Anda di halaman 1dari 21

Makalah

Industrialisasi di Indonesia

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Perekonomian Indonesia

Disusun Oleh:
041611333267 KAHFI PRASETYO
041611333274 BREVERDY PUTRANANDA
041611333278 FIRHAD ALFAJRI DILIA
041711333184 DANU PRAYUDA ISKANDAR

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan maka lah ini guna memenuhi
dan melengkapi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan dari segala pihak yang sudah
memberikan tugas ini kepada kami, sumber- sumber yang membantu penyusunan
makalah ini, serta dukungan dari keluarga dan teman- teman sehingga makalah ini
dapat diselesaikan.
Dalam proses penulisannya, penulis menemui beberapa kesulitan dalam
menjabarkan materi atas keterbatasan kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu,
penulis memohon maaf atas kesalahan dan kekurangan dalam makalah ini. Kritik dan
saran sangat kami hargai guna penyempurnaan makalah.
Akhir kata, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat untuk pengkajian
ilmu pengetahuan lebih lanjut dalam lingkup lingkungan ekonomi dan mendorong
penulisan yang akan datang.

Surabaya, Agustus 2018

Penulis
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................
KATA PENGANTAR................................................................................ I
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Sektor Industri Indonesia........................................................... 3
2.2 Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia...........................7
2.3 Kebijakan Industrialisasi.........................................................................12
2.4 Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan....................................15
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 20
3.2 Saran........................................................................................................ 20
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Industrialisasi adalah suatu proses perubahan social ekonomi yang


mengubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industry.
Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan di mana masyarakat
berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam
(spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi di mana perubahan sosial
dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia
mengubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas
(tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi
mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi).
Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan
pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hokum yang
menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan bisa juga dengan sumber
daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang
cenderung rendah biaya memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan
pekerjaannya.
Industrialisasi di Indonesia semakin menurun semenjak krisis ekonomi
tahun 1998. Kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal
untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi lebih kepada
penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri.
Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia
untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk
produk asing.
1.2 Rumusan Masalah

1. Sejarah Sektor Industri Indonesia


2. Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia
3. Kebijakan Industrialisasi
4. Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan

1.3 Tujuan
1. Mengetahui Sejarah Sektor Industri Indonesia
2. Menemukan Masalah Terkait Keterbelakangan Industrialisasi Indonesia
3. Memahai Kebijakan-Kebijakan Industrialisasi
Memahami Peran Sector Industry Dalam Pembangunan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sektor Industri Indonesia

Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia semuanya dimiliki oleh


orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa
itu berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula
merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil dan sebagainya tidak
terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern pada saat hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik
British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General
Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an
meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari
1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran.
Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola
kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri, dengan memberi
kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru.
Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada ketika itu
mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan
barang logam, semuanya milik asing.
Pada masa perang dunia II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun
setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor
bahan mentah dan diangkutnya barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga
kerja (romusha) sehingga investasi negara asing nihil. Setelah Indonesia
merdeka, mulai dikembangkan sektor industri dan menawarkan investasi walau
dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah meluncurkan RUP (Rencana
Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan mendorong
industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri besar atau
modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina.
Pada tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian
mengalami masa teduh, pada tahun 1960-an sektor industri tidak berkembang.
Akibat karena situasi polotik yang bergejolak, juga disebabkan kurangnya
modal dan tenaga ahli yang terampil. Pemberlakuan dua undang-undang baru,
PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968 ternyata mampu membangkitkan
gairah sektor industri.
Perkembang sektor industri sejak orde baru, atau tepatnya semasa
pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat
dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau
perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran (output) yang
dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pembentukan
pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya.

2.2 Masalah Keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia

Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk negara sedang berkembang


terbesar k-3 setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi,
Indonesia dapat dikatakan baru mulai salah satu indikator dari tingkat
industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (groos domestic
product). Dari ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat ketinggalan
dibandingkan dari negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besar
nya nilai tambah yang di hasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.
Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil,
bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan
Taiwan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri di Indonesia termasuk
yang paling rendah di asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi
listrik perkapita dan prosentasi produksi listrik yang digunakan oleh sektor
industri. Di Indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari tingkat
yang rendah ini hanya sebagian kecil yang di gunakan oleh konsumen industri.
Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada
umumnya tidak menggembirakan karena iklim politik pada waktu yang tidak
menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960-an mencerminkan
filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan
produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang
(stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja
ahli yang memadai.
Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah:
1. Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat
efektivitas dan kemampuan produksi.

2. Kualitas sumber daya manusia


Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk
mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.

3. Keterbatasan dana pemerintah


Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk
mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.

Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak


krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak
stabil pada saat itu. Akan tetapi kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia
tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri,
tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi
industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi
industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia
dikuasai oleh produk produk luar.

2.3 Kebijakan Industrialisasi


Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara
bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan
kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan
hukum.
` Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya
suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan
hanya menjadi tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya
berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme
politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan
eksplisit.
Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam
kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang
menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek
tersebut adalah:
Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas
dan lebih sederhana.
Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan
Negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor
swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
Diberlakukannya undang-undang Penanaman Modal Asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi
suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :

1. Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif
(comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau
jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.

2. Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial
linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang
kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.

3. Penciptaan kesempatan kerja


Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan
lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan
pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja. Jenis
industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan
indsutri-industri kecil.
4. Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi
jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi
tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi
dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.

Sebagai negara industri maju baru, sektor industri Indonesia harus mampu
memenuhi beberapa kriteria dasar antara lain:
1. Memiliki peranan dan kontribusi tinggi bagi perekonomian Nasional,
2. IKM memiliki kemampuan yang seimbang dengan Industri Besar,
3. Memiliki struktur industri yang kuat (Pohon Industri lengkap dan dalam),
4. Teknologi maju telah menjadi ujung tombak pengembangan dan
penciptaan pasar,
5. Telah memiliki jasa industri yang tangguh yang menjadi penunjang daya
saing internasional industri, dan
6. Telah memiliki daya saing yang mampu menghadapi liberalisasi penuh
dengan negara-negara APEC.
Diharapkan tahun 2020 kontribusi industri non-migas terhadap PDB telah
mampu mencapai 30%, dimana kontribusi industri kecil (IK) ditambah industri
menengah (IM) sama atau mendekati kontribusi industri besar (IB). Selama
kurun waktu 2010 s.d 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan
pertumbuhan IK, IM, dan IB masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%,
dan 6,34%.
Untuk mewujudkan target-target tersebut, diperlukan upaya-upaya
terstruktur dan terukur, yang harus dijabarkan ke dalam peta strategi yang
mengakomodasi keinginan pemangku kepentingan berupa strategic outcomes
yang terdiri dari:
1. Meningkatnya nilai tambah industri,
2. Meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri,
3. Kokohnya faktor-faktor penunjang pengembangan industri,
4. Meningkatnya kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi industri
yang hemat energi dan ramah lingkungan,
5. Menguat dan lengkapnya struktur industri,
6. Meningkatnya persebaran pembangunan industri, serta
7. Meningkatnya peran industri kecil dan menengah terhadap PDB.
Dalam rangka merealisasikan target-target tersebut, Kementerian
Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan guna membangun daya saing
industri nasional yang tersinergi dan terintegrasi antara pusat dan daerah.
Pertama, melalui pendekatan top-down dengan pengembangan 35 klaster
industri prioritas yang direncanakan dari Pusat dan diikuti oleh partisipasi
daerah yang dipilih berdasarkan daya saing internasional serta potensi yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia. Kedua, melalui pendekatan bottom-up dengan
penetapan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah,
dimana pusat turut membangun pengembangannya, sehingga daerah memiliki
daya saing. Pengembangan kompetensi inti di tingkat provinsi disebut sebagai
Industri Unggulan Provinsi dan di tingkat kabupaten/kota disebut Kompetensi
Inti Industri Kabupaten/Kota.
Pendekatan kedua ini merupakan pendekatan yang didasarkan pada
semangat Otonomi Daerah. Penentuan pengembangan industri melalui
penetapan klaster industri prioritas dan kompetensi inti industri daerah sangat
diperlukan guna memberi kepastian dan mendapat dukungan dari seluruh sektor
di bidang ekonomi termasuk dukungan perbankan.

2.4 Peranan Sektor Industri Dalam Pembangunan

Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia


setelah sektor pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam
pembentukan PDB (Produk domestic Burto) Indonesia sampai tahun 1999.
Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor utama
dengan mengalahkan sektor pertanian.
Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri
besar, industri sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan
ini didasarkan pada banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa
memperhatikan industri yang digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat. Namun perindustrian
yang telah maju tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor
pertanian. Dengan semakin banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah
bahkan daerah pedesaan telah menggusur lahan-lahan pertanian produktif yang
jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas pertanian yang unggul.
Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari gas-gas
beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak
tanaman dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan
kurang baik jika dikonsumsi oleh manusia.
Sesuai dengan data EPS (Encapsulated Postscript) yang diolah
Kementerian Perindustrian pada triwulan III 2012 misalnya, sektor ini
menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 7,3% yoy (year on
year). Walaupun industri migas mengalami kontraksi sekitar 5%, namun
tingginya pertumbuhan Industri Pengolahan Non Migas mengakibatkan Sektor
Industri Pengolahan mengalami pertumbuhan sebesar 6,4% yoy.
Sebagaimana disampaikan Menteri Perindustrian M S Hidayat dalam
paparan akhir tahun 2012 lalu, pertumbuhan sebesar 6,4% tersebut Sektor
Industri Pengolahan menjadi motor pertumbuhan utama dan menjadi sumber
pertumbuhan ekonomi terbesar pada triwulan III 2012.
Meskipun ketidakpastian perekonomian dunia masih terus berlangsung,
namun kondisi perekonomian Indonesia tetap berjalan dengan pertumbuhan
yang cukup tinggi. Pada triwulan III 2012 pertumbuhan ekonomi Indonesia
tumbuh sebesar 6,2% (yoy), dan merupakan pertumbuhan tertinggi kedua di
Asia setelah China, dan ke-5 tertinggi di dunia.
Dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,2% itu, Sektor Industri
Pengolahan menyumbang pertumbuhan sebesar 1,62%. Kemudian diikuti oleh
Sektor Perdagang'an, Hotel, dan Restoran yang menyumbang sebesar 1,22%
dan Sektor Pengangkutan dan Komunikasi menyumbang sebesar 1,02%.
Sedangkan kontribusi sektor-sektor lainnya di bawah 1%.
Dicapainya pertumbuhan Industri Non Migas sebesar 7,3% pada triwulan
III 2012, tidak saja lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II 2012 sebesar 6,1%,
tetapi juga lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan III tahun 2011 yang mencapai
7,2%. Dengan pertqmbuhan sebesar 7,3% tersebut, maka pertumbuhan Industri
Npn Migas kembali lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional. Dan
dengan pertumbuhan tersebut, maka secara kumulatif hingga triwulan III tahun
2012, pertumbuhan Industri Non Migas mencapai sebesar 6,5%.
Pertumbuhan industri tersebut didukung oleh tingginya tingkat konsumsi
masyarakat, dan meningkatnya investasi di sektor industri secara sangat
signifikan sehingga menyebabkan tetap terjaganya kinerja sektor industri
manufaktur hingga saat ini. Beberapa investasi yang menonjol pada
Januari-September 2012 nilai investasi PMA pada Industri Non Migas mencapai
sekitar US$ 8,6 milyar, atau meningkat 65,9% terhadap nilai investasi pada
periode yang sama tahun 2011.
Sementara nilai investasi PMDN pada Januari-September 2012 mencapai
Rp 38,1 triliun, atau meningkat sebesar 40,19% dari periode yang sama tahun
sebelumnya. Dicapainya pertumbuhan industri non migas sebesar 6,5% hingga
triwulan III 2012 didukung oleh kinerja pertumbuhan sebagian besar kelompok
Industri Non Migas, yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi.
Pertumbuhan tertinggi dicapai kelompok Industri Pupuk, Kimia & Barang
dari karet sebesar 8,91%. Kemudian diikuti kelompok Industri Semen dan
Barang Galian Bukan Logam sebesar 8,75%. Kelompok Industri Makanan,
Minuman dan Tembakau, di ururutan berikutnya dengan pertumbuhan 8,22%,
dan kelompok Industri Alat Angkut, Mesin dan Peralatannya sebesar 7,52%.
Urutan berikutnya kelompok Industri Logam Dasar Besi dan Baja yang tumbuh
sebesar 5,70%, dan kelompok Industri Tekstil, Barang Kulit & Alas Kaki
sebesar 3,64%. Hasil-hasil yang dicapai tidak terlepas dari kebijakan dan upaya
yang telah dilakukan oleh Pemerintah serta didukung oleh para pelaku usaha
dan masyarakat dalam rangka pengembangan dan peningkatan daya saing
industri nasional.
Program dan upaya yang dilakukan pemerintah dalam pengembangan
industri yang menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi nasional menjadi
program prioritas yaitu:
1. Program Hilirisasi Industri Berbasis Agro, Migas, dan Bahan Tambang
Mineral.
2. Program Peningkatan Daya Saing Industri Berbasis SDM, Pasar
Domestik, dan Ekspor.
3. Program Pengembangan Industri Kecil dan Menengah dan lain
sebagainya.
Tantangan dan peluang industri tahun 2013 masih sangat tergantung pada
kondisi perekonomian Amerika Serikat dan Uni Eropa yang masih diwarnai
ketidakpastian. Hal ini tentu menimbulkan kekhawatiran banyak kalangan.
Akan tetapi, dengan terus membaiknya kinerja sektor industri non migas dan
pesatnya peningkatan investasi di sektor ini, maka pada tahun 2013
pertumbuhan indutri non migas diperkirakan bisa mencapai sedikitnya 6,8%.
Bahkan jika upaya-upaya maksimal bisa dilakukan, industri non migas
diperkirakan bisa tumbuh sekitar 7,1%, dimana dalam hal ini Industri Pupuk,
Kimia & Barang dari karet, Industri Semen & Barang Galian bukan logam;
Industri Makanan & Minuman, dan Industri Otomotif diharapkan bisa menjadi
motor pertumbuhan industri manufaktur.
Apabila berbagai permasalahan yang menghambat pertumbuhan sektor
industri seperti penyediaan infrastuktur, ketersediaan gas, listrik dan iklim
investasi yang kondusif dapat ditemukan solusinya, maka sektor industri di
yakini dapat berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional.
Dengan pertumbuhan industri non migas tersebut, maka pertumbuhan
sektor industri pengolahan secara keseluruhan diperkirakan bisa mencapai 6,2 -
6,5% pada tahun 2013 dan pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan bisa
mencapai 6,2 - 6,7%.

PDB riil Indonesia meningkat sebesar 5,0 persen tahun-ke-tahun (yoy) di


Triwulan ke-2 tahun 2017, tidak berubah dari Triwulan ke-1. Tingkat
pertumbuhan telah stabil sebesar sekitar 5 persen sejak Triwulan ke-1 tahun
2014, lebih rendah dari yang tercatat pada awal dekade ini.

Fundamental ekonomi makro Indonesia baik dan telah meningkat, karena


Pemerintah terus menerapkan reformasi struktural yang penting.
Pertumbuhan investasi naik ke tingkat tertinggi sejak Triwulan ke-4 tahun 2015,
didorong oleh investasi di sektor bangunan gedung dan struktur.
Secara tidak terduga, pertumbuhan konsumsi swasta tetap sama di
Triwulan ke-2. Momentum yang stabil dalam konsumsi swasta, yang mencakup
lebih dari separuh PDB Indonesia, berlawanan dengan beberapa faktor
pendorong yang menguntungkan: pertumbuhan lapangan kerja yang tinggi,
kenaikan gaji sebanyak dua digit, serta beralihnya periode Idul Fitri ke Triwulan
ke-2 tahun ini.
Tidak adanya peningkatan pertumbuhan di Triwulan ke-2, terutama
konsumsi sektor swata, adalah teka-teki yang memerlukan data dan analisis
lebih lanjut. Salah satu kemungkinannya adalah perekonomian sedang
menyesuaikan diri dengan reformasi baru-baru ini, sementara dampak
pertumbuhan membutuhkan waktu untuk terealisasi.
Konsumsi pemerintah mengalami kontraksi dari tahun sebelumnya,
sebagian mencerminkan dampak dasar (base effect) dari peningkatan belanja
barang yang besar di Triwulan ke- 2 tahun lalu, ditambah dengan adanya hari
kerja yang lebih sedikit di Triwulan ke-2 tahun ini.
Setelah mengalami lonjakan pada Triwulan ke-1, pertumbuhan ekspor
dan impor secara signifikan melambat. Hal ini mencerminkan secara sebagian
penurunan harga komoditas pada Triwulan ke-2 dan hari kerja yang lebih
sedikit karena libur Lebaran.

Ekonomi Indonesia Triwulan III-2017 Tumbuh 5,06 Persen


Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
berlaku triwulan III- 2017 mencapai Rp3.502,3 triliun dan atas dasar harga
konstan 2010 mencapai Rp2.551,5 triliun.
Ekonomi Indonesia triwulan III-2017 terhadap triwulan III-2016 (y-on-y)
tumbuh 5,06 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua
lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Jasa
Lainnya sebesar 9,45 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi
dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 17,27 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan III-2017 terhadap triwulan sebelumnya (q-to-q)
tumbuh 3,18 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai
Lapangan Usaha Pengadaan Listrik dan Gas sebesar 5,32 persen, sedangkan
dari sisi Pengeluaran pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,07
persen.
Ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2017 (c-to-c) tumbuh
5,03 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan
usaha, dimana pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Informasi dan
Komunikasi sebesar 9,80 persen. Sedangkan dari sisi pengeluaran terutama
didorong oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa yang tumbuh 9,79 persen.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan III- 2017 didominasi
oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa, Pulau Sumatera, dan Pulau Kalimantan.
Pulau Jawa memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Bruto,
yakni sebesar 58,51 persen, diikuti oleh Pulau Sumatera sebesar 21,54 persen,
dan Pulau Kalimantan 8,10 persen.
Ekonomi Indonesia Triwulan IV-2017, Perekonomian Indonesia tahun 2017
yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga
berlaku mencapai Rp13.588,8 triliun dan PDB perkapita mencapai Rp51,89 juta
atau US$3.876,8. Ekonomi Indonesia tahun 2017 tumbuh 5,07 persen lebih
tinggi dibanding capaian tahun 2016 sebesar 5,03 persen. Dari sisi produksi,
pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi
sebesar 9,81 persen. Dari sisi pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh
Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 9,09 persen. Ekonomi Indonesia
triwulan IV-2017 bila dibandingkan triwulan IV-2016 (y-on-y) tumbuh 5,19
persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Lapangan Usaha
Jasa Perusahaan sebesar 9,25 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 8,50 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2017 bila dibandingkan triwulan sebelumnya
(q-to-q) mengalami kontraksi sebesar 1,70 persen. Dari sisi produksi, hal ini
disebabkan oleh efek musiman pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan yang mengalami kontraksi 21,60 persen. Dari sisi pengeluaran
disebabkan oleh penurunan Ekspor neto. Struktur ekonomi Indonesia secara
spasial Tahun 2017 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dan
Pulau Sumatera. Kelompok provinsi di Pulau Jawa memberikan kontribusi
terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,49 persen, diikuti
oleh Pulau Sumatera sebesar 21,66 persen, dan Pulau Kalimantan 8,20 persen.
Kinerja Pembangunan industri
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan


baku, barang setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi
dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan
industri.
Di Indonesia industri masih sangat ketertinggalan dari negara-negara
lainnya, bahkan kalah dengan industri negara yang kecil, padahal d Indonesia
potensi untuk di adakannya perindustrian itu sangat bagus. Namun ada bebarapa
faktor yang mempengaruhinya seperti kurangnya SDM, kurangnya teknologi
dan pendanaan dari pemerintah. Pada saat sekarang ini, industri di Indonesia
mengalami kemajuan banyak industri-industri kecil yang muncul.
Akan tetapi, hal ini kurang tepat, karena menimbulkan beberapa dampak yang
tidak baik, karena industri-industri di Indonesia tidak memperhatikam
permasalah lingkungan terutama permasalahan limbah yang tidak terorganisir
secara baik. Meskipun dalam upaya yang dilakukan oleh bangsa ini, supaya
perindustrian di Indonesia tidak tertinggal telah dibuat kebijakan tentang
perindustrian namun pada kenyataannya kebijakan itu belum sepenuhnya
efektif.

3.2 Saran

Saran yang dapat kami berikan adalah supaya pemerintah lebih memperhatikan
permasalahan dalam perindustrian ini baik dalam segi modal ataupun
memikirkan bagaimana cara supaya limbah perindustrian tidak mencemari
lingkungan. Dan industri yang ada dapat dikelola sesuai dengan kebijakan yang
dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Industrialisasi#cite_note-autogenerated1-1

https://reszajulianisha.wordpress.com/2016/06/23/perekonomian-indonesia-indu
stri-dan-industrialisasi/

http://www.kemenperin.go.id/artikel/5422/Peran-Sektor-Industri-dalam-Mendor
ong-Pertumbuhan-Ekonomi-Nasional

http://www.kemenperin.go.id/artikel/19/Kebijakan-Industri-Nasional

http://www.worldbank.org/in/country/indonesia/publication/indonesia-economi
c-quarterly-october-2017

https://www.bps.go.id/pressrelease/2018/02/05/1519/ekonomi-indonesia-triwula
n-iv-2017

mediaindonesia.com

https://katadata.co.id/berita/2017/07/26/ekspor-impor-indonesia

Anda mungkin juga menyukai