Anda di halaman 1dari 5

Nama: Stephany Salim

Kelas: 3MMNK
NIM: 312020053
Tugas dan Latian Soal – Pertemuan 3

SOAL
1. Jelaskan hal-hal yang dapat menyebabkan hapusnya perikatan berdasarkan Pasal 1380 KUH Perdata?
2. Bedakan antara Pembayaran, Penawaran Pembayaran Tunai diikuti dengan penyimpanan dan
penitipan serta Pembaharuan Utang sebagai hal penyebab hapusnya perikatan!
3. Bedakan antara musnahnya barang yang terutang dengan kebatalan dan pembatalan sebagai hal
penyebab hapusnya perjanjian, dikaitkan dengan syarat objektif dan syarat subjektifnya perjanjian!
4. Dalam Kondisi yang bagaimanakah berlakunya suatu syarat batal sebagai sebab hapusnya perikatan?
Jelaskan!
5. Bagaimanakah yang dimaksud dengan lewat waktu? dan bagaimana konsekwensi yuridisnya dengan
perikatan?
JAWABAN
1. Menurut Pasal 1381 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) hal-hal yang dapat
menyebabkan hapusnya perikatan adalah sebagai berikut:
- Pembayaran (Pasal 1382-1403 KUHPerdata)
Yaitu pelunasan utang (uang, jasa, barang) atau tindakan pemenuhan prestasi oleh debitur kepada
kreditur. Contoh: Perjanjian jual beli barang. A membeli barang milik B, maka saat A membayar
harga barang tsb dan sepeda tersebut diserahkan B kepada A yang berarti lunas semua kewajiban
masing-masing pihak (A dan B) maka perjanjian jual beli antara A dan B dianggap berakhir/hapus.
- Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan/konsinyasi (Pasal 1404-14012
KUHPerdata)
Yaitu suatu cara hapusnya perikatan dimana debitur hendak membayar utangnya namun
pembayaran ini ditolak oleh kreditur, maka kreditur bisa menitipkan pembayaran melalui
Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat. Contoh: A mempunyai utang kepada B. Akhirnya A
membayar utang tersebut kepada B tapi B menolak menerimanya. Dalam kondisi demikian, A bisa
menitipkan pembayaran utangnya tersebut melalui Kepaniteraan Pengadilan Negeri setempat nanti
pengadilan yang akan meneruskannya kepada B. Jika menitipkan melalui pengadilan ini sudah
dilakukan, maka utang-piutang antara A dan B dianggap sudah berakhir.
- Novasi/pembaharuan utang (Pasal 1425-1435 KUHPerdata)
Adalah perjanjian antara kreditur dengan debitur dimana perikatan yang sudah ada dihapuskan dan
kemudian suatu perikatan yang baru. Contoh: A mempunyai utang Rp. 1.000.000,- kepada B, tapi
A tidak sanggup bayar utangnya tersebut. Lalu B mengatakan bahwa B tidak perlu lagi membayar
utangnya sebesar Rp. 1.000.000,- tersebut, melainkan cukup bayar Rp. 500.000,- saja, dan utang
dianggap lunas. Dalam hal ini perjanjian utang piutang antara A dan B yang sebesar Rp.
1.000.000,- dihapuskan dan diganti perjanjian utang piutang yang sebesar Rp. 500.000 saja.
- Perjumpaan utang/kompensasi (Pasal 1425-1435 KUHPerdata).
Yaitu penghapusan utang masing-masing dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah
dapat ditagih secara timbal balik antara debitur dan kreditur. Contoh: A mempunyai utang kepada
B sebesar Rp. 500.000,- tapi pada saat yang sama B juga ternyata punya utang kepada A sebesar
Rp. 500.000,-. Dalam hal demikian maka utang masing-masing sudah dianggap lunas karena
“impas”, dan perjanjian utang-piutang dianggap berakhir.
- Konfisio/percampuran utang (Pasal 1436-1437 KUHPerdata).
Adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur
menjadi satu. Contoh: A mempunyai utang kepada B. Ternyata karena berjodoh A akhirnya
menikah dengan B. Dalam kondisi demikian maka terjadilah percampuran utang karena antara A
dan B telah terjadi suatu persatuan harta kawin akibat perkawinan. Padahal dulunya A mempunyai
utang kepada B.
- Pembebasan utang (Pasal 1438-1443 KUHPerdata).
Yaitu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur bahwa debitur dibebaskan dari utang-
tangnya. Misal, A punya utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari utangnya tersebut. Contoh:
A mempunyai utang kepada B. Tapi B membebaskan A dari utangnya tersebut.
- Musnahnya barang terutang (Pasal 1444-1445 KUHPerdata)
Yaitu perikatan hapus dengan musnahnya atau hilangnya barang tertentu yang menjadi prestasi
yang diwajibkan kepada debitur untuk menyerahkannya kepada kreditur. Musnahnya barang yang
terutang ini digantungkan pada dua syarat (Miru dan Pati, 2011: 150):
1. Musnahnya barang tersebut bukan karena kelalaian debitur
2. Debitur belum lalai menyerahkan kepada kreditor.
- Kebatalan dan pembatalan perjanjian (Pasal 1446-1456 KUHPerdata)
Yang dimaksud “batal demi hukum” di dalam Pasal 1446 KUHPerdata adalah “dapat dibatalkan”.
(Komandoko dan Raharjo, 2009: 11). Misalnya, suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang yang
belum dewasa (belum cakap hukum) perjanjian tersebut bisa dimintakan kebatalannya melalui
pengadilan. Dan saat dibatalkan oleh pengadilan maka perjanjian tersebut pun berakhir.
- Berlakunya syarat batal (Pasal 1265 KUHPerdata)
Artinya syarat-syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala
sesuatu pada keadaan semula yaitu seolah-olah tidak ada suatu perjanjian. Misalnya perjanjian
yang dibuat bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum (Pasal 1337
KUHPerdata) adalah batal demi hukum.
- Lewatnya waktu/daluwarsa (Pasal 1946-1993 Bab VII Buku IV KUHPerdata)
Menurut Pasal 1946 KUHPerdata, daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau
untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang.
2. Pembayaran
yang dimaksudkan dengan pembayaran oleh hukum perikatan adalah setiap tindakan pemenuhan
prestasi, walau bagaimanapun bentuk dan sifat dari prestasi tersebut. Dengan terjadinya pembayaran
ini maka terlaksanalah perjanjian di antara kedua belah pihak.
 Ketentuan Pasal 1382 KUH Perdata menyatakan, ”Tiap perikatan dapat dipenuhi oleh siapa saja
yang berkepentingan, sepertinya seorang yang turut berutang atau seorang penanggung utang.
Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga, yang tidak mempunyai
kepentingan, asal saja orang pihak ketiga itu bertindak atas nama dan untuk melunasi utangnya si
berutang, atau jika ia bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak si
berpiutang”.
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan dan penitipan serta Pembaharuan
Utang
Pada prinsipnya, suatu penawaran pembayaran tunai yang disertai dengan penyimpanan atau
penitipan, selama telah dilaksanakan menurut ketentuan Pasal 1405 KUH Perdata dan Pasal 1406
KUH Perdata tersebut di atas maka telah demi hukum menghapuskan perikatan tersebut, untuk
kepentingan dari tidak hanya debitor melainkan juga mereka yang terikat secara tanggung
menanggung dengan debitor, dan juga para penanggung utang debitor.
 Ketentuan Pasal 1404 KUH Perdata menyatakan bahwa,
”Jika si berpiutang menolak pembayaran, maka si berutang dapat melakukan penawaran
pembayaran tunai apa yang diutangnya, dan jika si berpiutang menolaknya, menitipkan uang atau
barangnya kepada Pengadilan penawaran yang demikian diikuti dengan penitipan, membebaskan
debitor dan berlaku baginya sebagai pembayaran asal penawaran itu telah dilakukan menurut
undang-undang sedangkan apa yang dititipkan secara itu tetap atas tanggungan kreditor”.
3. Musnahnya barang yang terutang dimuat di dalam Pasal 1444 - 1445 KUHPerdata, dan untuk
kebatalan dan pembatalan sebagai hal penyebab hapusnya perjanjian dimuat di dalam Pasal 1446 –
1456 KUHPerdata

 Musnahnya barang yang terutang terjadi jika objek perikatannya tidak dapat diperdagangkan
ataupun hilang, hilang di luar salahnya debitor dan sebelum ia lalai
menyerahkannya.Kebendaan dalam objeknya harus lah berupa benda yang dapat
diperdagangkan, dengan tetap mengindahkan ketentuan tidak melanggar perundang
undangan, ketertiban umum maupun kesusilaan.

 Kebatalan dan pembatalan sebagai hal penyebab hapusnya perjanjian, berkaitan dengan
syarat sah subjektif dari suatu perjanjian. Akibat hukum dari terjadinya pembatalan ini
adalah bahwa semua kebendaan dan orang-orangnya dipulihkan sama seperti keadaan
sebelum perjanjian dibuat. Berlakunya syarat batal sebagai suatu sebab berakhirnya
perikatan diatur dalam Bab I Buku III Perikatan, pada Pasal 1265 KUH Perdata, yang
menyatakan ”Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan
perikatan dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula, seolah-oleh tidak
pernah ada suatu perikatan. Syarat ini tidak menangguhkan pemenuhan perikatan; hanyalah
ia mewajibkan kreditor mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan terjadi”.

4. Pasal 1381 KUH Perdata menentukan beberapa penyebab hapusnya perikatan, yaitu:
- Karena pembayaran
- Karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
- Karena pembaharuan utang
- Karena perjumpaan utang atau kompensasi
- Karena percampuran utang
- Karena pembebasan utang
- Karena musnahnya barang yang terutang
- Karena kebatalan atau pembatalan
- Karena berlakunya suatu syarat batal
- Karena lewat waktu, sebagaimana yang diatur dalam buku keempat KUH Perdata.

Berikut adalah kondisi dimana dapat berlakunya suatu syarat batal, antara lain :
 Tidak telah terjadi kesepakatan bebas dari para pihak yang membuat perjanjian, baik karena
telah terjadi kekhilafan, paksaan atau penipuan pada salah satu pihak dalam perjanjian pada
saat perjanjian itu dibuat. (Pasal 1321 sampai dengan 1328 KUH Perdata)
 Salah satu pihak dalam perjanjian tidak cakap untuk bertindak dalam hukum (Pasal 1330 dan
1331 KUH Perdata), dan atau tidak memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan atau
perbuatan hukum tertentu.
 Akibat hukum dari terjadinya pembatalan ini adalah bahwa semua kebendaan dan orang-
orangnya dipulihkan sama seperti keadaan sebelum perjanjian dibuat (Pasal 1451 dan 1452
KUH Perdata).
 Berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian
 Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian, misalnya meninggalnya pemberi kuasa
atau penerima kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata);
 Meninggalnya orang yang memberikan perintah
 Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap
 Adanya syarat yang membatalkan perjanjian.

5. Lewat waktu atau daluarsa menurut pasal 1946 KUH Perdata adalah suatu alat untuk memperoleh
sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas
syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Perikatan lewat waktu atau daluarsa
membawa konsekuensi timbul atau gugurnya suatu hak atau kewajiban tertentu, baik dalam hal
hukum pidana maupun perdata dapat menuntut selama 30 tuhan sesuai dengan ketentuan hukum
spesifik yang mengaturnya. Dalam pidana, daluarsa dapat terjadi sesuai konteks lamanya ancaman
hukuman penjara serta bila terdakwa/pidana meninggal dunia, sedangkan dalam perdata kewajiban
dan hak dapat beralih kepada ahli waris.

Anda mungkin juga menyukai