Anda di halaman 1dari 35

ASPEK KEUANGAN STUDI KELAYAKAN BISNIS

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam menempuh Mata Kuliah Studi
Kelayakan Bisnis

Dosen Pengampu:

Dr. S. Marten Yogaswara, M.M.

Saiful Almujab, M.Pd.

Disusun Oleh :

Sandi Rizki Rafi 175020007

Eva Riyati 175020034

Shasa Amiratus 175020027

Lia Rukayah S 175020099

Bayuni Izza Nabila 175020115

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
Jalan Tamansari No 6-8, Bandung 40116
2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang senantiasa memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami untuk menyelesaikan penyusunan makalah ini
dengan tepat pada waktunya. Shalawat beserta salam semoga tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW dan pada segenap keluarga, sahabat, dan para tabi’in juga kita selaku
umatnya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi
Kelayakan Bisnis

Kami telah berusaha dengan kemampuan terbaik yang kami miliki untuk dapat
menyajikan suatu makalah yang terbaik pula, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
dalam makalah ini terdapat berbagai kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari semua pihak untuk
dijadikan perbaikan sebagai acuan di masa yang akan datang.

Bandung, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar belakang..........................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah....................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
1.4 Manfaat....................................................................................................................2
1.5 Daftar Nama Kelompok...........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
2.1 Pengertian aspek Keuangan.....................................................................................4
2.2 Kebutuhan dan Sumber Dana..................................................................................4
2.2.1 Kebutuhan Dana untuk Aktiva Tetap dan Modal Kerja....................................4
2.2.2 Cadangan Kenaikan Dana...............................................................................11
2.2.3 Sumber Dana...................................................................................................11
2.3 Cash Flow Proyek..................................................................................................18
2.3.1 Arti dan Pentingnya Cash Flow......................................................................18
2.3.2 Komponen Cash Flow....................................................................................20
2.3.3 Menaksir Cash Flow.......................................................................................25
BAB III PENUTUPAN...................................................................................................29
3.1 Kesimpulan............................................................................................................29
3.2 Saran......................................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

ii
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Studi kelayakan bisnis adalah penelitian yang menyangkut berbagai aspek baik
itu dari aspek hukum, sosial, ekonomi dan budaya, aspek pasar dan pemasaran, aspek
tenkis dan tekologi sampai dengan aspek menejemen dan keuangan dimana semua itu
digunakan untuk dasar penelitian studi klayakan bisnis dan hasilnya digunakan untuk
mengambil keputusan apakah suatu proyek atau bisnis dapat dikerjakan atau ditunda
dan bahkan tidak dijalankan

Aspek keuangan menyangkut sumber menyangkut sumberdana yang akan


diproleh dan proyeksi pengambilannya dengan tingkat biaya modal dan sumber dana
yang bersangkutan dimana hasil studi klayakan bisnis berupa dokumentasi lengkap
dalam bentuk tertulis yang diperlihatkan bagaimana rencana bisnis memiliki nilai-nilai
positif bagi aspek aspek yang diteliti, sehingga akan dinyatakan sebagai proyek bisnis
yang layak

Studi klayakan sangat diperlukan sangat diperlukan oleh banyak kalangan,


khususnya terutama para investor yang selaku prakarsa berkepentingan untuk
mengetahui tingkat kredit yang diberikan dan kelancaran pembeliannya , bank selaku
pemberi kredit berkepentingan untuk keamana diberikan dan pengembaliannya dan
pemerintah yang memberikan fasilitas tata peraturan hukum dimana lebih menitik
beratkan manfaat dari investasi secara makro baik bagi perekonomian ,pemerataan
kesempatan kerja dll.

Mengingat bahwa kondisi yang datang dipenuhi dengan ketidakpastian , maka


diperlukan pertimbangan -pertimbangan

I.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kebutuhan dana aktiva tetap dan modal kerja ?
2. Apa cadangan kenaikan dana?
3. Bagaimana sumber dana?
4. Ap aarti dan pentingnya Arus kas (Cash flow)?
5. Apa komponen Cash Flow?

1
6. Bagaiman menaksir Cash Flow?

I.3 Tujuan
1. Agar mengetahahui kebutuhan dana aktiva tetap dan modal kerja
2. Agar mengetahui cadangan kenaikan dana
3. Agar mengetahui sumber dana
4. Agar mengetahui arti dan pentingnya Arus kas (Cash flow)
5. Agar mengetahui komponen Cash Flow
6. Agar mengetahui menaksir Cash Flow

I.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan kita mengenai studi klayakan bisnis khususnya yang
berhubungan dengan Aspek keuangan, sehingga kita tidak hanya sekedar
membacanya, tetapi bias kita implementasi dalam dunia bisnis.
2. Menambah wawasan bagi mahasiswa.
3. Selain itu, tujuan pembuatan makalah ini adala untuk melengkapi nilai tugas
kelompok dalm mata studi klayakn bisnis

2
I.5 Daftar Nama Kelompok
No Nama NPM Materi Metode Nilai
1 Sandi Rizki Rafi 175020007 Ceramah

2 Eva Riyati 175020034 Ceramah

3 175020 Ceramah

4 Lia Rukayah S 175020099 Ceramah

5 Bayuni Izza Nabila 175020115 Ceramah

3
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian Aspek Keuangan
Keuangan (Bahasa inggris;finance) mempelajari bagaimana individu, bisnis, dan
organisasi meningkatkan , mengalokasi, dan menggunakn sumber daya moneter sejalan
dengan waktu dan juga menghitung resiko dalam menjalankan proyek mereka

Aspek keuangan merupakan aspek yang digunakan untuk menilai keuangan


secara keseluruhan , aspek ini memberikan gambaran yang berkaitaan dengan
keuntungan perusahaan ,sehingga merupakan salah satu aspek yang sangat penting
untuk diteliti kelayakannya

II.2 Kebutuhan dan Sumber Dana


II.2.1 Kebutuhan Dana untuk Aktiva Tetap dan Modal Kerja
Aktiva tetap yang diperlukan untuk investasi bisa diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Aktiva tetap berwujud.


- Tanah dan pengembangan lokasi.
- Bangunan dan perlengkapan,
- Pabrik dan mesin-mesin.
- Aktiva tetap lainnya.
2. Aktiva tetap tidak berwujud.
- Aktiva tidak berwujud .
- Biaya-biaya pendahuluan .
- Biaya-biaya sebelum operasi .
1. Aktiva Tetap Berwujud
Tanah dan Pengembangan loksai. Biaya ini termasuk harga tanah, biaya
pendaftaran, pembersihan, penyiapan tanah, pembuatan jalan ke jalan terdekat,
pemagaran, dan sebagainya.Bangunan dan Perlengkapan. Ini termasuk bangunan
untuk pabrik bangunan untuk administrasi, gudang, untuk pembangkit tenaga,
pos-pos keamanan, jasa-jasa arsitektur, dan lain sebagainya.Pabrik dan mesin-
mesin. Ini merupakan komponen terbesar dari investasi termasuk di dalamnya

4
adalah biaya pembangunan pabrik, harga mesin, biaya pemasangan, biaya
pengangkutan, suku cadangan, dan lain sebagainya.
Aktiva tetap lainnya ini termasuk perlengkapan angkatan dan materials handling,
perlengkapan untuk penelitian dan pengembangan , meubelair, perlengkapan
kantor dan sebagainya.
Dasar Penaksiran
Untuk menaksir biaya dari berbagai aktiva tetap, diperlukan informasi tentang
kebutuhan fisik dan harga-harga. Kebutuhan fisik mungkin di dasarkan atas
salah salah satu atau beberapa factor berikut ini :
a. Rencana yang terperinci dan spesifikasi yang lengkap.
b. Rancangan garis besar dan spesifikasi yang belum lengkap.
c. Pengalaman dengan proyek bisnis yang sama di tempat lain.
d. Pengalaman dengan proyek bisnis yang agak berbeda di tempat lain.
e. Beberapa “Pedoman” yang telah diuji secara empiris.

Informasi tentang harga bias berdasarkan atas:

a. Harga-harga di waktu yang lalu.


b. Daftar harga yang masih berlaku.
c. Daftar harga kira-kira.

2. Aktiva Tetap Tidak Berwujud


Aktiva tidak berwujud. Misalnya patent, lisensi, pembayaran “lumpsum”
untuk penggunaan teknologi, engineering fees, copyright, goodwill, dan
sebagainya.
Biaya Pendahuluan, biaya ini terdiri dari biaya untuk studi pendahuluan,
penyiapan, pembuatan laporan studi kelayakan, survey pasar, “legal fee” dan
sebagainya.
Biaya Sebelum Operasi ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan
sebelum berproduksi secara konersial. Komponen yang utama adalah biaya
penarikan tenaga kerja, biaya latihan, beban bunga, biaya-biaya selama masa
produksi percobaan.

5
Jadwal pengeluaran untuk keperluan investasi, seperti terlihat pada table 11.1

Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3


  Rp $ Rp $ Rp $
AkAktiva Tetap Berwujud
Tanah dan pengembangan lokasi
Bangunan
Pabrik dan Mesin-mesin
Aktiva tetap berwujud lainnya

Aktiva Tetap Tidak Berwujud


Aktiva tidak berwujud
Biaya pendahuluan
Biaya Sebelum operasi

           
Total            

Kebutuhan Dana Untuk Modal Kerja

Istilah modal kerja dapat diartikan sebagai moal kerja bruto, atau modal kerja
neto. Modal kerja bruto menujukan semua investasi yang diperlukan untuk aktiva lancar
terdiri dari: (i) Kas, (ii) surat-surat berharga (kalau ada), (iii) piutang, (iv) persediaan,
(v) lainnya. Modal kerja neto merupakan selisih antara aktiva lancar dengan utang
jangka pendek. Dimaksudkan dengan aktiva lancar adalah aktiva yang untuk berubah
menjadi kas memerlukan waktu yang pendek, kurang dari satu tahun, atau satu siklus
produksi.

Untuk menghitung kebutuhan modal kerja tersedia beberapa metode. Ketepatan


metode tersebut akan tergantung pada pengertian/definisi yang kita pergunakan. Untuk
kepentingan, dimana modal kerja diartikan sebagai modal kerja bruto, untuk menaksir
beberapa kebutuhan modal kerja. Metode yang digunakan adalah didasarkan pada
waktu keterikatan dana dalam modal kerja yaitu waktu yang siperlukan sejak kita
mengeluarkan kas sampai dengan kembali menjadi kas dan pengeluaran kas per hari.
Untuk kejelasannya contoh sebagai berikut :

Biaya bahan mentah Rp 1.000,-

Biaya tenga kerja Rp 300,-

Biaya pabrik tidak langsung Rp 400,-

6
Biaya produksi Rp 1.700,-

Harga jual Rp 2.500,-

Biaya produksi perbulan, untuk membuat 6.000 unit adalah sebagai berikut:

1) Biaya bahan mentah Rp 6.000.000


2) Biaya tenaga kerja 1.800.000
3) Biaya pabrik tidak langsung 2.400.000
4) Toal biaya Rp 10.200.000
Misalkan bahwa tahap-tahap operasi adalah sebagai berikut:
1) Tahap bahan mentah 3 bulan
2) Tahap barang dalam proses 1 bulan
3) Tahap barang jadi 1bulan
4) Tahap dalam piutang 2 bulan

Tahap-tahap tersebut berarti bahwa rata-rata bahan ada dalam gudang selama 3
bulan, rata-rata proses produksi memerlukan 1 bulan, rata-rata barang jadi di simpan
selama 1 bulan, dan rata-rata pembeli membayar pembelian mereka dalam waktu 2
bulan.

Misalkan bahwa biaya untuk mengubah (convertion cost) terjadi secara sama
dalam proses produksi. Maka investasi dalam bahan mentah, barang dalam proses,
barang jadi, dan piutang akan Nampak sperti yang tercantum pada table 11.2

Tabel 11.2 Investasi pada berbagai aktiva lancar (dalam jutaan rupiah)

Input Baran
Bahan g
Baran Piutan Tota
Menta dalam
g Jadi g l
h prose
s
  Period  
e
  (bulan)  
1. Bahan Mentah  
Pesediaan 3 18  
Pada barang  
Dalam Proses 1 6  
Pada barang jadi 1 6  

7
Pada piutang 2       12  
42
2.Tenaga kerja            
pada barang  
1 atau
Dalam Proses 2 0,9  
Pada barang jadi 1 1,8  
Pada piutang 2       3,6  
6,3
3. Biaya pabrik            
Tidak langsung  
pada barang  
1 atau
Dalam Proses 2 1,2  
Pada barang Jadi 1 2,4  
Pada piutang 2       4,8  
8,4
4. Laba Kotor 2       9,6 9,6
  18 8,1 10 30 66,3

Misalkan perusahaan menginginkan persediaan suku cadangan sebesar Rp 6.000.000,-


dan persediaan kas untuk berjaga-jaga Rp 5.000.000,- maka kebutuhan modal kerjanya
adalah:

Rp 66.300.000 + Rp 6.000.000 + Rp 5.000.000 = Rp 77.300.000

Dari contoh di depan kita melihat bahwa besar kecilnya kebutuhan modal kerja
tergantung dari lama keterkaitan dana dan juga volume kegiatan produksi.

Komentar atas Penggunaan Cara Menghitung Kebutuhan Modal Kerja

Contoh yang digunakan di atas menggunakan asumsi bahwa perusahaan


berproduksi dalam jumlah yang sama setiap bulannya. Dengan demikian hasil
perhitungan juga tidak akan banyak menyimpang, kecuali kalau terjadi penyimpangan
dalam periode keterikatan dana. Dalam kenyataannya kegiatan produksi mungkin sekali
tidak stabil. Akibatnya adalah kebutuhan modal kerja akan berfluktuasi dari bulan ke
bulan. Dengan demikian cara ini tidak bias mengindentifikasikan kebutuhan modal
kerja yang berfluktuasi, karena digunakan angka rata-rata. Periode keterikatan dana di
sini akan mempengaruhi besar kecilnya modal kerja yang diperlukan. Masalahnya

8
adalah bagaimana kita mendefinisikan periode ini. Sebagai, misal, apabila perusahaan
membeli bahan mentah dengan kredit, maka sebernarnya terjadi pengurangan dalam
periode keterkaitan dana ini. Kalau demikian, maka sebenernya penghitungan
kebutuhan modal kerjanya akan cenderung menggunakan konsep kualitatif, karena
sudah memasukan unsur pembelanjaan dari pihak lain (leverasir dalam hal ini). Tetapi
kalau kita menggapkan bahwa pembelian bahan yang dilakukan dengan tunai, maka
perhitungan modal kerjanya akan menggunakan konsep bruto. Perbedaan cara-cara
penentuan kebutuhan modal kerja bias dipelajari pada berbagai buku pembelajaan
perusahaan atau manajemen keuangan.

Suatu hal yang perlu kita sadari adalah bahwa kebutuhan modal kerja tergantung
pada kebijakan perusahaan. Sebagai missal, perusahaan yang menganut kebijakan
menjual seacara kredit tentu membutuhkan modal kerja yang lebih banyak dari pada
perusahaan yang menjual secara tunai.

Dengan demikian kita bias mekasir kebutuhan modal kerja tersebut dengan jalan
menaksir berapa banyak dana yang diperkirakan akan tertanam pada komponen modal
kerja terdiri dari kas, piutang, dan persediaan. Besar kecilnya kas rata-rata akan
tergantung pada likuiditas yang diinginkan. Biasanya estimasi atas besarnya kas ini akan
dihubungkan dengan taksiran penjualan. Jadi, kalau ditentukan besarnya kas adalah 2%
dari penjualan, maka kas rata-rata akan berubah kalau taksiran pennjualan berubah juga.

Besarnya piutang akan tergantung pada kebijaksanan penjualan yang akan


dilakukan. Kalau penjualan menggunakan persyaratan penjualan kredit neto 90, maka
berarti diharapkan perputaran piutang = 4 x dalam satu tahun. Kalau penjualannya
mencapai Rp1.200.000.000,- maka diharapkan piutang rata-rata yang harus ditanggung
= Rp300.000.000,-.

Demikian juga dengan dana yang tertanam rata-rata perputaran persediaan.


Berapa rata-rata perputaran persediaan yang diinginkan perusahaan? Besar kecilnya
rata-rata persediaan ini akan dipengaruhi oleh biaya-biaya yang membentuk biaya
persediaan total (seperti ongkos simpan, ongkos pesan, kemungkinan kehabisan
persediaan, dan sebagainya). Kalau diharapkan perputaran persediaan sebanyak 6 x

9
dalam satu tahun, maka dana yang diperlukan dalam persediaan = (harga pokok
penjualan/6).

Akhirnya perhitungan kebutuhan modal kerja ini harus memperhatikan adanya


dana yang disediakan oleh pihak luar. Ini yang disebuut sebagai spontaneous financing.
Sumber terbesar adalah kredit yang diberikan oleh supplier bahan baku. Kalau memberi
secara kredit, maka kebutuhan dana kita akan berkurang karena adanya penyediaan dana
oleh supplier bahan baku. Kalau kita membeli secara kredit, maka kebutuhan dana kita
akan berkurang karena adanya penyediaan dana oleh supplier tersebut. Apabila kita
membayar rata-rata dalam waktu 60 hari, sedangkan jumlah pembelian per tahun
berkisar Rp600 juta, maka rata-rata utang dagang kita akan =Rp600 juta/(360:6) = 100
juta. Kebutuhan modal kerja yang harus kita cari fari luar perusahaan merupakan selisih
antara taksiran aktiva lancar dikurangi dengan spontaneous finncing ini.

Dalam estimasi kebutuhan modal kerja selama usia proyek bisnis perlu
diperhatika kemungkinan adanya perubahan modal kerja tersebut. Umumnya dalam
perkembangan proyek bisnis ini akan terjadi peningkatan kebutuhan modal kerja. Pada
akhir usia proyek bisnis, modal kerja ini akan menjadi salah satu komponen yang
membentuk cash flow.

Berikut ini disajikan penaksiran modal kerja dan dampaknya bagi kebutuhan pendanaan
proyek bisnis.

Misalkan suatu rencana investasi ditaksirkan akn menghasilkan penjualan sebagai


berikut

Tahun 0 Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4


0 Rp 80 Rp 100 Rp 140 Rp 100

Untuk mendukung penjualan tersebut diperkirakan diperlukan aktiva lancar


sebesar 30% dari penjualan tahun yang akan datang. Meskipun demikian perusahaan
tidak harus menyediakan dana untuk membiayai seluruh aktiva lancar tersebut, karena
supplier menyediakan sebagian dana untuk membiayai aktiva lancar tersebut. Hal ini
disebabkan karena dari setiap Rp100 penjualan, perusahaan perlu membeli bahan baku

10
senilai Rp40. Karena supplier membolehkan perusahaan membeli secara kredit dengan
jangka waktu 3 bulan, maka perputaran utang dagang menjadi 4x dalam satu tahun.
Dengan demikian, rata-rata utang dagang adalah (Rp40/4)=Rp10 untuk setiap Rp100
penjualan (atau 10% dari penjualan).

Dengan demikian, apabila penjualan ditaksir sebesar Rp80, maka

Aktiva lancar = 0,3 x Rp80 = Rp 24

Utang dagang = 0,10 x Rp80 = Rp 8

Modal kerja yang diperlukan = Rp16

Demikian seterusnya kita bias meksir kebutuhan akan modal kerja untuk setiap taksiran
penjualan.

Karena modal kerja tersebut diperlukan untuk mendukung penjualan tahun yang
akan datang, maka modal kerja diperlukan pada tahun ke-0 untuk mendukung penjualan
tahun ke-1 modal kerja diperlukan pada tahun ke-1 untuk mendukung penjualan tahun
ke-2, dan seterusnya.

Taksiran kebutuhan modal kerja dan jumlah dana yang diperlukan setiap
tahunnya disajikan dalam table berikut ini. Perhatikan bahwa dana yang diperlukan
setiap tahun untuk membiayai kebutuhan akan modal kerja (yang berarti merupakan kas
keluar) adalah dana yang diperlukan untuk tambahan modal kerja. Sedangkan pada
akhir usia proyek bisnis, modal kerja tersebut akan kembali sebagai terminal cash flow.

Tahun Ke-
  0 1 2 3 4
Penjualan 0 80 100 140 100
Modal Kerja 16 20 28 20  
Tambahan Modal -
Kerja -16 40 -8 -8 20

II.2.2 Cadangan Kenaikan Dana

11
II.2.3 Sumber Dana
Setelah diketahui berapa banyak dana yang akan diperlukan dan kapan dana
tersebut diperlukan untuk investasi, maka pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah
dari mana atau dalam bentuk apa dana tersebur akan ditarik. Pada dasarnya pemilihan
sumber dana bertujuan untuk memilih sumber dana yang pada akhirnya bias
memberikan kombinasi dengan biaya terendah, dan tidak menimbulkan kesulitan
likuiditas bagi proyek bisnis atau perusahaan yang mensponsori proyek bisnis tersebut
(artinya jangka waktu pengembalian sesuai dengan jangka waktu penggunaan dana).

Sumber-sumber dana yang utama adalah :

1. Modal sendiri yang disetor oleh pemilik perusahaan. Apabila perusahaan tidak
berbentuk Perseroan Terbatas (PT) yang berniat go public (artinya menjual
saham dipasar modal), maka modal sendiri hanya bias diperoleh dari (para)
pemilik perusahaan. Karena itulah b agi perusahaan yang ingin menghimpun
dana yang besar mereka mungkin memilih untuk go public.
2. Saham biasa atau saham preferen (yang merupakan modal sendiri) yang
diperoleh dari emisi (penerbitan) saham di pasar modal. Perusahaan yang
memutuskan untuk go publicdapat menghimpun dana masyarakat dengan jalan
menerbitkan saham yang nanti akan diperjualbelikan di bursa. Secara ringkas
perusahaan yang bias menerbitkan saham di pasar modal Indonesia adalah
perusahaan berbentuk PT, besar dan baik (dalam artian menghasilkan
keuntungan).
3. Obligasi, yang diterbitkan oleh perusahaan dan dijual di pasar modal. Obligasi
yang diterbitkan bias berbentuk:
a. Obligasi biasa. Obligasi menawarkan suku bunga yang tetap (bunga tersebut
mungkin dibayarkan persemester atau pertahun) untuk jangka waktu usia
obligasi dan dicantumkan nilai pelunasannya.
b. Obligasi dengan Suku Bunga Mengambang (floating rate). Besarnya bunga
yang dibayarkan akan tergantung pada tingkat bunga yang berlaku. Apabila
suku bunga meningkat, bunga obligasi juga meningkat. Demikian pula
apabila suku bunga menurun. Suku bunga yang dipakai sebagai patokan

12
biasanya adalah suku bunga deposito (biasanya jangka waktu 6 bulan) dari
beberapa bank ditambah dengan presentase tertentu, misalnya dikatakan
bahwa bunga yang dibayar adalah 1% diatas suku bunga deposito jangka
waktu 6 bulan.
c. Obligasi Tanpa Bunga (zero coupon bonds). Meskipun resminya obligasi ini
tidak membayarkan bunga, tetapi pembeli obligasi tersebut tetap menerima
penghasilan karena obligasi tersebut dijual dengan discount. Sebagaimana
misalnya obligasi akan jatuh tempo 5 tahun lagi, dengan nilai pelunasan
Rp1.000.000,- dijual saat ini dengan harga Rp519.000,- dikatakan bahwa
obligasi tersebut dijual dengan discount 48,1%2. Seringkali peneribitan zero
coupon bonds dimaksud untuk menghemat present value pembayaran pajak.
d. Obligasi Konversi (convertible bonda). Ini merupakan jenis obligasi yang
bias diubah menjadi saham pada waktu tertentu (missal 5 tahun lagi). Kalau
calon pembeli obligasi konversi mengharapkan bahwa sewaktu obligasi
tersebut dikonversikan menjadi saham biasa, harga saham telah sangat
tinggi, maka mereka mungkin bersedia untuk membeli obligasi tersebut
meskipun bunga yang ditawarkan relative rendah. Bagi perusahaan,
membayar bunga yang rendah pada masa awal proyek bisnis mungkin akan
menghindarkan diri dari kesulitan likuiditas. misalnya obligasi biasa, dengan
jangka waktu pelunasan 5 tahun, membrikan bunga 14% per tahun. Obligasi
tersebut laku terjual sesuai dengan harga pelunasan sebesar Rp1.000.000,-
Obligasi konversi ditawarkan hanya dengan bunga 7% per tahun, tetapi
pemilik obligasi tersebut bias menukar obligasi tersebut dengan 100 lembar
saham biasa pada 5 tahun yang akan datang atau minta dilunasi. Kalau harga
saham diperkirakan akan mencapai Rp20.000,- per lembar, pembeli obligasi
konversi akan lebih dari pada pembeli obligasi biasa.
4. Kredit bank, baik kredit investasi maupun non-investasi. Harus diakui bahwa
sampai saat ini kredit bank masih merupakan sumber dana yang terbesar bagi
dunia usaha. Sebagai misal, selama tahun 1992, jumlah kredit yang diberikan
oleh bank-bank, baik dalam rupiah maupun valuta asing mencapai sekitar
Rp10,081 triliun. Sedangkan dana yang dihimpun oleh perusahaan-perusahaan
dari penerbit saham di pasar modal mencapai Rp0,578 triliun dan untuk obligasi

13
(termasuk obligasi konversi) sebesar Rp0,134 triliun. Masalahnya adalah
seringkali spread yang ditentukan bank terlalu besar. Misalkan bank
menghimpun dana masyarakat dengan membayar bunga mencapai 12%, tetapi
menyalurkannya sebagai kredit dengan bunga 15% per tahun. Dibandigkan
dengan kredit vank, obligasi tersebut lebih murah 3% biayanya. Dari sudut
pandang pembeli obligasi, obligasi tersebut memberikan keuntungan 3% diatas
tingkat bunga simpanan. Apabila risiko membeli obligasi dipandang sama
dengan risiko menyimpan uang di bank (bank bia mengalami kebangkrutan),
maka obligasi tersebut aka menarik. Tentu saja perusahan tidak akan
menerbitkan obligasi kalau jumlahya terlalu kecil (di bursa efek Jakarta
disyaratkan minimal Rp25 miliar) atau hanya berjangka pendek (misalnya hanya
untuk berapa bulan). Dalam situasi itulah perusahaan akan tetap memerlukan
kredit dari bank.
5. Leasing (sewa guna), dari lembaga keuangan non-bank. Beberapa lembaga
keuangan (tetapi bukan bank) menawarkan jasa untuk menyediakan aktiva
(misal mesin) yang diperlukan oleh perusahaan. Secara resmi lembaga keuangan
tersebutlah yang memiliki aktiva tersebut dan perusahaan menyewanya. Bagi
perusahaan, tentu saja yang penting adalah apakah perusahaan bisa
memnggunakan aktiva tersebut dan apakah biaya sewa jatuhnya lebih kecil
(setelah memperhatikan kemungkinan penghematan pajak) dibadingkan dengan
kalau meminjam dari bank dan membeli aktiva tersebut.
6. Project Finance. tipe pendanaan ini merupakan tipe pendanaan yang makin
bayak dipergunakan untuk membiayai proyek bisnis-proyek bisnis besar. Pada
dasarnya project finance merupakan bentuk kredit yang pembayarannya
didasarkan atas kemampuan proyek bisnis tersebut melunasi kewajiban
finansialnya. Dengan demikian, perusahaan yang mensponsori proyek bisnis
tersebut tidak akan diminta melunasi kewajiban finansialnya dari proyek bisnis
tersebut, apabila terjadi gangguan cash flow dari proyek bisnis tersebut. Jadi
misalkan PT A (yang telah mempunyai berbagai divisi dan bisnis) mendapat
kesempatan untuk membangun dan mengelola jalan tol. Untuk membangun jalan
tol tersebut diperlukan dana yang sangat besar (misalnya Rp200 miliar). Kalau
tipe pendanaan project finance digunakan, maka lembaga-lembaga keuangan

14
yang menyediakan dana untuk proyek bisnis tersebut akan dilunasi berdasarkan
atas penghasilan jalan tol tersebut. PT A tidak perlu mengambil cash flow dari
bisnis lainnya untuk memenuhi kewajiban finansial tersebut (tentu saja juga
tidak diizinkan untuk mengambil cash flow proyek bisnis tersebut untuk
memenuhi kewajiban finansial bisnis yang lain). Karena sifat yang
ketergantungan hanya pada proyek bisnis tersebut saja, para sponsor pendanaan
akan sangat hati-hati dalam melakukan analisis. Akan lebih disukai kalau ada
kepastian arus kas (seperti adanya kontrak penjualan).

Setelah kebijakan pemerintah melakukan deregulasi keuangan pada 1 juni 1983,


maka hrga dana menjadi makin ditentukan oleh kondisi pasar (kekuatan permintaan dan
penawaran akan dana). Kekuatan pasar dan pesaing antar bank menjadi makin terasa,
sewaktu pemerintah meluncurkan paket deregulasi yang dikenal sebagai Pakto 1988
(Paket Oktober 1998). Karena adanya kebijakan itulah diijinkan pendirian bank-bank
baru, sehingga membawa dampak pembentukan harga dana yang makin wajar. Samapai
dengan akhir tahun 1980-an dan awal 1990, harga dana relative tidak terlalu tinggi,
karena suku bunga deposito berkisar 15-16%.

Tetapi ternyata deregulasi tersebut juga membawa dampak menyulut inflasi karena
penambahan kredit (yang berarti menambah jumlah uang yang beredar) yang tidak
diikuti dengan penambahan produksi barang dan jasa. Untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar, maka pemerintah pada Agustus 1990 melakukan kebijakan uang ketat
(tight money policy) dengan menarik dana BUMN dari bank-bank, sehingga
mengakibatkan meningkatnya suku bunga (suku bunga deposito mencapai lebih dari
20%). Dalam keadaan seperti itu biaya dana juga meningkat.

Setelah kebijakan tersebut berlangsung sampai dengan awal 1993, maka pada
ssemester II Nampak gejala-gejala bahwa perbankan kelebihan likuiditas lagi, sehingga
pada akhir tahun 1993 suku bunga deposito turun menjadi hanya single digit.
Sayangnya penurunan suku bunga deposito tersebut tidak diikuti dengan penurunan
suku bunga kredit secara proposional. Suku bunga kredit masih bertahan sekitar 17%
untuk bank-bank nasional, meskipun telah mencapai 14% untuk bank asing

15
Ilustrasi tersebut menunjukan bahwa perubahan kondisi moneter dapat
menyebabkan perubahan baiaya dana (cost of capital) yang ditanggung perusahaan.
Suku bunga pinjaman mungkin naik, mungkin pula turun. Karena itulah mencari kredit
jangka panjang dengan suku bunga tetap akan merupakan keputusan yang sangat
beresiko. Untuk kredit jangka panjang akan lebih baik kalau digunakan tingkat bunga
yang mengambang (floating rate). Selain itu, ketidak efesienan sector perbankan akan
mengakibatkan spread yang tinggi. Bagi perudahaan, tentu saja kedaan ini tidak
menguntungkan karena itu, berbagai upaya untuk memotong biaya intermedis ini perlu
dilakukan (antara lain menerbitkan obligasi di pasar modal).

Dalam praktiknya ada semacem “pedoman” untuk menentukan sumber dana apa
yang sebaiknya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan akan dana tersebut. Sebagai
misal, kita mengenal istilah “struktur finansial yang konservatif” baik yang vertical
maupun yang horisonta. Sturktur finansial konvertatif yang vertikal menyatakan bahqa
perbandingan antara utang dengan modal sendiri adalah satu berbanding satu.
Sedangkan struktur finansial horizontal menyatakan bahwa aktiva tetap dan modal kerja
pedoman permanen dibelanjai dengan modal sendiri. Dari “pedoman” semacam ini
Nampak kesulitan yang mungkin timbul. Kalau perbandingan antara aktiva tetap dengan
aktiva tetap kurang dari satu banding satu. Demikian pula sebaliknya, kalau aktiva
perusahaan sebagian besar terdiri dari aktiva lancar, maka berarti perbandingan antara
modal sendiri dengan utang bisa kurang dari satu yang berarti sudah menyalahi
“pedoman” konservatif vertikal.

Utang
1
Modal Sendiri
1

Vertical

Aktiva Lancar Utang

Aktiva lancar
Modal
Permanen+ Aktiva Sendiri
Tetap

16
Horizontal

Struktur finansial konservatif, Vertikal dan horizontal

Disamping kesulitan seperti yang diuraikan di atas, maka ‘’pedoman’’ di atas bisa
mengakibatkan perusahaan harus menyediakan modal sendiri dalam jumlah yang sangat
besar, kalau ternyata investasi tersebut membutuhkan dana untuk aktiva tetap yang
besar (berdasarkan ‘’pedoman’’ diatas, maka aktiva tetap sebaiknya dibelanjai dengan
modal sendiri). Untuk itulah kemudian ada yang mengubah ‘’pedoman’’ diatas dengan
menggunakan pertimbangan likuiditas untuk memenuhi dana. Pertimbangan likuiditas
dalam pemenuhan kebutuhan dana pada garis besar menyatakan bahwa :

1. Aktiva tetap ya ng tidak disusut sebaiknya dibelanjai dengan modal sendiri.


2. Aktiva tetap yang disusut sebaiknya dibelanjai dengan modal sendiri atau hutang
jangka panjang yang periode jatuh temponya tidak lebih pendek daripada usia
ekonomis aktiva tersebut.
3. Aktiva lancar bisa dibelanjai sengan utang jangka pendek asalkan periode jatuh
temponya tidak lebih pendek daripada periode keterikatan dana pada aktiva
lancar tersebut.
4. Untuk aktiva lancar yang permanen sebaiknya dibelanjai dengan utang jangka
panjang atau modal sendiri.

Dengan demikian, maka struktur finansial horizontal yang menggunakan pedoman


ini akan tampak seperti

Penggunaan data Sumber dana

Aktiva lancar tidak permanen Utang jangka pendek

Aktiva permanen Utang jangka panjang

Aktiva tetap +

Modal

Struktur finansial dengan memperhatikan likuiditas

17
Cara diatas adalah pemenuhan kebutuham dana yang hanya memperhatikan
factor likuiditas. dalam teori bagaimana kita seharusnya membelanjai kebutuhan
investasi, factor yang diperhatikan adalah bukan likuiditas, tetpi biaya modal dari
perusahaan. Penggunaan factor biaya modal sebagai sumber dana yang akan
dipergunakan, akan konsisten dengan tujuan kalau kita ingin memaksimumkan nilai
perusahaan atau harga saham perusahaan. Karena dengan menurunkan biaya modal
perusahaan, maka nilai perusahaan akan menjadi semakkin besar apabila keuntungan
yang diperoleh adalah sama. Dengan demikian kita akan berusaha mencari sumber dana
sampai dengan struktur modal perusahaan (yaitu perbandingan antara utang dengan
modal sendiri) tersebut bisa memberikan biaya modal perusahaan yang minimal.

Inti teori adalah bahwa struktur modal yang berada akan menghasilkan biaya
modal perusahaan yang berbeda pula. Biaya modal perusahaan pada dasarnya terdiri
dari biaya modal sendiri (cost pf equity) dan biaya utang (cost of debt) yang ditimbang
dengan proposi masing-masing sumber dana tersebut. Karena biaya modal sendiri akan
meningkat apabila digunakan proposi utang yang semakin besar dan biaya utang juga
bisa meningkat setelah melampaui proposi utang tertentu, maka biaya modal perusahaan
akan berubah apabila struktur modal berubah. Dengan demikian seharusnya perusahaan
menggunakan struktur modal yang akan meminimumkan biaya modal perusahaan.

Karena sulitnya menerapkan teori struktur modal tersebut dalam operasinya,


maka dalam praktiknya banyak digunakan berbagai pendekatan ‘’praktis’’ yang
menekankan pada aspek rentabilitas dan likuiditas. Rentabilitas berarti kemampuan
perusahaan untuk memperoleh laba dari aktiva operasinya. Sedangkan likuiditas berarti
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya. Sejauh penggunaan
utang diharapkan bisa meningkatkan rentabilitas modal sendiri (yaitu perbandingan
antara laba setelah pajak dengan modal sendiri), penggunaan utang tersebut dibenarkan.

II.3 Cash Flow Proyek


II.3.1 Arti dan Pentingnya Cash Flow
Kas adalah alat pembayaran yang dimiliki perusahaan dan siap
digunakan untuk investasi maupun menjalankan operasi perusahaan setiap saat
dibutuhkan, oleh karena itu kas menvcakup semua alat pembayaran yang
dimiliki perusahaan maupun dibank dan siap san siap dipergunakan . fungsi kas

18
adalah untuk membayar semua aktivitas yang dilakukan perusahaan , baik dalm
operasi sehari-harimaupun investasi

Aruskas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas dan
laporan arus kas perusahaan didala suatu pride tertentu , beserta penjelasan
tentang sumber-sumber penerimaan dan pengeluaran kas tersebut,setiap
perusahaan memiliki laporan arus kas . biasanya laporan tersebut mencatat
sejumlah transaksi yang terjadi baik pengeluan maupun pendapatan . laporan ini
biasanya disusun secara berurutan dan sisitematis kenpa ? bias dibilang ,laporan
ini memegang peranan vital dalam mendukung kemajuan sebuah perusahaan

Tujuan pembuatan laporan arus kas yang perlu kamu ketahui

Sebuah perusahaan yang baik memiliki laporan uang kas yang lengkap.
Lewat laporan tersebut, kita bisa melihat mengenai hal apa saja yang ingin kita
ketahui. Tidak terbatas hanya pendapatan dan pengeluaran saja tapi ada hal
lainnya yang bisa kita ketahui lewat laporan tersebut.Untuk itu, setiap
perusahaan wajib untuk memiliki sebuah laporan yang berisi cash flow dalam
perusahaan mereka. Berikut tujuan pembuatan cash flow yang perlu diketahui.

Informasi pendapatan dan pengeluaran

Laporan uang kas disajikan sesuai dengan Prinsip Standar Akuntansi


Keuangan 2 dimana, laporan tersebut berisi pendapatan dan pengeluaran.Dasar
dalam pengambilan keputusan.Laporan cash flow berisi sejumlah aspek penting
yang mempengaruhi pengambilan sebuah keputusan. Karena itu, pemimpin
perusahaan wajib melihat laporan cash flow yang dapat membantunya dalam
membuat keputusan.Memeriksa hubungan antar pos

Dalam sebuah perusahaan, terdapat banyak divisi atau pos. Kita bisa
mengeceknya lewat laporan uang kas tanpa perlu kesulitan untuk mengecek
setiap aspek satu-persatu

Manfaat laporan kas untuk perusahaan

Sebelumnya, kita sudah mengetahui tujuan pembuatan laporan uang kas. Hal ini
berhubungan dengan manfaat laporan yang bisa kita dapat dengan membuat hal

19
itu. Berikut manfaat-manfaat yang bisa kita dapat dengan membuat laporan uang
kas.

a. Melihat kemampuan perusahaan dalam aspek operasional

Laporan arus kas membantu kamu untuk mengetahui lebih dalam soal
kemampuan perusahaan dalam membayar aspek-aspek operasional seperti
membayar kewajiban perusahaan (membayar gaji karyawan), dan membayar
dividen.Mengetahui laba bersih

b. Laba bersih bisa diketahui dari arus kas yang masuk dan keluar. Laporan uang
kas menyajikan banyak hal terutama soal pendapatan dan pengeluaran. Karena
itu, kita bisa tahu laba bersih di perusahaan. Sehingga, keuntungan sebuah
perusahaan bisa diketahui lewat laba bersih yang ada dalam periode
tertentu.Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan arus kas

c. Laporan arus kas juga membantu perusahaan untuk mengetahui kemampuan


mereka dalam menghasilkan arus kas. Untuk itu, penting bagi setiap perusahaan
untuk memiliki laporan tersebut agar mengetahui kemampuan perusahaan untuk
membuat arus kas

Lewat tujuan dan manfaat laporan uang kas diatas, kita bisa tahu
mengenai pentingnya laporan cash flow dalam sebuah perusahaan. Intinya,
laporan tersebut dapat membantu kita untuk tahu mengenai tentang kondisi
sebuah perusahaan.Setelah itu, penting bagi kita untuk menyusun langkah di
masa yang akan datang. Dengan hal itu, kita bisa mendapatkan susunan langkah
yang tepat bagi kemajuan perusahaan kita. Itulah pentingnya laporan uang kas
yang dapat membantu kita dalam menganalisis kondisi perusahaan kita dan
menyusun langkah yang ada berdasarkan laporan tersebut

20
II.3.2 Komponen Cash Flow

Untuk menghindari kesalahan dalam menaksir aliran kas proyek bisnis, maka
cara termudah yang digunakan adalah perlakuan proyek bisnis sebagai suatu proyek
bisnis yang terpisah dari kegiatan perusahaan yang barangkali sudah ada. Dengan
demikian kita tidak perlu menghadapi kemungkinan terjadinya ‘’overlapping’’ antara
aliran kas proyek bisnis tersebut dengan aliran kas kegiatan perusahaan yang lain.

Kemudian untuk proyek bisnis juga dipisahkan aliran kas yang timbul karena
keputusan pembelanjaan dengan aliran kas yang terjadi karena investasi dalam proyek
bisnis tersebut ini berarti kalau proyekbisnis itu kemudian membayarka dividen bunga
menulanasi pinjaman, membayar kembali modal sendiri, kita tidak perlu mengurangkan
sebagai aliran kas keluar.

Aliran kas yang berhubungan dengan suatu proyek bisnis bisa dikelompokan
menjadi 3 bagian: aliran kas permulaan (initial cash flow), aliran kas operasional
(operational cash flow), dan aliran kas terminal (terminal cash flow). Pengeluaran-
pengeluaran untuk investasi (outlay) pada awal periode, mungkin tidak hanya sekali,
merupakan intial cash flow. Aliran kas yang timbul selama operasi proyek bisnis itu
disebut sebagai operational cash flow. Aliran kas yang diperoleh pada waktu proyek
bisnis tersebut berakhir disebut terminal cash flow umumnya positif. Aliran-aliran kas
ini harus dengan dasar setelah pajak.

1. Initial cash flow


Untuk menentukan intial cash flow, pola aliran kas yang berhubungan
dengan pengeluaran investasi harus diidentifikasikan. Ini berarti kita harus
mengetahui bagaimana pembayran untuk tanah, pematangannya, pembuatan
pabrik dan perlengkapannya, pembayaran mesin-mesin dan sebagainya. Sebagai
tambahan pengeluaran-pengeluaran untuk biaya-biaya pendahuluan dan seblum
operasi, termasuk juga penyediaan modal kerja, perlu dimasukan. Karena itu,
mungkin sekali untuk proyek bisnis-proyek bisnis besar, initial cash flow ini
tidak hanya terjadi pada awal periode, tetapi terjadi beberapa kali pada tahun ke-
1, tahun ke-2, tahun ke-3 dan seterusnya.
2. Operational cash flow

21
Penentunya/estimasi tentang berapa besarnya operational cash flow
setiap tahunya, merupakan titik pemulaan untuk penilaian profitabilitas usulan
investasi tersebut. Kebanyakan cara yang digunakan untuk menaksir operational
cash flow setiap tahunnya adalah dengan ‘’menyesuaikan’’ taksiran laba/rugi
yang disusun berdasarkan prinsip-prinsip akutansi dan menambahkannya dengan
biaya-biaya yang sifatnya bukan tunai (penyusutan misalnya). Karena itu dalam
praktiknya kita banyak seklai menjumpai cara menaksir aliran kas operasional
ini dengan menggunakan rumus laba setelah pajak + penyusutan.
Meskipun cara ini sering tepat, tetapi perlulah menyadari persyaratan
yang perlu dipenuhi dalam menggunakan cara sperti diatas. Penggunaan cara di
atas cukup tepat apabila pengakuan terhadap penghasilan dan biaya menurut
akutansi tidak hanya berbeda dengan terjadinya penerimaan dan pengeluaran
kas. Kalau antara pengakuan penghasilan dan biaya cukup berbeda, seperti apa
berbeda, seperti pada contoh kita di atas, penggunaan cara itu akan memberikan
hasil yang tidak tepat.
Kalaupun kita bisa ‘’mengubah’’ laporan akutansi menjadi pola aliran
kas, karena persyaratannya memenuhi, maka yang sering menjadi kebingungan
adalah proyek bisnis tersebut dibelanjai dengan (sebagian) pinjaman. Umumnya
kalau dianggap bahwa proyek bisnis tersebut dibelanjai dengan modal sendiri,
penaksiran aliran kas operasionalnya tidak menjadi masalah. Masalah ini
sebenarnya timbul karena dicampurkannya keputusan pembelanjaan dengan
hasil investasi proyek bisnis tersebut.
Misalkan ada suatu investasu yang dibelanjai dengan 100% modal
sendiri, senilai Rp100 juta. Usia ekonomis 2 tahun, tidak mempunyai nilai sisa.
Kalau penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus, maka penyusutan
pertahunnya adalah Rp50 juta. Taksiran rugi/lab pertahun adalah sebagai berikut

Penghasilan Rp 150.000.000,-

Biaya-Biaya: Tunai 70.000.000

Penyusutan 50.000.000

120.000.000

22
Laba sebelum pajak Rp 30.000.000

Pajak (misalkan 50%) 15.000.000

Laba setalah pajak 15.000.000

Aliran kas masuk =

Rp 15.000.000 + Rp 50.000.000 = Rp 65.000.000

Perhitungan di atas adalah benar apabila pengakuan terhadap biaya dan


penghasilan menurut akutansi tidak banyak berbeda dengan terjadinya pengeluaran dan
penerimaan kas.

Kalau misalkan proyek bisnis tersebut dibelanjai dengan 100% pinjaman


(contoh ini hanya iniiinihanya untuk menyederhanakan saja, karenamunkin tidak
pernah ada proyek bisnis yang dibelanjai dengan 100% pinjaman). Katakana bahwa
bunga pinjaman adalah 20% per tahun. Taksiran rugi/laba yang kebanyakan dibuat
adalah sebagai berikut:

Penghasilan Rp 150.000.000

Biaya-biaya: Tunai 70.000.000

Penyusutan 50.000.000

120.000.000

Laba sebelum bunga dan pajak Rp30.000.000

Bunga 20.000.000

Laba sebelum pajak Rp 10.000.000

Pajak 5.000.000

Laba setelah pajak Rp 5.000.000

23
Aliran kas masuk = Laba setelah pajak + Penyusutan

= Rp5.000.000 + Rp50.000.000

= Rp55.000.000

Untuk keperluan penaksiran operational cash flow. Cara semacam ini membuat
kesalahan dalam hal mencampuradukkan antara cash flo karena keputusan
pembelanjaan (yaitu pembayaran bunga) dan cash flow karena investasi (penghasilan,
pengeluaran biaya tunai, pajak). Untuk itu cara menaksir aliran kas operational yang
bener adalah

Dalam contoh kita ini berarti,

Aliran kas masuk = Rp5 juta + Rp50 juta + Rp20 juta (1-0,5)

= Rp65 juta

Perhitungan hasil diatas (Rp65 juta) adalah sama dengan hasil yang kita peroleh
kalau kita menganggap bahwa seolah-olah investasi tersebut dibelanjai dengan 100%
modal sendiri. Kalau kita anggap bahwa investasi tersebut dibelanjai, misalnya 50%
utang dan 50% modal sendiri, maka kalau kita gunakan cara seperti diatas, aliran kas
masuk bersihnya juga tetap Rp65 juta.

Dengan kata lain, dalam membuat taksiran operational cash flow bisa saja
melakukan dengan cara menganggap bahwa seolah-olah investasi tersebut dibelanjai
dengan 100% modal sendiri. Dari contoh diatas, kita melihat bahwa hasil akhirnya sama
juga. Penaksiran semacam ini terutama penting nsntinya kalau dihubungkan dengan
konsep biaya modal (cost of capital). Kalau mengurangkan bunga terlebih dahulu dalam
perhitungan aliran kas dan kemudian mempertimbankan biaya modal dalam perhitungan
menguntungkan tidaknya suatu usulan inbestasi, maka kita melakukan perhitungan
ganda (double counting). Pertama pada waktu mengurangkan bunga, kedua pada waktu
membandingkan dengan tingkat bunga sebagai modalnya.

Untuk menaksir aliran kas operational perlu ditentukan periode/waktu yang


diperkirakan. Umumnya waktu yang dipergunakan dalam menaksir aliran kas

24
operasional ini disesuaikan dengan umur ekonomis investasi tersebut. Umur eknomis
proyek bisnis itu dikatakan masih memberikan manfaat ekonomis. Diluar periode
tersebut, proyek bisnis itu tidak lagi mempunyai arti ekonomis. Tentu dalam menaksir
umur ekonomis ini akan banyak mengalami kesulitan. Salah satu factor yang
menyebabkan sulitnya menaksir usia ekonomis adalah perubahan teknologi. Beberapa
ahli mengatakan bahwa kita sekarang hidup dalam tahap ‘’post industrialization’’,
dimana teknologi berubah sangat cepat.

3. Terminal cash flow


Terminal cash flow terdiri dari cash flow nilai sisa (residu) investasi terseut dan
pengembalian modal kerja. Beberapa proyek bisnis masih mempunyai nilai sisa
meskipun aktiva-aktiva tetapnya sudah tidak mempunyai nilai ekonomis lagi.
Aliran kas dari nilai sisa in perlu pula dihubungkan dengan pajak yang mungkin
dikenakan. Sebagai misal, nilai buku dari suatu aktiva adalah Rp10 juta. Tetapi
waktu dijual, laku seharga Rp12 juta, berarti perusahaan memperoleh laba
sebesar Rp2 juta (laba ini sebenernya merupakan capital gains). Kalau misalkan
perusahaan dikenakan pajak 20% atas capita; gains tersebut, maka aliran kas dri
nilai sisa ini adalah Rp12 juta - (Rp2 juta x 0,2) = Rp11,60 juta.
Sebagaimana pada usia ekonomis, maka penaksiran nilai sisa dari suatu
investasi juga cukup sulit. Masalahnya tidak lain adalah lamanya dimensi waktu
yang dihadapi dalam penaksiran ini. Misalnya usia ekonomis ditaksir 5 tahun.
Maka ntuk menaksir berapa nilai sisa suatu aktiva tetap, berarti kita
memproyekbisniskan pada tahun mendatang. Ini jelas merupakan pekerjaan
yang cukup sulit.
Kalau proyek bisnis tersebut memerlukan modal kerja dan umumnya proyek
bisnis memang membutuhkan, maka kalau proyek bisnis tersebut berakhir,
modal kerja ini akan kembali sebagai aliran kas masuk pada akhir usia proyek
bisnis.

25
II.3.3 Menaksir Cash Flow

Dalam menaksir aliran kas operasional dari proyek bisnis baru harus
memperhatikan pengurangan aliran kas akibat penurunan penjualan produk lama.
Taksiran yang kita gunakan adalah taksiran bersih, setelah dikurangi berkurangnya kas
masuk dari produk lama.

Contoh 1

Ambil misal, investasi tersebut memerlukan investasi sebesar Rp1.000 juta, dan
ditaksir memberikan kas masuk bersih sebesar Rp 200 juta setiap tahun. Investasi
sebesar Rp1.000 juta tersebut terdiri dari aktiva tetap yang ditaksir berusia ekonomis 8
tahun sebesar Rp800 juta dan modal kerja sebesar Rp200 juta. Misalkan aktiva-aktiva
tetap tersebut ditaksir mempunyai nilai sisa Rp50 juta pada akhir tahun ke-8. Tetapi
dengan adanya proyek bisnis tersebut mengakibatkan berkurangnya penjualan dari
produk lama sehingga menyebabkan penurunan aliran kas produk lama sebesar Rp50
juta pertahun. Dengan demikian taksiran aliran kasnya adalah:

Initial investment Rp 1.000 juta

Operational cash flow (tahun ke-1 s/d tahun ke-8

Per tahun (Rp200 juta – Rp50 juta) 150juta

Terminal cash flow: modal kerja Rp200 juta

Nilai sisa 50 juta Rp 250 juta

Dimana initial investment merupakan aliran kas keluar, sedangkan operational


cash flow dan terminal cash flow merupakan aliran kas masuk

Misalkan suatu perusahaan sedang mempertimbangkan untuk mengganti mesin


lama dengan mesin baru yang lebih efisien. Nilai buku mesin lama adalah Rp80 juta dan
masih bisa dipergunakan dalam 4 tahun lagi tanpa nilai sisa. Kalau mesin baru dipakai,
perusahaan bisa menghemat biaya operasi tunai per tahun sebesar Rp25 juta. Misalkan
mesin lama kalau dijual saat ini masih laku Rp80 juta. Tariff pajak yang dikenakan, baik

26
untuk laba operasional maupun capital gains, sebesar 30%. Bagaimana penaksiran
aliran kasnya?

Taksiran operational cash flow pertahun adalah:

Tambahan keuntungan karena penghematan

Biaya operasional Rp 25,0 juta

Tambahan penyusutan: Mesin baru Rp30juta

Mesin lama 20juta 10,0 juta

Tambahan laba sebelum pajak 15,0 juta

Tambahan laba pajak 4,5 juta

Tambahan Laba setelah pajak 10,5 juta

Tambahan kas masuk bersih Rp10,5 + Rp10 juta = Rp20,5 juta

Dengan demikian, maka rencana penggantian mesin tersebut akan


mengakibatkan penambahan investasi (yang merupakan kas keluar) Rp40 juta, dan
memberikan tambahan kas masuk operasional setiap tahun Rp20,5 juta selama 4 tahun.
Karena di sini tidak ada nilai sisa, maka tidak ada terminal cash flownya.

Contoh 3

Misal dari contoh 2, mesin baru mempunyai usia ekonomis, 6 tahun dan
bukannya 4 tahun. Asumsi ini lebih logis, Karena pada umumnya mesin baru akan
mempunyai usia ekonomis yang lebih lama. Dengan demikian taksiran aliran kasnya
menjadi:

Tambahan aliran kas keluar (untuk tambahan investasi) Rp40 juta. Untuk
menaksir tambahan aliran kas masuk setiap tahunnya. Kita perlu menentukan terlebih
dulu periode waktu yang sama. Di mana usisa ekonomis mesin lama tinggal 4 tahun.
Setelah 4 tahun, maka mesin baru akan tinggal mempunyai ilia sebesar (2 x Rp20juta) =
Rp40 juta. Karena penyusutan mesin baru sekarang adalah Rp20 juta per tahun.

27
Taksiran kas masuk operasional adalah:

Tambahan keuntungan

Karena penghematan biaya operasional Rp25,0 juta

Tambahan penyusutan: Mesin baru Rp20 juta

Mesin lama Rp20 juta 0


jutaTambahn laba sebelum pajak Rp25,0 juta

Tambahan pajak 7,5 juta

Tambahan laba setelah pajak Rp17,5 juta

Tambahan kas masuk bersih = Rp17,5 juta + Rp0 = Rp17,5 juta

Dengan demikian, maka taksiran lengkap aliran kasnya adalah:

Tambahan intial investment Rp40 juta

Tambahan operasional cash flow per tahun Rp17,5 juta (untuk 4 tahun)

Tambahan terminal cash flow Rp40 juta (pada akhir tahun ke-4)

28
BAB III
PENUTUPAN
III.1 Kesimpulan
Studi aspek aspek sebelunya yang telah dilakukan sehingga aspek keuangan
dibuat berdasarkan pada hasl analisi lain oleh karena itu aspek financial akan menjawab
seluruh pertanyaan mengenai biaya yang harus dikeluarkan

Dalam makalah ini pembahasan dilakuakn pada laporan keuangan yang yang
menjadi aspek keuangan.namuan sangat penting dilakukan perusahaan yang akan
berinvestasi

III.2 Saran
Semoga dosen dapat mengawasi dan membimbing mahasiswa dalam pembuatan
makalah maupun pada saat persentasi.

29
DAFTAR PUSTAKA
https://www.papermakalah.com/2017/09/makalah-arus-kas-cash-flow.html?m=1

http://juniskaefendi.blogspot.com/2015/04/makalah-study-kelayakan-bisnis-tentang.html?
m=1
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai