Anda di halaman 1dari 13

Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

PERTEMUAN KE-10

HAPUSNYA PERIKATAN

A. TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mengikuti perkuliahan ini diharapkan mahasiswa mampu untuk
mendeskripsikan cara-cara hapusnya perikatan

B. URAIAN MATERI :
Pada pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan.
Lima cara pertama yang tersebut di dalam pasal 1381 KUH perdata menunjukan
bahwa kreditor tetap menerima prestasi dari debitor. Cara yang keenam yaitu
pembebasan hutang, maka kreditur tidak menerima prestasi, bahkan sebaliknya
yaitu cara sukarela melepaskan haknya atas prestasi.
Pada empat cara terakhir dari pasal 1381KUH perdata maka kreditur tidak
menerima prestasi , karena perikatan tersebut gugur ataupun dianggap telah gugur.

1. Perikatan Hapus

“Pasal 1381 KUHPerdata :

Perikatan-perikatan hapus :

a. Karena pembayaran;
b. Karena Penawaran pembayaran dikuti dengan penitipan atau penyimpanan;
c. Karena Pembaharuan utang ;
d. Karena Perjumpaan utang atau kompensasi ;
e. Karena Pencampuran utang;
f. Karena Pembebasan utang;
g. Karena Musnahnya barang yang terutang;
h. Karena kebatalan atau Pembatalan;
i. Karena Berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini ;
j. Karena Lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri”

Pada pasal 1381 KUHPerdata mengatur berbagai cara hapusnya perikatan


untuk perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-undang dan cara–cara
yang ditunjukan oleh pembentuk undang-undang itu tidaklah bersifat membatasi

Hukum Perikatan 1
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

para pihak untuk menciptakan cara yang lain untuk menghapuskan suatu
perikatan.
“Cara-cara yang tersebut dalam pasal 1381 KUHPerdata itu tidaklah
lengkap, karena tidak mengatur misalnya hapusnya perikatan disebabkan karena
meninggalnya seseorang dalam suatu perjanjian yang prestasinya hanya dapat
dilaksanakan oleh satu pihak. Lima cara pertama yang tersebut dalam pasal
1381 KUHPerdata menunjukan bahwa kreditur tetap menerima prestasi dari
debitur. Dalam cara keenam yaitu pembebasan utang, maka kreditur tidak
menerima prestasi, bahkan sebaliknya , yaitu secara sukarela melepaskan
haknya atas prestasi. Pada empat cara terakhir dari pasal 1381 KUHPerdata
maka kreditur tidak menerima prestasi, karena perikatan tersebut gugur ataupun
dianggap telah gugur. Untuk mengetahui diamanakahdari berlakunya suatu
syarat batal, sebagai salah satu cara hapusnya perikatan maka kita harus
melihat kepada Bab I KUHPerdata yaitu berturut-turut pasal 1252 dan
seterusnya dan pasal 1266 KUHPerdata. Demikianlah juga apabila kita ingin
mencari dimanakah diaturtentang hapusnya perikatan Karena lampaunya waktu,
maka haruslah diperiksa buku IV KUHPerdata.”1
Mengenai hapusnya perikatan atau berakhirnya perjanjian di atur pada
Buku III KUHPerdata. Masalah ”hapusnya perikatan” (tenietgaan van verbintenis)
bisa juga disebut “hapusnya persetujuan” (tenietgaan van overeenkomst).
Berarti, menghapuskan semua pernyataan kehendak yang telah dituangkan
dalam persetujuan bersama antara pihak kreditor dan debitor. Sehubungan
dengan hal ini perlu kiranya mendapat perhatian ditinjau dari segi teoritis,
hapusnya persetujuan sebagai hubungan hukum antara kreditur dan debitur
dengan sendirinya akan menghapuskan seluruh perjanjian. Akan tetapi
sebaliknya dengan hapusnya perjanjian belum tentu dengan sendirinya
mengakibatkan hapusnya persetujuan. Hanya saja dengan hapusnya
perjanjian,persetujuan yang bersangkutan tidak lagi mempunyai kekuatan
pelaksanaan. Sebab dengan hapusnya perjanjian berarti pelaksanaan
persetujuan telah dipenuhi debitur.2
Perincian dalam Pasal 1381 KUHPerdata itu tidak lengkap, karena telah
dilupakan hapusnya suatu perikatan karena lewatnya suatu ketetapan waktu
yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. Selanjutnya dapat di peringatkan
dalam beberapa cara yang khusus ditetapkan terhadap perikatan, misalnya
1
Marian Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2016, Hal. 15
2
M. Yahya Harahap, Op.cit., hal 106.

Hukum Perikatan 2
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

ketentuan bahwa suatu perjanjian “maatschap” atau perjanjian “lastgeving”


hapus dengan meninggalnya seorang anggota maatschap itu atau meninggalnya
orang yang memberikan perintah dan karena curatele pernyataan pailit
mengakibatkan juga hapusnya perjanjian maatschap itu.3

2. Rincian Pasal 1381 Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Cara-cara hapusnya perikatan tersebut akan diuraikan dengan sebagai


berikut:

a. Pembayaran

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, pembayaran adalah proses,


cara, perbuatan membayar.4 Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan
utang oleh debitor kepada kreditor, pembayaran seperti ini dilakukan dalam
bentuk uang atau barang.
Sedangkan Yang dimaksud dalam undang-undang dengan kata
pembayaran ialah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka
rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi perkataan itu oleh
undang-undang tidak melulu ditujukan pada penyerahan uang saja, tetapi
penyerahan tiap barang menurut perjanjian, dinamakan pembayaran, bahkan
sipekerja yang melakukan pekerjaannya untuk majikannya dikatakan
“membayar”.5
Pihak yang wajib Membayar, disebutkan dalam” Pasal 1382
KUHPerdata:

1) Debitor
2) Mereka yang mempunyai kepentingan, misalnya kawan berutang (mede
schuldenaar) dan seorang penanggung (borg).
3) Seorang pihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja orang
pihak ketiga itu itu bertindak atas nama dan untuk melunansi utangnya
debitur atau pihak ketiga itu bertindak atas namanya sendiri, asal ia tidak
menggantikan hak-hak kreditur”.

“Kawan berutang dan penanggung adalah mereka yang mempunyai


hubungan dengan pihak debitur dan isi perjanjian yang ada antara debitur dan

3
Subekti, Op.Cit., hal 152.
4
Departemen Pendidikan Nasdional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta
5
R. Setiawan, S.H, “Pokok-pokok Hukum Perikatan”, Bina Cipta Bandung, 1999

Hukum Perikatan 3
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

kreditur. Bahwa mereka berkepentingan agar perjanjian itu terlaksana. Apabila


tidak, mereka dapat ditegur dan mempunyai kewajiban untuk memenuhi
perjanjian tersebut. Mereka yang sama sekali tidak mempunyai kepentingan,
yang melaksanakan pembayaran atas nama debitur dan yang membebaskan
debitur itu dari kewajibannya ialah pesuruh (Last Hebber) dan seorang yang
mengurus kepentinngan orang lain secara sukarela”. (Pasal 1354
KUHPerdata – Pasal 1358 KUHPerdata).
Seorang pihak ketiga dapat juga melaksanakan prestasi atasa namanya
sendiri dengan syarat bahwa pemenuhan prestasi tadi debitur bebas dari
utangnya, dengan perkataan lain pihak ketiga yang atas namanya
melaksanakan perestasi tersebut tidak menggantikan kedudukan kreditur
lama (subrogasi). Sebab dalam hal ini hubungan hukum antara debitur dan
kreditur lama beralih kepada kreditur baru dan dalam hal ini berarti
pembayaran itu hanyalah bersifat relatif.6
Seperti yang telah dijelaskan, pada asasnya hanya orang yang
berkepentingan saja yang dapat melakukan pembayaran secara sah, seperti
orang yang turut berhutang atau si penanggung (borg). Barang yang
dibayarkan haruslah milik orang yang melakukan pembayaran dan orang itu
juga harus berhak untuk memindahkan barang-barang itu ketangan orang
lain. Pembayaran itu harus dibayarkan kepada si berpiutang atau seorang
yang telah dikuasakan olehnya atau undang-undang, misalnya seorang juru
kuasa atau seorang wali.
Dengan pembayaran dimaksudkan setiap pemenuhan perjanjian secara
sukarela. Dalam arti yang sangat luas ini, tidak saja pihak pembeli membayar
uang harga pembelian, tetap pihak penjual pun dikatakan “membayar” jika ia
menyerahkan atau “melever” barang yang dijualnya.7
Yang memiliki kewajiban atas pembayaran utang dalam suatu perikatan
adalah bukan hanya pihak debitur atau si berhutang, melainkan seorang
kawan berhutang dan seorang penanggung hutang (borg).
Pasal 1382 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menerangkan
bahwa” suatu perikatan dapat dipenuhi oleh pihak ketiga yang tidak memiliki
kepentingan, asal saja pihak ketiga yang bertindak atas nama dan untuk
melunasi hutangnya debitor, atau apabila ia bertindak atas namanya sendiri
asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditor. Namun hal tersebut tidak dapat
6
Mariam Darus B. Op Cit. Hal 117
7
Subekti, Op Cit, Hal. 64

Hukum Perikatan 4
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

terjadi dalam perikatan untuk berbuat sesuatu. Dalam perikatan untuk berbuat
sesuatu, tidak dapat dipenuhi oleh pihak ketiga karena berlawanan dengan
keinginan kreditor yang mana kreditur memiliki kepentingan supaya perbuatan
tersebut dilakukan sendiri oleh debitor”.
Pembayaran harus dilakukan kepada kreditor atau kepada orang yang
dikuasakan olehnya atau juga kepada seorang yang dikuasakan oleh hakim
atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran bagi kreditor.
Pembayaran yang dilakukan kepada orang yang tidak berkuasa menerima
bagi kreditor adalah sah, asalkan kreditor telah menyetujuinya atau nyata-
nyata telah mendapat manfaat karenanya.
Pembayaran dengan itikad baik dilakukan kepada seorang yang
memegang surat piutang yang bersangkutan adalah sah.
Pembayaran yang dilakukan kepada kreditur dalam hal kreditur tidak
cakap adalah tidak sah,melainkan sekedar debitur membuktikan bahwa
kreditur sungguh-sungguh mendapat manfaat dari pembayaran tersebut.
Debitur tidak dapat memaksakan krediturnya untuk menerima
pembayaran utangnya sebagian demi sebagian, meskipun utang tersebut
dapat dibagi-bagi. Dalam hal perikatan yang tidak dapat dibagi-bagi, meskipun
prestasi dapat dibagi-bagi, namun apabila di masing-masing pihak hanya ada
seorang kreditur dan seorang debitur, prestasi tersebut harus selalu dilakukan
sekaligus.
Suatu perikatan bahkan dapat dipenuhi juga oleh seorang pihak ketiga
yang tidak mempunyai kepentingan, asal saja pihak orang ketiga itu bertindak
atas nama dan untuk melunasi utang debitor, atau jika ia bertindak atas
namanya sendiri, asal ia tidak menggantikan hak-hak kreditor”. Dengan
demikian yang dimaksud dengan pembayaran adalah pemenuhan perikatan,
kewajiban atau utang debitor kepada kreditor.8

b. Pembayaran untuk Perikatan Berbuat Sesuatu

Pasal 1383 “Suatu perikatan untuk berbuat sesuatu tidak dapat dipenuhi
seorang pihak ketiga jika hal itu berlawanan dengan kehendak kreditur, yang
mempunyai kepentingan supaya perbuatannya dilakukan sendiri oleh debitur”.
Pasal 1384 “Agar suatu pembayaran untuk melunasi suatu utang
berlaku sah, orang yang melakukannya haruslah pemilik mutlak barang yang

8
Gunawan Widjaja, Hapusnya Perikatan, Grafindo Pustaka, Jakarta, 2003, hal 13.

Hukum Perikatan 5
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

dibayarkan dan pula berkuasa untuk memindahtangankan barang itu.


Meskipun demikian, pembayaran sejumlah uang atau suatu barang lain yang
dapat dihabiskan, tak dapat diminta kembali dan seseorang yang dengan
itikad baik telah menghabiskan barang yang telah dibayarkan itu, sekalipun
pembayaran itu dilakukan oleh orang yang bukan pemiliknya atau orang yang
tak cakap memindahtangankan barang itu”.

c. Yang Berhak Menerima Pembayaran

Pasal 1385 “Pembayaran harus dilakukan kepada kreditur atau kepada


orang yang dikuasakan olehnya, atau juga kepada orang yang dikuasakan
oleh Hakim atau oleh undang-undang untuk menerima pembayaran bagi
kreditur. Pembayaran yang dilakukan kepada seseorang yang tidak
mempunyai kuasa menerima bagi kreditur, sah sejauh hal itu disetujui kreditur
atau nyata-nyata bermanfaat baginya”.

d. Pembayaran Kepada Pemegang Surat Piutang

Pasal 1386 “Pembayaran dengan itikad baik dilakukan kepada


seseorang yang memegang surat piutang ada!ah sah, juga bila piutang
tersebut karena suatu hukuman untuk menyerahkannya kepada orang lain,
diambil dan penguasaan orang itu”.
Pasal 1387 “Pembayaran yang dilakukan kepada kreditur yang tidak
cakap untuk menerimanya adalah tidak sah, kecuali jika debitur membuktikan
bahwa kreditur sungguh-sungguh mendapat manfaat dan pembayaran itu”.

e. Pembayaran oleh Debitur dengan Barang yang Telah Disita

Pasal 1388 “Pembayaran yang dilakukan oleh seorang debitur kepada


seorang kreditur, meskipun telah dilakukan penyitaan atau suatu perlawanan,
adalah tak sah bagi para kreditur yang telah melakukan penyitaan atau
perlawanan mereka ini berdasarkan hak mereka dapat memaksa debitur
untuk membayar sekali lagi, tanpa mengurangi hak debitur dalam hal yang
demikian untuk menagih kembali dan kreditur yang bersangkutan”.

Masalah yang muncul dalam soal pembayaran adalah masalah subrogasi


atau penggantian hak-hak keditor oleh orang ketiga yang membayar kepada
kreditur. Subrogasi diatur dalam pasal 1400 Kitab Undang-Undang Hukum

Hukum Perikatan 6
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Perdata adalah pergantian hak-hak seorang pihak ketiga yang membayar


kepada kreditur. Subrogasi dapat terjadi baik melalui undang-undang atau
melalui perjanjian. Subrogasi harus dinyatakan secara tegas karena berbeda
dengan pembebasan utang. Tujuan dilakukannya subrogasi adalah untuk
menggantikan kedudukan kreditur lama, bukannya membebaskan debitur dari
hutang.

2. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Dengan Penyimpanan Atau Penitipan

Penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penitipan atau


konsignasi merupakan salah satu hal/sebab hapusnya perikatan. Konsignasi
diatur dalam pasal 1404 s.d 1412 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.9
Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penitipan adalah suatu cara
dimana kreditor menolak pembayaran. Barang atau uang yang akan dibayarkan
itu ditawarkan oleh seorang notaris atau juru sita pengadilan diikuti oleh dua
orang saksi. Dalam hal kreditor menerima barang atau uang yang ditawarkan itu,
maka selesailah pembayaran tersebut. Akan tetapi apabila hal kreditor menolak,
maka notaris atau juru sita pengadilan akan mempersilahkan kreditur untuk
menandatangani proses perbal, dan jika kreditor menolak tanda tangan maka itu
akan dicatat diatas surat proses perbal tersebut. Proses perbal adalah
pembuatan rincian barang atau uang oleh notaris atau juru sita untuk
pembayaran kemudian juru sita datang menemui kreditor atas perintah debitur
guna memberitahukan kepada kreditur barang/uang untuk pembayaran yang
telah dirincikan. Sehingga terdapat bukti bahwasanya kreditor menolak
pembayaran.
Selanjutnya debitor memohonkan pengesahan atas penawaran
pembayaran yang telah dilakukan itu. Setelah disahkan, maka barang/uang yang
akan dibayarkan itu disimpan dan dititipkan di Panitera Pengadilan Negeri yang
berarti hapuslah utang piutang tersebut.
Dalam “pasal 1406 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan
tentang agar suatu penyimpanan sah, tidak diperlukan penguasaan oleh hakim.
Cukup dengan :

9
R. Setiawan, S.H, Pokok-pokok hukum perikatan, Bina Cipta, Bandung, 1999

Hukum Perikatan 7
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

a. penyimpanan tersebut didahului dengan suatu keterangan yang diberitahukan


kepada kreditur, yang memuat penunjukan hari, jamdan tempat dimana
barang yang ditawarkan akan disimpan
b. debitur telah melepaskan barang yang ditawarkan, dengan menitipkan pada
kas penyimpanan atau penitipan pada kepaniteraan pengadilan
c. oleh notaries/jurusita yang disetai dua orang saksi, dibuat surat pemberitaan
d. jika kreditur tidak datang untuk menerimanya, maka pemberitaan tersebut
diberitahukan kepaanya dengan peringatan untuk mengambil apa yang telah
dititipkan”.

Pasal 1408 KUHPerdata “Apabila barang yang dititipkan tidak diambil oleh
kreditor, maka debitor dapat mengambilnya kembali dalam hal itu orang yang
turut berhutang dan para penanggung utang tidak dibebaskan”.
Pasal 1409 KUHPerdata “jika penawaran telah mendapatkan putusan
hakim yang telah memperleh kekuatan hukum mutlak, yang dengan hal tersebut
penawaran pembayaran utang dinyatakan sah maka debitur tidak dapat lagi
mengambil kembali barang yang dititipkan meskipun dengan izin kreditur”.
Pasal 1412 KUHPerdata “Apabila penawaran pembayaran berupa suatu
barang yang harus diserahkan ditempat dimana barang tersebut berada, maka
debitur harus memberitahu kreditu melalui pengadilan supaya mengambilnya
dengan akta. Apabila peringatan ini telah dipenuhi leh debitu sementara kreditur
tidak mengambil barangnya,maka debitur dapat diizinkan oleh hakim untuk
menitipkan barang tersebut di tempat lain”.

Secara singkat proses pembuatan surat penawaran yang disertai penitipan


dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Penawaran harus dilakukan secara resmi oleh seorang Notaris atau seorang
juru sita pengadilan.
b. Notaris atau juru sita menyusun perincian dari barang-barang atau uang yang
akan dibayarkan dan mendatangi tempat tinggal kreditor.
c. Apabila kreditor menolak pembayaran, maka kreditor dipersilakan untuk
menandatangani proses penyerahan tersebut dan jika kreditor tidak tanda
tangan, maka dicatat oleh Notaris atau juru sita di atas surat tersebut.

Hukum Perikatan 8
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

d. Debitor menghadap ke Pengadilan Negeri dengan membuat surat


permohonan agar pengadilan mengesahkan penawaran pembayaran yang
telah dilakukannya itu.
e. Setelah penawaran pembayaran itu disahkan, maka barang atau uang yang
akan dibayarka, disimpan atau dititipkan kepada panitera Pengadilan Negeri
maka dengan demikian hapuslah hutang-piutang itu.

3. Pembaharuan Utang

Pembaharuan utang atau novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu


perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan,
yang ditempatkan di tempat yang asli.10
“Menurut pasal 1413 Kitab Undang-Undang hukum Perdata ada tiga cara
untuk melaksanakan suatu pembaharuan utang atau yang biasa disebut novasi,
yaitu :

a. Apabila seorang yg berhutang membuat suatu perikatan utang baru guna


orang yang menghutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang
dihapuskan karenannya
b. Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang yang
berutang lama, yang oleh si berpiutang dibebaskan dari perikatannya
c. Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk
untuk menggantikan kreditur lama,terhadap siapa si berutang dibebaskan dari
perikatannya”.

Novasi yang disebutkan dalam poin satu adalah novasi objektif, karena
pembaharuan pada objek perjanjian. Contohnya, kewajiban untuk membayar
sejumlah uang tertentu diganti dengan kewajiban untuk menyerahkan suatu
barang tertentu.
Sedangkan novasi yang disebutkan dalam poin 2 dan 3 adalah novasi
subjektif, karena pembaharuan pada subjeknya. Jika yang diganti adalah debitur
seperti dalam poin 2, maka novasi tersebut disebut novasi pasif. Sedangkan
apabila yang diganti adalah krediturnya sebagaimana dijelaskan dalam poin 3,
maka hal tersebut disebut dengan novasi aktif.

10
Ibid

Hukum Perikatan 9
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Contoh novasi pasif adalah, A berutang kepada B. namun dalam


pelaksanaan perjanjian ini kedudukan B yang tadinya sebagai kreditur kini
digantikan oleh C sebagai kreditur.
Akibat adanya Novasi sebagaimna diatur dalam Pasal 1418 KUHPerdata
Debitor lama yang telah dibebaskan dari kewajiban oleh kreditor tidak dapat
meminta pembayaran kepada debitor lama, sekalipun debitor baru jatuh pailit
atau debitur baru ternyata orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum.
“Pembaharuan utang yang subjektif pada hakekatnya adalah suatu
perundingan segitiga, yang menghasilkan suatu persetujuan untuk menggantikan
kreditur lama dengan kreditur baru atau debitur lama dengan debitur baru.
Karena dalam hal ini pembaharuan utang adalah merupakan suatu perjanjian
baru untuk menggantikan perjanjian lama, maka hal-hal yang terdapat dalam
perjanjian lama tidak ikut serta, kecuali apabila hal tersebut secara tegas
dipertahankan oleh kreditur. Segala hak-hak istimewa, semua penanggungan,
semua hipotik pada dasarnya hilang bilamana suatu piutang diperbaharui.”11
Hal tersebut juga berlaku apabila pembaharuan utang yang diterbitkan
karena ditunjuknya debitur baru untuk menggantikan debitur lama, dalam hal ini
juga hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik yang dari semula mengikuti piutang,
tidak ikut berpindah atas barang-barang debitur baru. Sebagaimana disebutkan
dalam pasal 1422 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, “apabila pembaharuan
utang diterbitkan dengan penunjukan seorang berhutang baru yang
menggantikan orang berhutang lama, maka hak-hak istimewa dan hipotik-hipotik
yang dari semulamengikuti piutang, tidak berpindah atas barang-barang si
berutang baru”.
Adanya pembaharuan utang antara kreditur dan salah seorang dari
beberapa orang yang berhutang secara tanggung menanggung, maka orang-
orang lainnya yang turut berhutang dibebaskan dari utang mereka. Seperti yang
telah dijelaskan dalam pasal 1424 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang
berbunyi :
“Karena adanya suatu pembaharuan utang antara si berpiutang dan salah
satu dari orang-orang yang berutangsecara tanggung menanggung, maka orang-
orang lainnya yang turut berutang dibebaskan dari perikatannya
Pembaharuan utang yang dilakukan terhadap si berutang utama
membebaskan para penanggung utang

11
Subekti, Op Cit, Hal. 71

Hukum Perikatan 10
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

Jika meskipun demikian, dalam halyang pertama, si berpiutang telah


menuntut orang-orang lainnya yang turut berutang, atau dalam hal yang kedua
telah menuntut para penangung utang supaya mereka turut serta pada perjanjian
baru, dan orang-orang itu menolak, maka perikatan utang lama tetap berlaku”.

4. Perjumpaan hutang atau kompensasi

Pasal 1425 “Jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka
suatu perjumpaan utang yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut
dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan sesudah ini”.
Perjumpaan hutang atau kompensasi adalah salah satu cara hapusnya
perikatan yang disebabkan oleh keadaan dimana dua orang saling mempunyai
hutang satu terhadap yang lain, dengan mana hutang-hutang antara kedua
orang tersebut dihapuskan. Perjumpaan hutang terjadi demi hukum, bahkan
tanpa sepengetahuan para pihak yang saling berutang dan kedua hutang saling
menghapuskan pada saat hutang-hutang itu ada secara bersama-sama,
bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.
Kompensasi terjadi apabila 2 (dua) orang saling berutang 1 (satu) pada
yang lain dengan mana utang piutang antara kedua orang tersebut dihapuskan.
Undang-undang telah menentukan bahwa diantar mereka itu telah terjadi suatu
perhitungan yang mengahapuskan perikatannya.
Misalnya A berhutang sebesar Rp. 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah) kepada
B, dan B berutang Rp. 5000,00 (Lima Ribu Rupiah ) kepada A, maka diantara
keduanya terjadi kompensasi, sehingga A hanya berutang Rp.5000,00 kepada B.
Agar kedua hutang dapat diperjumpakan, menurut Pasal 1427 KUH
Perdata harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Kedua hutang harus mengenai uang atau barang yang dapat dihabiskan dari
jenis dan kualitas yang sama.
b. Kedua hutang seketika dapat ditetapkan besarnya atau jumlahnya dan
seketika dapat ditagih. Jika yang satu dapat ditagih sekarang sedangkan yang
lain baru dapat ditagih satu bulan yang akan datang maka kedua barang itu
tidak dapat diperjumpakan.

Pasal 1429 KUHPerdata “perjumpaan utang terjadi tanpa membedakan


sumber piutang kedua belah pihak itu, kecuali bila dituntut pengembalian suatu
barang yang secara berlawanan dengan hukum dirampas dan pemiliknya. bila

Hukum Perikatan 11
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

apa yang dituntut adalah pengembalian suatu barang yang dititipkan atau
dipinjamkan; suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah
dinyatakan tak dapat disita.”

5. Percampuran hutang

Pasal 1436 KUHPerdata “Bila kedudukan sebagai kreditur dan debitur


berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran
utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan”.
Percampuran hutang terjadi karena kedudukan kreditur dan debitur bersatu
pada satu orang. Misalnya, kreditur meninggal dunia sedangkan debitur
merupakan satu-satunya ahli waris. Atau debitur kawin dengan kreditur dalam
persatuan harta perkawinan. Hapusnya perikatan karena percampurang hutang
ini adalah demi hukum, artinya secara otomatis .
Pencampuran Utang Pada Yang Berutang Pertama Berlaku Juga Untuk
Penanggung Utang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1437 KUHPerdata,
“Percampuran Utang yang terjadi pada debitur utama berlaku juga untuk
keuntungan para penanggung utangnya. Percampuran yang terjadi pada diri
penanggung utang, sekali-kali tidak mengakibatkan hapusnya utang pokok.
Percampuran yang terjadi pada diri salah satu dan pada debitur tanggung-
menanggung, tidak berlaku untuk keuntungan para debitur tanggung-
menanggung lain hingga melebihi bagiannya dalam utang tanggung-
menanggung”.
Selanjutnya, Pasal 1437 KUH Perdata menentukan bahwa percampuran
hutang pada diri debitur utama berlaku juga untuk keuntungan penanggung
hutang. Sebaliknya, percampuran yang terjadi pada diri penanggung hutang
(borg) tidak menghapuskan hutang pokok.
Percampuran hutang yang terjadi pada diri salah seorang dari orang-orang
yang berutang secara tanggung-menanggung, tidak berlaku untuk kepentingan
teman-temannya yang terhutang secara tanggung-menanggung sehingga
melebihi bagiannya dalam hutang yang ia sendiri menjadi terhutang.
Mariam Darus Badrulzaman, menyatakan “percampuran hutang adalah
"Percampuran kedudukan (kualitas) dari partai-partai yang mengadakan
perjanjian sehingga kualitas sebagai debitur menjadi satu dengan kualitas dari
debitur. Dalam hal ini demi hukum hapuslah perikatan yang semula ada diantara

Hukum Perikatan 12
Universitas Pamulang Ilmu Hukum S-1

kedua belah pihak". Hal-hal yang menyebabkan terjadinya percampuran hutang


adalah perkawinan, dengan percampuran harta antara si berpiutang dengan si
berhutang, dan pencampuran hutang terjadi apabila si berhutang menggantikan
hak si berpiutang karena warisan.” 12
Ada dua cara terjadinya percampuran utang, yaitu:

a. Melanjutkan hak dengan alas hak umum. Misalnya: kreditor meninggal dunia
dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitor. Ini berarti bahwa
dengan meninggalnya kreditor, maka kedudukan debitor menjadi kreditor;
b. Melanjutkan hak di bawah alas hak khusus. Misalnya: pada perjanjian jual
beli, dimana penjual kemudian juga menjadi pembeli.

C. SOAL LATIHAN
1. Sebutkan cara-cara hapusnya perikatan!
2. Berikan contoh cara-cara hapusnya perikatan karena : (contoh selain yang
tertera pada uraian)
a. Kompensasi
b. Novasi
3. Apa akibat hukum dari pembatalan perikatan bagi orang-orang yang tidak
berwenang melakukan perbuatan hukum?

D. REFERENSI
Gunawan Widjaja, Hapusnya Perikatan, Grafindo Pustaka, Jakarta, 2003

Marian Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bhakti,


Bandung, 2016

R. Setiawan, S.H, “Pokok-pokok Hukum Perikatan”, Bina Cipta, Bandung, 1999

Departemen Pendidikan Nasdional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,


Jakarta

Hukum Perikatan 13

Anda mungkin juga menyukai