NIM : 202010110311182
KELAS : C
Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian adalah sah atau tidak sah, maka perjanjian
tersebut harus diuji dengan beberapa syarat. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat
syarat untuk sahnya suatu perjanjian, yaitu:
Maksudnya ialah para pihak yang terlibat dalam perjanjian harus sepakat atau setuju
mengenai hal-hal pokok dari perjanjian tersebut. Apa yang menjadi kehendak pihak yang
satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki
sesuatu yang sama secara timbal balik. Pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata
sepakat tidak sah apabila diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan.
Pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa setiap orang adalah cakap untuk membuat
perikatan, kecuali undang-undang mnenetukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang
yang tidak cakap untuk membuat perjanjian dapat kita temukan dalam Pasal 1330 KUH
Perdata yaitu:
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian.”
“Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya.Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal
saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung.”
Maksudnya ialah isi dari perjanjian tidak dilarang oleh undang-undang atau tidak
bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu
Pasal 1335 KUH Perdata juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab
atau dibuat karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan
hukum.1
1
https://www.jurnalhukum.com/syarat-syarat-sahnya-perjanjian/
AKIBAT HUKUM APABILA SYARAT SAH TIDAK DIPENUHI
Di dalam melakukan suatu perjanjian, bila ada pihak yang tidak memenuhi syarat sahnya
perjanjian maka ada konsekuensi hukum yang berlaku.
• Perihal tertentu
Suatu perjanjian harus mempunyai obyek tertentu, atau sekurang-kurangnya dapat
ditentukan (Pasal 1332 s/d 1335 KUH Perdata: “Benda-benda itu dapat berupa benda yang
sekarang ada dan nanti akan ada di kemudian hari”).
• Kausa yang halal
Yang dimaksud dengan kausa bukan hubungan sebab akibat, tetapi isi atau maksud dari
perjanjian (Pasal 1335 s/d 1337 KUH Perdata: “Untuk sahnya suatu perjanjian, UU
mensyaratkan adanya kausa”).
Dapat dibatalkan
• Asas Konsensualisme
Ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara
kedua belah pihak. ‘Sepakat kedua belah pihak’ merupakan asas yang esensial dari Hukum
Perjanjian.
• Cakap Melakukan Perbuatan Hukum
Pasal 1329 s/d 1331 KUH Perdata: “Setiap orang adalah cakap untuk melakukan perbuatan
perikatan, kecuali jika UU menyatakan bahwa orang tersebut adalah tidak cakap.
Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian adalah orang-orang yang belum dewasa
dan mereka yang berada di bawah “pengampuan”.
Sanksi administrative
Bila persyaratan tidak dipenuhi, maka hanya mengakibatkan sanksi administratif saja
terhadap salah satu pihak atau kedua pihak dalam kontak tersebut. Misalnya, suatu kontrak
memerlukan izin atau pelaporan terhadap instansi tertentu, seperti izin atau pelaporan kepada
Bank Indonesia untuk suatu kontrak off shore loan.2
2
https://sciencebooth.com/2013/05/27/konsekuensi-hukum-akibat-tidak-terpenuhinya-
persyaratan-perjanjian/
AKIBAT HUKUM PERJANJIAN YANG SAH
Menurut ketentuan pasal 1338 KUHPdt, perjanjian yang dibuat secara sah, yaitu
memenuhi syarat-syarat pasal 1320 KUHPdt berlaku sebagai undang- undang bagi mereka
yang membuatnya, tidak dapat ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau
karena alasan- alasan yang cukup menurut undang- undang, dan harus dilaksanakan dengan
itikad baik.
Yang dimaksud dengan itikad baik (te goeder trouw, in good faith) dalam pasal 1338
KUHPerdata adalah ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian, apakah
pelaksanaan perjanjian itu mengind ahkan norma
BERAKHIRNYA PERJANJIAN
Suatu perjanjian baru akan berakhir apabila segala perikatan yang timbul dari
perjanjian tersebut telah hapus seluruhnya, berakhirnya perikatan tidak dengan sendirinya
mengakibatkan berakhirnya perjanjian, sedangkan berakhirnya perjanjian dengan sendirinya
mengakibatkan berakhirnya perikatan, dengan berakhirnya suatu perjanjian maka perikatan-
perikatan yang terdapat di dalam perjanjian tersebut secara otomatis menjadi hapus.3
Pasal 1381 KUH Perdata menentukan beberapa penyebab hapusnya perikatan, yaitu:
1) Pembayaran
Salah satu sebab hapusnya perikatan adalah karena pembayaran. Kata pembayaran
tersebut bukan semata-mata pembayaran dengan uang. Namun harus diartikan lebih
luas, yaitu pemenuhan perikatan.
Dari ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata diketahui bahwa pembayaran dapat
dilakukan oleh:
-Debitur;
-pihak ketiga yang berkepentingan, yaitu pihak yang turut berutang atau penanggung
utang (borg);
-pihak ketiga lainnya yang tidak berkepentingan, asal pihak ketiga tersebut bertindak:
atas nama dan untuk melunasi utang debitur; atau
atas namanya sendiri asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditur.
Pasal 1385 KUH Perdata menentukan bahwa yang berhak untuk menerima
pembayaran adalah:
-Kreditur;
-seorang yang dikuasakan oleh kreditur;
-seorang yang dikuasakan oleh hakim; atau
-seorang yang oleh undang-undang ditentukan untuk menerima pembayaran bagi
kreditur. 4
https://rahmadhendra.staff.unri.ac.id/files/2013/04/Berakhirnya-Perjanjian.pdf,
3
http://repository.uin-suska.ac.id/7422/4/BAB%20III.pdf
4
https://www.jurnalhukum.com/pembayaran-pemenuhan-perikatan/
https://www.jurnalhukum.com/sebab-sebab-hapusnya-perikatan/
2) Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
3) Pembaharuan utang5
Pasal 1413 KUH Perdata menyebutkan bahwa ada tiga cara untuk terjadinya
novasi(Pembaharuan utang), yaitu:
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang
mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang dihapuskan
karenanya;
apabila seseorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama
yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya;
apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berpiutang lama, terhadap siapa si berpiutang dibebaskan dari
perikatannya.
PUTUSAN HAKIM
5
https://www.jurnalhukum.com/sebab-sebab-hapusnya-perikatan/
6
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt4c3d1e98bb1bc/hukum-perjanjian/
Adanya putusan hakim Misalnya dalam suatu perjanjian sewa-menyewa rumah tidak
ditentukan kapan berakhirnya, maka untuk mengakhiri perjanjian ini dapat dilakukan dengan
putusan Pengadilan Negeri.
Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini:“Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk
segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau
undangundang.”
prinsip atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan membuat
suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang mempunyai
kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang dikehendakinya, selain itu para
pihak dapat menentukan sendiri isi maupun persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan
pembatasan bahwa persetujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan
undang-undang yang bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum.
Berlakunya asas kebebasan berkontrak dalam hukum perjanjian Indonesia, antara lain dapat
disimpulkan dalam rumusan-rumusan Pasal-pasal 1329, 1332 dan 1338 ayat (1) KUH
Perdata.
Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa:
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang
tidak dinyatakan tak cakap”.
Pasal 1332 KUH Perdata menguraikan
bahwa:
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian.”
Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menegaskan bahwa:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya”.7
7
https://jdih.bssn.go.id/informasi-hukum/asas-asas-hukum-pokok-dalam-hukum-perjanjian