Anda di halaman 1dari 4

NAMA : M.

REYNALDIANSYAH

NIM : 20310022

TUGAS RESEMU KAPITA SELEKTA HUKUM PERDATA


TENTANG

SYARAT-SYARAT HAPUSNYA PERJANJIAN

Hapusnya perjanjian bisa terjadi karena berbagai alasan seperti adanya


pelanggaran perjanjian, kesepakatan bersama, atau karena satu pihak
menghendaki untuk mengakhiri perjanjian tersebut. Ketika perjanjian dihapus,
maka konsekuensi hukum dari perjanjian tersebut tidak lagi berlaku. Hal-hal yang
harus diperhatikan dalam penghapusan perjanjian adalah termasuk di dalamnya
mekanisme penghapusan yang diatur dalam perjanjian itu sendiri, termasuk tata
cara memberitahukan kepada pihak lain mengenai penghapusan tersebut dan
konsekuensi hukum dari penghapusan perjanjian.

Jika perjanjian dihapus karena adanya pelanggaran, maka biasanya pihak


yang dirugikan dapat mengajukan tuntutan ganti rugi. Jika penghapusan dilakukan
secara bersama-sama, maka kedua pihak harus sepakat dengan ketentuan-
ketentuan yang diatur dalam perjanjian penghapusannya.

Namun, jika salah satu pihak menghendaki untuk menghapus perjanjian tanpa
alasan yang jelas atau tanpa persetujuan dari pihak lain, maka hal ini bisa memicu
sengketa hukum dan konsekuensi yang mungkin tidak diinginkan. Oleh karena itu,
penting untuk melakukan penghapusan perjanjian secara hati-hati dan sesuai
dengan aturan yang berlaku untuk mencegah terjadinya masalah di kemudian hari.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan berakhirnya perjanjian, yaitu:

1. Ditentukan dalam perjanjian oleh para pihak. Suatu perjanjian berakhir pada
saat yang telah ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian.
2. Batas berlakunya suatu perjanjian ditentukan oleh undang-undang, misalnya
dalam Pasal 1066 KUH Perdata bahwa para ahli waris dapat mengadakan
perjanjian untuk tidak melakukan pemecahan harta selama jangka waktu
tertentu, yaitu hanya mengikat selama lima tahun.
3. Perjanjian menjadi hapus dengan terjadinya suatu peristiwa baik yang
ditentukan oleh para pihak maupun undang-undang, misalnya:
4. Pernyataan menghentikan perjanjian baik oleh kedua belah pihak maupun
oleh salah satu pihak (Opzegging). Hanya dapat dilakukan pada perjanjian
yang bersifat sementara, misalnya dalam Pasal 1603 ayat (1) ditentukan
bahwa para pihak dapat mengakhiri perjanjian kerja jika diperjanjikan suatu
waktu percobaan atau pada perjanjian sewa-menyewa.
5. Adanya putusan hakim. Misalnya dalam suatu perjanjian sewa-menyewa
rumah tidak ditentukan kapan berakhirnya, maka untuk mengakhiri perjanjian
ini dapat dilakukan dengan putusan Pengadilan Negeri.
6. Apabila tujuan perjanjian telah tercapai.
Dengan dicapainya tujuan perjanjian, maka perjanjian itu akan berakhir.
Misalnya dalam perjanjian jual beli televisi, setelah televisi diserahkan oleh
penjual dan pembeli telah membayar harganya, maka perjanjian itupun
berakhir.
7. Dengan adanya perjanjian para pihak (Heroping).
Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata memberi kemungkinan berakhirnya suatu
perjanjian dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak.

Sebelumnya, perlu diketahui terlebih dahulu hal-hal yang dapat menyebab kan
hapusnya perikatan menurut Pasal 1381 KUH Perdata, yaitu:

1. Pembayaran
Pembayaran ini tidak harus dipenuhi oleh debitur atau pihak yang berutang,
tapi bisa juga dipenuhi oleh pihak ketiga, yang tidak mempunyai
kepentingan, sepanjang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk
melunasi utang debitur, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1382 KUH
Perdata: Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa pun yang berkepentingan,
seperti orang yang turut berutang atau penanggung utang. Suatu perikatan
bahkan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan, asal
pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utang debitur, atau
asal ia tidak mengambil alih hak-hak kreditur sebagai pengganti jika ía
bertindak atas namanya sendiri
2. Penawaran pembayaran tunai di ikuti dengan penyimpanan atau penitipa
Jika kreditur menolak pembayaran dari debitur, maka debitur berhak
melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya tersebut, dan apabila
kreditur menolaknya, maka debitur menitipkan pembayaran tersebut di
pengadilan negeri.
1. Pembaruan utang
Merujuk pada Pasal 1413 KUH Perdata, terdapat 3 macam pembaruan
utang, yaitu :
a) Pembaruan objek utang, yaitu apabila antara debitur dan kreditur membuat
perikatan utang baru, untuk menggantikan utang lama yang dihapuskan
dengan adanya perikatan utang baru tersebut;
b) Pembaruan debitur, yaitu apabila seorang debitur baru ditunjuk untuk
menggantikan debitur lama yang dibebaskan oleh kreditur; dan
c) Pembaruan kreditur, yaitu apabila seorang kreditur baru yang ditunjuk
untuk menggantikan kreditur lama yang telah membebaskan debitur.
2. Perjumpaan utang atau kompensasi
Pasal 1425 KUH Perdata mengatur:
Jika dua orang saling berutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara
mereka suatu kompensasi dengan mana utang-utang antara kedua orang
tersebut dihapuskan dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan
sesudah ini.
3. Percampuran utang
Percampuran utang diatur dalam Pasal 1436 dan Pasal 1437 KUH Perdata,
yang mengatur:
 Pasal 1436 KUH Perdata :
Apabila kedudukan sebagai kreditor dan debitor berkumpul pada
satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang
dengan mana piutang dihapuskan.
 Pasal 1437 KUH Perdata :
Percampuran utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga
untuk keuntungan para penanggung utangnya.
 Percampuran yang terjadi pada diri penanggung hutang, sekali-kali
tidak mengakibatkan hapusnya utang pokok.
 Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dan pada debitur
tanggung-menanggung, tidak berlaku untuk keuntungan para
debitur tanggung-menanggung lain hingga melebihi bagiannya
dalam utang tanggung-menanggung.
4. Pembebasan hutang :
Pembebasan hutang diatur dalam Pasal 1438-1443 KUH Perdata.
5. Musnahnya barang yang terhutang :
Musnahnya barang yang terhutang diatur dalam Pasal 1444 dan Pasal 1445
KUH Perdata.
6. Kebatalan atau pembatalan :
Kebatalan atau pembatalan perikatan diatur dalam Pasal 1446-1456 KUH
Perdata
Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu KUH Perdata.
7. Lewatnya waktu :
Lewat waktu ialah suatu sarana hukum untuk memperoleh sesuatu atau
suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya waktu
tertentu dan dengan terpenuhinya syarat-syarat yang ditentukan dalam
undang-undang.[13] Pasal 1967 KUH Perdatamengatur: Semua tuntutan
hukum, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan,
hapus karena lewat waktu dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun,
sedangkan orang yang menunjuk adanya lewat waktu itu, tidak usah
menunjukkan suatu alas hak, dan terhadapnya tak dapat diajukan suatu
tangkisan yang didasarkan pada itikad buruk.

Anda mungkin juga menyukai