Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang

setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,

termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dengan demikian, industri

merupakan bagian dari proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung

maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga menghasilkan barang yang bernilai lebih

bagi masyarakat. Kegiatan proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian.

Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur

(manufacturing). Padahal, pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua

kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial. Karena

merupakan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda

untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan

perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan

makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau

pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri

didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal

atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan

pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman industri negara

tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka

semakin beranekaragam jenis industrinya.

Sedangkan industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah

sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa

diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi

pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji dan penghasilan yang semakin tinggi.
Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan

perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.

Oleh sebab itu maka dalam makalah ini kami  akan membahas tentang bagaimana

sejarah sektor industri di Indonesia, masalah keterbalakangan industrialisasi di Indonesia,

bagaimana kebijakan industrilisasi di Indonesia, dan peranan sektor industri dalam

pembangunan.

1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat di rumuskan beberapa macam masalah

antara lain adalah sebagai berikut:

1.    Bagaimana sejarah sektor industri di Indonesia?

2.    Apa yang menjadi masalah keterbelakangan industrialisasi di Indonesia?

3.    Bagaimana kebijakan industrialisasi?

4.    Bagaimana sektor industri dalam pembangunan?

5.    Apa yang menjadi dampak industrialisasi  Indonesia?

1.3  Tujuan penulisan

 Makalah ini kami buat dengan tujuan untuk pemenuhan tugas sistem ekonomi Indonesia

selain itu diharapkan setelah makalah ini diselesaikan,kita dapat:

1.    Mengetahui dan memahami bagaiamana sejarah sektor industri di Indonesia.

2.    Mengatahui dan memahami masalah keterbelakangan industrialisasi di Indonesia.

3.    Mengetahui dan memahami bagaiamana  kebijkan industrialisasi.

4.    Mengetahui dan memahami bagaimana sektor industri dalam pembangunan.

5.    Mengetahui dan memahami apa yang menjadi dampak dari industrialisasi Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Sektor Industri Indonesia

Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing,

walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah

tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek,

kerajinan tekstil dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.

Perusahaan modern pada saat hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American

Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi

ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan

menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang

mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah

system dan pola kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri, dengan

memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru.

Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada ketika itu mempekerjakan 173

ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing.

Pada masa perang dunia II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah

pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan

diangkutnya barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga

investasi negara asing nihil. Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sektor industri

dan menawarkan investasi walau dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah

meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian). Program utamanya menumbuhkan dan

mendorong industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri besar atau

modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina. Pada tahun 1957 sektor industri mengalami

stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh, pada tahun 1960-an sektor industri tidak
berkembang. Akibat karena situasi polotik yang bergejolak, juga disebabkan kurangnya

modal dan tenaga ahli yang terampil. Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun

1967 dan PMDN tahun 1968 ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.

Perkembang sektor industri sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka

panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran

perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap,

nilai keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam

pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya.

2.2 Masalah keterbelakangan Industrialisasi di Indonesia

Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk negara sedang berkembang terbesar k-3

setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi, Indonesia dapat dikatakan baru

mulai salah satu indikator dari tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam

GDP (groos domestic product). Dari  ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat

ketinggalan dibandingkan dari negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besar nya

nilai tambah yang di hasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.

Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil, bahkan kalah

dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan. Secara perkapita nilai

tambah sektor industri di Indonesia termasuk yang paling rendah di asia. Indikator lain

tingkat industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentasi produksi listrik yang

digunakan oleh sektor industri. Di Indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari

tingkat yang rendah ini hanya sebagian kecil yang di gunakan oleh konsumen industri.

Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak

menggembirakan karena iklim politik pada waktu yang tidak menentu. Kebijakan

perindustrian selama awal tahun 1960-an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan

eatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri
praktis tidak berkembang (stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan

tenaga kerja ahli yang memadai.

Perkembangan sektor industri mengalami kemajuan yang cukup mengesankan pada masa

PJP I, hal ini dapat dilihat dari jumlah usaha, tenaga kerja yang di serap, nilai keluaran yang

dihasilkan, sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya

sampai terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.

Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah:

1.       Keterbatasan teknologi

Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan

kemampuan produksi.

2.       Kualitas sumber daya manusia

Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan

mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.

3.      Keterbatasan dana pemerintah

Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan

infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.

Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak krisis ekonomi

terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan

tetapi kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan

investasi pada industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan

barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci

penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia

dikuasai oleh produk produk luar.

2.3 Kebijakan Industrialisasi


Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana

dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat

diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan

berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu

perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan),

kebijakan hanya menjadi  tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.

Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-

keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas

program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat

diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk

mencapai suatu tujuan eksplisit.

Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan

perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih

baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:

1.      Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih

sederhana.

2.      Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan

kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama

dengan sektor BUMN.

3.      Diberlakukannya undang-undang penanaman modal asing (PMA).

Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu

kebijakan industrialisasi, yaitu :

a.       Keunggulan komperatif


Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage)

akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan

komparatif baginya.

b.      Keterkaitan industrial

Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih

mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.

c.       Penciptaan kesempatan kerja

Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment

creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling

banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat

karya dan indsutri-industri kecil.

d.      Loncatan teknologi

Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya

bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai

tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan

sektor lain.

2.4 Peranan Sektor Industri Indonesia

Sektor industri merupakan sektor utama dalam perekonomian Indonesia setelah sektor

pertanian. Sektor ini sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukan PDB Indonesia

sampai tahun 1999. Bahkan sejak tahun 1991 peran sektor industri mampu menjadi sektor

utama dengan mengalahkan sektor pertanian.

Di Indonesia industri dibagi menjadi empat kelompok, yaitu industri besar, industri

sedang, industri kecil dan industri rumah tangga. Pengelompokan ini didasarkan pada

banyaknya tenaga kerja yang terlibat didalamnya, tanpa memperhatikan industri yang

digunakan.
Perindustrian di Indonesia telah berkembang pesat. Namun perindustrian yang telah maju

tersebut tampaknya malah menjadi malapetaka bagi sektor pertanian. Dengan semakin

banyaknya pabrik yang berdiri di setiap daerah bahkan daerah pedesaan telah menggusur

lahan-lahan pertanian produktif yang jika tetap digunakan dapat menghasilkan komoditas

pertanian yang unggul. Selain itu hujan asam yang timbul akibat adanya pencemaran dari

gas-gas beracun yang tersebar di udara oleh pabrik-pabrik tersebut dapat merusak tanaman

dan tanah sehingga hasil yang didapat sangat tidak bagus bahkan kurang baik jika dikonsumsi

oleh manusia.

2.5 Dampak Industrialisasi Di Indonesia

Pengalaman beberapa negara berkembang khususnya negara-negara yang gandrung

memakai teknologi dalam industri yang ditransfer dari negara-negara maju (core industry)

untuk pembangunan ekonominya seringkali berakibat pada terjadinya distorsi tujuan.

Keadaan ini terjadi karena aspek-aspek dasar dari manfaat teknologi bukannya dinikmati oleh

negara importir, tetapi memakmurkan  negara pengekpor atau pembuat teknologi. Negara

pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena

tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri

dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam

mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun

John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi

dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh

itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan

ke tahapan pembangunan berikutnya.

Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu

pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya

populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga.
Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang

tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai

suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan. Proses

industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke

lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan

industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil

proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara

pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat

menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam

semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.

Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apapun sektor usaha yang dibangkitkan

oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun

sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir

dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi,

korporasi, dan industri-industri nasional. Dan aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa

adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan

kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi

dunia kerjanya.

Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di

kawasan Pasifik dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya

juga masih terbelakang. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang

disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi

kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada

kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe,

Medan, dan sebagainya.


Berikut ada beberapa dampak positif dari pembangunan industri:

a.       Menambah penghasilan penduduk.

b.      Menghasilkan aneka barang.

c.       Memperluas lapangan pekerjaan.

d.      Mengurangi ketergantungan dengan negara lain.

e.       Memperbesar kegunaan bahan mentah.

f.       Bertambahnya devisa negara.

Dan di bawah ini beberapa dampak negatif dari pembangunan industri:

a.       Terjadinya arus urbanisasi.

b.      Terjadinya pencemaran lingkungan.

c.       Adanya sifat konsumerisme.

d.      Lahan pertanian semakin kurang.

e.       Cara hidup masyarakat berubah.

f.       Limbah industri menyebabkan polusi tanah.

g.      Terjadinya peralihan mata pencaharian.


 BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang

setengah jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam penggunaannya,

termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Di Indonesia industri masih sangat ketertinggalan dari negara-negara lainnya, bahkan

kalah dengan industri negara yang kecil, padahal d Indonesia potensi untuk di adakannya

perindustrian itu sangat bagus. Namun ada bebarapa faktor yang mempengaruhinya seperti

kurangnya SDM, kurangnya teknologi dan pendanaan dari pemerintah. Pada saat sekarang

ini, industri di Indonesia mengalami kemajuan banyak industri-industri kecil yang muncul.

Akan tetapi, hal ini kurang tepat, karena menimbulkan beberapa dampak yang tidak baik,

karena industri-industri di Indonesia tidak memperhatikam permasalah lingkungan terutama

permasalahan limbah yang tidak terorganisir secara baik. Meskipun dalam upaya yang

dilakukan  oleh bangsa ini, supaya perindustrian di Indonesia tidak tertinggal telah dibuat

kebijakan tentang perindustrian namun pada kenyataannya kebijakan itu belum sepenuhnya

efektif.

3.2  Saran

Saran yang dapat kami berikan adalah supaya pemerintah lebih memperhatikan

permasalahan dalam perindustrian ini baik dalam segi modal ataupun memikirkan bagaimana

cara supaya limbah perindustrian tidak mencemari lingkungan. Dan industri yang ada dapat

dikelola sesuai dengan kebijakan yang dilaksanakan.


DAFTAR PUSTAKA

Arianto, Eko, 2013. Dampak Indusrialisasi di Indonesia.


http://ekoarianto.students.uii.ac.id/2013/03/25/dampak-industrialisasi-di-indonesia (diakses
tanggal 20 maret 2022).

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP Unsyiah, 2012. Industrialisasi di


Indonesia. http://himadikon-fkip.blogspot.com/2012/01/industrialisasi-diindonesia.html
(diakses tanggal 20 maret 2022).

Primadita, Cynthia, 2012. Jurnal Industrialisasi di Indonesia.


http://cynthiaprimadita.blogspot.com/2012/03/jurnal-industrialisasi-di-indonesia.html
(diakses tanggal 20 maret 2022).

Ridwan, Ita R., Dampak Industri Terhadap Lingkungan dan Sosial,


http://jurnalgea.com/index.php/jurnal/file/25-dampak-industri-terhadap-lingkungan-dan-
sosial (diakses tanggal 20 maret 2022).

Subandi, 2014, Sistem Ekonomi Indonesia, Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai