Anda di halaman 1dari 26

TANTANGAN INDUSTRI INDONESIA DI ERA GLOBAL,

PEMBANGUNAN KAWASAN INDUSTRI DAN DAMPAKNYA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8
KRISTIAN FELLOWSHIP ()
YESICA CLAUDYA SIHOMBING (3203331013)
YOGA TRI BUWONO (3203331034)

DOSEN PENGAMPU : Dr. Novida Yenni, M.Si


MATA KULIAH : GEOGRAFI INDUSTRI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022/ 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Dimana atas
segala hikmat dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
"Tantangan Industri Indonesia Di Era Global, Pembangunan Kawasan Industri Dan
Dampaknya". Makalah ini kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas ini, serta kepada ibu Dr. Novida Yenni, M.Si selaku Dosen
Geografi Industri di Universitas Negeri Medan yang telah memberikan arahan serta
bimbingan kepada penulis.

Penulis sadar bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan, maka dari
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan penulis sendiri
khususnya.

Medan, 10 April 2023

Kelompok 8
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................3
A. Tantangan Industri Indonesia Di Era Global.................................................3
B. Pembangunan Kawasan Industri.....................................................................8
C. Dampak Pembangunan Kawasan Industri....................................................18
BAB III PENUTUP...................................................................................................22
A. Kesimpulan........................................................................................................22
B. Saran..................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi menjadi tantangan bagi masyarakat dunia yang tak mengenal batas
wilayah. Era globalisasi memberi dampak yang cukup luas dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk tuntutan dalam penyelenggaraan pendidikan. Salah satu
tantangan nyata tersebut adalah bahwa pendidikan hendaknya mampu menghasilkan
sumber daya manusia yang memiliki kompetensi utuh, dikenal dengan kompetensi
abad ke-21. Kompetensi abad ke-21 merupakan kompetensi utama yang harus
dimiliki siswa agar mampu berkiprah dalam kehidupan nyata pada abad ke-21. Pada
abad ke-21 ini, sekolah ditantang untuk mampu menciptakan pendidikan yang dapat
ikut menghasilkan sumber daya pemikir yang mampu ikut membangun tatanan sosial
dan ekonomi sadar pengetahuan sebagaimana layaknya warga dunia di abad ke-21
(Etistika, 2016: 1).

Kawasan industri adalah suatu daerah yang didominasi oleh aktivitas industri
yang mempunyai fasilitas kombinasi terdiri dari peralatan peralatan pabrik (industrial
plants), sarana penelitian dan laboratorium untuk pengembangan, bangunan
perkantoran, bank, serta fasilitas sosial dan fasilitas umum (Dirdjojuwono, 2004).
Pembangunan kawasan industri di Indonesia pertama dimulai pada tahun 1973 yaitu
dengan berdirinya Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung (JIEP), kemudian tahun
1974 dibangun Surabaya Industrial Estate Rungkut (SIER), selanjutnya dibangun
Kawasan Industri Cilacap (tahun 1974), menyusul Kawasan Industri Medan (tahun
1975), Kawasan Industri Makasar (tahun 1978), Kawasan Industri Cirebon (tahun
1984), dan Kawasan Industri Lampung (tahun 1986) (Kwanda, 2000).

1
Akan tetapi keberadaan industri mempunyai pengaruh yang dapat memberikan
dampak dalam masyarakat, dampak yang dirasakan oleh masyarakat bisa dalam
berbagai bentuk yang berbeda, baik itu dampak positif maupun negatif yang berujung
pada perubahan. Perubahan yang terjadi biasanya meliputi bidang sosial, ekonomi,
politik dan budaya yang tidak dapat dipungkiri dan dihindari bahwa dalam dinamika
kehidupan perubahan senantiasa terjadi, baik dalam hal kecil maupun besar dan
perubahan dalam arti kemajuan atau sebuah kemunduran akan tetap ada baik disadari
maupun tidak.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah di paparkan, maka terdapat sejumlah


rumusan masalah yang muncul diantaranya, sebagai berikut:

1. Bagaimana tantangan industri Indonesia di era global?


2. Bagaimana pembangunan kawasan industri?
3. Bagaimana dampak pembangunan kawasan industri?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah di paparkan, maka terdapat sejumlah


tujuan yang muncul diantaranya, sebagai berikut:

1. Untuk menganalisis tantangan industri Indonesia di era global.


2. Untuk menganalisis pembangunan kawasan industri.
3. Untuk menganalisis dampak pembangunan kawasan industri.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tantangan Industri Indonesia Di Era Global

Sejumlah tantangan industri masih dihadapi Indonesia dalam era global ini
diantaranya, sebagai berikut:

1. Industri hulu (upstream) dan antara (midstream) yang kurang berkembang,


ditandai oleh bahan baku dan komponen kunci yang sangat tergantung dari
impor, contohnya lebih dari 50% industri petrokimia, 74% logam dasar, serta
semua bagian penting di bidang elektronik dan otomotif.
2. Belum optimalnya zona industri yang komprehensif seperti migas vs
petrokimia. Selain itu, kawasan industri juga kurang dikembangkan dan
digunakan, seperti di Batam, Karawang, dan Bekasi.
3. Tren sustainability global yang tidak terhindarkan di mana produksi dan
ekspor produk yang ramah lingkungan kini menjadi kewajiban contohnya
bahan bakar Euro 4 yang mulai menjadi syarat banyak negara serta
pengembangan biosolar.Industri kecil dan menengah yang masih tertinggal.
Data Kemenperin menunjukkan 62% pekerja Indonesia bekerja pada IKM
dengan produktivitas yang masih rendah.
4. Infrastruktur digital yang belum memadai dan platform digital yang belum
optimal. Teknologi seluler, misalnya, masih mengadopsi 4G dan belum siap
dengan 5G. Kecepatan rata-rata fiber optic juga masih kurang dari 10 Mbps.
Selain itu, infrastruktur cloud juga masih terbatas.
5. Pendanaan domestik dan teknologi yang terbatas.
6. Ada masalah tenaga kerja yang tidak terlatih. Indonesia memiliki angkatan
kerja terbesar ke-4 di dunia, namun sangat kekurangan talenta. Anggaran
pendidikan pemerintah saat ini hanya sekitar US$ 114/kapita.

3
7. Belum adanya pusat-pusat inovasi. Anggaran pemerintah untuk penelitian dan
pengembangan (R&D) masih sangat terbatas, hanya 0,1% hingga 0,3% dari
PDB. Pemerintah sendiri menargetkan anggaran litbang dapat naik setidaknya
mencapai 2% untuk masuk ke industri global. Saat ini juga belum ada pusat
litbang yang kuat yang disponsori pemerintah atau swasta.
8. Hingga saat ini juga belum ada insentif fiskal yang komprehensif untuk
mengadopsi teknologi industri global.
9. Persoalan peraturan dan kebijakan yang masih tumpang tindih, ditangani oleh
beberapa kementerian seperti industri hulu (upstream) migas yang dikelola
oleh Kementerian ESDM namun industri tengah (midstream) dan hilir
(downstream) dikelola oleh Kementerian Perindustrian.

Kementerian Perindustrian terus berupaya menyelesaikan berbagai tantangan


yang sedang dihadapi pelaku industri di tanah air. Langkah ini guna mengakselerasi
pengembangan sektor manufaktur nasional agar lebih berdaya saing di kancah global.
Sembilan tantangan tersebut, yaitu terkait bahan baku dan bahan penolong,
infrastruktur, utilitas, ketersediaan tenaga ahli, tekanan produk impor, limbah plastik
sebagai limbah B3, kendala sektor industri kecil menengah (IKM), logistik sektor
industri, serta mengenai penguatan basis data sektor industri. Pada Juni 2020,
pemerintah merealisasikan penurunan harga gas bumi untuk tujuh sektor industri.

Ketujuh sektor itu, yakni industri pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik,
kaca, dan sarung tangan karet. Lebih lanjut, dampak positif terhadap fasilitas
penurunan harga gas ini, antara lain beberapa perusahaan mulai merencanakan untuk
memperbarui teknologi agar dapat memanfaatkan gas bumi dengan lebih efisien.
Sementara itu, mengenai tantangan infrastruktur dan utilitas, Kemenperin telah
mendorong melalui pembangunan kawasan industri. Selama lima tahun terakhir
terjadi pertumbuhan, dari 89 kawasan industri pada tahun 2016 menjadi 128 kawasan
industri di tahun 2020.

4
Selanjutnya, terkait penciptaan tenaga ahli sektor industri yang kompeten,
Kemenperin menginisiasi program pendidikan dan pelatihan vokasi yang mengusung
konsep dual system.Disamping itu,Kemenperin juga melaksanakan program
pendidikan setara Diploma 1 yang bekerjasama dengan industri. Mengenai tantangan
pada tekanan produk impor, Kemenperin telah memiliki program subtitusi impor 35
persen pada tahun 2022. Jurus ini perlu bersinergi dengan kementerian dan lembaga
terkait, seperti Kementerian Perdagangan. Dalam upaya mendorong penguatan sektor
IKM, Kemenperin akan memperkuat platform digital untuk pelaku IKM melalui
program Smart Sentra, Smart Material Center, Smart Packaging Center dan Smart
IKM. Manfaat dari program ini adalah dapat menciptakan nilai tambah bagi pelaku
IKM dan meningkatkan permintaan terhadap produk IKM.

Pemerintah fokus untuk terus meningkatkan investasi di tanah air. Sebab,


upaya strategis tersebut dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional akibat dari
dampak pandemi Covid-19. Terdapat 81 proyek dengan total nilai investasi sebesar
Rp921,84 triliun, yang akan dipacu realisasinya untuk pengembangan proyek
hilirisasi dalam kurun waktu tahun 2023-2030. Dari total investasi tersebut, bakal
menyerap tenaga kerja sebanyak 125.286 orang. Di sektor hilirisasi petrokimia,
Kemenperin terus mendorong realisasi investasi pengembangan industri petrokimia
PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) di Tuban, yang akan menghasilkan
produk olefin dan aromatik.

5
Berikutnya, Kemenperin memacu hilirisasi nikel dalam rangka meningkatkan
nilai tambah bahan baku nikel dan kobalt yang tersedia di Indonesia. Bahan baku ini
dapat digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Smelter berperan untuk
menguatkan struktur industri dalam negeri agar lebih berdaya saing di kancah global.
Saat ini, Indonesia memiliki 30% dari cadangan bijih nikel dunia, sehingga menjadi
jaminan bahan baku untuk investasi di sektor baterai kendaraan listrik, yang pada
akhirnya akan menarik investasi di sektor kendaraan listrik. Beberapa perusahaan
yang akan memproduksi bahan baku baterai listrik nikel-kobalt, di antaranya adalah
PT QMB (Sulawesi Tengah), PT. Halmahera Persada Lygend (Pulau Obi), PT Weda
Bay Nickel (Maluku Utara), dan PT Smelter Nikel Indonesia (Banten).

Sedangkan, untuk hilirisasi minyak sawit, pemerintah telah mendorong


program B30 (mencampur 70% BBM diesel dengan 30% FAME/Biodiesel). Upaya
simultan pemerintah ini untuk mengurangi impor BBM diesel sekaligus
mengendalikan emisi pencemaran udara. Realisasi penanaman modal sektor industri
di tanah air tumbuh 26 persen, dari tahun 2019 yang mencapai Rp216 triliun menjadi
Rp272,9 triliun pada 2020. Sektor industri masih konsisten memberikan kontribusi
signifikan bagi perekonomian nasional melalui realisasi penanaman modal. Sepanjang
tahun 2020, investasi manufaktur mampu menunjukkan geliat positif, meskipun di
tengah terpaan yang cukup berat akibat pandemi Covid-19.

6
Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), pada
Januari-Desember 2020, sektor industri menggelontorkan dananya sebesar Rp272,9
triliun atau menyumbang 33 persen dari total nilai investasi nasional yang mencapai
Rp826,3 triliun. Hasilnya, realisasi investasi secara nasional pada tahun lalu
melampaui target yang dipatok sebesar Rp817,2 triliun atau menembus 101,1 persen.
Industri nasional juga tengah menghadapi tantangan domestik. Adapun tiga isu utama
yang terkait hal tersebut, yaitu rendahnya belanja hasil produksi dalam negeri,
kebijakan hirilisasi industri yang masih bergerak lambat, transformasi otomatisasi dan
digitalisasi revolusi industri global yang tidak merata baik dari sisi sektoral maupun
skala industri. Belanja APBN dan BUMN memiliki peluang besar untuk mengungkit
lebih tinggi pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang diperkirakan akan mendapat
tambahan pertumbuhan ekonomi hingga 1,7 %.

Dalam kaitan ini, Menperin juga akan mengintensifkan program sertifikasi


TKDN, termasuk mengupayakan agar pengurusan sertifikat TKDN semakin cepat
dan semakin murah. Sampai saat ini, Kemenperin fokus memacu hilirisasi industri
yang berbasis agro, industri berbasis bahan tambang mineral, serta industri berbasis
migas dan batubara. Melalui hilirisasi ini,Indonesia tidak lagi menjual barang mentah,
namun sudah diolah baik itu produk setengah jadi maupun menjadi produk akhir.
Sebagai contoh pada industri agro, hilirisasi kelapa sawit menjadi penting karena
minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng menghasilkan nilai tambah sebesar
1,31 kali. Pada industri berbasis tambang dan mineral, saat ini telah tumbuh pesat
industri smelter nikel yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI) feronikel, nikel hidrat
dan stainless steel.

7
Hilirisasi di sektor industri petrokimia juga dinilai sangat strategis karena
menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur hilir
penting seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi. Berikutnya,
terkait percepatan transformasi industri global, sejak peta jalan Making Indonesia
Global diluncurkan Presiden Joko Widodo pada tahun 2018, pemerintah melalui
Kemenperin telah menempuh banyak upaya untuk mengembangkan iklim industri
global. Upaya tersebut antara lain selfassessment INDI Global bagi perusahaan
industri dan BUMN

B. Pembangunan Kawasan Industri


A. Pengertian Kawasan Industri

Definisi Kawasan Industri berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2014


menjelaskan bahwa Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan
industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan
dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri.

Menurut National Industrial Zoning Committee’s (USA) 1967, menjelaskan


bahwa yang dimaksud dengan Kawasan Industri atau Industrial Estate atau sering
disebut dengan Industrial Park adalah suatu Kawasan Industri di atas tanah yang
cukup luas, yang secara administratif dikontrol oleh seseorang atau sebuah lembaga
yang cocok untuk kegiatan industri, karena lokasinya, topografinya, zoning yang
tepat, kesediaan semua infrastrukturnya (utilitas), dan kemudahan aksesibilitas
transportasi.

Menurut Marsudi Djojodipuro (1992), menjabarkan bahwa Kawasan Industri


adalah hamparan tanah yang memiliki luas beberapa ratus hektar yang didalamnya
telah dibagi menjadi beberapa kavling dengan luas yang berbeda-beda sesuai dengan
keinginan dan kebutuhan pengusaha. Pada lokasi tersebut minimal tersedia beberapa
fasilitas penunjang seperti jalan antar kavling, saluran pembuangan limbah dan gardu
listrik yang cukup besar untuk menampung kebutuhan pengusaha yang diharapkan
akan berlokasi di tempat tersebut.

8
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Kawasan Industri
adalah sebidang tanah luas yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang
yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah
memiliki Izin Usaha Kawasan Industri, dimana nantinya lokasi tersebut akan menjadi
tempat pemusatan kegiatan industri.

B. Tujuan Pembangunan Kawasan Industri

Pembangunan Kawasan Industri dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk


badan hukum dan didirikan berdasarkan hukum Indonesia serta berkedudukan di
Indonesia. Kawasan Industri biasanya mempunyai fasilitas kombinasi yang terdiri
atas peralatanperalatan pabrik (industrial plants), penelitian dan laboratorium untuk
pengembangan, bangunan perkantoran, bank, serta prasarana lainnya seperti fasilitas
sosial dan umum yang mencakup perkantoran, perumahan, sekolah, tempat ibadah,
ruang terbuka dan lainnya.

Berdasarkan Peraturan Pemeritah No. 142 tahun 2015 tentang Kawasan


Industri, Keberadaan Kawasan Industri dibangun dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mempercepat penyebaran dan pemerataan pembangunan Industri.


2. Meningkatkan upaya pembangunan Industri yang berwawasan lingkungan.
3. Meningkatkan daya saing investasi dan daya saing Industri.
4. Memberikan kepastian lokasi sesuai tata ruang.

Menurut Tim Koordinasi Kawasan Industri Departemen Perindustrian RI,


menuturkan tujuan utama pembangunan dan pengusahaan Kawasan Industri
(industrial estate) adalah untuk memberikan kemudahan bagi para investor sektor
industri untuk memperoleh lahan industri dalam melakukan pembangunan
industri.Sementara itu, menurut Sadono Sukirno (1976), menjelaskan bahwa

9
Penciptaan kawasan perindustrian ditujukan untuk pembangunan industri di daerah
guna mempertinggi daya tarik dari daerah tersebut.

C. Kriteria Pemilihan Lokasi Kawasan Industri

Menurut Peraturan Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 menjelaskan


bahwa Pemilihan lokasi pembangunan Kawasan Industri dilakukan dalam dua
pendekatan yaitu:

1. Bagi daerah yang sudah memiliki pertumbuhan industri berdasarkan orientasi


pasar (market oriented) digunakan pendekatan permintaan lahan (land
demand). Ukuran yang langsung dapat dipergunakan sebagai indikasi suatu
wilayah layak untuk dikembangkan sebagai Kawasan Industri apabila dalam
wilayah tersebut permintaan akan lahan industri rata-rata per tahunnya sekitar
7-10 Ha atau perkembangan industri manufaktur dengan tingkat pertumbuhan
minimum lima unit usaha dimana satu unit usaha industri manufaktur
membutuhkan lahan sekitar 1,32-1,34 Ha.
2. Bagi daerah yang memiliki potensi sumberdaya alam sebagai bahan baku
industri dalam rangka meningkatkan nilai tambah perlu diciptakan kutub
pertumbuhan baru (growth pole).

Menurut Wahyu (2015), menyatakan bahwa Keberadaan Kawasan Industri di


suatu wilayah tidak lepas dari potensi alam yang terdapat di wilayahnya, seperti
ketersediaan bahan mentah yang menjadi bahan utama pengolahan industri dan letak
geografisnya yang mendukung aksesibilitas pemasaran produk hasil olahan industri
tersebut.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 40/MIND/PER/6/2016


tentang Pedoman Teknis Pembangunan Kawasan Industri, ada beberapa kriteria yang
menjadi pertimbangan pemilihan lokasi Kawasan Industri. Menurut Peraturan
Menteri Perindustrian No. 40 Tahun 2016 menjelaskan bahwa Berkembangnya suatu
Kawasan Industri tidak terlepas dari pemilihan lokasi Kawasan Industri yang

10
dipengaruhi oleh beberapa kriteria terkait lokasi. Selain itu dengan dikembangkannya
suatu Kawasan Industri juga akan memberikan dampak terhadap beberapa fungsi di
sekitar lokasi kawasan. Adapun kriteria pemilihan lokasi Kawasan Industri, antara
lain:

1. Jarak ke Pusat Kota

Pertimbangan jarak ke pusat kota bagi lokasi Kawasan Industri dibutuhkan


dalam rangka kemudahan memperoleh fasilitas pelayanan baik dari sisi infrastruktur
industri, sarana penunjang maupun pemasaran. Pertimbangan tersebut perlu
diperhatikan mengingat pembangunan suatu Kawasan Industri tidak harus
membangun seluruh infrastruktur dari mulai tahap awal melainkan dapat
memanfaatkan infrastruktur yang telah ada seperti listrik dan air bersih yang biasanya
telah tersedia di lingkungan perkotaan, dimana dibutuhkan kestabilan tegangan
(listrik) dan tekanan (air bersih) yang dipengaruhi oleh faktor jarak. Disamping itu
dibutuhkan pula fasilitas perbankan, kantor pemerintahan yang memberikan jasa
pelayanan bagi kegiatan industri yang pada umumnya berlokasi di pusat perkotaan.
Oleh karena itu, idealnya suatu Kawasan Industri berjarak minimal 10 km dari pusat
kota.

2. Jarak Terhadap Permukiman

Pertimbangan jarak terhadap permukiman bagi pemilihan lokasi kegiatan


industri, pada prinsipnya memiliki tiga tujuan pokok, yaitu:

a. Memberikan kemudahan bagi para pekerja untuk mencapai tempat kerja di


Kawasan Industri.
b. Mengurangi kepadatan lalu lintas di sekitar Kawasan Industri.
c. Mengurangi dampak polutan dan limbah yang dapat membahayakan bagi
kesehatan masyarakat.

Oleh karena itu, idealnya jarak terhadap permukiman yang ideal minimal 2 (dua) km
dari lokasi kegiatan industri.

11
3. Jaringan Transportasi Darat

Jaringan transportasi darat bagi kegiatan industri memiliki fungsi yang sangat
penting terutama dalam rangka kemudahan mobilitas pergerakan dan aksesibilitas
logistik barang dan pergerakan manusia yang dapat berupa jaringan jalan dan jaringan
rel kereta api. Jaringan jalan untuk kegiatan industri harus memperhitungkan
kapasitas dan jumlah kendaraan yang akan melalui jalan tersebut, sehingga dapat
diantisipasi sejak awal kemungkinan terjadinya kerusakan jalan dan kemacetan. Hal
tersebut penting untuk dipertimbangkan karena untuk mengantisipasi dampak
permasalahan transportasi yang ditimbulkan oleh kegiatan industri. Kawasan Industri
sebaiknya terlayani oleh jaringan jalan arteri primer untuk pergerakan lalu-lintas
kegiatan industri.

4. Jaringan Energi dan Kelistrikan

Jaringan listrik menjadi syarat yang penting untuk kegiatan industri karena
proses produksi kegiatan industri sangat membutuhkan energi yang bersumber dari
listrik untuk keperluan mengoperasikan alat-alat produksi. Dalam hal ini standar
pelayanan listrik untuk kegiatan industri tidak sama dengan kegiatan domestik,
dimana perlu kestabilan pasokan daya dan tegangan. Kegiatan industri umumnya
membutuhkan energi listrik yang sangat besar, sehingga perlu diperhatikan sumber
pasokan listriknya, baik yang bersumber dari perusahaan listrik negara, maupun yang
disediakan oleh perusahaan Kawasan Industri. Selain energi listrik terdapat beberapa
industri yang memerlukan jenis energi lain (BBM, batubara, dan gas) seperti industri
petrokimia dan besi baja. Oleh karena itu, dalam merencanakan Kawasan Industri
harus memperhatikan kebtuhan energi masing-masing tenan.

12
5. Jaringan Telekomunikasi

Kegiatan industri tidak akan lepas dari aspek bisnis terkait pemasaran maupun
pengembangan usaha, sehingga jaringan telekomunikasi seperti telepon dan internet
menjadi kebutuhan dasar bagi pelaku kegiatan industri untuk menjalankan
kegiatannya.

6. Pelabuhan Laut/Outlet

Kebutuhan prasarana pelabuhan menjadi kebutuhan yang mutlak, terutama


bagi kegiatan pengiriman bahan baku/bahan penolong dan pemasaran produksi, yang
berorientasi ke luar daerah dan keluar negeri (ekspor/impor). Kegiatan industri sangat
membutuhkan pelabuhan sebagai pintu keluar–masuk kebutuhan logistik barang.

7. Sumber Air Baku

Kawasan Industri sebaiknya mempertimbangkan keberadaan sungai sebagai


sumber air baku dan tempat pembuangan akhir limbah industri yang telah memenuhi
baku mutu lingkungan. Disamping itu jarak yang ideal seharusnya juga
memperhitungkan kelestarian lingkungan Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga
kegiatan industri dapat secara seimbang menggunakan sungai untuk kebutuhan
kegiatan industrinya tetapi juga dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan DAS tersebut. Sumber air baku tersebut harus memiliki debit yang
mencukupi untuk melayani kebutuhan Kawasan Industri. Apabila sumber air
permukaan tidak memungkinkan dari segi jarak dan topografi dapat menggunakan
sumber air tanah sesuai ketentuan yang berlaku, namun bagi tenan dilarang
melakukan pengambilan air tanah dalam rangka memperrhitugkan neraca air (water
balance) terhadap kelangsungan sistem IPAL dan gangguan terhadap muka air tanah
penduduk sekitar.

13
8. Kondisi Lahan

Peruntukan lahan industri perlu mempertimbangkan daya dukung lahan


dengan kriteria sebagai berikut :

a. Topografi

Pemilihan lokasi peruntukan kegiatan industri hendaknya dipilih pada area


lahan yang memiliki topografi yang relatif datar. Kondisi topografi yang relatif datar
akan mengurangi pekerjaan pematangan lahan (cut and fill) sehingga dapat
mengefisienkan pemanfaatan lahan secara maksimal, memudahkan pekerjaan
konstruksi dan menghemat biaya pembangunan. Adapun topografi/kemiringan tanah
ideal adaah maksimum 15%.

b. Daya Dukung Lahan

Daya dukung lahan erat kaitannya dengan jenis konstruksi pabrik dan jenis
proses produksi yang dilakukan. Jenis konstruksi pabrik sangat dipengaruhi oleh daya
dukung jenis dan komposisi tanah, serta tingkat kelabilan tanah, yang sangat
mempengaruhi biaya dan teknologi konstruksi yang digunakan. Mengingat bangunan
industri membutuhkan pondasi dan konstruksi yang kokoh maka agar diperoleh
efisiensi dalam pembangunannya sebaiknya nilai daya dukung tanah (sigma) berkisar
antara ∂: 0,7 – 1,0 kg/cm2.

c. Kesuburan Lahan

14
Tingkat kesuburan lahan merupakan faktor penting dalam menentukan lokasi
peruntukan Kawasan Industri. Apabila tingkat kesuburan lahan tinggi dan baik bagi
kegiatan pertanian maka kondisi lahan seperti ini harus tetap dipertahankan untuk
kegiatan pertanian dan tidak dicalonkan dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri.
Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya konversi lahan yang dapat
mengakibatkan menurunnya tingkat produktivitas pertanian sebagai penyedia
kebutuhan pangan bagi masyarakat dan dalam jangka panjang sangat dibutuhkan
untuk menjaga ketahanan pangan (food security). Untuk itu dalam pengembangan
Kawasan Industri pemerintah daerah harus bersikap tegas untuk tidak memberikan
izin lokasi Kawasan Industri pada lahan pertanian, terutama areal pertanian lahan
basah (irigasi teknis).

d. Pola Tata Guna Lahan

Mengingat kegiatan industri selain menghasilkan produksi juga menghasilkan


hasil sampingan berupa limbah padat, cair dan gas, Kawasan Industri dibangun pada
lokasi yang non pertanian, non-konservasi dan non permukiman untuk mencagah
timbulnya dampak negatif.

e. Ketersediaan Lahan

Kegiatan industri umumnya membutuhkan lahan yang luas, terutama


industriindustri berskala sedang dan besar. Untuk itu, skala industri yang akan
dikembangkan harus pula memperhitungkan luas lahan yang tersedia sehingga tidak
terjadi upaya memaksakan diri untuk konversi lahan secara besar-besaran guna
pembangunan Kawasan Industri. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 142 Tahun
2015, luas lahan Kawasan Industri minimal 50 Ha atau minimal 5 Ha untuk Kawasan
Industri khusus industri kecil dan menengah. Ketersediaan lahan harus memasukan
pertimbangan kebutuhan lahan di luar kegiatan sektor industri sebagai efek
bergandanya, seperti kebutuhan lahan perumahan dan kegiatan permukiman dan
perkotaan lainnya. Sebagai ilustrasi, bila per hektar kebutuhan lahan Kawasan
Industri menyerap 100 tenaga kerja, berarti dibutuhkan lahan perumahan dan kegiatan

15
pendukungnya seluas 1–1,5 Ha untuk tempat tinggal para pekerja dan berbagai
fasilitas penunjang. Hal ini berarti, apabila hendak dikembangkan 100 Ha Kawasan
Industri di suatu daerah maka di sekitar lokasi harus tersedia lahan untuk fasilitas
seluas 100–150 Ha, sehingga total area dibutuhkan 200–250 Ha.

f. Harga Lahan

Salah satu faktor utama yang menentukan pilihan investor dalam memilih
lokasi peruntukan industri adalah harga beli/sewa lahan yang kompetitif, artinya bila
lahan tersebut dimatangkan sebagai kavling siap bangun yang dilengkapi infrastruktur
dasar dan penunjang yang harganya dapat dijangkau oleh para pengguna (user).
Dengan demikian, dalam pemilihan lokasi Kawasan Industri sebaiknya harga lahan
(tanah mentah) tidak terlalu mahal. Disamping itu, agar terjadi transaksi lahan yang
adil dan menguntungkan semua pihak, masyarakat dapat terlibat menanamkan modal
berupa lahan yang dimilikinya dalam investasi Kawasan Industri sehingga membuka
peluang bagi masyarakat pemilik lahan untuk merasakan langsung nilai tambah dari
keberadaan Kawasan Industri di daerahnya. Pelaksanaan partisipasi masyarakat ini
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

D. Prinsip Pembangunan

Dalam pembangunan Kawasan Industri, ada beberapa prinsip yang perlu


diperhatikan yang diatur dalam Permenperin no 40 tahun 2016, yang dijabarkan
sebagai berikut:

1. Kesesuaian Tata Ruang

Pemilihan, penetapan dan penggunaan lahan untuk Kawasan Industri harus


sesuai dan mengacu kepada ketentuan yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten / Kota, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, maupun Rencana

16
Tata Ruang Wilayah Nasional. Kesesuaian tata ruang merupakan salah satu syarat
bagi perizinan Kawasan Industri.

2. Ketersediaan Infrastruktur Industri

Pembangunan suatu Kawasan Industri mempersyaratkan dukungan


ketersediaan infrastruktur industri yang memadai. Dalam upaya mengembangkan
suatu Kawasan Industri perlu mempertimbangkan faktor – faktor sebagai berikut:

a. Tersedianya akses jalan yang dapat memenuhi kelancaran arus transportasi


kegiatan industri.
b. Tersedianya sumber energi (gas, listrik, dan lain-lain) yang mampu memenuhi
kebutuhan kegiatan industri baik dalam hal ketersediaan, kualitas, kuantitas
dan kepastian pasokan.
c. Tersedianya sumber air sebagai air baku industri dan air minum baik yang
bersumber dari air permukaan atau air tanah.
d. Tersedianya sistem dan jaringan telekomunikasi untuk kebutuhan telepon dan
komunikasi data.
3. Ramah Lingkungan

Dalam pembangunan Kawasan Industri, pengelola Kawasan Industri wajib


melaksanakan pengendalian dan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.

4. Efisiensi

Aspek efisiensi merupakan landasan pokok dalam pembangunan dan


pengembangan Kawasan Industri. Aspek efisiensi dimaksud antara lain meliputi

17
efisiensi dalam aspek lokasi dan infrastruktur serta aspek pelayanan bagi tenan akan
mendapatkan lokasi kegiatan industri yang sudah tertata dengan baik yang dilengkapi
dengan infrastruktur yang mampu meningkatkan daya saing tenan tersebut.
Sedangkan bagi pemerintah dan pemerintah daerah akan menjadi lebih efisien dalam
pembangunan infrastruktur yang mendukung dalam pembangunan dan
pengembangan Kawasan Industri.

5. Keamanan dan Kenyamanan Berusaha

Situasi dan kondisi keamanan yang stabil merupakan salah satu jaminan bagi
keberlangsungan suatu Kawasan Industri sehingga diperlukan adanya jaminan
keamanan dan kenyamanan berusaha dari gangguan keamanan seperti gangguan
ketertiban masyarakat, tindakan anarkis, dan gangguan lainnya terhadap kegiatan
industri di dalam Kawasan Industri. Dalam menciptakan keamanan dan kenyamanan
berusaha, pengelola Kawasan Industri dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah
setempat dan pihak keamanan. Apabila dipandang perlu, pemerintah dapat
menetapkan suatu Kawasan Industri sebagai Objek Vital Nasional Industri (OVNI)
untuk mendapatkan perlakuan khusus.

6. Percepatan Penyebaran dan Pemerataan Pembangunan Industri

Pembangunan Kawasan Industri dilakukan sebagai bagian dari upaya


percepatan penyebaran dan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.

C. Dampak Pembangunan Kawasan Industri

Perkembangan kawasan industri menyebabkan terjadinya perubahan pada


aspek sosial dan ekonomi masyarakat di pedesaan. Dalam jangka waktu yang lama,
masyarakat desa hanya terpaku pada satu jenis mata pencaharian saja, hal ini
menyebabkan banyak desa yang mengalami ketertinggalan. Kebijakan pemerintah

18
mengenai perluasan pembangunan industri di daerah pedesaan tentu memberikan
pilihan pekerjaan baru bagi masyarakat desa. Keberadaan industri seringkali juga
dapat menstimulasi kemajuan sektor lain, salah satunya yaitu ketersediaan sarana dan
prasarana. Pengembangan kawasan industri di pedesaan, biasanya dibarengi dengan
pembangunan jalan dan infrastruktur lainnya. Dengan kemajuan sarana dan prasarana
ini tentu memberikan kemudahan kepada masyarakat desa dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.

Selain membawa dampak positif, keberadaan kawasan industri di pedesaan


juga membawa dapat negative apabila tidak dapat dikelola dengan baik. Dampak
negatif yang seringkali terjadi yaitu pencemaran lingkungan. Keberadaan industri
apabila tidak dikelola dengan baik seringkali mengakibatkan polusi air, udara, tanah
yang berbahaya bagi makhluk hidup di sekitar kawasan industri. Aktivitas produksi
dengan jumlah yang sangat besar tentu akan menghasilkan limbah dalam jumlah yang
besar pula. Tanpa kapasitas pengelolaan limbah yang memadai tentu limbah tersebut
akan menyerap sampai ke dalam tanah dan menyebabkan terjadinya polusi tanah yang
dapat mempengaruhi kualitas air tanah. Selain itu kegiatan yang berasal dari mesin-
mesin produksi menghasilkan polusi udara, polusi udara dengan jumlah yang besar
tentu akan berdampak sangat buruk bagi kesehatan masyarakat pedesaan. Hal ini
menyadarkan kita bahwa sangat penting untuk melakukan perencanaan yang
berkelanjutan di kawasan industri yang ada di pedesaan, agar desa dapat berkembang
melalui industrinya tanpa mengalami dampak negatif yang sudah disebutkan
sebelumnya.

Negara melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas pasal 74, menyebutkan bahwa masing-masing perusahaan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang yang berkaitan dengan sumber daya wajib melaksanakan
Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
menjadi kewajiban bagi perusahaan sebagai timbal balik dari pemanfaatan sumber
daya alam disekitar lingkungan perusahaan dan dampak yang ditimbulkan perusahaan
atas aktivitas industri yang dilakukan di lingkungan masyarakat.

19
Untuk mendukung aktivitas perusahaan atas industri yang bertanggung jawab
pada lingkungannya Internasional Standard Operational (ISO), juga mengeluarkan
petunjuk teknis pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan yang akan
dilakukan oleh perusahaan (ISO 26000). Melalui ISO 2600 dan peraturan yang
diberikan oleh negara, perusahaan industri yang melakukan aktivitas perusahaan
dapat mengurangi dampak aktivitas industri yang merugikan bagi lingkungan dan
masyarakat hingga dampak negatif dapat dihilangkan dalam aktivitas perusahaan baik
sosial maupun lingkungan. Kawasan industri mampu mendukung pembangunan
pedesaan yang ada di sekitarnya melalui pengelolaan yang optimal.

Adapun dampak positif dari perkembangan kawasan industri adalah:

1. Meningkatnya lapangan kerja yang secara otomatis memangkas angka


pengangguran.
2. Memberikan kontribusi yang cukup besar dalam penghasilan daerah bagi
pemerintah melalui pajak di kawasan industry.
3. Menjadikan pendapatan tambahan bagi masyarakat di sekitar kawasan
industri (berjualan, kos-kosan, ojek, dan lain-lain).
4. Menciptakan hubungan kerja yang harmonis antara pihak swasta dan
pekerja, sehingga peraturan di daerah tentang dunia industri dapat
dijalankan dengan baik antara perusahaan, pihak pekerja dan pemerintah.
5. Harga tanah di sekitar kawasan pabrik menjadi meningkat pesat.

20
6. Perputaran uang yang terjadi di masyarakat sekitar kawasan industri juga
mengalami perputaran yang cepat dibandingkan dengan perputaran uang
dalam sektor pertanian di masyarakat.

Adanya dampak positif dari kawasan industri juga ditambah adanya dampak
negatif dari adanya kawasan industri, diantaranya adalah:

1. Kemacetan lalu lintas di sekitar kawasan indusri yang panjang ketika jam
pulang kerja.
2. Terjadi kesenjangan pendapatan antara masyarakat sekitar dengan para
masyarakat pendatang.
3. Mulai hilangnya budaya sekitar dengan adanya individualisme di masing ±
masing penduduk (penduduk asli) dan penduduk pendatang.
4. Kebersihan lingkungan yang tidak terjaga dengan baik.
5. Mulai timbul potensi hiburan-hiburan malam di sekitar kawasan industri yang
akan menimbulkan dampak negatif bagi para pekerja khusunya pekerja yang
merupakan pendatang.

Dampak yang ditimbulkan dari adanya pembangunan industri baik itu yang
sifatnya positif ataupun yang berdampak negatif bagi masyarakat sekitar kawasan
industri, mereka harus bisa beradaptasi pada kemajuan lingkungan yang ada. Hal
tersebut diperlukan agar masyarakat tetap terus berkembang dan terus maju meskipun
banyak pendatang yang hadir di dalam lingkungan mereka sehingga masyarakat
sekitar bisa memanfaatkan situasi yang ada untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka. Begitu juga bagi pemerintah seharusnya juga memberi kontrol terhadap
pelaku bisnis, meskipun dalam industri pendapatan daerah bersumber dari industri,

21
pemerintah harus bisa fokus dalam memberi kontrol dan pengawasan agar masyarakat
tidak merasa terugikan dengan adanya industri di tengah masyarakat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Tantangan industri masih dihadapi Indonesia dalam era global ini


diantaranya,yaitu terkait bahan baku dan bahan penolong, infrastruktur, utilitas,
ketersediaan tenaga ahli, tekanan produk impor, limbah plastik sebagai limbah
B3, kendala sektor industri kecil menengah (IKM), logistik sektor industri, serta
mengenai penguatan basis data sektor industri.

Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri


yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan
dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri. Keberadaan Kawasan Industri
dibangun dengan tujuan sebagai berikut:1.Mempercepat penyebaran dan
pemerataan pembangunan Industri,2.Meningkatkan upaya pembangunan Industri
yang berwawasan lingkungan,3.Meningkatkan daya saing investasi dan daya
saing Industri,4.Memberikan kepastian lokasi sesuai tata ruang

Dampak yang ditimbulkan dari adanya pembangunan industri baik itu


yang sifatnya positif ataupun yang berdampak negatif bagi masyarakat sekitar
kawasan industri, mereka harus bisa beradaptasi pada kemajuan lingkungan yang
ada.

22
B. Saran

Dalam pembuatan makalalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan


dalam memuat informasi mengenai tantangan industri Indonesia di era global,
pembangunan kawasan industri dan dampaknya. Kami berharap pembaca dapat
memberi kritik yang membangun agar dapat menyempurnakan tulisan yang telah
kami susun.

DAFTAR PUSTAKA

Karnawati, Dwikorita (2017). revolusi industri 4.0.


Schwab, K. (2016). The fourth industrial revolution: What it means and how to
respond. World Economic Forum. Retrieved from
S. Mulyani, “Bicara Era Digital: Akan Ada Pergeseran Jenis Tenaga Kerja,”
Detiknews, 2018.
Abdullah. (2010). Pengaruh Perkembangan Industri terhadap Pola Pemanfaatan
Lahan di Wilayah Kecamatan Bergas Kabupaten Semarang. Universitas
Diponegoro Semarang
Adisasmito, Rahardjo. (2010). Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Dirdjojuwono, R. W. (2014). Kawasan industri Indonesia: Sebuah Konsep
Perencanaan Dan Aplikasinya. Biografika.
Kwanda, T. (2000). Pengembangan Kawasan Industri Di Indonesia. Dimensia Teknik
Arsitektur, 54-61.
Tjokorowinoto, Moeljarto. 2001. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Wardhana, Wisnu Arya. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta: Andi
Wahyudi. 2009. Dampak Pembangunan Kawasan Industri Kariangau (KIK) Terhadap
Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Karingau: Universitas
Muha Bmmad yah Malang (Skripsi)

23

Anda mungkin juga menyukai