Anda di halaman 1dari 42

NASKAH AKADEMIK

(RAPERDA INVESTASI DAERAH PROVINSI LAMPUNG)

Disusun Oleh :
MOCHAMMAD R. DHANY 1852011101
JOHANNES RICHARDO R. 1842011015
ADISA ATHALLAH 1952011047
DAVID BASTIAN 1952011026
RYKHA FEBBIYOLA 1952011018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan selesainya
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini.

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Investasi Pemerintah


Provinsi Lampung pada hakikatnya disusun dalam rangka memperoleh manfaat
ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat melalui kegiatan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Lampung.

Disadari bahwa penyusunan Naskah Akademik ini masih banyak kekurangan,


untuk itu kritik dan saran membangun sangat dibutuhkan dalam rangka
penyempurnaannya. Naskah Akademik ini dapat menjadi pedoman dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung.

Demikianlah, atas perhatian dan kerja sama yang baik kami mengucapkan terima
kasih.
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Identifikasi Masalah ..............................................................................................6
C. Tujuan dan Kegunaan ............................................................................................6
D. Metode Penelitian ..................................................................................................7

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS


A. Kajian Teoritis 8
B. Kajian Asas Dan Prinsip .......................................................................................
C. Kajian Praktik Penyelenggaraan, Kondisi dan Permasalahan Di
Masyarakat ..........................................................................................................
D. Kajian Implikasi Penerapan dengan Sistem Baru

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG


UNDANGAN….

BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS


A. Landasan Filosofis
B. Landasan Sosiologi................................................................................................
C. Landasan Yuridis ................................................................................................

BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP


MATERI
MUATAN....................................................................................................
BAB VI. PENUTUP
A. Kesimpulan ..........................................................................................................
B. Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan Salah satu kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan


pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada Daerah
untuk menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga
seluruh pertanggungjawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh
Pemerintah Daerah. Namun demikian di era otonomi Daerah, pembangunan
ekonomi di Daerah tidak hanya berasal dari program pembangunan regional yang
merupakan manifestasi dari asas desentralisasi, tapi juga berasal dari program
sektoral yang merupakan perwujudan asas dekonsentrasi. Kedua program
pembangunan tersebut harus dijalankan secara bersama-sama oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah dalam rangka menjembatani kesenjangan kemajuan
pembangunan ekonomi antardaerah, karena sampai saat ini program sektoral
masih mendominasi program regional, sehingga otonomi Daerah yang nyata,
dinamis, dan bertanggungjawab belum terwujud sepenuhnya.

Ketimpangan antardaerah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda,


dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain,
dan pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Daerah.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya
kontribusinya pada PDRB Provinsi. Ketidakseimbangan dalam perekonomian
antardaerah menyangkut pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di
antara berbagai daerah dalam wilayah Provinsi, khususnya yang menyangkut
investasi dalam sumberdaya manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi
ini pada gilirannya akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan
tingkat pendapatan perkapita antardaerah di suatu wilayah, sehingga
kecenderungan terjadinya perbedaan dan ketimpangan pada pola laju
pertumbuhan dan pendapatan perkapita antarberbagai kawasan dalam suatu
daerah dalam satu Provinsi dapat teratasi.1

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu faktor utamadanpaling penting


dalam kerangka mewujudkan kesejahteraanmasyarakat. Iklim penanaman modal
yang kondusif merupakansalahsatu faktor yang dapat meingkatkan pertumbuhan
ekonomi. Kegiatan penanaman modal yang didorong dengan iklimyangkondusif
tentu akan mendorong berbagai macamkegiatanekonomi yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi pada pertumbuhanekonomi serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Setidaknya ada dua dampak positif yang bisa
dirasakanolehdaerah, ketika penanaman modal berkembang dengan masif.
Pertama, penanaman modal tersebut akan diikuti oleh aktivitas-aktivitasekonomi
yang bisa membuka lapangan kerja baru. Ketersediaanlapangan kerja baru tentu
akan meningkatkan pendapatan masyrakat sekaligus mendorong untuk
terwujudnya kesejahteraandan mengurangi kemiskinan.

Penanaman modal atau investasi menurut Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam
modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing
untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan
penanaman modal ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu investasi riil dan investasi
finansial, investasi riil secara umum melibatkan aset nyata berupa tanah, mesin-
mesin, pabrik, gedung, emas. Sedangkan investasi finansial melibatkan kontrak-
kontrak tertulis seperti surat-surat berharga.

Investor atau pihak yang melakukan investasi adalah investor individual


dan investor institusional, investor individual adalah individu-individu yang
melakukan investasi seperti individu yang mendepositokan uangnya di bank, atau
membeli saham.2 Investor institusional adalah perusahaan atau sebuah organisasi
yang melakukan investasi. Perkembangan investasi di Indonesia merupakan salah

1
Hari Surbakti, 2016, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam
Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung Dihubungkan Dengan
Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Diakses tanggal 25 Maret 2022.
2
Rika Desiyanti, Manajemen Investasi dan Portofolio, B. Hatta University Press,
Padang, 2008, hlm. 3.
satu indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sesuai dengan
teorinya Harrod-Domar yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi itu
ditentukan oleh tingginya tabungan dan investasi, kalau tabungan dan investasi
rendah maka pertumbuhan ekonomi masyarakat dan negara tersebut juga akan
rendah.3

Penanaman modal berperan penting dalam pembangunan ekonomi karena


melalui penanaman modal dapat meningkatkan kapasitas ekonomi dan menjaga
kesinambungan laju pertumbuhan ekonomi. Laju perekonomian yang baik akan
memberikan dampak yang baik pula terhadap tingkat perekonomian masyarakat.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan penanaman
modal di Indonesia baik dengan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Peningkatan penanaman modal tersebut dapat terjadi apabila usaha pemerintah
pusat dibantu oleh instansi yang terkait dengan penanaman modal, instansi
tersebut haruslah bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugasnya selaku pihak
yang bertanggungjawab terhadap penanaman modal tersebut. Kinerja dari instansi
ini sangat mempengaruhi kondisi penanaman modal, karena dengan hasil kerja
yang baik tentunya akan membantu mendorong peningkatan penanaman modal
tersebut.

Penanaman modal mempunyai peranan penting untuk meningkatkan


pertumbuhan perekonomian daerah antara lain, meningkatkan pendapatan
masyarakat, menyerap tenaga kerja lokal, memberdayakan sumberdaya lokal,
meningkatkan pelayanan publik, meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto,
serta mengembangkan usaha mikro, kecil, dan koperasi. Dalam rangka
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan menghadapi era globalisasi,
Pemerintah Provinsi Lampung perlu menetapkan kebijakan untuk mendorong
terwujudnya iklim usaha yang kondusif bagi penanam modal atau investasi daerah
di provinsi Lampung dan penguatan daya saing perekonomian nasional.
Peningkatan penanaman modal ini antara lain dapat dilaksanakan yaitu
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang penanaman modal, Pelayanan Terpadu
3
Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2000, hlm. 19.
Satu Pintu (PTSP), Kerjasama Investasi Daerah dan Fasilitasi Kerjasama Dunia
Usaha.

Kedua, penanaman modal juga memberi peluang bagi sumber daya


ekonomi potensial untukdiolahmenjadi kekuatan ekonomi rill yang bisa
mendorong pertumbuhanekonomi lokal yang pada akhirnya juga akan
bermuarapadapertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berangkat dari pemikiran tersebut maka dapat dipahami bahwapenciptaan iklim
penanaman modal yang kondusif sudah seharusnyamenjadi salah satu langkah
penting yang harus diprioritaskan pemerintah daerah dalam menarik investor
untuk menanamkanmodal serta menjalankan operasional usahanya di daerah.
Sekalipun ada dasar hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah Tentang
Investasi Daerah, diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi) membentuk
Peraturan Daerah tersebut, yang secara garis besar meliputi argumentasi filosofis,
sosiologis, dan yuridis.

Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan


Peraturan Daerah Kota Bandar lampung Tentang Investasi Daerah. Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (selanjutnya disebut UU P3 2011) menentukan, Rancangan Peraturan
Daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik
(Pasal 63 jo Pasal 56 ayat (2) UU PDRD 2009). Perkataan “dan/atau”
menunjukkan pilihan antara:
(1) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan)
dan Naskah Akademik; atau
(2) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan)
atau Naskah Akademik. Pilihan kedua juga memuat pilihan, memilh Naskah
Akademik atau keterangan (atau penjelasan) Jumlah penduduk yang
bersekolah berdasarkan usia dini.

Selain itu juga, hal klasik yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung, dimana masih memiliki keterbatasan terkait anggaran dan anggaran
tersebut harus dibagi untuk beberapa sektor. Permasalahan timbul ketika
kebutuhan masyarakat terhadap fasilitas publik tidak berbanding lurus dengan
jumlah anggaran yang tersedia. Sehingga disinilah penanaman modal merupakan
salah satu alternatif Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam melaksanakan
pembangunan yakni dengan melibatkan pihak lain (baik pihak dalam negeri
maupun pihak asing). Berdasarkan hal di atas, kerjasama Pemerintah Daerah
dengan penanaman modal baik oleh penanam modal asing maupun penanam
modal dalam negeri dalam melakukan pembangunan merupakan kebutuhan setiap
daerah yang berkembang maupun maju sekalipun, termasuk Pemerintah Daerah
Provinsi Lampung. Sehingga arti penting dari penanaman modal terhadap
pembangunan daerah tersebut harus didukung oleh regulasi baik di tingkat pusat
maupun di daerah itu sendiri yang mengakomodir aktivitas penanaman modal,
sehingga kegiatan penanaman modal dapat berjalan dengan dengan baik namun
tetap dengan batasan-batasan tertentu.

B. Identifikasi Masalah
Maka berdasarkan dengan latar belakang yang telah diuraikan tersebut,
identifikasi masalah yang akan diruaikan dalam Naskah Akademik ini adalah:
1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam masalah Investasi
Daerah di Provinsi Lampung?
2. Mengapa perlu diadakannya penyusunan naskah akademik sebagai dasar
pemecahan masalah tersebut?
3. Apakah yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, yuridis pemecahan
masalah Investasi Daerah di Provinsi Lampung?
4. Apakah sasaran yang akan diwujudkan dalam Investasi Daerah di Provinsi
Lampung?

C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penyusunan Naskah Akademik tentang Investasi Daerah di


Provinsi Lampung sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam Investasi
Daerah di Provinsi Lampung serta solusi atas permasalahan tersebut.
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan
pembentukan Rancangan Undang-undang tentang Investasi Daerah di
Provinsi Lampung.
3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Undang-undang tentang Investasi
Daerah di Provinsi Lampung.
4. Menentukan sasaran yang akan diwujudkan dalam Investasi Daerah di
Provinsi Lampung.

D. Metode Penelitian

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang


Investasi Daerah di Provinsi Lampung menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah melalui studi
kepustakaan (library research) yang menelaah (terutama) data sekunder berupa
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1. Bahan hukum primer:


Bahan hukum yang mengikat berupa Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Perundang-undangan, serta
dokumen hukum lainnya. Peraturan Perundang-undangan yang dikaji
secara hierarki.
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder diperoleh melalui pengkajian dari literature
hukum, artikel ilmiah, buku, jurnal serta bahan pustaka lainnya yang
membahas tentang Investasi Daerah di Provinsi Lampung.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

1. KAJIAN TEORITIS
1) Investasi
Investasi adalah pembelian aset berupa barang ataupun aset
keuangan yang bukan ditujukan untuk konsumsi segera namun untuk
memproduksi barang atau jasa dan menghasilkan keuntungan di masa
depan, Investasi merupakan aset yang diperoleh untuk sistem ekonomi
seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat. Investasi merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan oleh pemerintah daerah untuk memanfaatkan anggaran dan
memperoleh pendapatan dalam jangka penjang, memanfaatkan dana yang
belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen
kas.
Investasi dikategorikan berdasar jangka waktunya, yaitu investai
jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek
merupakan investasi yang memiliki karakteristik dapat segera
diperjualbelikan/dicairkan dalam waktu 3 (tiga) bulan atau sampai 12 (dua
belas) bulan. Investasi jangka pendek biasanya digunakan untuk tujuan
manajemen kas dimana pemerintah daerah dapat menjual investasi
tersebut jika muncul kebutuhan akan kas. Sedangkan investasi jangka
panjang merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka waktu
lebih dari 12 (dua belas) bulan.4

2) Otonomi Daerah

4
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 6
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah yang digantikan dengan UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa “Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengarus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Lebih
lanjut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (12) menyatakan
bahwa “Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri,
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Pelaksanaan otonomi
daerah dan sebagai penerapan/implementasi tuntutan untuk era baru yang
sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan cara diberikan
kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan lebih bertanggung jawab.
Terutama dalam mengatur, memanfaatkan, dan menggali sumber-sumber
potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Visi otonomi daerah dapat
dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu, politik, ekonomi, serta
sosial dan budaya. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami
sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan
daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan
masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan
yang taat pada asas pertanggungjawaban publik, di bidang ekonomi, otonomi
daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan kebijakan
ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang bagi
Pemerintah Daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal untuk
mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya dan di bidang
sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi
menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-
nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam
merespon dinamika kehidupan di sekitarnya5
Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.

2. Investasi Pemerintah Daerah


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 52 Tahun 2012
menyebutkan bahwa investasi pemerintah daerah adalah penempatan sejumlah
dana dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka
waktu panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi
langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat
ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Undang - Undang Nomor 63 tahun 2019 tentang Investasi
Pemerintah, Sumber Investasi Pemerintah berasal dari:
a. APBN;
b. imbal hasil;
c. pendapatan dari layananf usaha;
d. hibah; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
Investai pemerintah daerah terdiri dari investasi Badan Usaha Milik Daerah
dan investasi Badan Usaha Milik Swasta.
b. Investasi Badan Usaha Milik Daerah adalah perusahaan yang didirikan
dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah
membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah

5
A Handayani “Pengertian Otonomi Daerah” 2016
Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan
provinsi sebagai daerah otonom.
c. Investasi Badan Usaha Milik Swasta adalah badan usaha yang didirikan
dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD
1945 Pasal 33, bidang-bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta
adalah mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan
strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.
2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu
berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan Menurut Van der Vlies
sebagaimana dikutip oleh Hamid Attamimi dan Maria Farida, secara umum
yang membedakan dua kategori asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang patut (algemene beginselen van behoorlijk regelgeving)6,
yaitu:
3. Asas formal, meliputi :
d. Asas tujuan jelas, terdiri dari tiga tingkat: (1) kerangka kebijakan
umum bagi peraturan yang akan dibuat, (2) tujuan tertentu bagi
peraturan yang akan dibuat, dan (3) tujuan dari berbagai bagian dalam
peraturan.
e. Asas lembaga yang tepat menghendaki agar suatu organ memberi
penjelasan bahwa suatu peraturan tertentu memang berada dalam
kewenangannya, dan agar suatu organ khususnya pembuat undang-
undang memberi alasan mengapa ia tidak melaksanakan sendiri
pengaturan atas suatu materi tertentu tetapi menugaskannya kepada
orang lain.
f. Asas urgensi/perlunya pengaturan. Jika tujuan sudah dirumuskan
dengan jelas, masalah berikutnya adalah apakah tujuan itu memang
harus dicapai dengan membuat suatu peraturan.
g. Asas dapat dilaksanakan menyangkut jaminan-jaminan bagi dapat
dilaksanakannya apa yang dimuat dalam suatu peraturan.
h. Asas konsensus, berisi bahwa perlu diusahakan adanya konsensus
antara pihak-pihak yang bersangkutan dan pemerintah mengenai
pembuatan suatu peraturan serta isinya.

6
I.C. Van der Vlies, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-
Undangan), Dirjen Peraturan Perundang-Undangan DEPKUMHAM RI, Jakarta, 2007, halaman 258-
303.
2

9. Asas material, meliputi:


j. Asas kejelasan terminology dan sestematika. Menurut asas ini, suatu
peraturan harus jelas, baik kata-kata yang digunakan maupun
strukturnya.
k. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali, yaitu suatu
peraturan harus dapat diketahui oleh setiap orang yang perlu mengetahui
adanya peraturan itu.
l. Asas kesamaan hukum yang menjadi dasar dari semua peraturan
perundang-undangan, peraturan tidak boleh ditujukan kepada suatu
kelompok tertentu yang dipilih secara semaunya.
m. Asas kepastian hukum yang menghendaki agar harapan (ekspektasi)
yang wajar hendaknya dihormati, khususnya ini berarti bahwa peraturan
harus memuat rumusan norma yang tepat, bahwa peraturan tidak diubah
tanpa adanya aturan peralihan yang memadai dan bahwa peraturan tidak
boleh diperlakukan surut tanpa alasan yang mendesak.
n. Asas penerapan-hukum yang khusus menyangkut aspekaspek
kemungkinan untuk menegakkan keadilan didalam kasus tertentu yang
dapat diwujudkan dengan memberikan marjin keputusan kepada
pemerintah di dalam undangundang, memberikan kemungkinan
penyimpangan bagi keadaaan-keadaaan khusus di dalam undang-
undang,memungkinkan perlindungan hukum terhadap semua tindakan
pemerintah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Perundang-Undangan telah mengakomodir asas-asas yang telah disebutkan di
atas, terdapat dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa asas pembentukan
perundang-undangan yang baik meliputi:
3

o. Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan


perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
p. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa setiap
jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga
negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang
berwenang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan
atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau
pejabat yang tidak berwenang.
q. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, bahwa
dalam peraturan perundang-undangan harus benarbenar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan.
r. Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis dan yuridis.
s. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan
dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara.
t. Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundangundangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum
yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan
berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
u. Asas keterbukaan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-
undangan mulai dari perencanaan, penyusunan,pembahasan,
pengesahan atau penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan
terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai
4

kesempatan yang seluasluasnya untuk memberikan masukan dalam


pembentukan peraturan perundang-undangan.

3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta


Penerapan

A. Provinsi Lampung
Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini
layak untuk ibu kota Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat
daya Pulau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat
menguntungkan. Letaknya di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan DKI
Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. Kota ini menjadi pertemuan
antara lintas tengah dan timur Sumatera. Kendaraan dari daerah lain di Pulau
Sumatera harus melewati Bandar Lampung bila menuju ke Pulau Jawa. Pada
umumnya kendaraan tersebut transit di terminal Rajabasa. Wilayah Kota
Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang terus berkembang dari
daerah tengah ke daerah pinggiran kota yang ditunjang fasilitas perhubungan
dan penerangan. Pengembangan kota ditandai dengan tumbuhnya kawasan
permukiman, namun demikian daerah pinggiran belum terlihat jelas ciri
perkotaannya. Masyarakat Lampung terdiri atas berbagai suku antara lain
Lampung, Rawas, Melayu, Pasemah dan Semendo. Masyarakat Lampung
bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat yang tersendiri, bentuk
masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang
satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai
tempat di daerah Lampung.7

D. Investasi Provinsi Lampung

7
PT. Perencana Djaja Ciptalaras “Profil Kabupaten/Kota, Kota Bandar Lampung”
5

Provinsi Lampung kini berada di 10 besar daerah tujuan penanaman modal


dalam negeri (PMDN), tepatnya di posisi tujuh. Posisi itu merupakan yang
tertinggi dalam satu dekade terakhir, mengingat posisi Lampung di percaturan
investasi nasional selama ini tak beranjak dari level menengah 14-15 nasional.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu
(PTSP) Provinsi Lampung, pada Triwulan I 2017, posisi Lampung masih
berada di urutan 13 nasional dengan nilai investasi 1,58 triliun. Pada Triwulan
II, posisi Lampung melejit ke posisi tujuh dengan nilai investasi Rp1,8 triliun
dan bertahan pada posisi tujuh pada Triwulan III dengan nilai investasi
Rp3,08 triliun.Posisi itu sekaligus menempatkan Lampung dalam jajaran
tujuan investasi utama nasional bersama Jawa Timur di posisi pertama,
disusul DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Kalimantan
Timur. Setelah Lampung, di posisi delapan Sumatera Utara, Kalimantan
Barat, dan Riau.Jenis investasi yang masuk Lampung, menurut Kepala Dinas
Perindustrian Provinsi Lampung, Tonny Oloan Lumban Tobing, sesuai
dengan target 40% Secara umum, arus investasi ke Lampung baik PMDN
maupun Penanaman Modal Asing (PMA) naik drastis dari semula Rp5,3
triliun naik menjadi Rp7,9 triliun di 2017. Untuk PMA, Lampung berada di
posisi 27 nasional pada Triwulan III dengan jumlah investasi 32,3 juta dolar
AS dan 39 proyek.8

E. Kajian Implikasi Penerapan Peraturan Daerah

Menurut Hans Kelsen, efektivitas hukum berarti adanya perbuatan yang


sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana harus dilakukan, sehingga
norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi, dan ukuran efektivitas

8
https://lampungprov.go.id/detail-post/provinsi-lampung-peringkat-tujuh-nasional-daerah-tujuan-
investasi (diakses pada 5 April 2022)
6

itu diletakkan pada kualitas dari perbuatan orang-orang yang sesungguhnya


bukan pada kualitas hukum itu sendiri.9
Pada tahun 2017 Gubenur Lampung (Ridho Ficardo) membuat peraturan
mengenai Forum Investasi Lampung dalam rangka percepatan pembangunan
ekonomi daerah, untuk mendukung akselerasi investasi di Provinsi Lampung,
mendukung sinergi antar para pihak dalam meningkatkan investasi di Provinsi
Lampung sebagaimana perlu dibentuk Forum Investasi Lampung
(FOILA),dan menetapkannya dengan Peraturan Gubernur Lampung. Maksud
pembentukan Forum Investasi Lampung adalah sebagai upaya bersama
memperkuat kerjasama dan koordinasi antar perangkat daerah dan
stakeholders terkait dalam rangka mengelola persepsi positif perekonomian
Provinsi Lampung dengan membuka akses informasi seluas-luasnya
mengenai potensi dan peluang investasi untuk meningkatkan daya saing
ekonomi daerah dan penciptaan nilai tambah, serta mensinergikan kebijakan
pembangunan perekonomian di Lampung diantara para pemangku
kepentingan dan bertujuan pembentukan Forum Investasi Lampung adalah
untuk membangun persepsi positif investor dan meningkatkan efektivitas
hubungan investor dengan sasaran pertumbuhan investasi yang mendukung
pembangunan perekonomian.

Dengan FOILA ini mernpunyai tugas untuk membangun persepsi


positif investor me1alui penyediaan data dan informasi terkait potensi dan
pe1uang investasi daerah serta memberikan masukan kepada Pemerintah
Daerah dalam penetapan kebijakan dan implementasi kegiatan yang berkaitan
dengan akselerasi. Dalam menyelenggarakan tugas FOILA
mempunyai fungsi yaitu :
f. menginventarisasi, menganalisa dan me1akukan koordinasi dalam
rangka sinergi kebijakan dan upaya peningkatan iklim investasi daerah;

9
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Somadi, Rimdi Press, 1973, halaman 38.
7

g. berkontribusi dalam pemetaan, st.udi, dialog dan perumusan serta


evaluasi prospektus investasi Lampung
h. berkontribusi dalam pelaksanaan diseminasi dan penyebarluasan
informasi dan regulasi, serta pendalaman isu investasi dan pelaksanaan
aktivitas lainnya terkait pengembangan hubungan investor pada tahap
persiapan, pelaksanaan dan paska realisasi investasi;
i. berkontribusi dalam penyediaan, pemutakhiran berkala dan peningkatan
kemudahan akses berbagai data dan informasi terkait investasi yang relevan
untuk investor; dan
j. berpartisipasi aktif dan proaktif dalam memonitor, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan hasil dan tahapan sinergi kebijakan dan langkah
perbaikan iklim investasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Disamping itu, untuk mengefektifkan dan mengefisienkan implikasi


penerapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Invesyasi
Pemerintah Provinsi Lampung yang akan dibentuk ini, maka di dalamnya
akan dimuat beberapa hal, seperti:
a. Kejelasan norma, baik perintah, larangan, keharusan maupun
perkenaan Investasi Pemerintah Provinsi Lampung
b. Kejelasan subjek, yakni Pemerintah Provinsi Lampung dan unsur
masyarakat.
c. Kejelasan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan, baik hak
ataupun kewajiban serta larangan terhadap Investasi Pemerintah
Provinsi Lampung.10

Pada tahun 2020 juga Gubernur lampung (Arinal Djunaidi)


mengeluarkan Keputusan yang berisikan Pembentukan Tim Analisis Investasi

10
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 24
8

Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung untuk melaksanakan ketentuan untuk


melaksanaken ketentuan Pasal 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52
Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah dan
ketentuan Pasal 14 Peraturan Gubernur Lampung Nomor 70 Tahun 2018
tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Langsung Pemerintah Daerah, perlu
membertuk Tim Analisis Investasi Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dan
menetapkannya dengan Keputusan Gubernur Lampung;
9

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Menurut Rousseau, dalam penerapan praktek kenegaraan undangundang


merupakan sebuah hakikat yang penting di dalamnya. Teori kedaulatan rakyat
menunjuk bahwa tujuan negara adalah untuk menegakan hukum dan
menjamin kebebasan dari para warganegaranya, dalam pengertian kebebasan
dalam batas perundang undangan. Sehingga pembentukan undang-undang
adalah hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa undang-undang itu adalah jelmaan dari rakyat itu sendiri.
Lalu undang-undang harus dibentuk oleh kehendak umum (volonte generale)
di mana dalam hal ini seluruh rakyat secara langsung mengambil bagian
dalam pembentukan aturan masyarakat11

K. Landasan Filososfis
Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan perlunya perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dengan memperhatikan pandangan
hidup dan kesadaran dan cita hukum yang bersumber pada Pancasila dan
Pembukaan UUD NRI tahun 1945 serta batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan
serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila dan pembukaan
UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194512
Nilai-nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam
pancasila, dimana pancasila sebagai staats fundamental norm diletakkan

11
Soehino, Ilmu negara, Yogyakarta: Liberti, 1980, hlm 156-160.

12
Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234.
10

sebagai dasar asas dalam mendirikan negara, maka ia tidak dapat diubah dan
Undang-Undang Dasar 1945 yang dicerminkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. UUD 1945 yang merupakan urutan tertinggi dijadikan
sumber hukum dan/atau ukuran suatu peraturan dibentuk, artinya hukum yang
dibentuk harus berlandaskan UUD 1945 dan tidak boleh bertentangan dengan
isi UUD 1945.
Sesuai dengan landasan filosofis, implementasi pemerintah terhadap
masyarakat harus memberikan pelayanan yang baik serta menjunjung tinggi
kesejahteraanya terhadap masyarakat.

L. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam berbagai aspek serta fakta empiris mengenai perkembangan masalah
dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Landasan sosiologi mempunyai kekuatan untuk mengetahui jika ketentuan -
kententuan yang dibikin sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran
masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Pembentukan peraturan daerah harus dilihat dari keadaan masyarat,
lingkungan daerah yang menjadi tolak ukur dalam proses pembuatan
peraturan, hasil dari rancangan peraturaan daerah yang nanti akan di terapkan
dalam masyarakat diharapkan bisa membantu kelangsungan daerah dan tidak
tumpang tindih dengan peraturan lain atau merugikan masyarakat sehingga
tidak membuat masyarakat bingung dan menolak peraturan tersebut.
Pentingnya landasan sosiologis harus di terapkan dalam proses pembentukan
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah
Provinsi Lampung agar menciptakan peraturan yang bisa dipatuhi.

M. Landasa Yuridis
11

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan


bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau
mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah
ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum dengan daya
ikatnya untuk umum sebagai suatu dogma yang dilihat dari pertimbangan
yang bersifat teknis yuridis sebagaimana:
n. ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih
superior atau yang lebih tinggi,
o. ditetapkan mengikat atau berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan
antara suatu kondisi dengan akibatnya,
p. ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum yang
berlaku,
q. ditetapkan sebagai norma hukum oleh lembaga yang memang berwenang
untuk itu.

Untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum dan rasa


keadilan masyarakat serta menghindari peraturan yang tidak harmonis dan
tumpang tindih, maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini dibentuk berdasarkan
landasan yuridis sebagai berikut: 13
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1964 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung dengan MengubahUndang-Undang

13
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 40-42
12

Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera


Selatan (Lembar Negara Tahun 1964 Nomor 8) Menjadi UndangUndang;
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomorn43550;
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4400)
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perbuahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo 5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
13

12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang


Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaaNomorr5261);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5533);
15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 199);
14

BAB III

Evaluasi dan Analisis

Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Evaluasi dapat


diartikan sebagai sebuah kegiatan yang terencana yang menilai suatu obyek dengan
menggunakan instrumen atau metode penilaian tertentu yang menajdi tolok ukur
sehingga diperoleh hasil yang menggambarkan obyek dimaksud. Adapun Analisis
merupakan suatu kegiatan penyelidikan, penguraian, penelaahan, pengjabaran dan
atau pengkajian yang merupakan tahapan yang dilakukan guna memecah suatu
persoalan. Sedangakan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang
memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan
oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan
dalam Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan pemahaman secara literal
mengenai konsep evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan tersebut maka
permasalahan yang mucul adalah mengapa atau untuk apa harus dilakukan evaluasi
dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait? Bagaimana caranya, dan
peraturan terkait apa saja yang perlu dievaluasi dan dianalisa? Tujuan Dan Kegunaan
Evalusi Dan Analisis Tujuan dilakukannya evalusi dan analisis terhadap peraturan
perundangundangan yang terkait dengan materi suatu Rancangan Undang-Undang
hakikatnya adalah guna memperoleh suatu gambaran kondisi hukum yang ada.
Kegiatan ini berguna untuk menilai apakah materi muatan dari suatu Rancangan
Undang-Undang sudah sesuai atau tidak dengan aspirasi hukum yang berkembang
dalam masyarakat terutama untuk menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan
bermasyarakat. Selain itu kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya mensinkronisasi
dan mengharmonisasikan (baik secara vertikal maupun horizontal) materi muatan
terkait dengan peraturan perundang-udangan yang telah ada. Hal ini dilakukan
dengan mengkaji sinkronisasi dan harmonisasi materi yang akan diatur dalam
Rancangan Undang-Undang dengan dengan UUD NRI Tahun 145 dan sinkronisasi
dan harmonisasi dengan beberapa UndangUndang (termasuk mengkaji peraturan
pelaksanaannya). Selain guna menghindari tumpang tindih pengaturan, tentu saja
15

kebutuhan akan konsistensi hukum dan aturan menjadi alasan mendasar dilakukannya
evaluasi dan analisis tersebut. Hal ini dilakukan agar pengaturan dalam suatu
Rancangan Undang-Undang lebih integratif dan komprehensif dan menghindari
konflik hukum yang mungkin timbul. Hal ini juga guna menghindari terjadinya
perlawanan atau penolakan oleh masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang
yang kelakakan diberlakukan melalui suatu gugatan Uji materil (Judicial Review)
atau perlawanan lainnya. Dalam praktiknya kajian berupa evaluasi dan analisis
peraturan perundang-undangan terkait ini merupakan bahan dalam menyusun
landasan filosofis dan yuridis pembentuan Rancangan Undang-Undang yang dimuat
pada bab berikutnya dalam Naskah Akademik.

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan


merupakan bagıan sıstem hukum nasıonal berdasarkan Pancasila. Pada saat ini
Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena dıberikan
landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republık Indonesıa Tahun 1945. Berdasarkan
ketentuan lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan Republık Inonesıa, yang dimaksud
dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah perundangan-undangan yang dıbentuk oleh
Dewan Perwakılan Rakyat Daerah dengan persetujuan Kepala Daerah.

Adapun Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pembentukan Naskah


Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945


Pengaturan mengenai sumber kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Lampung Selatan untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Badan
Permusyawaratan Desa dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 18
ayat (2) yang menyebutkan bahwa: “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten,
dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi
16

dan tugas pembantuan”. Berdasarkan Pasal tersebut negara memberikan kebebasan


kepada daerah untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan daerahnya
dalam hal pemerintahan, dan desa merupakan bagian terkecil dari pada daerah. Hal
ini berarti Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk membuat Peraturan terkait
sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang Dasar 1945 dimana UndangUndang
Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi dan dijadikan sebagai dasar dari segala
sumber hukum. Artinya hukum yang dibentuk harus berlandaskan konstitusi UUD
1945. Selain itu Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan:
“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peratuan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.” Pasal tersebut menegaskan
fungsi legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembentukan peraturan
daerah. Berkaitan dengan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung merupakan salah satu
amanah UUD 1945 yang dijalankan fungsi legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Provinsi Lampung.

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang yang terkait dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah


tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung yaitu Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 1 ayat (6) menjelaskan bahwa Otonomi
Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya tentang urusan
pemerintahan diatur dalam Bab IV Pasal 9:
(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.
17

(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Urusan
Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Selanjutnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1) diatur mengenai pembagian urusan antar
pemerintah pusat dan daerah, yaitu pembagian urusan pemerintahan konkuren antara
Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan diatur dalam Pasal 17:
(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak mempedomani norma, standar,
prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat
membatalkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (5).
(5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.

Selanjutnya Pasal 18 mengatur mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan


daerah, sebagai berikut:
18

(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan


Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 ayat (3).

(2) Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan
peraturan pemerintah.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan Undang-undang ini diatur dalam


Pasal 20, yakni sebagai berikut:

(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi


diselenggarakan: a. sendiri oleh Daerah Provinsi; b. dengan cara menugasi Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan; atau c. dengan cara menugasi
Desa.

(2) Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas
Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b dan kepada Desa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan peraturan gubernur
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota


diselenggarakan sendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat ditugaskan sebagian
pelaksanaannya kepada Desa.

(4) Penugasan oleh Daerah kabupaten/kota kepada Desa sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota peraturan perundang-undangan.
19

Berdasarkan ketentuan undang-undang ini, maka pemerintah daerah memiliki hak


unuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri yang dalam hal ini diatur dalam hal
urusan Konkuren termasuk dalam hal pengaturan otonomi desa/ desa.

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan.
Pengaturan terkait pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung selanjutnya yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 ayat (8)
menyatakan bahwa:

“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang


dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan
bersama Bupati/Walikota”.

Pasal tersebut menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi


Lampung dapat membentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung dengan persetujuan bersama Walikota.
Selanjutnya pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut dijelaskan bahwa materi
muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas pengayoman, asas
kemanusiaan, asas kebangsaan, asas kekeluargaan, asas kenusantaraan, asas Bhineka
Tunggal Ika, asas keadilan, asas ketertiban, serta asas ketertiban dan kepastian
hukum. Asas-asas tersebut di atas merupakan landasan yang akan digunakan dalam
penyusunan rancangan peraturan daerah yang akan disusun dan dimuat dalam bentuk
norma/pasal yang akan tertuang di dalam Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal


20

Pemerintah diharuskan untuk menjalin koordinasi yang baik antara pemerintah pusat
dan pemerintah daerah. Koordinasi tersebut harus dijalankan dengan semangat
otonomi daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah diatur tentang
hubungan penyelenggaraan penanaman modal dalam Pasal 30 ayat (1) sampai dengan
ayat (6), yaitu: (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan
kemanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal. (2) Pemerintah daerah
menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali
urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan Pemerintah. (3)
Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan
urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada criteria eksternalitas, akuntabilitas,
dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal. (4) Penyelenggaraan
penanaman modal yang ruang lingkup lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. (5)
Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota
menjadi urusan pemerintah provinsi. (6) Penyelenggaraan penanaman modal yang
ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota mejadi urusan pemerintah
kabupaten/kota. Namun pembagian kewenangan dalam pengaturan penanaman modal
di atas hanya terfokus pada pembagian wilayah penyelenggaraan penanaman modal,
tidak melihat pada berbagai hal yang berkaitan dengan urusan penanaman modal.
Patokan lokasi dalam kegiatan penyelenggaraan penanaman modal terlalu sempit
karena urusan penanaman modal bukan hanya menyangkut urusan pengawasan dan
penyelenggaraan penanaman modal di daerah, tetapi aspek-aspek yang terkait dalam
urusan penanaman modal seperti ekspor, impor, perizinan, pemasaran, hubungan
kerjasama baik dengan dalam dan luar negeri. Hal tersebut tidak dapat dibatasi
dengan pendekatan lokasi. Bahwa untuk mendorong pertumbuhan perekonomian dan
meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Lampung serta memberikan peluang kerja
sama dalam berinvestasi, perlu dilakukan pengaturan terhadap pengelolaan Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung.

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
21

Dalam konteks pemerintahan daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan


daerah Provinsi Lampung dalam pembentukan rancangan peraturan daerah
Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, akan
terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada daerah, dengan
mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal 1 ayat (3)
menyatakan bahwa Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah adalah suatu system pembagian keuangan yang adil, proporsional,
demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan penyelenggaraan
Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi, dan kebutuhan
daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan. Sedangkan yang dimaksud dengan dana perimbangan adalah dana
yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk
mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.16 Prinsip
kebijakan perimbangan keuangan berdasarkan Pasal 2, yaitu
(1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(2) Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal.
(3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
merupakan suatu system yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah ini, Provinsi Lampung memiliki


kewenangan lebih banyak dalam mengurus dan mengelola anggaran daerahnya
(APBD).
22

6. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi


Pemerintah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara pasal
41 telah mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi jangka
panjang dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau
manfaat lainnya. Amanat Undang undang tersebut kemudian ditindaklanjuti
dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2007 tentang
Investasi Pemerintah. Namun, sesuai dengan perkembangan keadaan,
dirasakan perlu dilakukan revisi Peraturan Pemerintah tersebut untuk
memberikan peluang kerjasama yang lebih luas dalam berinvestasi dengan
menambah bentuk investasi pemerintah. Selanjutnya, sebagai hasil revisi
tersebut telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Investasi Pemerintah.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008


tentang Investasi Pemerintah, yang dimaksud dengan Investasi Pemerintah
adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang
untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk
memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi
Pemerintah yang dimaksud bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

Lingkup dari pengelolaan investasi pemerintah meliputi perencanaan,


pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi,
pengawasan, dan divestasi. Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
23

Terkait dengan pemerintah daerah, Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa


Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk satuan kerja perangkat daerah yang
sesuai dengan bidang tugasnyauntuk melaksanakan kewenangan operasional
dalam pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Selanjutnya berdasarkan ayat
(2) penunjukkan satuan perangkat daerah dilakukan dengan
mempertimbangkan ketentuan mengenai organisasi perangkat daerah.
Ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 ini berlaku mutatis
mutandis terhadap pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Ketentuan lebih
lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri setelah
berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah


Pengelolaan investasi daerah menjadi salah satu hal yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah, yaitu diatur dalam
Pasal 3 huruf (l). Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan
perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu
system yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap tahun
ditetapkan dengan peraturan daerah. Wewenang pengelolaan investasi daerah
dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku Bendahara
Umum Daerah (BUD).

Pemerintah Provinsi Lampung dapat melakukan investasi jangka pendek dan


jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat
lainnya. Maksud dari investasi jangka pendek berdasarkan Pasal 117 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah yaitu investasi
yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua
belas) bulan atau kurang. Sedangkan investasi jangka panjang yang dimaksud
24

adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan
yang terdiri dari investasi permanen dan non permanen. Investasi permanen
dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat untuk
diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Investasi non-permanen dimaksudkan
untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk diperjualbelikan
atau ditarik kembali.
25

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN

➢ Arah dan Jangkauan Pengaturan:


Arah pengaturan adalah apa yang harus dilakukan/diperlukan untuk mencapai
sasaran yang ingin diwujudkan
➢ Jangkauan Pengaturan meliputi :
1. Subjek pengaturan, adalah pihak yang memiliki hak dan kewajiban atau
diberikan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan yang
telah disahkan/ditetapkan.
2. Objek pengaturan, adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan
hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum.

Ruang lingkup materi muatan :

1. ketentuan umum;

2. materi yang akan diatur;

3. ketentuan sanksi (jika diperlukan);

4. ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan

5. Ketentuan penutup
26

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung adalah upaya untuk
menciptakan kepastian hukum yang kini belum ada peraturan
perundangundangan sebagai produk legislasi daerah Provinsi Lampung yang
secara khusus mengatur tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.
Rancangan Peraturan Daerah Investasi Pemerintah Provinsi Lampung yang
akan dibentuk di Provinsi Lampung ini merupakan wujud komitmen dan
konsistensi DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung di bidang legislasi
daerah untuk menindaklanjuti amanah UUD 1945. Kemudian peraturan
daerah ini akan dibentuk di Provinsi Lampung secara fungsional sebagai
instrumen yang dapat memberikan pedoman kepada Pemerintah Provinsi
Lampung dan unsur masyarakat guna membangun komitmen dari seluruh
komponen. Sasarannya untuk mewujudkan, ruang lingkup pengaturan,
jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung. Hal ini akan
dituangkan dalam materi muatan adalah: Perencanaan, Pelaksanaan Investasi,
Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran, Penatausahaan Anggaran dan
Pertanggungjawaban Investasi, Divestasi, dan Pengawasan.
27

B. Saran
Dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini mengkaji agar
di bentuknya rancangan peraturan daerah ini di Provinsi Lampung untuk itu
dalam menyelenggarakannya Pemerintah Provinsi Lampung harus mengkaji
lebih dalam dan menyiapkan produk hukum Peraturan Gubernur dalam hal
mendukung keberlakuan teknis Rancangan Peraturan Daerah Provinsi
Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.
28

DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arif. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Desiyanti, Rika. 2008. Manajemen Investasi dan Portofolio. Padang. Bung Hatta
University Press.

Surbakti, Hari 2016, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam


Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Diakses
tanggal 25 Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai