A. Perubahan Struktural
Pembangunan ekonomi dalam jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan
nasional, akan membawa perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi
tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi
sektor non primer, khususnya industri manufaktur dengan increasing return to scale (adanya
korelasi positif antara pertumbuhan output dan pertumbuhan produktivitas) yang dinamis
sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi.
Meminjam istilah Kuznets, perubahan struktur ekonomi umum disebut transformasi
struktural dan dapat didefinisikan sebagai rangkaian perubahan yang saling terkait satu
dengan lainnya dalam komposisi permintaan agregat, perdagangan luar negeri (ekspor dan
impor), dan penawaran agregat (produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti
tenaga kerja dan modal) yang diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang dialami oleh negara-negara sedang berkembang, yang semula bersifat faktor
(pertanian tradisional) dan menitikberatkan sektor pertanian menuju struktur
perekonomian yang lebih modern yang didominasi sektor non primer, khususnya industri
dan jasa.
Ada dua teori utama yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan struktur
ekonomi yakni dari Arthur Elwis (teori migrasi) dan Holis Chendry (teori transformasi
struktural).
Teori Arthur Lewis pada dasarnya membahas proses pembangunan ekonomi yang terjadi
di pedesaan dan perkotaan (urban). Dalam teorinya, Lewis mengasumsikan bahwa
perekonomian suatu negara pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu perekonomian
modern di perkotaan dengan industri sebagai sektor utama. Di pedesaan, karena
pertumbuhan penduduknya tinggi, maka kelebihan suplai tenaga kerja dan tingkat hidup
masyarakatnya berada pada kondisi subsisten akibat perekonomian yang sifatnya juga sub
sistem. Over supply tenaga kerja ini ditandai dengan nilai produk marginalnya nol dan
tingkat upah riil yang rendah.
Di dalam kelompok negara-negara berkembang, banyak negara yang juga mengalami
transisi ekonomi yang pesat dalam tiga dekade terakhir ini, walaupun pola dan prosesnya
berbeda antarnegara. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antarnegara dalam sejumlah
faktor-faktor internal berikut: 1) kondisi dan struktur awal dalam negeri (economic base), 2)
besarnya pasar dalam negeri, 3) pola distribusi pendapatan, 4) karakteristik industrialisasi,
5) keberadaan SDA, dan 6) kebijakan perdagangan.
Teori perubahan struktural menitikberatkan pembahasan pada mekanisme transformasi
ekonomi yang ditandai oleh negara-negara kurang berkembang, yang semula lebih bersifat
subsisten dan menitikberatkan pada sektor pertanian menuju ke struktur perekonomian
yang lebih modern, yang didominasi oleh sektor-sektor non primer.
Teori transformasi struktural (Hollis Chenery), memfokuskan pada perubahan struktur
dalam tahapan proses perubahan ekonomi di negara sedang berkembang, yang mengalami
transportasi dari pertanian tradisional ke sektor industri sebagai mesin utama penggerak
pertumbuhan ekonomi.
Perubahan struktur ekonomi berbarengan dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) yang merupakan total pertumbuhan dari semua sektor ekonomi yang dapat dijelaskan
dengan perubahan sektor industri dan pertanian.
Berdasarkan model ini, kenaikan produksi sektor industri manufaktur dinyatakan sama
besarnya dengan jumlah empat faktor berikut: 1) Kenaikan permintaan domestik, yang
memuat permintaan langsung untuk produk industri manufaktur plus efek tidak langsung
dari kenaikan permintaan domestik untuk produk sektor-sektor lainnya terhadap industri
manufaktur. 2) Perluasan ekspor atau efek total dari kenaikan jumlah ekspor terhadap
produk industri manufaktur. 3) Substitusi impor atau efek total dari kenaikan proporsi
permintaan di tiap sektor yang dipenuhi lewat produksi domestik terhadap output industri
manufaktur. 4) Perubahan teknologi, atau efek total dari perubahan koefisien input-output
di dalam perekonomian akibat kenaikan upah dan tingkat pendapatan terhadap sektor
industri manufaktur.
Faktor-faktor internal yang membedakan kelompok negara sedang berkembang yang
mengalami transisi ekonomi yang sangat pesat adalah: a) kondisi dan struktur awal ekonomi
dalam negeri, b) sarnya pasar dalam negeri, c) pola distribusi pendapatan, d) karakteristik
dari industrialisasi, e) keberadaan SDA, dan f) kebijakan perdagangan luar negeri.
B. Transformasi Pertanian
Todaro (2006) mengartikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang bersifat
multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-
sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi
pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan
kemiskinan. Jadi pada hakikatnya, pembangunan itu harus mencerminkan perubahan total
suatu masyarakat atau penyesuaian sosial secara keseluruhan tanpa mengabaikan
keanekaragaman kebutuhan dasar dan keinginan individual maupun kelompok-kelompok
sosial di dalamnya untuk bergerak maju menuju suatu kondisi kehidupan yang lebih baik,
secara materiil maupun spiritual.
Sukirno (2006) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan
ekonomi ditambah dengan perubahan. Artinya, ada atau tidaknya pembangunan ekonomi
dalam suatu negara pada suatu tahun tertentu tidak saja diukur dari kenaikan produksi
barang dan jasa yang berlaku dari tahun ke tahun, tetapi juga perlu diukur dari perubahan
lain yang berlaku dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan
pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan dalam kesehatan, peningkatan dalam
infrastruktur yang tersedia, peningkatan dalam pendapatan serta kemakmuran masyarakat.
Weiss (2001), menyatakan bahwa pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang,
mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional akan membawa suatu perubahan mendasar
dalam struktur ekonomi, dari ekonomi tradisional dengan pertanian sebagai sektor utama,
ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor non primer, khususnya industri
manufaktur dengan increasing returns to scale (korelasi positif antara pertumbuhan output
dengan pertumbuhan produktivitas yang dinamis sebagai mesin utama pertumbuhan
ekonomi).
Keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dapat dilihat dari pendapatan per
kapita masyarakat yang mengalami peningkatan secara terus-menerus (dalam jangka
panjang) dan disertai terjadinya perubahan fundamental dalam struktur ekonomi. Dengan
demikian, pembangunan ekonomi lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan
produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan adanya
alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan atau
pendidikan, dan teknik.
Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi. Pembangunan
ekonomi mendorong pertumbuhan ekonomi, dan sebaliknya, pertumbuhan ekonomi
memperlancar proses pembangunan ekonomi. Yang dimaksud dengan pertumbuhan
ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan
dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu wilayah dikatakan mengalami
pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di wilayah tersebut.
Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara
untuk menyediakan semakin banyak barang kepada penduduknya, kemampuan ini
bertambah sesuai dengan kemajuan teknologi dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis
yang diperlukan. Dengan demikian, ukuran keberhasilan pertumbuhan ekonomi lebih
bersifat kuantitatif, di mana ditunjukkan dengan adanya kenaikan dalam standar
pendapatan dan tingkat produksi (output) yang dihasilkan (Kuznets, 2003).
Pembangunan ekonomi makro memakai pendekatan sektoral dengan target peningkatan
produksi di setiap sektor, yang akan mencerminkan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi merupakan faktor penting yang harus ada di dalam pembangunan ekonomi, di
mana laju pertumbuhan ekonomi diharapkan harus lebih besar daripada laju pertumbuhan
penduduk, dengan demikian peningkatan pendapatan per kapita dapat tercapai.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi dengan sendirinya ataupun dengan campur tangan
pemerintah harus dapat dinikmati masyarakat.
Proses pembangunan ekonomi akan membawa suatu perubahan mendasar dalam
struktur ekonomi baik dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand) maupun dari sisi
penawaran agregat (Aggregate Supply).
Dari sisi permintaan agregat (Aggregate Demand), perubahan pada struktur ekonomi
disebabkan karena adanya peningkatan pendapatan masyarakat yang membuat perubahan
pada selera (taste) yang akan terefleksi pada perubahan pola konsumsinya. Sedangkan dari
sisi penawaran agregat (Aggregate Supply), faktor-faktor pendorong utamanya adalah
terjadinya perubahan teknologi (technological progress), peningkatan Sumber Daya
Manusia (SDM), serta penemuan materiil-materiil baru untuk produksi.
Dengan demikian, produksi merupakan sumber penting pertumbuhan. Pertumbuhan
ekonomi yang terjadi secara terus-menerus dapat menyebabkan terjadinya perubahan
dalam struktur perekonomian wilayah. Transformasi struktural berarti suatu proses
perubahan struktur perekonomian dari sektor pertanian ke sektor industri atau jasa, di
mana masing-masing sektor akan mengalami proses transformasi yang berbeda-beda.
Proses perubahan struktur ekonomi terkadang diartikan sebagai proses industrialisasi.
Tahapan ini diwujudkan secara historis melalui kenaikan kontribusi sektor industri
manufaktur dalam permintaan konsumen, total Produk Domestik Regional Bruto (PDRB),
ekspor dan kesempatan kerja.
Selanjutnya Chenery dalam Tambunan (2001) juga menyatakan bahwa perubahan
struktur ekonomi yang umum disebut dengan transformasi struktural diartikan sebagai
suatu rangkaian perubahan yang saling terkait satu dengan yang lainnya dalam komposisi
Aggregate Demand, perdagangan luar negeri (ekspor dan impor), Aggregate Supply
(produksi dan penggunaan faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal) yang
diperlukan guna mendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan
Transformasi ekonomi merupakan salah satu indikator terjadinya pembangunan
perekonomian wilayah. Jika terjadi proses transformasi ekonomi maka dapat dinyatakan
bahwa telah terjadi pembangunan ekonomi dan perlu pengembangan lebih lanjut, akan
tetapi jika tidak terjadi proses transformasi maka pemerintah daerah perlu mengadakan
perbaikan dalam penyusunan perencanaan wilayahnya, sehingga kebijakan pembangunan
yang disusun menjadi lebih terarah agar tujuan pembangunan dapat tercapai.
Adapun beberapa faktor penyebab terjadinya transformasi ekonomi yaitu, pertama,
disebabkan oleh sifat manusia dalam kegiatan konsumsinya. Sesuai dengan Hukum Engels
bahwa makin tinggi pendapatan masyarakat, maka makin sedikit proporsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli bahan pertanian, sebaliknya proporsi pendapatan yang
digunakan untuk membeli barang-barang produksi industri menjadi bertambah besar.
Dengan demikian, peranan sektor industri akan semakin besar dibandingkan sektor
pertanian. Kedua, perubahan struktur ekonomi disebabkan pula oleh perubahan teknologi
yang berlangsung secara terus-menerus. Proses transformasi struktural akan berjalan cepat
jika terjadi pergeseran pola permintaan domestik ke arah output industri manufaktur
diperkuat oleh perubahan yang serupa dalam komposisi perdagangan luar negeri atau
ekspor. Sektor-sektor ekonomi dalam perekonomian Indonesia dibedakan dalam tiga
kelompok utama (Sukirno, 2006), yaitu: 1) Sektor primer, yang terdiri dari sektor pertanian,
peternakan, kehutanan, perikanan, pertambangan dan penggalian. 2) Sektor sekunder,
terdiri dari industri pengolahan, listrik, gas dan air, bangunan. 3) Sektor tertier, terdiri dari
perdagangan, hotel, restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, sewa dan jasa
perusahaan, jasa-jasa lain (termasuk pemerintahan).
Pada umumnya, transformasi yang terjadi di negara berkembang adalah transformasi
dari sektor pertanian ke sektor industri, atau terjadinya transformasi dari sektor primer
kepada sektor non primer (sekunder dan tertier). Seperti yang terlihat pada Gambar 4.1
VA/G ini, di mana berdasarkan hasil studi Chenery dan
berikut Services
rquin bahwa perubahan kontribusi
sektoral terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto Regional dalam Industry
jangka panjang
akan menunjukkan pola sebagai berikut.
Agriculture
Time
Pre-Industrialization Industrialization Post-Industrialization
Gambar 4.1 Perubahan Kontribusi Sektoral Terhadap Pembentukan Produk Domestik Bruto
Regional dalam Jangka Panjang
Terlihat pada Gambar 4.1 tersebut bahwa kontribusi output dari sektor primer terhadap
pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) semakin mengecil sedangkan pangsa Produk
Domestik Bruto (PDB) dari sektor sekunder dan tertier mengalami peningkatan seiring
dengan peningkatan pendapatan nasional per kapita. Dengan demikian, transformasi
ekonomi menunjukkan terjadinya peralihan kegiatan ekonomi dari perekonomian
tradisional menjadi perekonomian yang modern.
Dari gambar di atas dapat diketahui, bahwa Vietnam lebih unggul untuk memproduksi
beras dan Korea Selatan lebih unggul untuk produksi elektronik, sehingga negara
Vietnam seharusnya berspesialisasi untuk produk beras dan negara Korea Selatan
berspesialisasi untuk produk elektronik. Dengan demikian, jika kedua negara tersebut
mengadakan perdagangan internasional (ekspor dan impor), maka keduanya akan
memperoleh keuntungan. Besarnya keuntungan kedua negara dapat dihitung sebagai
berikut.
Keuntungan Vietnam, untuk negara Vietnam, Dasar Tukar Dalam Negerinya (DTD) 1 kg
beras akan mendapatkan 1 unit elektronik, sedangkan Korea Selatan 1 kg beras akan
mendapatkan 4 unit elektronik. Dengan demikian, jika Vietnam menukarkan beras
dengan elektronik Korea Selatan akan memperoleh keuntungan sebesar 3 unit elektronik,
yang diperoleh dari (4 elektronik - 1 elektronik).
Keuntungan Korea Selatan, untuk negara Korea Selatan Dasar Tukar Dalam Negerinya
(DTD) 1 unit elektronik akan mendapatkan 0,25 beras, sedangkan di Vietnam 1 unit
elektronik akan mendapatkan 1 kg beras. Dengan demikian, jika negara Korea Selatan
mengadakan perdagangan internasional atau menukarkan elektroniknya dengan
Vietnam, akan memperoleh keuntungan sebesar 0,75 kg beras, yang diperoleh dari (1 kg
beras - 0,25 beras).
b. Model Ricardian
Model ini memfokuskan pada kelebihan komparatif dan mungkin merupakan konsep
paling penting dalam teori perdagangan internasional. Dalam sebuah model Ricardian,
negara mengkhususkan dalam memproduksi apa yang mereka paling baik produksi. Tidak
seperti model lainnya, rangka kerja model ini memprediksi di mana negara-negara akan
menjadi spesialis secara penuh dibandingkan memproduksi bermacam barang
komoditas. Juga, model Ricardian tidak secara langsung memasukkan faktor pendukung,
seperti jumlah relatif dari buruh dan modal dalam negara.
c. Model Heckscher-Ohlin
Model ini dibuat sebagai alternatif dari model Ricardian dan dasar kelebihan komparatif.
Mengesampingkan kompleksitasnya yang jauh lebih rumit model ini tidak membuktikan
prediksi yang lebih akurat. Bagaimanapun, dari sebuah titik pandangan teoretis model
tersebut tidak memberikan solusi yang elegan dengan memakai mekanisme harga
neoklasikal ke dalam teori perdagangan internasional. Teori ini berpendapat bahwa pola
dari perdagangan internasional ditentukan oleh perbedaan dalam faktor pendukung.
Model ini memperkirakan kalau negara-negara akan mengekspor barang yang membuat
penggunaan intensif dari faktor pemenuh kebutuhan dan akan mengimpor barang yang
akan menggunakan faktor lokal yang langka secara intensif. Masalah empiris dengan
model H-O, dikenal sebagai Paradoks Leontief, yang dibuka dalam uji empiris oleh
Wassily Leontief yang menemukan bahwa Amerika Serikat lebih cenderung untuk
mengekspor barang buruh intensif dibanding memiliki kecukupan modal dan sebagainya.
d. Model Gravitasi
Model gravitasi perdagangan menyajikan sebuah analisis yang lebih empiris dari pola
perdagangan dibanding model yang lebih teoretis di atas. Dalam model gravitasi, pada
dasarnya, untuk melakukan perdagangan jarak antarnegara dan interaksi antarnegara
dalam ukuran ekonomis menjadi penentu. Model ini meniru hukum gravitasi Newton
yang juga memperhitungkan jarak dan ukuran fisik di antara dua benda. Model ini telah
terbukti menjadi kuat secara empiris oleh analisis ekonometri. Faktor lain seperti tingkat
pendapatan, hubungan diplomatik, dan kebijakan perdagangan juga dimasukkan dalam
model ini.