Anda di halaman 1dari 20

Diskusi Ilmiah

JUDUL MAKALAH
TOTAL QUALITY MANAGEMENT DAN PENERAPANNYA
(Dalam Menciptakan Daya Saing, Keberhasilan dan Kegagalan)

Oleh:
Zulian Yamit

Dosen Fakultas Ekonomi Prodi Manajemen


Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta
Januari, 2011
A. Konsep Kualitas
Sejarah telah membuktikan bahwa manusia sejak dahulu telah
melaksanakan konsep kualitas, seperti yang telah dilakukan nabi Ibrahim a.s
yang telah membangun Kabah yang sampai sekarang ini dapat kita lihat
dengan baik. Pembangunan Kabah ini tentu memerlukan konsep kualitas,
hal ini dapat dibuktikan dengan tegak dan kokohnya Kabah sampai saat ini.
Sejarah tentang Nabi Nuh a.s membuat kapal laut yang besar, didalam
Thorah disebutkan tentang ukuran kapal yang dibuat Nabi Nuh a.s yaitu
panjang 150 m, lebar 25 m, dan tinggi 15 m (Genesis, 1979) yang mampu
menampung ratusan manusia dan binatang.
Konsep kualitas juga telah dilaksanakan di Mesir sekitar tahun 2500
sebelum masehi, pyramid terbesar The Tomb of King Khufu dibangun di
EL Giza (Zairi, 1996), pengendalian kualitas telah dibangun dengan toleransi
0,1 m pada setiap bagian bangunan kiri dan kanan pyramid setinggi 230
m. Demikian pula pada zaman raja-raja di Nusantara seperti Jawa, banyak
berdiri candi untuk agama Bhuda dan Hindu seperti candi Borobudur dan
Prambanan. Demikian pula jika mengingat nenek moyang kita yang memiliki
industry pembuatan keris yang tentu saja memerlukan teknik dan konsep
tentang kualitas. Bagaimana orang-orang terdahulu membuat keris dengan
lekukan yang sama dan halus kalau tidak memikirkan tentang kualitas.
Kemunculan pemikir-pemikir barat seperti Adam Smith (1776) yang
telah mengembangkan metode kerja khusus bagi para pekerja untuk
meningkatkan kualitas. Kemudian Charles Babbae pada tahun 1832, yang
melakukan pembinaan pada para pekerja yang kemudian disebut sebagai
Devision of Labor by Skill. Frederick Winslow Taylor pada tahun 1900,
membangun metode belajar untuk meningkatkan produktivits yang secara
langsung juga meningkatkan kualitas seseorang pekerja. Metode ini
ditemukan dan dikembangkan di kilang biji besi di USA. Kemudian dalam
waktu yang sama, pekerjaan ini juga dibuat oleh Frank B. Gilbert dan Lilian

Halaman 2
Gilbert di Eropa. Metode kerja ini disebut dengan Time and Motion
Study.
Tahun 1931, Walter A. Shewhart memulai penggunaan Chart
(bagan) pengendalian kualitas atau disebut dengan Statistical Process
Control, yang kemudian diikuti pula oleh H.F. Dodge and H.G. Romig
dengan aplikasi statistical sampling untuk pengendalian kualitas pada
inspection sampling plan (Adam, 1989).
Pada tahun 1900 lahir juga seorang pelanjut pakar kualitas yaitu W.E.
Deming. Idenya banyak diberi pengaruh oleh Walter Shewhart. Deming
adalah orang pertama yang diundang ke Jepang oleh JUSE (Japanese Union
of Scientist and Engineer) pada tahun 1950 dalam seminar pemakaian
bagan atau chart pengendalian dan teknik statistic yang terfokus pada
variabelitas dan sebab-sebabnya. Deming juga mendorong Jepang untuk
menggunakan metode statistic untuk melakukan peningkatan secara
kontinyu dengan memakai metode siklus Deming-PDCA (Plan, Do, Check,
Action) atau PDSA (Plan, Do, Study, Action). (Juran, 1988).
Usaha-usaha W.E. Deming diikuti oleh Joseph M. Juran yang menulis
buku Quality Control Handbook yang kemudian dijadikan acuan kerja
peningkatan kualitas. Beliau menjawab persoalan-persoalan yang
berhubungan dengan sumbangan konsep kualitas dalam pengurangan biaya
dan peningkatan standar. Juran juga diundang ke Jepang oleh JUSE pada
tahun 1954, pada persidangan tentang kualitas dihadapan para senior
manajemen dan sarjana Jepang. Pada persidangan tersebut Juran
menyampaikan pentingnya perencanaan, pengaturan, serta manajemen
program kualitas.
Perkembangan konsep kualitas, Philip B. Crosby sebagai wakil
presiden manajemen kualitas pada perusahaan ITT telah membangun
konsep pencegahan. Crosby mengatakan bahwa biaya berhubungan dengan
berbagai jenis pembatas, dan ini dapat dicegah dari awal dimulainya suatu

Halaman 3
pekerjaan. Tujuan organisasi dalam implementasi total kualitas adalah harus
Zero Defect.
Bill Conway , menyatakan bahwa aplikasi manajemen kualitas didalam
system produksi, pembelian dan proses distribusi dapat berdasarkan kepada
bagian langkah pengembangan dengan tujuan mengurangi waktu dan
material. Ide dari Conway, banyak berdasarkan kepada prinsip-prinsip
Deming.
Pakar lain yang datang dari Jepang seperti Kouru Ishikawa, yang
tekun dalam mempelajari pengendalian kualitas menyeluruh. Ide dari Kouru
Ishikawa datang dari ide-ide Deming, Juran dan Feugenbaum. Ishikawa
adalah orang yang pertama membina kelompok pengendalian kualitas
dengan menggunakan diagram sebab akibat (Cause-Effect) atau disebut
juga dengan diagram Ishikawa atau diagram Fishbone.
Pakar dari Jepang yang lain adalah Genichi Taguchi, seorang manajer
Japanese Academy of Quality pada tahun 1978-1982, yang pernah
menerima hadiah Deming Prizes pada tahun 1960, telah mengendalikan
konsep On-line dan Off-line Quality Control serta memberikan konsep
bagaimana kualitas berhubungan dengan biaya. Disamping itu kerugian
yang ditimbulkan bukan saja ditanggung oleh produsen tetapi juga oleh
konsumen dan masyarakat umum. Shigeo Shingo, seorang yang menjadi
perintis jalan kepada Zero Quality Control. Shingo membina konsep yang
disebut dengan POKA-YOKE, yaitu konsep untuk melakukan daftar setiap
operasi dengan tujuan mengurangi kesalahan para pekerja.

B. Manajemen Kualitas dan Daya Saing


Era globalisasi menyajikan kenyataan baru yang ditandai oleh pasar
tanpa batas Negara, revolusi teknologi komunikasi, revolusi teknologi
informasi dan adanya diskriminasi yang dilakukan pelanggan terhadap
produk (barang dan jasa). Pelanggan mancari kualitas (nilai) terbaik dalam

Halaman 4
membeli produk, pengaruh ini lambat laun akan mancapai setiap bisnis,
setiap individu dalam masyarakat, bukan hanya mereka yang terlibat dalam
perdagangan internasional. Perubahan lingkungan bisnis mengakibatkan
tantangan yang harus dihadapi pelaku bisnis semakin berat, sehingga
menuntut organisasi (perusahaan) untuk melakukan adaptasi terhadap
perubahan lingkungan bisnis yang meliputi: pelanggan, pesaing, teknologi,
dan peraturan.
Pelanggan memiliki pengetahun yang semakin tinggi serta
menentukan persyaratan lebih banyak atas produk. Persaingan akan
semakin hebat dan bersifat global. Teknologi cepat mengalami perubahan,
banyak organisasi telah menemukan cara baru yang dapat membawa mera
tampil beda berkat kemajuan teknologi. Peraturan semakin membatasi
operasi bisnis seperti undang-undang lingkungan, kesehatan, keuangan,
perpajakan, hukum dan hak azasi manusia.
Menghadapi tantangan bisnis tersebut, banyak organisasi yang enggan
melakukan perubahan, mereka berpikir bahwa system yang dibangun dan
membuat mereka sukses akan terus berjalan di masa mendatang, karena itu
mereka merasa tidak nyaman untuk melakukan perubahan. Namun perlu
diingat bahwa pemborosan muncul dari dalam perusahaan, kesalahan akan
menambah biaya dan mengurangi kepuasan konsumen, mengulangi
pekerjaan berarti pemborosan waktu dan tenaga, banyak masalah yang
tidak pernah terselesaikan dan justru terulang kembali.
Organisasi hendaknya melakukan respon dalam menghadapi
perubahan lingkungan bisnis tersebut, sehingga mampu menemukan
strategi bersaing yang paling dapat diandalkan. Strategi bersaing tersebut
harus bertumpu pada kualitas dalam segala bidang (Brown, 1992). Oleh
karena itu, organisasi harus terus berusaha untuk mengembangkan system
manajemen kualitas sejalan dengan trend globalisasi.

Halaman 5
Salah satu alternative system manajemen kualitas yang dapat
ditempuh organisasi untuk menciptakan keunggulan bersaing adalah Total
Quality Management yang telah diterima secara luas oleh organisasi-
organisasi dunia. Hail survey terhadap para manajer Amerika membuktikan
bahwa kualitas akan menjadi sumber fundamental keunggulan bersaing
dalam decade 2000-an. Hasil survey selama enam tahun terakhir juga
membuktikan bahwa 455 manajer senior industry elektronika menyatakan
kualitas menjadi factor utama keberhasilan bersaing dan mereka
menempatkan kualitas sebagai factor terpenting keberhasilan organisasi
(Katz, 1995).
Hasil survey tersebut menunjukkan bahwa bagi perusahaan-
perusahaan di Amerika kualitas menjadi segala-galanya. Komitmen ini
diwujudkan dalam usaha mereka untuk memperoleh hadiah yang sangat
bergengsi di bidang kualitas, yaitu Malcom Baldrige National Quality Award
(MBNQA) yang diadakan oleh sebuah lembaga independen The National
Institute of Standard and technology (NIST). Kualitas tidak hanya menjadi
perhatian para pelaku bisnis, para ahli dan akademisi dunia telah pula
menunjukkan perhatian yang serius, hal ini dapat dilihat dalam lima tahun
terakhir ini terdapat 1777 artikel mengenai kualitas telah dipublikasikan dan
931 diantaranya adalah artikel tentang TQM (Froiland, 1995).
Upaya perbaikan kualitas secara terus menerus dengan cara
memperbaiki proses dan kemampuan sumberdaya manusia dapat dicapai
dengan menerapkan TQM yang akan mengurangi produk cacat dan pada
akhirnya akan meningkatkan output dan keunggulan daya saing
(Fitzsimmons, 1994). Keunggulan daya saing tersebut diperoleh karena
perusahaan mampu menghasilkan produk yang berkualitas sebagai wujud
keberhasilan penerapan TQM yang mampu membuat perbedaan amat besar
bagi perusahaan yang menerapkannya.

Halaman 6
C. Total Quality Management
Istilah TQM menunjukkan sifat manajemen yang komprehensip dalam
konteks berbagai organisasi di industry yang berbeda. Tapi, dengan
penekanan pada kata total bersama dengan definisi quality secara luas,
tidak ada keseragaman dalam bermacam-macam pendekatan yang
menggunakan nama tersebut. Satu-satunya kesamaan di antara para
manajer bisnis dan kalangan akademisi adalah bahwa tidak satupun dari
mereka dapat mencapai consensus mengenai salah satu definisi atau
praktek TQM yang sesungguhnya. Jurang yang ada antara para teoris dan
praktisi TQM tidak dapat dielakkan menciptakan tabir ambiguitas tentang
apa sebenarnya yang membentuk TQM.
Sebagian ahli percaya TQM antara lain menghasilkan perhatian pada
pelanggan, peningkatan yang berkesinambungan, kekuatan hukum bagi
karyawan, kerjasama dan partisipasi total. Pandangan ini tampak terlalu
sederhana dan memberi tekanan terlalu besar pada aspek manusia dari
manajemen kualitas, serta mengabaikan totalitas konsep TQM: yaitu aspek-
aspek teknologi, operasional, dan pemasaran dari manajemen kualitas
(Chang, 1998). TQM, seperti dinyatakan oleh namanya, merupakan
pendekatan untuk meningkatkan efektivitas dan daya lentur sebuah bisnis
secara keseluruhan, dengan berpusat disekitar kualitas. Pada prinsipnya
adalah cara mengorganisir dan mengerahkan seluruh organisasi, tiap
departemen, tiap aktivitas, dan setiap individu di setiap tingkatan untuk
mencapai kualitas. Masalah strategis, masalah pemasaran, aspek teknis
operasi, seluruhnya harus dibahas bersama-sama dengan aspek manusia
dari organisasi tersebut. Sebuah persepsi yang sempit akan memacetkan
TQM. (Bowen, 1990).
Konsepsi lain yang salah adalah bahwa TQM sering dihubungkan
dengan program mentalitas dan seharusnya diterapkan dalam bentuk
program bertahap waktu. Konsep ini membatasi TQM pada satu set program

Halaman 7
yang harus diterapkan dalam jangka waktu tertentu, dengan awal dan akhir
yang jelas (Chang, 1998).
Konsep ini berlawanan dengan praktek bisnis yang sesungguhnya. Di
Amerika Serikat, TQM kerap digunakan untuk menyatakan pendekatan
manajemen yang dikembangkan dalam era masa kini (management fhasion)
dari manajemen kualitas strategi (Strategic Quality Management (SQM)).
Para manajer SQM idealnya memikirkan lebih dari sekedar sebuah program
dan kualitas mencakup masalah jangka pendek dan jangka panjang.
Meskipun kualitas mencakup masalah jangka pendek dan jangka
panjang, namun tidak dihasilkan melalui usaha yang ringan atau melalui
satu program peningkatan kualitas. Kualitas adalah hasil dari sejumlah
tindakan yang terpadu sempurna dengan sebuah komitmen jangka panjang.
TQM merupakan usaha terus menerus yang tidak mengenal waktu dan oleh
karena itu program yang dibatasi oleh waktu sangatlah tidak penting.
Konsep TQM yang disebutkan di atas sudah cukup jelas, namun
sebaiknya ditinjau definsi TQM seperti dinyatakan dalam International
Standard ISO/DIS 8492 (Puri, 1995) sebagai berikut: TQM adalah
pendekatan manajemen sebuah organisasi, yang berpusat pada kualitas,
berdasarkan pada partisipasi semua anggotanya dan bertujuan sukses
jangka panjang melalui kepuasan pelanggan, serta keuntungan bagi anggota
organisasi dan masyarakat. Dalam konteks ini, kata total menyatakan ide
bahwa semua karyawan, yang berfungsi di setiap level organisasi mengejar
kualitas. Hal ini dimulai dari SQM hingga desain kualitas produk (product
core quality), desain produk kualitas pasar (product market quality),
fabrikasi, pemasaran, pelayanan pelanggan, dan sebagainya.
Selaras dengan definisi ISO, Steven Cohen dalam bukunya Total
Quality Management in Government, penerima medali emas dari
Environmental Protection Agency atas bukti kepemimpinannya dalam TQM,
mendefinisikan TQM sebagai berikut (Cohen, 1993): (1) Total, berarti

Halaman 8
menunjukkan penerapan pencapaian kualitas untuk setiap aspek kerja,
mulai dari mengidentifikasi kebutuhan pelanggan sampai secara agresif
mengevaluasi apakah pelanggan itu puas. (2) Quality, berarti memenuhi
dan melampaui harapan pelanggan. (3) Management, berarti
mengembangkan dan memelihara kemampuan organisasi untuk terus-
menerus meningkatkan kualitas. Para ahli lainnya mendifinisikan secara
berbeda tentang TQM, tapi sejauh ini definisi ISO dan Cohen adalah yang
paling tepat.
Bagaimana sebuah organisasi memenuhi syarat sebagai organisasi
TQM?. Sebuah organisasi yang menggunakan pendekatan TQM harus
mengupayakan peningkatan disemua bidang yang dapat ditingkatkan.
Misalnya, tidak cukup jika hanya meningkatkan aspek yang berpusatkan
pada produk (product centered), dan mengabaikan bidang pelayanan, atau
sebaliknya. Dalam TQM, sebuah organisasi tidak dapat membiarkan satu
bagianpun tidak terjamah. Organisasi yang menggunakan pendekatan TQM
harus pula menyadari bahwa ini merupakan proses perbaikan yang terus-
menerus, berlangsung kontinyu dan bukan program peningkatan kualitas
dalam jangka waktu yang ditentukan. Proses ini menjadi absurd jika
organisasi berusaha memelihara status TQM melalui satu program dengan
tanggal sasaran tertentu. Harus dipahami bahwa pemenuhan sasaran
tertentu hanyalah sebuah langkah menuju TQM, karena tidak ada satu
program atau satu sasaran yang dicapai dalam kerangka waktu tertentu
dapat cukup memenuhi persyaratan TQM.

D. Penerapan Total Quality Management: Keberhasilan dan Kegagalan

Keputusan untuk menerapkan TQM tidak datang secara mendadak.


Untuk memantapkan keputusan penerapan TQM, pimpinan dan karyawan
perlu mengetahui, memahami dan meyakini sehingga timbul niat, motivasi
dan komitmen yang kuat untuk mengadopsi TQM (Yamit, 2000).

Halaman 9
Tindakan proactive yang diperlukan untuk mengantisipasi secara dini
setiap perubahan yang terjadi dalam benak pelanggan adalah dengan
melakukan pendekatan total dalam proses perbaikan manajemen organisasi
(total improvement management). Teknik atau filosofi yang dapat digunakan
untuk total improvement management adalah total quality management.
Terdapat banyak difinisi tentang TQM, seperti yang disebutkan menurut ISO
dan Cohen di atas. yang dianggap lebih cocok. Tapi, seperti apapun
definisinya, yang penting adalah bagaimana menerapkan TQM dengan
menggunakan prinsip dalam system TQM secara utuh agar berhasil dalam
penerapannya, memberikan nilai tambah, dan berdampak positip bagi
perusahaan, karyawan dan pelanggan.
Pengertian TQM bukanlah suatu hal yang perlu diperdebatkan, karena
ketepatan definisi TQM bukanlah jaminan untuk keberhasilan penerapan
TQM. Secara sederhana TQM sudah cukup didefinisikan dari tiga kata yang
dimilikinya yang menggambarkan tipe baru manajemen yang berorientasi
pada kualitas. Hal yang perlu dicermati adalah mengapa TQM yang
diterapkan pada berbagai perusahaan dan organisasi ada yang dapat
bekerja dengan baik dan menghasilkan perbaikan kinerja kualitas yang lebih
tinggi sehingga meningkatkan keunggulan bersaing. Dan mengapa TQM
yang diterapkan pada perusahaan dan organisasi yang lain tidak dapat
bekerja dengan baik dan hanya menghasilkan perbaikan kinerja kualitas
yang sangat minimal.
Penelitian yang dilakukan Bill Creech menunjukkan bahwa perbedaan
kinerja kualitas dari penerapan TQM disebabkan oleh perbedaan dalam
prinsip-prinsip yang digunakan sebagai landasan penerapan TQM (Creech,
1995). Oleh karena itu, prinsip-prinsip penerapan TQM harus disatukan ke
dalam setiap aspek organisasi. Industri mobil Honda dan Toyota yang sangat
terkenal dalam keberhasilannya menerapkan TQM menggunakan prinsip-
prinsp: desentralisasi; berorientasi pada kualitas; dilaksanakan lewat

Halaman 10
struktur berdasarkan tim; dan berdasarkan sifat kemanusiaan (George,
1994). Dengan prinsip-prinsip ini dan didukung oleh konsep yang kuat serta
keunggulan budaya seperti etika kerja dan loyalitas, penerapan TQM
berjalan amat efektif. Kefektifannya tercermin dalam semangat dan
komitmen dari karyawan yang pada akhirnya terlihat pada kualitas produk
yang luar biasa dan produktivitas yang tinggi.
Prinsip desentralisasi yang digunakan industry mobil Honda dan
Toyota adalah memberikan kewenangan dan tanggung jawab berdasarkan
pada tim bukan fungsional. Kesadaran dalam menyelesaikan pekerjaan
adalah berada pada tim bukan pada pekerjaan masing-masing karyawan.
Fokus supervisi dipusatkan pada output bukan input. Semangat
desentralisasi ini mempengaruhi semua aspek operasional system
manajemen dan semua aspek organisasi serta mempengaruhi budaya dan
iklim kerja. Pendekatan desentralisasi ini terbukti mampu menciptakan
motivasi dan komitmen yang besar pada karyawan untuk kualitas dan
produktivitas serta menciptakan pemimpin yang proaktif dari bawah ke atas.
Prinsip berorientasi pada kualitas sepenuhnya ditujukan pada
kepuasan konsumen internal maupun konsumen eksternal. Orientasi ini
dijabarkan oleh Honda dan Toyota dalam bentuk komitmen karyawan
terhadap kualitas dan pengaturan produski tepat waktu (Just in time) serta
Keizen (bahasa Jepang yang berarti perbaikan terus menerus). Mereka tidak
akan mengizinkan ada produk akhir yang keluar dri pabrik sampai produk
tersebut lulus dari inspeksi akhir. Mereka juga tidak akan mengirimkan
komponen cacat untuk diproses lebih lanjut sebelum lulus dari pemeriksaan
kualitas. Setiap kesalahan dan cacat produksi dimasukkan dalam system
data computer untuk kemudian dianalisis dan diperbaiki secara terus
menerus.
Prinsip berdasarkan tim dilakukan oleh Honda dan Toyota dalam setiap
kegiatan, bukan hanya pada lini produksi. Setiap tim memiliki pemimpin

Halaman 11
sendiri yang diberi kewenangan atas dasar kerja tim dan mereka memiliki
sasaran yang secara terus menerus diperbaiki. Hasil kerja tim diukur dan
dianalisis, kemudian dibandingkan dengan prestasi sebelumnya. Hasil kerja
tim diumumkan dan umpan balik yang obyektif, relevan dan cepat diberikan
keada tim. Sebagai hasil dari prinsip ini adalah produk yang dihasilkan
berkualitas tinggi yang diperoleh dari hasil perbaikan secara terus menerus.
Bagaimana Honda dan Toyota dapat memberikan pemahaman yang begitu
jelas pada setiap tim?. Honda dan Toyota melakukan pelatihan dan
kemudian pelatihan lagi khususnya kepada pemimpin tim disetiap tingkatan
termasuk tingkat senior.
Prinsip berdasarkan sifat kemanusiaan telah berhasil dijalankan
industry mobil Honda dan Toyota diseluruh dunia. Mobil mencerminkan
selera, keinginan, emosi, perasaan, dan gaya hidup. Mobil telah menjadi
bersifat kemanusiaan. Oleh karena itu, untuk memproduksinya harus
mempunyai system yang bersifat kemanusiaan. Sifat kemanusiaan
diwujudkan dalam bentuk keharusan semua karyawan mengetahui dan
memahami tujuan bersama, bekerja sebagai sebuah tim, dan tidak saling
tergantung serta kebebasan untuk bersikap fleksibel. Biasanya, organisasi
yang menjadi semakin besar semakin konservatif, semakin birokratik, dan
semakin kaku. Untuk mengatasi hal ini industry mobil Honda dan Toyota
secara terus menerus membangkitkan semangat kemanusiaan dalam
organisasinya.
Ide utama dari total quality management adalah seorang leader harus
memikirkan dan melaksanakan perbaikan manajemen organisasi secara
terus menerus (never ending improvement) dalam rangka mempertemukan
customer requirements dengan customer satisfaction (Besterfield, 1995).
Dalam menerapkan TQM pihak organisasi harus mengkaitkan dengan
berbagai devisi dari TQM yang terdiri: Total Quality Leadership (TQL), Total
Quality Services (TQS), Total Cost Managemen (TCM), Total Technology

Halaman 12
Management (TTM), Total Quality Information System (TQIS), Total Quality
Control (TQC), Total Productivity Management (TPM), Total Quality
Organization Development (TQOD), Total Quality Organization Behavior
(TQOB), Total Quality Human Resource Development (TQHRD), Total Quality
Envarenment (TQE), Total Quality Work of Life (TQWL) (Gitlow, 1994).
1. Keberhasilan Penerapan TQM
Penerapan Total Quality Management yang berhasil di beberapa
Negara dapat dilihat seperti di Jepang dengan mengembangkan TQC dan
Kaizen. Menurut Masaaki Imai 1986, strategi Kaizen merupakan strategi
disiplin perbaikan terus menerus yang berhasil membawa Jepang merajai
bisnis internasional. TQM ala Jepang ini diikuti dengan Total Quality
Environment yang menyangkut Seiri (organization), Seiton (neatness), Seiso
(cleaning), Seiketsu (standardization), dan Shitsuke (discipline). Jepang
dengan Kaizen-nya berusaha untuk selalu menjadi to be the best of the
best. Singapore dengan mengembangkan Total Quality Process (TQP) dan
Singapore Unlimited Programme yang berhasil membawa Singapore menjadi
pusat jasa internasional termasuk Singapore Airlines. South Korea dengan
mengembangkan teori W yang menekankan pada prinsip-prinsip bagaimana
Korea Selatan mampu memanfaatkan kesempatan dalam era perubahan
teknologi informasi yang begitu cepat untuk mencapai super excellence
(Supex).
Berbagai Negara seperti Taiwan dengan program Go South, Vietnam
dengan program Doi Moi, dan New Zealand dengan Theory K (Kiwi
management: the key to excellence in New Zealand Management),
Indonesia dengan pencanangan Gerakan Disiplin Nasional (GDN) tanggal
20 Mei 1995 (budaya bersih, budaya antre, budaya waktu) berupaya
menerapkan TQM untuk mencapai good, clean, and capable government.
Perusahaan di Amerika Serikat telah banyak menerapkan TQM melalui
TQM in action (fork management) dan ditindaklanjuti dengan reengineering,

Halaman 13
fast cycle time dan first thing first. Amerika Serikat telah berhasil
menerapkan konsep TQM dalam perang teluk (Gulf War) menghadapi Irak
tahun 1991 dengan Tactical Air Command Programme (TACP). Penerapan
TQM di perusahaan kelas dunia telah pula menunjukkan hasil yang
mengembirakan seperti penerapan TQM di Xerox Company, Motorola dan
Singapore Airlines (SIA).
Motorola telah berhasil mencapai prestasi yang sangat spektakuler,
yaitu kualitas 6 sigma (3,4 kesalahan/kerusakan per satu juta produk)
berkat implementasi TQM. Atas prestasi tersebut Motorola dinyatakan
sebagai pemenang pertama penghargaan Malcom Baldrige National Quality
Award (MBNQA). Tidaklah berlebihan jika majalah Fortuna menyebut
Motorola sebagai raksasa TQM dan dikalangan pimpinan puncak
perusahaan dari kelompok elit business roundtable menempatkan Motorola
sebagai praktisi top TQM.
Kebanyakan konsumen yang peduli pada kualitas biasanya
menanyakan kepada tenaga penjual, merek apa yang berkualitas tinggi dan
pantas dibeli?. Suatu bukti pendukung yang biasanya efektif untuk
menyatakan produk yang berkualitas lebih baik adalah yang paling laris
terjual. Bukti ini membuat perusahaan dan konsumen percaya bahwa produk
yang kualitasnya lebih baik akan menang dalam persaingan. Oleh karena itu
produk yang lebih laris terjual seharusnya berkualitas lebih baik. Apakah
cukup banyak bukti yang menunjukkan bahwa hal tersebut selalu benar?.
Hal ini menarik untuk dikaji lebih lanjut, apakah ada pengaruh kualitas
terhadap daya saing dan keunggulan dalam penjualan?. Jika konsumen
menanyakan kepada tenaga penjual, merek apa yang berkualitas tinggi dan
pantas dibeli, belumlah cukup untuk dijadikan bukti bahwa produk yang
berkualitas lebih baik adalah yang paling laris terjual. Perbedaan atau gap
persepsi kualitas antara konsumen dan produsen mungkin menjadi
penyebab tidak adanya korelasi antara kualitas lebih baik dengan yang

Halaman 14
paling laris terjual. Dengan perkataan lain, kualitas yang dimaksudkan oleh
produsen berbeda dengan yang diinginkan oleh konsumen. Gap persepsi
dapat terjadi karena kesalahan dalam mengkomunikasikan keinginan
produsen kepada konsumen atau sebaliknya. Hal ini yang perlu dikaji lebih
lanjut dengan melihat dari sudut pandang komunikasi.
Keberhasilan TQM dalam berbagai bentuk implementasinya telah
diakui baik oleh pelaku bisnis maupun para akademisi terkemuka,
menunjukkan suatu bukti bahwa TQM merupakan salah satu system
manajemen kualitas yang dapat diandalkan untuk meningkatkan daya saing
hingga saat ini. Jepang sebagai contoh Negara yang berhasil memanfaatkan
TQM walaupun Jepang bukan yang menemukan gaya TQM. Keberhasilan
Jepang tersebut tentu saja dilandasi oleh komitmen dan keterlibatan secara
penuh dari seluruh karyawan dalam penerapannya, tidak setengah-setengah
dan bersifat kemanusiaan, yaitu member inspirasi dan memberlakukan
karyawan secara manusiawi dalam mencapai kualitas.
Meskipun Jepang sangat berhasil dalam menerapkan system
manajemen kualitas yang bersifat kemanusiaan, manajemen kualitas tidak
secara eksklusif hanya akan berhasil di suatu Negara. Manajemen kualitas
dapat berhasil dengan sukses di organisasi apapun, berapapun besarnya,
apapun kebangsaannya, apapun produknya, apapun industrinya, dan
apapun peluang pasar yang dihadapinya. Beberapa pertanyaan mendasar
yang perlu diajukan adalah (1) apa persyaratan bagi organisasi untuk
menjadikan system manajemen kualitas (TQM) sebagai keunggulan daya
saing?. (2) factor apakah yang menjadi penyebab keberhasilan maupun
kegagalan dalam menerapkan system manajemen kualitas sebagai
keunggulan daya saing?. Peranan pimpinan dalam penerapan TQM sangat
strategis mulai dari penetapan tujuan hingga alokasi waktu yang cukup. Hal
ini pula telah menjadi pertanyaan mendasar (3) bagaimana gaya
kepemimpinan atau struktur manajemen yang cocok dengan TQM agar

Halaman 15
penerapannya berhasil baik?. Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dijawab
pembuktiannya dengan melakukan penelitian secara seksama, hasilnya
dapat dijadikan pedoman bagi organisasi yang akan menerapkannya.
2. Kegagalan Penerapan TQM
Diakui bahwa tidak semua organisasi yang menerapkan TQM barhasil
meningkatkan kinerja kualitas atau telah gagal dalam penerapannya.
Kegagalan ini telah membuat banyak kritik yang dilontarkan terhadap TQM
dan mereka selalu mencari bukti kegagalan TQM dengan berbagai alasan
dan argumentasi. Banyak perusahaan di Amerika yang mengalami
kegagalan (31%) dalam menerapkan TQM (Harrington 1995). Kegalalan
lebih disebabkan oleh menjadikan kualitas sebagai proyek dan tidak
melakukan perbaikan secara terus menerus, sehingga gagal menjadikan
kualitas sebagai prioritas utama.
Di Indonesia sangat sulit untuk mengetahui tingkat keberhasilan
maupun kegagalan dalam penerapan TQM. Kesulitan terjadi karena tidak
adanya data tentang perusahaan manakah yang telah mencanangkan
penerapan TQM. Pada tahun 1992, salah satu perusahaan di Indonesia yang
mencanangkan penerapkan TQM adalah PT Nasional Gobel sebuah
perusahaan yang bergerak dalam industry elektronik dan sekarang berubah
nama menjadi Panasonic. Apakah penerapan TQM berhasil atau gagal tidak
ada data publikasi yang dapat meyakinkan hal itu.
Motorola telah berhasil mencapai prestasi yang sangat spektakuler
dalam bidang kualitas, tetapi apakah semua upaya pencapaian kualitas telah
membantu Motorola dalam bisnis computer?. Jika benar urutan kualitas
memiliki korelasi denga urutan penjualan, jawabannya pasti ya.
Kenyataannya menunjukkan bahwa tahun 1990 Motorola memperkenalkan
suatu produk yang tidak pernah sukses dan tahun 1992 Motorola kembali
mencoba bisnis mainframe dengan hasil yang sama (gagal). Tahun 1994
Motorola membangun suatu lini system computer desktop yang disebut

Halaman 16
Power Stack dengan hasil yang tidak jauh berbeda. Pengalaman Motorola
menunjukkan bukti bahwa urutan kualitas tidak selalu berkorelasi positif
dengan urutan penjualan. Dengan kata lain produk yang memiliki urutan
pertama dalam penjualan belum tentu memiliki urutan pertama dalam
kualitas. Pengalaman Motorola tersebut tidaklah berarti bahwa organisasi
mengabaikan kualitas, karena setiap lapisan konsumen dan produsen selalu
ada penekanan pada kualitas.
Kegagalan TQM dalam penerapannya tidaklah berarti bahwa TQM
salah dalam konsep dan telah kehilangan kegunaannya. Penerapan TQM
yang menyimpang dari prinsip-prinsipnya dan tidak lengkap, mengakibatkan
perbaikan kualitas lebih kecil jika dibandingkan dengan keberhasilan
organisasi yang menerapkannya secara menyeluruh dan sesuai dengan
prinsip TQM. Untuk menghindari kegagalan dalam penerapan TQM,
organisasi harus mendalami dan memahami bagaimana struktur program
TQM harus dibuat.

E. Penutup
Kesuksesan tidak datang secara tiba-tiba. Orientasi pada kualitas
merupakan kekuatan penggerak yang utama. Meskipun banyak organisasi
yang telah berhasil dalam menerapkan TQM dengan baik, seharusnya tidak
berhenti sampai disini. Dalam perekonomian global yang semakin kompetitif
dewasa ini, organisasi harus terus memantapkan kepemimpinan dalam
produknya, sambil berusaha meningkatkan produktivitas. Sekarang ini dapat
disaksikan perubahan total dalam persepsi tentang manajemen kualitas dan
nilai strategisnya dalam bisnis. Dari pendekatan defensive, banyak kalangan
pemimpin bisnis yakin akan pengaruh kualitas sebagai senjata untuk
menghadapi persaingan.
Tipikal para manajer bisnis biasanya selalu memberikan status khusus
pada setiap program organisasi termasuk penerapan TQM. Mereka biasanya

Halaman 17
menyisihkan beberapa jam untuk memikirkan TQM sebagai program
organisasi yang terpisah dari proses manajemen normal. Sebuah organisasi
mencapai keadaan normal apabila TQM diterima sebagai cara mengelola
organisasi yang teruji. Dalam keadaan normal ini, istilah TQM tidak lagi
diperlukan, orang hanya akan mengatakan manajemen ketimbang
menggunakan istilah sulit seperti Total Quality Management. Keadaan di
atas TQM adalah keadaan normal, dimana manajer akan terus
memperbaharui serta menguji konsep baru sehingga semakin
menyempurnakan penerapan TQM sampai ada perubahan drastis suatu
paradigma yang didorong oleh gelombang politik, lingkungan, atau teknologi
yang besar.
Melihat keberhasilan maupun kegagalan organisasi dalam menerapkan
TQM, menimbulkan beberapa pertanyaan mendasar yang perlu
mendapatkan perhatian dan kajian lebih lanjut. Beberapa pertanyaan
tersebut diantaranya adalah: (1) apa persyaratan bagi organisasi untuk
menjadikan system manajemen kualitas (TQM) sebagai keunggulan daya
saing?. (2) factor apakah yang menjadi penyebab keberhasilan maupun
kegagalan dalam menerapkan system manajemen kualitas sebagai
keunggulan daya saing?.(3) bagaimana gaya kepemimpinan atau struktur
manajemen yang cocok dengan TQM agar penerapannya berhasil baik?. (4)
apakah ada pengaruh system manajemen kualitas terhadap daya saing
organisasi dan keunggulan dalam penjualan?.
Sistem manajemen kualitas tidak akan pernah berhenti untuk
dikembangkan, karena kualitas telah menjadi postulasi keinginan pelanggan
bahkan telah menjadi keinginan semua orang dan semua organisasi.

Halaman 18
Daftar Pustaka

Adam, Jr. Everett E., et al., Production and Operations Management,


Fourth Edition, Englewood Cliffs New Jersey USA: Prentice-Hall, Inc.,
1989.

Besterfield, Dale H., et al., Total Quality Management, Englewood Cliffs


New Jersey USA: Prentice-Hall, Inc., 1995.

Bowen, David E., et al., Service Management Effevtiveness: Balancing


Strategy, Organization and Human Resources, Operations, and
Marketing, San Francisco, California USA: Jossey-Bass Inc., 1990.

Brown, Stanley A., Total Quality Service: How Organizations Use It to


Create a Competitive Advantage, Prentice Hall, Inc., Canada 1992.

Chang Zeph Yun, et al., The Quest for Global Quality: A Manifestation of
Total Quality Management by Singapore Airlines, Addison-Wesley
Publishing Company, Inc., 1998.

Cohen, Steven., Total Quality Management in Government, San Francisco;


Jossey-Bass Inc., 1993.

Creech, Bill., Winning the Quality War: A Five Point Battle Plan for Making
TQM Work, World Executives Digest, July 1994.

Fitzsimmons, James A., et al., Service Management for Competitive


Advantage, Singapore, McGraw-Hill Book Co., 1994.

Froiland, Paul., Quality in the Business Schools., World Executives Digest,


February 1995.

George, Stephen., et al., Total Quality Management: Strategies and


Techniques Proven at Todays Most Succesful Company, New York,
John Wiley & Sons, Inc., 1994.

Gitlow, Howard S., et al., Total Quality Management in Action, Prentice Hall
Inc., New Jersey, 1994.

Imai, Masaaki., Kaizen: The Key to Japans Competitive Succes, Random


House Business Division, New York, 1986.

Halaman 19
Juran, Joseph.M., et al., Jurans Quality Control Handbook, Fourth Edition,
McGraw-Hill, Inc., 1988.

Katz, Ray., The TQM Conflict., World Executives Digest, March 1995.

Puri S.C., ISO 9000 and Total Quality Management. Ottawa and
Washington, D.C.: Standard Quality Management Group, 1995.

Yamit, Zulian., Manajemen Kualitas, Edisi Pertama, Penerbit Ekonisia


Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta, 2000.

Zairi, M., Effective Benchmarking: Learning From the Best, by Chapman &
hall, 1996.

Halaman 20

Anda mungkin juga menyukai