PENDAHULUAN
Latar belakang lahirnya industrialisasi adalah adanya revolusi. Dimulai dari sejarah
revolusi industri, Revolusi industri adalah perubahan teknologi, sosial ekonomi dan budaya pada
akhir abad ke 18 dan awal abad ke 19 di inggris dengan perkembangan mesin uap (dengan
menggunakan batu bara sebagai bahan bakar) dan ditenagai oleh mesin (terutama dalam produksi
tekstil). Efek budayanya menyebar keseluruh Eropa Barat dan Amerika Utara, kemudaian
mempengaruhi seluruh dunia. Efek dari perubahan ini di masyarakat Neolitikum ketika pertanian
mulai dilakukan dan membentuk peradaban, sangat besar dan seingkali dibandingkan dengan
revolusi kebudayaan masa itu. Istilah “Revolusi Industri” di perkenalkan oleh Friedrich Engels
dan Louis-Auguste Blanqui depertengahan abad ke 19.
1
Pembaca,, sebagai media informasi tentang perkembangan industralisasi secara teoritis
maupun secara praktis.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia di mana manusia mengubah pandangan
lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas
pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan
atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan
pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan
untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan
melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan
dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya.
Beliau pun menjelaskan langkah-langkah dalam menjalankan proses industrialisasi yang ada
di Indonesia. Satu, industri yang berfokus pada sektor pengolahan di dalam negeri. Selama ini,
utamanya pada era boom komoditas 2010-2012, pemerintah lengah tidak mengembangkan
industri hilir karena harganya yang tinggi di pasaran. Dua, kebijakan industrialisasi yang
dikembangkan haruslah yang menyerap banyak tenaga kerja. Sebab, industri harus menyokong
daya beli masyarakat dan menciptakan alih teknologi sehingga bermanfaat bagi tanah air. Tiga,
hendaknya pemerintah tidak terlalu pilah-pilih dalam mengembangkan industri. Sebab, sekecil
apapun peran suatu sektor industri dalam rantai perdagangan global tetap berpengaruh bagi
pemasukkan dalam negeri.
3
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi
menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunannya, termasuk kegiatan rancang
bangun dan perekayasaan industri. (Pasal 1 ayat 2).
Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pengertian industrialisasi adalah suatu proses
untuk mengelolah bahan-bahan baku konsumsi dan barang-barang yang olah lebih lanjut dengan
memperhatikan aspek produksi dan aspek permintaan.
B. PEMBAHASAN
Selain itu, industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin
pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit dan kekayaan alam
melimpah, seperti Kuwait dan Libya (negara penghasil minyak) ingin mencapai pendapatan yang
tinggi tanpa industrialisasi.
Setelah perang dunia II juga banyak bermunculan perkemebangan teknologi yang baru,
misalnya produksi dengan skala besar dengan konsep assembling, listrik, penemuan bahan-bahan
sintetik, kendaraan bermotor, revolusi teknologi komunikasi, sampai pada penggunaan robot.
Semua perubahan yang terjadi ini juga ikut memacu proses industrialisasi dunia karena
perkembangan ini mengubah pola produksi industri dan meningkatkan kapasitas (volume)
perdagangan dunia.
4
2. Faktor Pendorong
Faktor pendorong selain dari perkembangan teknologi (T) dan inovasi (In), serta laju
pertumbuhan pendapatan per kapita adalah sebagai berikut:
Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan
industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi yang relatif
lebih cepat. Hal ini dikarenakan jika sudah terdapat berbagai industri hulu dan menengah yang
kuat, maka otomatis negara yang bersangkutan akan lebih mudah untuk membangun industri
hilir dengan tingkat diversifikasi produksi yang tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara
yang belum mempunyai industri hulu dan menengah.
b) Besarnya pasar dalam negeri yang ditentukan oleh kombinasi antar populasi dan
tingkat pendapatan nasional riil per kapita
Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Misalnya, Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi,
karena pasar yang besar menjamin adanya skala ekonomis dan efisiensi dalam proses produksi
(asumsi:faktor penentu lainnya cukup mendukung).
d) Kondisi dan keberadaan Sumber Daya Alam (SDA). Negara dengan SDA yang besar
cenderung lebih lambat dalam industrialisasi, karena tingkat diversifikasi dan laju pertumbuhan
eknominya relatif rendah.
e) Kebijakan dan strategi pemerintah, seperti tax holiday, bebas bea masuk untuk bahan
baku impor, pinjaman dengan suku bunga yang relatif rendah.
Proses industrialisasi yang terjadi pada negara-negara ASEAN yang pesat disorong oleh
laju pertumbuhan output industri yang pesat karena menyebabkan terjadinya penambahan
struktural yang cukup luas di dalam perekonomian negara tersebut.
Hal ini dikarenakan, sektor industri menaglami laju pertumbuhan yang sangat pesat,
melebihi laju pertumbuhan di negara berkembang dengan rata-rata 50-100% pada 1970-an,
bahkan dengan batas rata-rata yang lebih tinggi pada 1980-an. Pangsa sektor manufaktur
terhadapa toal output industri telah menjadi lebih dari 2 kali lipat di Indonesia maupun Malaysia,
dan hampir 2 kali lipat di Thailand. Ke-empat ekonomi tersebut kini telah melampaui titik belok
5
yang penting di jalan panjang pembangunan ekonomi dalam hal output sektor manufaktur yang
melebihi output sektor pertanian.(Hill, 2003).
Selain itu, menurut Hill, hal lain yang mungkin penting adalah pelaksanaan industrialisasi
di ke-empat negar tersebut telah berhasil melampaui suatu proses pergeseran secara bertahap
selama 1970-an, dari yang tadinya berorientasi ke pasar domestik (subtitusi impor) ke industri
yang berorientasi ke pasar global.
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat kekuatan ekonomi dari
pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri yang memiliki keunggulan kompetitif
dan komparatif.
Indikator yang digunakan untuk mengukur struktur industri adalah distribusi dari jumlah
unti produksi (perushaan) yang ada dan total NO atau NT dari sektor industri menurut kelompok
industri (subsektor). Kaena semakin tingginya subsektor industri, berarti semakin tingginya
diversifikasi produksi.
Distribusi PDB menurut subsektor industri juga dapat berperan sebagai indikator poengukur
tingkat diversifikasi industri. Semakin maju industri manufaktur, semakin besar kontribusi output
dari kelompok-kelompok industri berteknologi tinggi terhadap pembentukan PDB.
· Penawaran agregat perkembangan teknologi, kualitas SDM, dan inovasi material baru
untuk produksi.
· Permintaan agregat peningkatan pendapatan per kapita yang mengubah volume dan
pola konsumsi.
6
industri denagn teknoklogi yang tinggi, contohnya obat-obatan, komputer, alat-alat perkantoran,
barang elektronik, dan kendaraan bermotor.
Kategoti kedua yaitu industri dengan T yang menengah, contohnya produk-produk dari
logam sederhana, produk-produk dari plasitik dan karet, dan penyulingan minyak. Kategori
ketiga adalah industri dengan T rendah, seperti kertas dan percetakan, pakaian jadi, makanan,
minuman, rokok, dan mebel.
Struktur industri:
1) Ragam produk barang konsumsi, sederhana, barang konsumsi dengan kandungan teknologi
yanglebih canggih, barang modal.
2) Intensitas pemakain faktor produksi barang dengan padat karya dan barang dengan padat
modal. Orinetasi pasar barang domestik dan barang ekspor.
d. Ekspor
Kinerja ekspor (X) dari produk-produk manufaktur juga dapat digunakan sebagai salah
satu indikator alternatif untuk mengukur derajat pembangunan dari industri manufaktur. Kinerja
X bisa ada dalam 3 arti, yaitu laju pertumbuhan volume atau nilai X dan diversifikasi, baik dalam
produk maupun pasar/ negara tujuan.
Pada umumnya, industri manufaktur suatu negara dikatakan sudah maju apabila laju
pertumbuhan X manufakturnya rata-rata per tahun tinggi dan tingkat diversifikasi produk seta
pasar dan negara tujuannya tinggi.
Hasil analisis Wolrd Bank tahun 1999 menunjukkan bahwa Indonesia lemah dalam
prosuk-produk manufaktur yang prospek masa depannya sangat baik. Data BPS juga
menunjukkan bahwa diversifikasi X manufaktur Indonesia cukup tinggi, namun masih hanya
didominasi oleh industri kecil dan menengah ke bawah, terutama pada barang-barang konsumsi.
Selain itu, industri Indonesia juga masih didominasi dengan produk-produk berbasis
pertanian. Di sisi lain, harga dunia untuk komoditi berbasis pertanian relatif rendah jika
dibandingkan dengan komoditas berteknologi menengah ke atas, seperti komputer, mesin, dan
otomotif, bahkan pasaran harga komoditas-komoditas ini kian meningkat dari waktu ke waktu.
Ada sebuah implikasi bahwa tiap negara akan saling tergantung satu dan yang lainnya lewat
perdagangan internasional (X dan M) dalam memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
7
Indonesia masih memiliki ketergantungan dengan impor barang-barang dari luar negeri. Hal
ini dikarenakan tingkat industri manufaktur Indonesia yang masih lemah walaupun terus
berkembang, sehingga tingkat ketergantungan impor barang manufaktur masih tinggi. Berbeda
dengan negara yang memiliki industri manufaktur yang maju, maka negara tersebut tidak
bergantung pada impor.
Di satu sisi, X manufaktur didominasi oleh produk sederhana yang nilainya di pasar dunia
relatif rendah dan di sisi lain, M manufaktur Indonesia didominasi oleh barang-barang menengah
ke atas, seperti barang konsumsi tahan lama (kendaraan bermotor, elektronik, komputer), barang
modal (mesin, mobil penumpang), bahan baku, dan penolong yang sudah diproses
(makanan,minuman, dan bahan baku untuk industri, bahan bakar dan pelumas), komponen-
komponen transportasi yang pada umumnya memiliki nilai relatif lebih tinggi di pasar dunia.
5. Permasalahan
Kualitas SDM dapat diukur dengan tingkat rata-rata pendidikan dari angkatan kerja atau
masyarakat dari golongan umur produktif, yaitu 15-65 tahun. Jika pekerja yang tidak/belum
sekolah digabungkan dengan pekerja yang tidak tamat SD, maka data BPS menunjukkan bahwa
sebagian besar dari jumlahaangkatan kerja di Indonesia hanya berpendidikan rendah.
Kualitas SDM dapat juga diukur dengan lamanya sekolah atau rata-rata tahun pendidikan
yang dialami masyarakat dari kategori umur tertentu di negara tersebut. Hill(2002) menunjukkan
bahwa rata-rata tahun pendidikan yang dialami oleh masyarakat kategori dari umur 25 tahun ke
atas di Indonesia paling singkat, jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, yakni
masih di bawah 5 tahun.
Hal ini juga menggambarkan bahwa jumlah pendduk Indonesia, terutama dengan
diploma pendidikan tinggi di atas sarjana (S1) lebih sedikit dibanding dengan negara-negara Asia
lainnya. Rendahnya kualitas SDM di Indonesia salah satunya disebabkan oleh terbatasnya dana
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah.
Kelemahan structural
8
Basis ekspor dan pasar masih sempit, walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya
alam (SDA) dan tenaga kerja (TK), tapi produk dan pasarnya masih hanya terkonsentrasi pada:
1) terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil dan alas kaki).
2) Pasar tekstil dan pakaian jadi terbatas pada beberapa negara, yaitu Amerika, Kanada,
Turki dan Norwegia.
3) Amerika, Jepang dan Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil dan pakaian jadi
dari Indonesia.
4) Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur Indonesia masih mudah terpengaruh
oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas.
5) Banyak produk manufaktur terpilih padat karya yang mengalami penurunan harga karena
munculnya para pesaing baru, seperti Cina dan Vietnam.
6) Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sebagai akibat faktor internal,
seperti tuntutan kenaikan upah.
Kelemahan organisasi:
Nilai impor bahan baku, komponen dan input perantara masih tinggi diatas 45%.
Industri padat karya, seperti tekstil, pakaian jadi dan kulit bergantung kepada impor
bahan baku, komponen dan input perantara juga masih relatif tinggi.
PMA sektor manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku dan komponen dari
luar negeri.
Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan
keterkaitan eksternal) dari PMA masih sangat terbatas.
Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran
masih terbatas.
9
Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi dan baja)
terhadap ekspor menurun 1985-1997. Produksi produk dengan teknologi rendah
berkembang pesat.
3) Industri kecil dan menengah masih terbelakang produktivitas rendah, jumlah tenaga kerja
masih banyak (padat karya), bukan padat modal.
4) Kapasitas menyerap dan mengembangkan teknologi masih lemah dikarenakan SDM yang
lemah.
Permasalahan Industrialisasi
Basis ekspor & pasar masih sempit walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya
alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a) Terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b) Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada,Turki & Norwegia
c) USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil & pakaian jadi dari
Indonesia
d) Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh
perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e) Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul
pesaing baru seperti cina & vietman
f) Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti
tuntutan kenaikan upah
Konsentrasi regional
Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
2) Kelemahan organisasi
Industri kecil & menengah masih terbelakangproduktivtas rendahJumlah Tk masih
banyak (padat Karya)
Konsentrasi Pasar
Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
SDM yang lemah
Tujuan pembangunan industri nasional baik jangka menengah maupun jangka panjang
ditujukan untuk mengatasipermasalahan dan kelemahan baik di sektor industri maupun untuk
mengatasi permasalahan secara nasional, yaitu:
1. Meningkatkan penyerapan tenaga kerja industri;
2. Meningkatkan ekspor Indonesia dan pember-dayaan pasar dalam negeri
3. Memberikan sumbangan pertumbuhan yang berarti bagi perekonomian;
4. Mendukung perkembangan sektor infrastruktur;
5. Meningkatkan kemampuan teknologi;
6. Meningkatkan pendalaman struktur industri dan diversifikasi produk
7. Meningkatkan penyebaran industri.
Dari hal-hal tersebut dan untuk menjawab tantangan di atas maka kebijakan dalam
pembangunan industri manufaktur diarahkan untuk menjawab tantangan globalisasi ekonomi
dunia serta mampu mengantisipasi perkembangan perubahan lingkungan yang sangat cepat.
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara berkembang,
termasuk Indonesia, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah
membangun daya saing industry manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk
itu, strategi pembangunan industry manufaktur ke depan dengan memperhatikan
kecenderungan pemikiran terbaru yang berkembang saa t ini, adalah melalui pendekatan
klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang kolektif. Industri manufaktur
masa depan adalah industri-industri yang mempunyai daya saing tinggi, yang didasarkan
tidak hanya kepada besarnya potensi Indonesia (comparative advantage), seperti luas bentang
11
wilayah, besarnya jumlah penduduk serta ketersediaan sumber daya alam, tetapi juga
berdasarkan kemampuan atau daya kreasi dan keterampilan serta profesionalisme sumber daya
manusia Indonesia (competitive advantage).
Bangun susun sektor industri yang diharapkan harus mampu menjadi motor penggerak
utama perekonominter nasional dan menjadi tulang punggung ketahanan perekonomian
nasional di masa yang akan datang. Sektor industri prioritas tersebut dipilih berdasarkan
keterkaitan dan kedalaman struktur yang kuat serta memiliki daya saing yang berkelanjutan serta
tangguh di pasar internasional.
Pembangunan industri tersebut diarahkan pada penguatan daya saing, pendalaman rantai
pengolahan di dalam negeri serta dengan mendorong tumbuhnya pola jejaring (networking)
industri dalam format klaster yang sesuai baik pada kelompok industri prioritas masa depan,
yaitu: industri agro, industri alat angkut, industri telematika, maupun penguatan basis industri
manufaktur, serta industri kecil-menengah tertentu.
Dengan memperhatikan permasalahan yang bersifat nasional baik di tingkat pusat
maupun daerah dalam rangka peningkatan daya saing, maka pembangunan industri nasional
yang sinergi dengan pembangunan daerah diarahkan melalui dua pendekatan. Pertama,
pendekatan top-down yaitu pembangunan industri yang direncanakan (by design) dengan
memperhatikan prioritas yang ditentukan secara nasional dan diikuti oleh partisipasi daerah.
Kedua, pendekatan bottom-up yaitu melalui penetapan kompetensi inti yang merupakan
keunggulan daerah sehingga memiliki daya saing. Dalam pendekatan ini Departemen
Perindustrian akan berpartisipasi secara aktif dalam membangun dan mengembangkan
kompetensi inti daerah tersebut. Hal ini sekaligus merupakan upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di daerah, yang pada gilirannya dapat mengurangi tingkat kemiskinan dan
pengangguran.
Strategi ini dilakukan dengan dua cara, yaitu:
- Subtitusi Impor (inward-looking)
- Promosi Ekspor (outward-looking)
Strategi industrialisasi
1. Strategi Subtitusi Impor
Lebih menekankan pada pengembangan industry yang berorientasi pada pasar domestic
Strategi subtitusi impor adalah industry domestic yang membuat barang menggantikan
impor
Dilandasi oleh pemikiran bahwa laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat dicapai
dengan mengembangkan industry dalam negeri yang memproduksi barang pengganti impor
a. SDA dan factor produksi lain (terutama tenaga kerja) cukup tersedia potensi permintaan
dalam negeri memadai
b. Pendorong perkembangan sector industri manufaktur dalam negeri
c. Dengan perkembangan industri dalam negeri, kesempatan kerja lebih luas
d. Dapat mengurangi ketergantungan impor
12
- Ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang dengan baik
- Kebijakan proteksi yang berlebihan selama orde baru menimbulkan high cost economy
- Teknologi yang digunakan oleh industry dalam negeri, sangat diproteksi
3. Kebijakan Industrialisasi
Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri lebih bebas dan sederhana
Dikuranginya fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara dan kebijakan
pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama-sama dengan BUMN
Diberlakukannya Undang-undang PMA ( Penanaman Modal Asing )
13
BAB III
3.1. Kesimpulan
1. Pengaruh atau dampak perkembangan industri sangat besar sekali terhadap perkembangan
perekonomian Indonesia. Industri memegang peranan yang menentukan dalam perkembangan
perekonomian sehingga benar-benar perlu didukung dan diupayakan perkembangannya.
3.2. Saran
14
DAFTAR PUSTAKA
http://hanifaturrizqiamalia.blogspot.com/2015/04/industrialisasi-di-
indonesia.html
15