatu syarat
batal adalah suatu keadaan di mana perikatan menjadi tidak ada lagi karena syarat
tertentu yang telah ditentukan dalam perikatan tersebut telah terpenuhi 15. Sebab terakhir,
atau ke-sepuluh terkait dengan sebab hapusnya perikatan menurut KUH Perdata adalah
lewatnya waktu, artinya ialah mekanisme hukum yang memberikan dasar untuk
membebaskan pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian dengan berlalunya periode
waktu tertentu dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Sesuai dengan Pasal 1967 KUH Perdata, tuntutan hukum, baik yang berkaitan dengan
hal-hal materiil maupun yang bersifat personal, akan dianggap batal setelah berlalunya
waktu selama tiga puluh tahun. Selain itu, individu yang mengklaim adanya lewatnya
waktu tidak diharuskan untuk membuktikan dasar hukum tertentu, dan tidak dapat
dilakukan penolakan hukum berdasarkan niat jahat terhadapnya16.
Penutup
14
Nento, F. (2016). Tinjauan Hukum Hapusnya Perikatan Jual Beli Barang Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata. Lex Crimen, 5(6).
15
Setiawan, I. (2021). Hukum perikatan. Bumi Aksara.
16
Naki, J. (2019). Subrogasi Sebagai Salah Satu Alasan Hapusnya Perikatan Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata (BW). Lex Privatum, 7(1).
7
yang terperinci untuk mengatur hubungan antara debitur dan kreditur. Percampuran
utang, kebatalan atau pembatalan, dan berlakunya syarat batal adalah situasi-situasi lain
yang dapat mengakibatkan hapusnya perikatan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Yang terakhir, lewatnya waktu menyediakan sarana hukum yang jelas untuk
memperoleh alasan pembebasan dari perikatan setelah berlalunya periode waktu
tertentu. Dalam semua sebab ini, KUH Perdata memberikan landasan yang kuat untuk
melindungi hak dan kewajiban para pihak yang terlibat dalam perikatan, menjaga
keadilan, dan menjalankan prinsip-prinsip hukum perdata dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, N. (2012). Hukum Perikatan. Unimal Press.
Asih, M. & Wijanarko, T. (2021). Fungsi Hukum Nota Kesepahaman Sebagai Perikatan
Perjanjian Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata). SUPREMASI HUKUM, 17(01), 78-93.
Dengah, K. (2015). Eksistensi Serta Akibat Penerapan Sistem Terbuka Pada Hukum
Perikatan. Lex Privatum, 3(4).
Ghaffar, A. (2023). Hapusnya perikatan utang piutang karena percampuran utang
melalui perkawinan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Doktrin: Jurnal Dunia Ilmu
Hukum dan Politik, 1(3), 01-18.
Naki, J. (2019). Subrogasi Sebagai Salah Satu Alasan Hapusnya Perikatan Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Lex Privatum, 7(1).
Nento, F. (2016). Tinjauan Hukum Hapusnya Perikatan Jual Beli Barang Menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Lex Crimen, 5(6).
Paendong, K. (2022). Kajian Yuridis Wanprestasi Dalam Perikatan Dan Perjanjian
Ditinjau Dari Hukum Perdata. LEX PRIVATUM, 10(3).
Pasal 1425 KUH Perdata tentang Perjumpaan Hutang
Pasal 1413 KUH Perdata terkait macam-macam pembaruan utang
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
Purba, H. (2023). Hukum Perikatan dan Perjanjian. Sinar Grafika
Setiawan, I. (2021). Hukum perikatan. Bumi Aksara.
8
9