Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

‘’TRANSFORMASI STRUKTURAL PEREKONOMIAN INDONESIA’’

DI SUSUN OLEH:

HASNI (162001080)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH BUTON

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang,pada dasarnya memiliki


empat dimensi pokok antara lain pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan,
perubahan atau transformasi ekonomisertakeberlanjutan pembangunan masyarakat
agraris menjadimasyarakatindustri. Pertmbuhan pendapatan nasional akan
membawa suatu perubahanmendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang
didominasi oleh sektor-sektor nonprimer, khususnya industri manufaktur.

Semakin tinggi laju pertumbuhan ekonomi rata – rata pertahunmembuat semakin


tinggi peningkatan pendapatan masyarakat perkapita,semakin cepat perubahan
struktur ekonomi, dengan asumsi bahwa faktor – faktor penentu lain seperti
tenaga kerja, bahan baku, dan teknologimendukung proses tersebut. Transformasi
struktural merupakan prasyaratdari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan
dan penanggulanggankemiskinan, sekaligus pendukung bagi kelanjutan
pembangunan. Padakenyataannya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak
disertai dengan pertumbuhan struktur tenaga kerja yang berimbang, artinya titik
balik untuk aktivitas ekonomi tercapai lebih dahulu dibanding titik balik
penggunaan tenaga kerja. Sehingga terjadi masalah – masalah yangseringkali
diperdebatkan di antaranya apakah pangsa PDB sebandingdengan penurunan
pangsa serapan tenaga kerja sektoral dan industri manayang berkembang lebih
cepat, agroindustri atau industri manufaktur.Apabila transformasi kurang
seimbang dikuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan eksploitasi sumber daya
manusia pada sektor primer.
B.RumusanMasalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahansebagai


berikut :

1. Apakah pengertian transformasi structural perekonomian Indonesia?


2. Bagaimana proses transformasi structural dan berbagai indikatornya?
3. Bagaimana analisis kebijakan transformasi structural
perekonomianIndonesia?

C.Tujuan Makalah

Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengertian dari transformasi structural perekonomian


Indonesia
2. Untuk mengetahuiproses transformasi structural dan berbagai
indikatornya.
3. Untuk mengetahui kebujakan transformasi structural perekonomian
Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN TRANSFORMASISTRUKTURAL PEREKONOMIAN


INDONESIA

Pengertian transformasi struktural merupakan prasyarat dari peningkatan dan


kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangankemiskinan, sekaligus
pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itusendiri.

Dalam menganalisis struktur ekonomi terdapat dua teori utama,yaitu:

1. Teori Arthur Lewis


Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa perekonomian suatu
negara pada dasarnya terbagi menjadi dua yaitu perekonomian tradisional
di pedesaan yang di dominasi sektor pertanian dan perekonomian modern
di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan,
pertumbuhan pendudukknya tinggi sehingga terjadi kelebihan supply
tenaga kerja. Akibat over supply tenaga kerjai ini, tingkat upah menjadi
sangat rendah. Sebaliknya, di perkotaan sektor industri mengalami
kekurangan tenaga kerja. Hal ini menarik banyak tenaga kerja pindah dari
sektor pertama ke sektor kedua sehingga terjadi suatu proses migrasi dan
urbanisasi. Selain itu tingkat pendapatan di negara yang bersangkutan
meningkat sehingga masyarakat cenderung mengkonsumsi macam-
macam produk industri dan jasa. Hal ini menjadi motor utama
pertumbuhan output di sektor-sektor nonpertanian.
2. Teori Hollins Chenery
Teori Chenery memfokuskan pada perubahan struktur dalam tahapan
proses perubahan ekonomi di suatu negara yang mengalami transformasi
dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama
pertumbuhan ekonomi.
Faktor-faktor penyebab transisi ekonomi:
1) Kondisi dan struktur awal ekonomi awal dalam negeri
Suatu negera yang pada awal pembangunan ekonomi sudah memiliki
industri-industri dasar yang relatif kuat akan mengalami proses
industrialisasi yang lebih pesat.
2) Besarnya pasar dalam negeri
Pasar dalam negeri yang besar merupakan salah satu faktor insentif bagi
pertumbuhan kegiatan ekonomi, termasuk industri, karena menjamin
adanya skala ekonomis dan efisiensi proses produksi.
3) Pola distribusi pendapatan
Merupakan faktor pendukung dari faktor pasar. Tingkat pendapatan
tidaklah berarti bagi pertumbuhan industri-industri biladistribusinya
sangat pincang.
4) Karakteristik Industrialisasi
Mencakup cara pelaksanaan atau strategi pembangunan industriyang
diterapkan, jenis industri yang diunggulkan, pola pembangunan industri,
dan insentif yang diberikan.
5) Keberadaan sumber daya alam
Ada kecenderungan bahwa negara yang kaya SDA
6) Kebijakan perdagangan luar negeri
Negara yang menerapkan kebijakan ekonomi tertutup ( inward looking
policy ), pola hasil industrialisasinya akan berkembangtidak efisien
dibandingkan negara-negara yang menerapkan outwardlookingpolicy.
B.PROSES TRANSFORMASI PEREKONOMIAN INDONESIA
Pembangunan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru
dapatdiklasifikasikan dalam empat fase besar (Hill, 1992: 204-205).
Pertama, menciptakan iklim yang baik untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomiyang cepat, dan memberikan kesempatan bagi investasi asing
maupundomestik. Kedua, fase terkait dengan adanya booming harga
minyak bumi tahun 1973-1981 dan ditandai dengan dibangunnya banyak
industri, meskipun tidak efisien. Pengaruh oilboom pada industrialisasidi
Indonesia adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
cepat,sehingga permintaan domestik untuk barang manufaktur meningkat.
Olehkarena itu, pemerintah mempercepat industrialisasi dengan
membangun banyak industri besar yang padat modal, seperti penyulingan
minyak, gasalam, pupuk, petrokimia, dan semen. Peristiwa Malari 1974,
yangmeluncurkan sentimen nasionalis dan antimodal asing, berdampak
padakebijakan perdagangan yang proteksionis.
Kedua fase diatas kemudian menjadi awal permasalahan struktur
dan efisiensi Yng serius pada dekade delapan puluhan.
Penyebabnyaadalah pada tahun 1981 hingga 1985 harga minyak dunia
terus menurun,sehingga memaksa pemerintah menkaji ulang kebijakan
industri.Keadaan demikian merupakan fase ketiga dan diakhiri pada tahun
1985,di mana kebijakan pemerintah yang memacu industri
kemudianmembawa indonesia ke masalah pembayaran internasional.
Baru padatahun 1985, fase keempat dimulai. Pemerintah mengubah
investasi pemerintah, campur tangan pemerintah, dan industri subtitusi
impor menjadi investasi swasta yang berorientasi pasar dan bersifat
promosiekspor.
Pada dasawarsa 1980-an, Indonesia mulai muncul sebagai kekuatan
industri yang penting di antara negara sedang berkembang.Industrialisasi
di Indonesia berjalan dengan cepat sejak tahun 1966.Walaupun begitu,
Indonesia memang masih belum dapat dibandingkan dengan Brazil,
China, India, dan negara-negara industri baru lainnya.
Namun, pemerintahan Orde Baru terbukti berhasil menumbuh
kembangkan dan melakukan transformasi industri dengan berbagai
kebijakan makro yang hati-hati, memanfaatkan oil boom, swasembada
pangan lewat revolusi hijau, serta pembangunan infrastruktur dan
transportasi.
Adapun periode proses transformasi adalah sebagai berikut :
1.Periode Sampai 1966
Dalam era Soekarno sampai tahun 1966, pemerintah sangat
mengintervensi dan memilih berorientasi ke dalam ( inward-looking )
dalam mengembangkan strategi industri. Fokus perhatian pemerintah
dititik beratkan pada BUMN (Badan Uasha Milik Negara) yang bergerak
dalam sektor manufaktur. BUMN didukung dengan kucuran kredit
perbankan, subsidi, dan valas. Namun, minimnya cadangan devisa
nasional menyebabkan langkanya bahan baku dan suku cadang impor.
Banyak sekali terjadi privatisasi perusahaan domestik dan
nasionalisasi perusahaan asing. Sejarah BUMN Indonesia memang tidak
bisa dilepaskan dari hasil nasionalisasi perusahaan dan perkebunan asing
di masa Soekarno. Selama periode ini,ketidakstabilan politik, defisit
anggaran yang tak terselesaikan, inflasi melonjak, serta campur tangan
pemerintah dalam pasar yang sangat kuat menghasilkan lingkungan yang
tidak menguntungkan bagi perkembangan industri nasional.
Pada masa Soekarno, walaupun secara de facto maupun de jure
Indonesia sudah merdeka, tatanan perekonomian Indonesia masih berbau
‘kolonial’. Pemerintah pada saat itu mengambil langkah-langkah untuk
mengambil alih sektor usaha yang dianggap strategis melalui kebijakan
untuk menasionalisasikan perusahaan-perusahaan.
Langkah-langkah tersebut tidak bisa dilepaskan dari paradigma revolusi
yang di canangkan Soekarno, yaitu membangun karakter nasional
Indonesia ( National CharacterBuilding ). Pemikiran ilmiah yang
kemudian mewarnai semua kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia
di bawah Soekarno, termasuk kebijakan di bidang ekonomi.
Pada akhir tahun 1952, Kabinet Wilopo mengambil keputusan untuk
menasionalisasikan perusahaan listrik swasta Belanda.Selanjutnya, tahun
1953 misalnya, pemerintah mengambil langkah untuk melakukan
nasionalisasi DeJavasche Bank (Java Bank) dan diberi nama baru Bank
Indonesia. Sebelumnya, Java Bank bertindak sebagai pengendali
peredaran uang dan kredit. Tindakan menasionalisasikan Bank tersebut
menjadi ‘penegasan’ kedaulatan negara baru bernama Republik Indonesia.
Alasannya adalah kemandirian pengendalian peredaran uang dan kredit
adalah unsur pokok kedaulatan sebuah negara (Anspach,
1969:137;Thee,2004:42).Selain menasionalisasi perusahaan-perusahaan
asing, pemerintah Indonesia pun melakukan nasionalisasi perusahaan
penerbangan Garuda Indonesia Airways. Perusahaan yang di dirikan pada
tahun 1950 merupakan perusahaan patungan antara Pemerintah Indonesia
dengan Perusahaan Penerbangan Belanda KLM. Kedua belah pihak
masing-masing menguasai 50% saham, sedangkan manajemennya
dikuasai oleh pihak KLM. Pemerintah Indonesia kemudian diberi opsi
untuk menguasai saham mayoritas pada 10 tahun ke depan. Pada masa
Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1953-1955), pemerintah Indonesia
mengambil alih Garuda Indonesia Airways sekaligus
manajemennya.Setelah itu, pihak KLM hanya memberikan bantuan
teknis(Anspach,1969:146;Thee,2004:43).

Pemerintah Indonesia terus berupaya mencapai kemandirian


ekonomi. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah pada masa itu
antara lain membuat Rencana Urgensi Ekonomi (RUE). RUE sendiri
bertujuan mengembangkan industri manufaktur modern yang dikuasai dan
di kendalikan oleh orang Indonesia. Menurut RUE, pembangunan industri
hendaknya dibiayai dahulu oleh pemerintah, kemudian diserahkan kepada
pihak swasta atau melalui perusahaan patungan antara pemerintah dan
swasta. RUE kemudian gagal dilaksanakan oleh Kabinet Nasir yang
mencanangkannya. Kabinet-kabinet selanjutnya pun menjalankan RUE
dengan tersendat-sendat, sehingga pada tahun 1956 RUE digantikan
Rencana Pembangunan Lima Tahun Pertama (1955-1960) yang disusun
oleh Biro Perancang Negara di bawah pimpinan Djuanda (Siahaan, 1996:
182; Anspach, 1969: 163;Thee, 2004: 44).
Dalam rangka menyusun kekuatan tandingan untuk menyaingi
kepentingan ekonomi Belanda, pada tahun 1950 Pemerintah Indonesia
meluncurkan Program Benteng (Djojohadikusumo, 1986: 35).Program di
lakukan melalui pengembangan wiraswasta pribumi yang tangguh dan
menempatkannya pada sektor ekonomi yang penting,yaitu perdagangan
impor, di bawah kendali nasional. Pelaksanaan Program Benteng di
lakukan dengan memberikan lisensi impor kepada para pengusaha
pribumi. Harapannya adalah melalui program tersebut pengusaha pribumi
dapat memupuk modal dan kemudian melakukan diversifikasi ke sektor
usaha lainnya.
Walaupun terhitung berhasil dari segi pengendalian nasional
terhadap perdagangan impor yang ditandai dengan lebih dari 70%
perdagangan impor di kuasai oleh pribumi, Program Benteng menyimpan
kelemahan. Kelemahan antara lain adanya pihak-pihak penerima lisensi
yang kemudian menjual lisensinya kepada pihak nonpribumi terutama
etnis Tionghoa. Akibatnya, program justru dimanfaatkan oleh para
pemburu rente untuk mengambil keuntungan jangka pendek.
Kelemahan di atas mendorong upaya pokok pemerintah untuk
menciptakan wirausahawan pribumi yang tangguh menjadi condong ke
kebijakan yang menasionalisasikan perusahaan-perusahaanBelanda.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda memang berhasil dalam
memenuhi aspirasi nasionalisme bangsa Indonesia
untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Namun, kita tidak dapat
menyangkal bahwa saat itu pemerintah kekurangan dana untuk membayar
kompensasi dari nasionalisasinya. Kemudian, masih kurangnya
wiraswasta dan manajer nasional yang dapat mengelola perusahaan-
perusahaan tersebut menjadi masalah yang serius pula.
Pentingnya sumber daya manusia sebenarnya sudah di dasari oleh para
nasionalis moderat seperti Mohammad Hatta, Syarifuddin Prawiranegara,
serta Djuanda. Para nasionalis moderat menghendaki agar pemerintah
menjalankan kebijakan yang bertahap dan hati-hati dalam proses
transformasi ekonomi ‘kolonial’ menjadi ekonomi nasional melalui
transfer ilmu. Namun, situasi politik tidak memungkinkan karena sikap
kaku Belanda mengenai masalah Irian Barat kemudian membuka peluang
bagi para nasionalis radikal seperti Soekarno untuk menempuh kebijakan
konfrontatif dan berakhir pada nasionalisasi perusahaan Belanda.
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para nasionalis radikal
terbukti berhasil menghapus dominasi bisnis Belanda atas ekonomi
Indonesia. Namun, berbagai masalah ekonomi lainnya kemudian
bermunculan, seperti inflasi yang tinggi akibat pembiayaan defisit
anggaran pemerintah, merajalelanya pasar devisa gelap karena apresiasi
riil ( overvaluation ) rupiah, dan masalah-masalah ekonomi lainnya.
Pada periode Soekarno, Indonesia masih tergolong negara yang
tertinggal dalam hal pembangunan( least developing
country ).Perekonomian mengalami stagnasi akibat inflasi yang sangat
tinggi,lalu ketidakstabilan politik membuat dunia bisnis terganggu.
Investasidi bidang industri sangat kecil dan sebagian besar tidak
terselesaikan.Lebih lanjut, kebanyakan industri hanya merupakan industri
kecil dan menengah pengolah bahan mentah, hampir tidak ada industri
besar yang modern. Investasi asing pun merupakan sesuatu yang
langka.Hal ini merupakan salah satu akibat kedekatan Indonesia dengan
UniSoviet dan Eropa Timur.
2.Periode 1966-1985
Mulai tahun 1966, pemerintah Orde Baru di bawah Soeharto
melakukan berbagai langkah reformasi perekonomian (Glassburner,1971:
Bab 1, 2, dan 13). Pemerintah melakukan sejumlah kebijakan yang
menguntungkan sektor manufaktur, terutama leberalisasi perdagangan dan
unifikasi nilai tukar (Poot, et al, 1991).Kemudian, prioritas utama berada
pada pengembangan sektor swast,dimana promosi banyak dilakukan
untuk menarik investor asing masuk ke Indonesia. Di sisi lain, perlakuan
khusus, seperti subsidi pada perusahaan pemerintah, mulai dihilangkan.
Hasilnya adalah barang baku dan suku cadang industri semakin mudah
ditemukan, lalu mulailah era bonanza industri.
Indonesia mencapai pertumbuhan rata-rata 6,7% per tahun selama
nyaris tiga dekade. Hampir tidak ada negara besar yang mencapai prestasi
seperti itu. Apa kemudian membuat Indonesia begitu menonjol pada
kurun waktu tersebut? Hal demikian tidak dapat di lepaskan dari peran
Presiden Soeharto dan sekelompok ekonomi yang dijuluki ‘mafia
Barkeley’ dan duduk di pemerintahannya serta peran faktor endowment
dalam proses transformasi struktural padamasa itu (Sjahrir,2006:4).
Tidak dapat dipungkiri, Soeharto adalah tokoh sentral pemerintahan
Orde Baru. Beliau adalah tokoh di balik kestabilan politik Indonesia
selama 3 dekade. Kestabilan politik kemudian didukung konsistensi
kebijakan ekonomi, paling tidak selama 20tahun awal masa transformasi
struktural (1967-1987), yang di motori oleh ekonom-ekonom seperti
Widjojo Nitisatro, Ali Wardhana, J.B.Sumarlin, Emil Salim, M. Sadli,
Saleh Alif, dan Radius Prawiro.Pada masa awal pemerintahan Orde Baru,
Presiden Soeharto mewarisi masalah-masalah ekonomi yang pelik dari
pemerintahan sebelumnya. Inflasi tinggi mencapai 650%, utang luar
negeri US$ 2,5miliar (dengan kurs masa itu), tingkat pertumbuhan
ekonomi relatif rendah, serta masalah-masalah ekonomi lainnya. Oleh
karena itu,ekonomi Orde Baru dimulai dengan tahap rehabilitasi
perekonomian yang bertujuan terbatas. Tahap tersebut mencakup upaya
mengurangi tingkat kenaikan harga sebagai yang utama, kemudian
disertai upaya memenuhi kebutuhan yang paling mendasar seperti beras
bagi rakyat.
Rekontruksi ekonomi pasca-Presiden Soekarno pada masa-masa
awal Orde Baru di dorong oleh dua kekuatan (Sjahrir,2006:5).Kekuatan
pertama adalah kekuatan dari sekelompok ekonom yangdipimpin oleh
Prof. Widjojo Nitisastro dan kekuatan kedua adalah kekuatan mahasiswa.
Para mahasiswa pada saat itu selain menekan pemerintah melalui
demonstrasi, melakukan pula seminar-seminar ekonomi dan keuangan di
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia(FEUI) di bawah bimbingan Prof.
Widjojo Nitisastro. Hasil-hasil dari seminar inilah yang kemudian
menjadi legitimasi kebijakan ekonomi pada awal-awal pemerintahan Orde
Baru. Sidang istimewa MPRS yang menghasilkan Tap MPRS untuk
rehabilitasi dan rekontruksi ekonomi merupakan hasil seminar tersebut.
Bahkan, seperti yangdikatakan Prof. Widjojo Nitisastro bahwa dari 71
Tap MPRS yangdibentuk, 69 Tap MPRS berasal dari pekan ceramah dan
seminar KAMI FEUI.
Namun, menyamakan antara apa yang disebut ‘mafia Barkeley’dengan
kekuatan yang sudah jadi, yang kemudian di pakai oleh Presiden
Soeharto, sama dengan menyederhanakan masalah.Alasannya adalah
sekelompok ekonom yang disebut ‘mafia Barkeley’di bawah pimpinan
Prof. Widjojo Nitisastro baru muncul dan solid pada masa kabinet
pembangunan II. Walaupun demikian, kita tidak bisa
menggeneralisasikan bahwa pada masa Orde Baru yang berkuasa praktis
dalah Presiden Soeharto dan sebagai pengelola ekonomi adalahProf.
Widjojo Nitisastro (Sjahrir, 2006:6-7). Perlu diakui bahwa pengaruh Prof.
Widjojo sangat kuat sampai pada kabinet Pembangunan V. Namun, pada
masa kabinet Pembangunan VI di tunjuk nama-nama baru seperti Mar’ie
Muhammad sebagai Menteri Keuangan dan Ginanjar Kartasasmita
sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Ketua BAPPENAS.
Dari penjelasan diatas,dapat disimpulkan bahwa: pertama, seluruh kabinet
pada masa Presiden Soeharto ditunjuk dengan mutlak oleh Presiden
Soeharto tanpa pertimbangan apapun uang bisa menekan keputusan
beliau.Kedua, pada dua dekade pertama pemerintahan Orde Baru, peran
Prof.Widjojo Nitisastro culup kuat. Ketiga, pada dekade terakhir
pemerintahan Orde Baru peran Prof. Widjojo Nitisastro sudah
mulaimelemah.
Sampai akhir Repelita III, sejarah pembangunan industri dapat di
terangkan berdasarkan tahapan Repelita. Pada Repelita I, pembangunan
industri terfokus pada industri di sektor pertanian dengan cara mengawasi
input dan proses output, industri perdagangan internasional melalui
subtitusi ekspor atau impor, industri bahan mentah domestik, industri
yang padat karya, dan industri yang terkait pengembangan pembangunan
regional. Lebih lanjut, bantuan khusus di berikan kepada industri-industri
dasar seperti pupuk, semen, kimia, pulp dan kertas, serta tekstil. Tidak
banyak perhatian diberikan untuk pembangunan usaha kecil.
Repelita II (1974/75-1978/79) masih sama dengan Repelita I,hanya
ada perubahan prioritas. Penciptaan lapangan kerja menjadi faktor utama,
lalu di ikuti pengembangan industri bahan mentah domestik atau promosi
yang berhubungan dengan pertanian dan infrastruktur. Pada tahap ini,
pemerintah memberikan perhatian lebih pada pengusaha pribumi dari
nonpribumi.
Pada Repelita III (1979/80-1983/84), tujuan pembangunan ekonomi
menjadi lebih luas. Modal, pertumbuhan, dan stabilitas merupakan tujuan
pokok pembangunan. Tujuan paling penting dalam industri adalah
melindungi pengusaha yang lemah secara ekonomi, promosi
pembangunan ekonomi, pembangunan industri yang broad based, dan
promosi ekspor yang padat karya.
3.Periode Penurunan Harga Minyak (1986-1996)
Pada periode Repelita IV (1984/85-1988/89), tujuan jangka
panjangnya adalah bagaimana mengembangkan sektor industri agar setara
dengan sektor pertanian. Tujuan pokok jangka menengah adalah
menciptakan lapangan kerja, promosi ekspor, subtitusi impor,
pembangunan wilayah, dan pengolahan sumber daya alam
domestik.Dalam jangka pendek, prioritasnya lebih pada industri mesin,
industri barang antara, dan industri penyedia input pertanian atau
pengolahan output pertanian. Ada pula penekanan pada pembangunan
industri skala kecil.
Sebuah instrumen kebijakan untuk mengatur pembangunan industri
disahkan. Sebaliknya, beberapa instrumen untuk investor asing dan
domestik yang berkaitan dengan daftar prioritas dipersiapkan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
Kebijakan yang lain terkait dengan perdagangan internasional.Impor
dikontrol melalui tarif impor, kontrol kuantitatif impor, izinimpor, dan
skema kredit impor. Untuk ekspor, ada pemberlakuan pajak ekspor dan
intensif impor. Sistem ekspor dan impor di kontrol melalui beberapa
reformasi pada tahun 1970. Nilai tukar di gunakan sebagai instrumen
utama untuk menyeimbangkan dampak eksternal.Kemudian, devaluasi
dilakukan pada tahun 1971, 1978, 1983, dan 1986. Pemerintah pun
mengimplementasikan domestic procurement policy, yang kemudian di
terima sebagai fokus tambahan di RepelitaIV.
Instrumen utama yang dapat memfasilitasi pembangunan industri
adalah tersedianya kredit dan sejumlah skema kredit telah dikeluarkan.
Namun, akses kredit masih menjadi masalah, khususnya bagi perusahaan
kecil dan pribumi. Beberapa program telah dikeluarkan untuk
mempromosikan industri skala kecil, di antaranya program BIPIK yang
memberikan masukan teknis dan manajerial kepada perusahaan kecil.
Lebih lanjut, ada pula KIK/KMPK, yaitu program kredit untuk
perusahaan pribumi skala kecil. Ada pula skema pemesanan yang meliputi
produksi komoditi khusus untuk perusahaan kecil
4.periode khusus dan pemulihan (1997-2004)
Periode khusus indonesia berlangsung pada tahun 1997. Krisis
tertentu memberikan dampak yang cukuk besar pada sektor
industry.Kebijakan yang di ambil pemerintah dalam masa krisis pada
periode pemulihan berorientasi pada inward dan outwart looking.
Sektor industry manufaktur Indonesia tumbuh jauh lebih lamban
sesudah krisis ekonomi Asia. Selama tahun 1996.sektor industry
manufaktur tumbuh hampir 12% tetapi pada tahun 1997 tumbuh hanya
5,3% dan tahun 1998 justru mengalami konstraksi sebanyak -11,4%(table
4.1).sejak krisis ekonomi Asia sampai dengan tahun 2005’pertumbuhan
sektor industry manufaktur hanya meningkat dengan laju satu
digit,Perkembangan yang tersendat-sendat ini jauh berbeda dengan masa
sebelum krisis pada sektor industry manufaktur dapatt tumbuh dengan dua
digit.selama kurun waktu 1994-1996,sektor industry manufaktur tumbuh
dengan laju rata-rata dua digit setahun,sedikit lebih rendah jika di
bandingkan dengan kurun waktu 1989-1993
Pertumbuhan PDB dan Sektor Industri Manufaktur Indonesia
Tahun 1997-2005(%)

1997 1998 199 2000 2001 2002 2003 2004 2005


9 * **
PDB 4,7 13,1 0,8 4,9 3,8 4,3 4,9 4,9 5,6
Sektor
Industri 5,3 11,4 3,9 6,0 3,3 5,9 5,3 6,4 4,6
Manufaktur
Industri
Migas -2,0 3,7 6,8 -1,7 -6,2 2,5 0,6 12,9
Industri 6,3 -13,1 3,5 7,0 4,9 6,4 5,4 10,6
nonmigas
Catatan: *)Mulai 2001 atas dasar harga Konstan 2000
**)Angka Sementara
Sumber diolah dari BPS

5.Periode Pemulihan dan Pengembangan(2005-2009)

Tahun 2005 hingga 2009 adalah masa pemulihan dan pengembangan industry
setelah krisis,Revitalisasi,konsolidasi dan restrukturisasi industry masih menjadi
salah satu focus kebijakan industry,sementara itu,pemerintah pun
memperioritaskan pengembangan industry berkeunggulan kompetetif dengan
pendekatan kluster(Departemen Perindustrian,2005).

Cadangan sumber alam yang besar membuat sektor industry yang di bangun di
Indonesia berbeda dengan Negara-negara tersebut.naik dan turunya harga minyak
dunia menghasilkan “Dutch Disease’’ yang sangat berlawanan di bandingkan
dengan Negara-negara Asia Timur.Indonesia memiliki kesamaan dengan dua
raksasa Asia,yakni India dan China.ketiganya tidak memiliki pengalaman
Industrialisasi yang panjang dan belum memiliki sektor permodalan yang
baik,tetapi cukup sukses dalam melakukan transformasi ke industry yang bersifat
Outward-Looking.
Tujuan Industrialisasi di Indonesia tidak hanya sekadar pertumbuhan dan
perubahan Struktur,tetapi juga karna sektor ini telah menjadi focus dari debat-
debat kebijakan selama orde baru hingga SBY-JK Debat-debat yang ada
meliputi:”Seberapa besar peran asing di perbolehkan”.dan ‘’Bagaiman seharusnya
industry rumah tangga dan golongan ekonomi lemah di proteksi dan di
majukan?”,”Bagaimana dengan hubungan ekonomi internasional di atur?”,dan
“Bagaimana cara yang paling efektif untuk menciptakan lapangan kerja?”,dan
“Siapa yang harus memiliki BUMN?”(Hill,1992:206).Masalah-masalah demikian
masih dan akan terus menjadi perhatian pemerintahan Orde Baru selama
Industrilisasi masih berjalan.

Dalam membahas industry di Indonesia ,banyak hal penting yang harus di


perhatikan ,Pertama. Industry Indonesia sangat beragam.Mulai dari industry
pertambangan besar di pedalaman hingga ribuan industry rumah tangga yang
tersebar di seluruh pelosok negri .Industri pertambangan membutuhkan tingkat
investasi yang sangat besar,tinkat teknologi tinggi .beroperasi bertahun-tahun dan
berpasar global.Sebaliknya,indusri rumah tangga umumnya hanya sekedar
bermodal kurang dari 1 juta rupiah,di kelola oleh keluarga,beroperasi musiman
,menggunakan teknologi sederhana ,dan hanya bersifat local.Dengan kata lain,kita
salah jika menyebutkan “sektor industry “sebagai sesuatu yang homogen ,kedua,
penting pula untuk membagi industry Indonesia menjadi dua bagian besar
,yakni :industry sektor minyak dan gas (migas )serta industry lain di luar sektor
minyak dan gas(non migas)

C.ANALIS KEBIJAKAN TRANSFORMASI STRUKTURAL


PEREKONOMIAN INDONESIA

Seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya bahwa transformasi structural


merupakan prasyarat dari peningkatan dan kesinambungan pertumbuhan dan
penanggulangan kemiskinan ,sekaligus pendukung bagi keberlanjutan
pembangunan itu sendiri.Namun pada kenyataanya pertumbuhan ekonomi di
Indonesia tidak di sertai dengan perubahan struktur tenaga kerja yang
berimbang ,artinya titik balik untuk aktifitas ekonomi tercapai lebih dahulu di
banding titik balik penggunaan tenaga kerja sehingga terjadi masalah-masalah
yang sering kali di perdebatkan di antaranya apakah pangsa PDB sebanding
dengan penurunan pangsa serapan tenaga kerja sektoral dan industry mana yang
berkembang lebih cepat,agroindustri atau industry manufaktur.Apabila
transformasi kurang seimbang di kuatirkan akan terjadi proses pemiskinan dan
exploitasi sumber daya manusia pada sektor primer.

Dalam lingkup lebih kecil,misalnya pemerintah kabupaten ,prinsip dasar atas


transformasi ekonomi masih dapat di berlakukan .Peningkatan PDB dalam
lingkup nasional dapat di lihat dari peningkatan PDRB dalam lingkup
kabupaten .PDRB merupakan indicator untuk menghitung dan mengetahui
bagaimana transformasi yang terjadi dalam kabupaten tersebut,apakah masih
terkonsentrasi pada sektor pertanian atau sudah mulai beralih pada sektor industry
dan jasa.

Transformasi struktur ekonomi di tandai dengan mulai beralihnya konsentrasi


ekonomi dari yang tadinya bertumpu pada sektor pertanian mulai beralih pada
sektor industry .Di Negara maju ,transformasi yang terjadi sudah pada level di
mana sektor industry mulai mengambil peran yang mengecil di gantikan oleh
sektor jasa yang artinya pemerintah beriorentasi pada pelayanan public tidak lagi
pada peningkatan penghasilan masyarakat.

Walaupun sebagian besar penduduk di Indonesia bekerja pada sektor


pertanian ,namun dalam kenyataanya pembangunan di Indonesia tidak
memprioritaskan pada perdayaan petani,bahkan secara operasional pemerintah
Orde Baru menganut kebikan industrilisasi secara membabi buta.Kebijakan yang
di tempuh oleh pemerintah secara teoritis menganut teori keunggulan komperatif
jangka panjang (comperative advantage in the long run) yang di kembangkan
oleh Findlay(1970:34),yang banyak di terapkan oleh beberapa Negara denga
model role of government –directed comperative andvantage (Anggarwa dan
Agmon,1990;180),kebijakan di lakukan melalui perlindungan produksi dan
pemberian hak monopoli atau Subsidi ,kemudian kredit serta pemberian tarif
yang berpijak dari momentum infront industry argument Ukuran yang di pakai
melihat besarnya perlindungan pemerintah yakni nominal protection rate (NPR)
yang di kenalkan oleh Garcia(1997:45)
Kebijakan perlindungan pemerintah dalam proses industrilisasi ini oleh
Hill(1990:36) disimpulkan tidak bekerja sehingga di katakana sebagai pendekatan
orthodoxy karena tidak konsisten dan terarah.sektor pertanian yang banyak
menyerap tenaga kerja hanya mendapatkan alokasi kredit yang kecil,sebaliknya
sector industry yang umumnya padat modal dan sedikit menyerap tenaga kerja
justru mendapatkan alokasi kredit yang sangat besar.Akibatnya besarnya peran
pemerintah dalam melindungi industry dengan berbagai perlindungan dan fasilitas
kredit tersebut,kemudian menimbulkan adanya praktik Directly unproductive
profit Seeking (DUPS) yang di kemukakan oleh Bhagwati (1991:189),yakni
mencari keuntungan tanpa usaha produktif dan hanya di proleh melalui
perlindungan pemerintah yang umumnya di lakukan oleh pengusaha
besar,sedangkan pengusaha kecil yang tidak mempunyai akses menjadi tidak
berdaya (Hanani,et.al,2003:42)

Ketidak berdayaan pada sektor pertanian dan perikanan, karena pemerintah


terlalu berorientasi pada sector industry padat modal yang kurang begitu
mengakar. Hal ini akan mengakibatkan pada sub-sub sector yang lain ,yang tentu
saja sector perikanan dan pertanian juga sangat terpukul.Selain itu,apabila di lihat
dari sisi investasi terlihat pula bahwa kredit yang di salurkan berdasarkan
kelompok sasaran masyarakat ternyata (Pada Umumnya)jatuh ke usaha berskala
besar,sedangkan kelompok masyarakat kecil hanya mendapatkan porsi yang
relative kecil.berdasarkan data yang di himpun oleh Badan Statistic nasional
1996-2000,ternyata penanaman proyek dalam negri dan Asing,umumnya banyak
di lakukan dalam sector industry (Badan Statistic Nasional,1999-2000).demikian
halnya dengan penanaman proyek berdasarkan wilayahnya.Fakta yang lain juga
menunjukan bahwa penanaman proyek ini banyak terpusat di
Jawa(Sakernas;BPS,1997 dan 1998).hal ini dapat terjadi di sebabkan di Jawa
keadaan infrastrukturnya jauh lebih baik dari pada di luar Jawa.Kecilnya selama
ini penanaman proyek di luar Jawa mengidentifikasi bahwa pembangunan masih
terpusat di Jawa.

1. Tuntutan Pembangunan Pertanian Di Masa Depan


Strategi pembangunan pertanian tidak bisa di kaji secara terpisah,tetapi
harus di integrasikan dengan pembangunan di sector ekonomi lain sehingga
di perlukan keseimbangan antara aliran barang ,capital,dan tenaga kerja antar
barbagai sector dan daerah di dalam perekonomian.Bagi
Ranis(Colman,1994:238) contoh keseimbangan ideal yakni Taiwan dan
NICS(Newly Industrial Country’s)Asia timur sepanjang rangkaian
pembangunan mereka pasca 1945 melakukan pembangunan dua sisi.Satu sisi
adalah pertumbuhan keseimbangan produksi padat kerja yang di picu oleh
pertumbuhan infrastruktur di daerah pedesaan dan sisi lain yakni penyebaran
teknologi padat tenaga kerja yang cepat untuk memproduksi output
berorientasi pasar eksternal.Apabila menerjemahkan apa yang di sampaikan
oleh Ranis tersebut,maka ada beberapa hal yang perlu di sampaikan dalam
pembangunan pertanian,yaitu Sbb:

1) Investasi dapat di lakukan dalam proyek-proyek padat karya di


daerah pedesaan di awal pembangunan
2) Investasi tidak terbatas pada sector pertanian tetapi juga melingkupi
sector industry yang kecil skala pedesaan.

Alasan yang lebih kuat untuk memberikan perhatian besar pada


pembangunan pertanian ,yakni karna pertanian merupakan mata rantai
terlemah dalam rantai pembangunan di Negara-negara
berkembang.Sejalan dengan perubahan tatanan politik di Indonesia yang
mengarah pada era demokrasi,maka pembangunan sector pertanian di
masa datang di hadapkan pada dua tantangan sekaligus yaitu:

 Tantangan Internal,yakni pembangunan pertanian tidak saja di


tuntut untuk mengatasi masalah masalah yang sudah ada ,namun
di hadapkan pula pada tuntutan demokratisasi yang terjadi di
Indonesia.
 Tantangan eksternal,yaitu pembangunan sector pertanian di
harapkan mampu untuk mengatasi era globalisasi Dunia.
Kedua tantangan selanjutnya akan di sajikan acuan dalam mengidentifikasi
masalah dan isu pembangunan sector pertanian di Indonesia.

Dalam perumusan kebijakan pembangunan pertanian di mulai dengan


identifikasi kelemahan manajemen pembangunan pertanian yang di lakukan
sehingga dapat di identifikasi kebutuhan pembangunan untuk mengatasi masalah
tersebut.Selanjutnya untuk mengantisipasi pembangunan pertanian yang akan
beriorientasi pada masa yang akan datang,di lakukan identifikasi masalah yang di
timbulkan oleh tuntutan internal,yakni adanya era demokratisasi di Indonesia dan
globalisasi ekonomi di dunia.identifikasi masalah karena tuntunan demokratisasi
di orientasikan pada dua aspek kajian,yakni identifikasi masalah yang berkaitan
dengan otonomi daerah (Pemberdayaan Wilayah)dan identifikasi masalah yang
berkaitan dengan tuntunan pemberdayaan masyarakat ,khususnya petani
kecil.sedangkan identifikasi masalah yang berkaitan dengan globalisasi di kaji
dalam aspek adanya globalisasi usaha pertanian ,liberalisasi
perdagangan,liberalisasi Informasi,perubahan selera konsumen,perubahan
ideology,tuntunan nilai social dan lingkungan.dari identifikasi masalah karena
tuntunan internal yang di sebabkan adanya demokratisasi dan tuntunan
globalisasi,akan di dapatkan isu-isu pembangunan pertanian yang berusaha
mengantisipasi adanya era demokratisasi dan globalisasi dunia.

Tujuan pembangunan pertanian saat ini adalah:

a. Meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani melalui pengembangan


system agrobisnis dan usaha agrobisnis
b. Mengenbangkan aktivitas ekonomi pedesaan melalui pengembangan
system agrobisnis dan perusahaan-perusahaan agrobisnis yang berdaya
saing,berkerakyatan,dan terdesentralisasi
c. Mewujudkan system ketahanan pangan yang berbasi pada keanekasumber
daya bahan pangan,kelembagaan dan budaya pangan local di setiap
daerah.
d. Meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha secara adil
melalui pengembangan system agrobisnis (Soekartawi 1992:18)
2. Implikasi kebijakan dalam mengatasi ketimpangan-ketimpangan
ekonomi yang terjadi karena transformasi structural melalui:
a) Upaya mengatasi terjadinya penampakan tenaga kerja di sector
pertanian yang notabenya pada umumya berada di daerah
pedesaan dapat di lalui melalui pengembangan industry berbasis
pedesaan,dengan harapan di satu sisi mampu menyerap kelebihan
tenaga kerja tersebut,dan di sisis lain mampu mendatangkan nilai
tambah bagi produk pertanian,sehingga pada akhirnya proses
percepatan pemiskinan di sector pertanian bisa di perlambat
b) Pengembangan teknologi pertanian terutama pada daerah daerah
yang kelebihan tenaga kerja di arahkan pada inovasi sarat tenaga
kerja ,sehingga masalah kelebihan tenaga kerja pada daerah
tersebut dapat di kurangi
c) Perlu adanya rektukrisasi industry di Indonesia yang hanya
mengarah pada kesesuaian dengan kualitas dan kualifikasi tenaga
kerja yang ada sekarang.Atau sebaliknya jenis pendidikan yang
harus di kembangkan harus di sesuaikan dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja,Khususnya pasar tenaga kerja pada sector
industry,sehingga fenomena banyaknya penggangguran dengan
tingkat pendidikan sarjana bisa di kurangi
d) Porsi jumlah dana yang di angarkan pemerintah dalam bentuk
investasi di sector pertanian perlu di tingkatkan lagi,mengigat
transformasi tenaga kerja relative lebih respon terhadap
perubahan kesempatan kerja di sector pertanian di bandingkan
perubahan kesempatan kerja di sector industry dan jasa.
BAB III

PENUTUP

A.Simpulan

Pengertian transformasi structural merupakan prasyarat dari peningkatan dan


kesinambungan pertumbuhan dan penanggulangan kemiskinan,sekaligus
pendukung bagi keberlanjutan pembangunan itu sendiri

B.Saran

Seperti yang telah kita ketahui bahwa tingkat kemakmuran suatu Negara di lihat
dari bagaimana keadaan perekonomian Negara tersebut.oleh karena itu
perekonomian Indonesia harus selalu di tingkatkan agar kemakmuran Indonesia
juga terus meningkat dan perekonomian Indonesia tetap bisa bersaing dengan
perekonomian dalam di dunia internasional khususnya dengan Negara-negara
maju.
DAFTAR PUSTAKA

Tambuanan,Tulus T.H.2001.Perekonomian Indonesia.Teory dan Temuan

Empiris.Jakarta:Indonesia

Kuncoro, Mudjarad.2007,Ekonomika Industry IndonesiaCV Andika

Offset:Yogyakarta

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak(2)soca.kebijakan struktur ekonomi dan

kesempatan kerja(1).Pdf(diakses:kamis, 8, April 2010)

http://vinayunita.wordpress.com/2008/10/25/Tranformasi-struktur-

perekonomian-indonesia/.(diakses:kamis,8 April 2010)

www.scribd.com/doc/29306651/Transformasi-struktural-di-negara-

maju.html.

Anda mungkin juga menyukai