Anda di halaman 1dari 39

NASKAH AKADEMIK

(RAPERDA INVESTASI DAERAH PROVINSI LAMPUNG)

Disusun Oleh :
MOCHAMMAD R. DHANY 1852011101
JOHANNES RICHARDO R. 1842011015
ADISA ATHALLAH F 1952011047
DAVID BASTIAN 1952011026
RYKHA FEBBIYOLA 1952011018

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG


BANDAR LAMPUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan selesainya
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini.

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Investasi Pemerintah


Provinsi Lampung pada hakikatnya disusun dalam rangka memperoleh manfaat
ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya demi mewujudkan kesejahteraan
masyarakat melalui kegiatan investasi yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi
Lampung.

Disadari bahwa penyusunan Naskah Akademik ini masih banyak kekurangan,


untuk itu kritik dan saran membangun sangat dibutuhkan dalam rangka
penyempurnaannya. Naskah Akademik ini dapat menjadi pedoman dalam
penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung.

Demikianlah, atas perhatian dan kerja sama yang baik kami mengucapkan terima
kasih.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 6
C. Tujuan dan Kegunaan ................................................................................... 6
D. Metode Penelitian......................................................................................... 7

BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS


A. Kajian Teoritis ........................................................................................... 8
A. Kajian Asas Dan Prinsip ..............................................................................
A. Kajian Praktik Penyelenggaraan, Kondisi serta Penerapan
.................................................................................................

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG


UNDANGAN ..........................................................

BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS


A. Landasan Filosofis
B. Landasan Sosiologi.......................................................................................
C. Landasan Yuridis .......................................................................................

BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP


MATERI
MUATAN...........................................................................................

BAB VI. PENUTUP


A. Kesimpulan .................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan Salah satu kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan
pembangunan ekonomi regional adalah memberikan otonomi kepada Daerah untuk
menyelenggarakan program-program pembangunan regional, sehingga seluruh
pertanggungjawaban, pengelolaan dan pembiayaannya dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Namun demikian di era otonomi Daerah, pembangunan ekonomi di Daerah
tidak hanya berasal dari program pembangunan regional yang merupakan
manifestasi dari asas desentralisasi, tapi juga berasal dari program sektoral yang
merupakan perwujudan asas dekonsentrasi. Kedua program pembangunan tersebut
harus dijalankan secara bersama-sama oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dalam rangka menjembatani kesenjangan kemajuan pembangunan ekonomi
antardaerah, karena sampai saat ini program sektoral masih mendominasi program
regional, sehingga otonomi Daerah yang nyata, dinamis, dan bertanggungjawab
belum terwujud sepenuhnya.

Ketimpangan antardaerah terjadi karena struktur ekonomi yang berbeda,


dimana sektor dominan yang tumbuh cepat dapat mendorong sektor-sektor lain, dan
pada gilirannya berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Daerah. Pertumbuhan
ekonomi yang tinggi akan berpengaruh juga terhadap besarnya kontribusinya pada
PDRB Provinsi. Ketidakseimbangan dalam perekonomian antardaerah menyangkut
pola dan arah investasi serta prioritas alokasinya di antara berbagai daerah dalam
wilayah Provinsi, khususnya yang menyangkut investasi dalam sumberdaya
manusia dan investasi dalam prasarana fisik. Kondisi ini pada gilirannya akan
berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan perkapita
antardaerah di suatu wilayah, sehingga kecenderungan terjadinya perbedaan dan
ketimpangan pada pola laju
pertumbuhan dan pendapatan perkapita antarberbagai kawasan dalam suatu
daerah dalam satu Provinsi dapat teratasi.1

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu faktor utamadanpaling penting


dalam kerangka mewujudkan kesejahteraanmasyarakat. Iklim penanaman modal
yang kondusif merupakansalahsatu faktor yang dapat meingkatkan pertumbuhan
ekonomi. Kegiatan penanaman modal yang didorong dengan iklimyangkondusif
tentu akan mendorong berbagai macamkegiatanekonomi yang pada akhirnya akan
memberikan kontribusi pada pertumbuhanekonomi serta peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Setidaknya ada dua dampak positif yang bisa
dirasakanolehdaerah, ketika penanaman modal berkembang dengan masif.
Pertama, penanaman modal tersebut akan diikuti oleh aktivitas-aktivitasekonomi
yang bisa membuka lapangan kerja baru. Ketersediaanlapangan kerja baru tentu
akan meningkatkan pendapatan masyrakat sekaligus mendorong untuk
terwujudnya kesejahteraandan mengurangi kemiskinan.

Penanaman modal atau investasi menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun


2007 tentang Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal,
baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk
melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia. Kegiatan penanaman
modal ini terbagi menjadi dua bentuk, yaitu investasi riil dan investasi finansial,
investasi riil secara umum melibatkan aset nyata berupa tanah, mesin-mesin,
pabrik, gedung, emas. Sedangkan investasi finansial melibatkan kontrak-kontrak
tertulis seperti surat-surat berharga.

Investor atau pihak yang melakukan investasi adalah investor individual dan
investor institusional, investor individual adalah individu-individu yang melakukan
investasi seperti individu yang mendepositokan uangnya di bank, atau membeli

1
Hari Surbakti, 2016, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam
Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung Dihubungkan
Dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Diakses tanggal 25 Maret 2022.
saham.2 Investor institusional adalah perusahaan atau sebuah organisasi yang
melakukan investasi. Perkembangan investasi di Indonesia merupakan salah satu
indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Sesuai dengan teorinya
Harrod-Domar yang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi itu ditentukan oleh
tingginya tabungan dan investasi, kalau tabungan dan investasi rendah maka
pertumbuhan ekonomi masyarakat dan negara tersebut juga akan rendah.3

Penanaman modal berperan penting dalam pembangunan ekonomi karena


melalui penanaman modal dapat meningkatkan kapasitas ekonomi dan menjaga
kesinambungan laju pertumbuhan ekonomi. Laju perekonomian yang baik akan
memberikan dampak yang baik pula terhadap tingkat perekonomian masyarakat.
Pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan penanaman
modal di Indonesia baik dengan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Peningkatan penanaman modal tersebut dapat terjadi apabila usaha pemerintah
pusat dibantu oleh instansi yang terkait dengan penanaman modal, instansi tersebut
haruslah bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugasnya selaku pihak yang
bertanggungjawab terhadap penanaman modal tersebut. Kinerja dari instansi ini
sangat mempengaruhi kondisi penanaman modal, karena dengan hasil kerja yang
baik tentunya akan membantu mendorong peningkatan penanaman modal tersebut.

Penanaman modal mempunyai peranan penting untuk meningkatkan


pertumbuhan perekonomian daerah antara lain, meningkatkan pendapatan
masyarakat, menyerap tenaga kerja lokal, memberdayakan sumberdaya lokal,
meningkatkan pelayanan publik, meningkatkan Produk Domestik Regional Bruto,
serta mengembangkan usaha mikro, kecil, dan koperasi. Dalam rangka pelaksanaan
pembangunan berkelanjutan dan menghadapi era globalisasi, Pemerintah Provinsi

2
Rika Desiyanti, Manajemen Investasi dan Portofolio, B. Hatta University Press,
Padang, 2008, hlm. 3.

3
Arif Budiman, Teori Pembangunan Dunia Ketiga, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 2000, hlm. 19.
Lampung perlu menetapkan kebijakan untuk mendorong terwujudnya iklim usaha
yang kondusif bagi penanam modal atau investasi daerah di provinsi Lampung dan
penguatan daya saing perekonomian nasional. Peningkatan penanaman modal ini
antara lain dapat dilaksanakan yaitu pelaksanaan kebijakan daerah di bidang
penanaman modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), Kerjasama Investasi
Daerah dan Fasilitasi Kerjasama Dunia Usaha.

Kedua, penanaman modal juga memberi peluang bagi sumber daya ekonomi
potensial untukdiolahmenjadi kekuatan ekonomi rill yang bisa mendorong
pertumbuhanekonomi lokal yang pada akhirnya juga akan
bermuarapadapertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Berangkat dari pemikiran tersebut maka dapat dipahami bahwapenciptaan iklim
penanaman modal yang kondusif sudah seharusnyamenjadi salah satu langkah
penting yang harus diprioritaskan pemerintah daerah dalam menarik investor untuk
menanamkanmodal serta menjalankan operasional usahanya di daerah. Sekalipun
ada dasar hukum untuk menetapkan Peraturan Daerah Tentang Investasi Daerah,
diperlukan pula argumentasi tentang (urgensi) membentuk Peraturan Daerah
tersebut, yang secara garis besar meliputi argumentasi filosofis, sosiologis, dan
yuridis.

Dalam kerangka inilah perlu disusun Naskah Akademik Rancangan


Peraturan Daerah Kota Bandar lampung Tentang Investasi Daerah. Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (selanjutnya disebut UU P3 2011) menentukan, Rancangan Peraturan
Daerah disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau Naskah Akademik
(Pasal 63 jo Pasal 56 ayat (2) UU PDRD 2009). Perkataan “dan/atau” menunjukkan
pilihan antara:
(1) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan)
dan Naskah Akademik; atau
(2) Rancangan Peraturan Daerah disertai dengan keterangan (atau penjelasan)
atau Naskah Akademik. Pilihan kedua juga memuat pilihan, memilh Naskah
Akademik atau keterangan (atau penjelasan) Jumlah penduduk yang
bersekolah berdasarkan usia dini.
Selain itu juga, hal klasik yang dihadapi Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung, dimana masih memiliki keterbatasan terkait anggaran dan anggaran
tersebut harus dibagi untuk beberapa sektor. Permasalahan timbul ketika kebutuhan
masyarakat terhadap fasilitas publik tidak berbanding lurus dengan jumlah
anggaran yang tersedia. Sehingga disinilah penanaman modal merupakan salah satu
alternatif Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam melaksanakan
pembangunan yakni dengan melibatkan pihak lain (baik pihak dalam negeri
maupun pihak asing). Berdasarkan hal di atas, kerjasama Pemerintah Daerah
dengan penanaman modal baik oleh penanam modal asing maupun penanam modal
dalam negeri dalam melakukan pembangunan merupakan kebutuhan setiap daerah
yang berkembang maupun maju sekalipun, termasuk Pemerintah Daerah Provinsi
Lampung. Sehingga arti penting dari penanaman modal terhadap pembangunan
daerah tersebut harus didukung oleh regulasi baik di tingkat pusat maupun di daerah
itu sendiri yang mengakomodir aktivitas penanaman modal, sehingga kegiatan
penanaman modal dapat berjalan dengan dengan baik namun tetap dengan batasan-
batasan tertentu.

B. Identifikasi Masalah

Maka berdasarkan dengan latar belakang yang telah diuraikan tersebut,


identifikasi masalah yang akan diruaikan dalam Naskah Akademik ini adalah:

1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh pemerintah dalam masalah Investasi


Daerah di Provinsi Lampung?

2. Mengapa perlu diadakannya penyusunan naskah akademik sebagai dasar


pemecahan masalah tersebut?

3. Apakah yang menjadi landasan filosofis, sosiologis, yuridis pemecahan


masalah Investasi Daerah di Provinsi Lampung?

4. Apakah sasaran yang akan diwujudkan dalam Investasi Daerah di Provinsi


Lampung?
C. Tujuan dan Kegunaan

Tujuan penyusunan Naskah Akademik tentang Investasi Daerah di Provinsi


Lampung sebagai berikut:
1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi Pemerintah dalam Investasi Daerah
di Provinsi Lampung serta solusi atas permasalahan tersebut.

2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan


Rancangan Undang-undang tentang Investasi Daerah di Provinsi Lampung.

3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan,


jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Undang-undang tentang Investasi
Daerah di Provinsi Lampung.

4. Menentukan sasaran yang akan diwujudkan dalam Investasi Daerah di Provinsi


Lampung.

D. Metode Penelitian

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang


Investasi Daerah di Provinsi Lampung menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah melalui studi
kepustakaan (library research) yang menelaah (terutama) data sekunder berupa
bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

1. Bahan hukum primer:


Bahan hukum yang mengikat berupa Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, Peraturan Perundang-undangan, serta
dokumen hukum lainnya. Peraturan Perundang-undangan yang dikaji
secara hierarki.
2. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder diperoleh melalui pengkajian dari literature hukum,
artikel ilmiah, buku, jurnal serta bahan pustaka lainnya yang membahas
tentang Investasi Daerah di Provinsi Lampung.
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

1. KAJIAN TEORITIS
1) Investasi
Investasi adalah pembelian aset berupa barang ataupun aset
keuangan yang bukan ditujukan untuk konsumsi segera namun untuk
memproduksi barang atau jasa dan menghasilkan keuntungan di masa
depan, Investasi merupakan aset yang diperoleh untuk sistem ekonomi
seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat. Investasi merupakan salah satu cara yang dapat
digunakan oleh pemerintah daerah untuk memanfaatkan anggaran dan
memperoleh pendapatan dalam jangka penjang, memanfaatkan dana yang
belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen
kas.
Investasi dikategorikan berdasar jangka waktunya, yaitu investai
jangka pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek
merupakan investasi yang memiliki karakteristik dapat segera
diperjualbelikan/dicairkan dalam waktu 3 (tiga) bulan atau sampai 12 (dua
belas) bulan. Investasi jangka pendek biasanya digunakan untuk tujuan
manajemen kas dimana pemerintah daerah dapat menjual investasi tersebut
jika muncul kebutuhan akan kas. Sedangkan investasi jangka panjang
merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka waktu lebih dari
12 (dua belas) bulan.4

2) Otonomi Daerah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah yang digantikan dengan UndangUndang
Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa “Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengarus sendiri urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Lebih
lanjut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (12) menyatakan
bahwa “Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

4
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 6
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus
urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri, berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI.
Pelaksanaan otonomi daerah dan sebagai penerapan/implementasi tuntutan
untuk era baru yang sudah seharusnya lebih memberdayakan daerah dengan
cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih nyata, dan lebih
bertanggung jawab.
Terutama dalam mengatur, memanfaatkan, dan menggali sumber-sumber
potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Visi otonomi daerah dapat
dirumuskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu, politik, ekonomi, serta
sosial dan budaya. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami
sebagai proses untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan
daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsif terhadap kepentingan
masyarakat luas, dan memelihara suatu mekanisme pengambilan keputusan
yang taat pada asas pertanggungjawaban publik, di bidang ekonomi,
otonomi daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya pelaksanaan
kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya peluang
bagi Pemerintah Daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya dan
di bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin
demi menciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga
memelihara nilai-nilai lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan
masyarakat dalam merespon dinamika kehidupan di sekitarnya5
Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.

2. Investasi Pemerintah Daerah

5
A Handayani “Pengertian Otonomi Daerah” 2016
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 52 Tahun 2012
menyebutkan bahwa investasi pemerintah daerah adalah penempatan
sejumlah dana dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam
jangka waktu panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan
investasi langsung, yang mampu mengembalikan nilai pokok ditambah
dengan manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya dalam jangka
waktu tertentu.
Menurut Undang - Undang Nomor 63 tahun 2019 tentang Investasi
Pemerintah, Sumber Investasi Pemerintah berasal dari:
a. APBN;
b. imbal hasil;
c. pendapatan dari layananf usaha;
d. hibah; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
f. Investai pemerintah daerah terdiri dari investasi Badan Usaha Milik
Daerah dan investasi Badan Usaha Milik Swasta.
g. Investasi Badan Usaha Milik Daerah adalah perusahaan yang
didirikan dan dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah
daerah membentuk dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan
kewenangan provinsi sebagai daerah otonom.
h. Investasi Badan Usaha Milik Swasta adalah badan usaha yang
didirikan dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang.
Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33, bidang-bidang usaha yang diberikan
kepada pihak swasta adalah mengelola sumber daya ekonomi yang
bersifat tidak vital dan strategis atau yang tidak menguasai hajat hidup
orang banyak
2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu
berpedoman pada asas-asas pembentukan peraturan Menurut Van der Vlies
sebagaimana dikutip oleh Hamid Attamimi dan Maria Farida, secara umum
yang membedakan dua kategori asas pembentukan peraturan perundang-
undangan yang patut (algemene beginselen van behoorlijk regelgeving)6,
yaitu:
1. Asas formal, meliputi :
a. Asas tujuan jelas, terdiri dari tiga tingkat: (1) kerangka kebijakan
umum bagi peraturan yang akan dibuat, (2) tujuan tertentu bagi
peraturan yang akan dibuat, dan (3) tujuan dari berbagai bagian
dalam peraturan.
b. Asas lembaga yang tepat menghendaki agar suatu organ
memberi penjelasan bahwa suatu peraturan tertentu memang
berada dalam kewenangannya, dan agar suatu organ khususnya
pembuat undang-undang memberi alasan mengapa ia tidak
melaksanakan sendiri pengaturan atas suatu materi tertentu tetapi
menugaskannya kepada orang lain.
c. Asas urgensi/perlunya pengaturan. Jika tujuan sudah
dirumuskan dengan jelas, masalah berikutnya adalah apakah tujuan
itu memang harus dicapai dengan membuat suatu peraturan.
d. Asas dapat dilaksanakan menyangkut jaminan-jaminan bagi
dapat dilaksanakannya apa yang dimuat dalam suatu peraturan.
e. Asas konsensus, berisi bahwa perlu diusahakan adanya
konsensus antara pihak-pihak yang bersangkutan dan pemerintah
mengenai pembuatan suatu peraturan serta isinya.

2. Asas material, meliputi:


a. Asas kejelasan terminology dan sestematika. Menurut asas ini, suatu
peraturan harus jelas, baik kata-kata yang digunakan maupun
strukturnya.
b. Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali, yaitu
suatu peraturan harus dapat diketahui oleh setiap orang yang perlu
mengetahui adanya peraturan itu.

6
I.C. Van der Vlies, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-
Undangan), Dirjen Peraturan Perundang-Undangan DEPKUMHAM RI, Jakarta, 2007, halaman
258-303.
c. Asas kesamaan hukum yang menjadi dasar dari semua peraturan
perundang-undangan, peraturan tidak boleh ditujukan kepada suatu
kelompok tertentu yang dipilih secara semaunya.
d. Asas kepastian hukum yang menghendaki agar harapan (ekspektasi)
yang wajar hendaknya dihormati, khususnya ini berarti bahwa
peraturan harus memuat rumusan norma yang tepat, bahwa peraturan
tidak diubah tanpa adanya aturan peralihan yang memadai dan bahwa
peraturan tidak boleh diperlakukan surut tanpa alasan yang mendesak.
e. Asas penerapan-hukum yang khusus menyangkut aspekaspek
kemungkinan untuk menegakkan keadilan didalam kasus tertentu
yang dapat diwujudkan dengan memberikan marjin keputusan kepada
pemerintah di dalam undangundang, memberikan kemungkinan
penyimpangan bagi keadaaan-keadaaan khusus di dalam undang-
undang,memungkinkan perlindungan hukum terhadap semua tindakan
pemerintah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Perundang-Undangan telah mengakomodir asas-asas yang telah disebutkan
di atas, terdapat dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa asas pembentukan
perundang-undangan yang baik meliputi:
a. Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang
hendak dicapai.
b. Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa
setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-
undangan yang berwenang. Peraturan perundang-undangan
tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh
lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, bahwa
dalam peraturan perundang-undangan harus benarbenar
memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan
hierarki peraturan perundang-undangan.
d. Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan
perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan
perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara
filosofis, sosiologis dan yuridis.
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan
perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar
dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan
perundangundangan harus memenuhi persyaratan teknis
penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan
kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah
dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan, bahwa dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan mulai dari perencanaan,
penyusunan,pembahasan, pengesahan atau penetapan dan
pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian,
seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluasluasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan.

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta


Penerapan

1) Provinsi Lampung
Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini
layak untuk ibu kota Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat
daya Pulau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat
menguntungkan. Letaknya di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan
DKI Jakarta yang menjadi pusat perekonomian negara. Kota ini menjadi
pertemuan antara lintas tengah dan timur Sumatera. Kendaraan dari daerah
lain di Pulau Sumatera harus melewati Bandar Lampung bila menuju ke
Pulau Jawa. Pada umumnya kendaraan tersebut transit di terminal Rajabasa.
Wilayah Kota Bandar Lampung merupakan daerah perkotaan yang terus
berkembang dari daerah tengah ke daerah pinggiran kota yang ditunjang
fasilitas perhubungan dan penerangan. Pengembangan kota ditandai dengan
tumbuhnya kawasan permukiman, namun demikian daerah pinggiran belum
terlihat jelas ciri perkotaannya. Masyarakat Lampung terdiri atas berbagai
suku antara lain Lampung, Rawas, Melayu, Pasemah dan Semendo.
Masyarakat Lampung bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat
yang tersendiri, bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara
kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelompok-kelompok
tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.7

2) Investasi Provinsi Lampung


Provinsi Lampung kini berada di 10 besar daerah tujuan penanaman modal
dalam negeri (PMDN), tepatnya di posisi tujuh. Posisi itu merupakan yang
tertinggi dalam satu dekade terakhir, mengingat posisi Lampung di
percaturan investasi nasional selama ini tak beranjak dari level menengah
14-15 nasional.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) Provinsi Lampung, pada Triwulan I 2017, posisi Lampung
masih berada di urutan 13 nasional dengan nilai investasi 1,58 triliun. Pada
Triwulan II, posisi Lampung melejit ke posisi tujuh dengan nilai investasi
Rp1,8 triliun dan bertahan pada posisi tujuh pada Triwulan III dengan nilai
investasi Rp3,08 triliun.Posisi itu sekaligus menempatkan Lampung dalam
jajaran tujuan investasi utama nasional bersama Jawa Timur di posisi
pertama, disusul DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, dan

7
PT. Perencana Djaja Ciptalaras “Profil Kabupaten/Kota, Kota Bandar Lampung”
Kalimantan Timur. Setelah Lampung, di posisi delapan Sumatera Utara,
Kalimantan Barat, dan Riau.Jenis investasi yang masuk Lampung, menurut
Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Lampung, Tonny Oloan Lumban
Tobing, sesuai dengan target 40% Secara umum, arus investasi ke Lampung
baik PMDN maupun Penanaman Modal Asing (PMA) naik drastis dari
semula Rp5,3 triliun naik menjadi Rp7,9 triliun di 2017. Untuk PMA,
Lampung berada di posisi 27 nasional pada Triwulan III dengan jumlah
investasi 32,3 juta dolar AS dan 39 proyek.8

3) Kajian Implikasi Penerapan Peraturan Daerah

Menurut Hans Kelsen, efektivitas hukum berarti adanya perbuatan yang


sesuai dengan norma-norma hukum sebagaimana harus dilakukan, sehingga
norma-norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi, dan ukuran
efektivitas itu diletakkan pada kualitas dari perbuatan orang-orang yang
sesungguhnya bukan pada kualitas hukum itu sendiri.9
Pada tahun 2017 Gubenur Lampung (Ridho Ficardo) membuat peraturan
mengenai Forum Investasi Lampung dalam rangka percepatan
pembangunan ekonomi daerah, untuk mendukung akselerasi investasi di
Provinsi Lampung, mendukung sinergi antar para pihak dalam
meningkatkan investasi di Provinsi Lampung sebagaimana perlu dibentuk
Forum Investasi Lampung (FOILA),dan menetapkannya dengan Peraturan
Gubernur Lampung. Maksud pembentukan Forum Investasi Lampung
adalah sebagai upaya bersama memperkuat kerjasama dan koordinasi antar
perangkat daerah dan stakeholders terkait dalam rangka mengelola persepsi
positif perekonomian Provinsi Lampung dengan membuka akses informasi
seluas-luasnya mengenai potensi dan peluang investasi untuk meningkatkan
daya saing ekonomi daerah dan penciptaan nilai tambah, serta

8
https://lampungprov.go.id/detail-post/provinsi-lampung-peringkat-tujuh-nasional-daerah-tujuan-
investasi (diakses pada 5 April 2022)

9
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Somadi, Rimdi Press, 1973, halaman 38.
mensinergikan kebijakan pembangunan perekonomian di Lampung
diantara para pemangku kepentingan dan bertujuan pembentukan Forum
Investasi Lampung adalah untuk membangun persepsi positif investor dan
meningkatkan efektivitas hubungan investor dengan sasaran pertumbuhan
investasi yang mendukung pembangunan perekonomian.

Dengan FOILA ini mernpunyai tugas untuk membangun persepsi


positif investor me1alui penyediaan data dan informasi terkait potensi dan
pe1uang investasi daerah serta memberikan masukan kepada Pemerintah
Daerah dalam penetapan kebijakan dan implementasi kegiatan yang
berkaitan dengan akselerasi. Dalam menyelenggarakan tugas
FOILA mempunyai fungsi yaitu :
d. menginventarisasi, menganalisa dan me1akukan koordinasi dalam
rangka sinergi kebijakan dan upaya peningkatan iklim investasi daerah;
e. berkontribusi dalam pemetaan, st.udi, dialog dan perumusan serta
evaluasi prospektus investasi Lampung
f. berkontribusi dalam pelaksanaan diseminasi dan penyebarluasan
informasi dan regulasi, serta pendalaman isu investasi dan pelaksanaan
aktivitas lainnya terkait pengembangan hubungan investor pada tahap
persiapan, pelaksanaan dan paska realisasi investasi;
g. berkontribusi dalam penyediaan, pemutakhiran berkala dan
peningkatan kemudahan akses berbagai data dan informasi terkait
investasi yang relevan untuk investor; dan
h. berpartisipasi aktif dan proaktif dalam memonitor, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan hasil dan tahapan sinergi kebijakan dan langkah
perbaikan iklim investasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Disamping itu, untuk mengefektifkan dan mengefisienkan implikasi


penerapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Invesyasi Pemerintah Provinsi Lampung yang akan dibentuk ini, maka di
dalamnya akan dimuat beberapa hal, seperti:
a. Kejelasan norma, baik perintah, larangan, keharusan maupun
perkenaan Investasi Pemerintah Provinsi Lampung
b. Kejelasan subjek, yakni Pemerintah Provinsi Lampung dan unsur
masyarakat.
c. Kejelasan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan, baik hak
ataupun kewajiban serta larangan terhadap Investasi Pemerintah
Provinsi Lampung.10

Pada tahun 2020 juga Gubernur lampung (Arinal Djunaidi)


mengeluarkan Keputusan yang berisikan Pembentukan Tim Analisis
Investasi Pemerintahan Daerah Provinsi Lampung untuk melaksanakan
ketentuan untuk melaksanaken ketentuan Pasal 16 Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi
Pemerintah Daerah dan ketentuan Pasal 14 Peraturan Gubernur Lampung
Nomor 70 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Langsung
Pemerintah Daerah, perlu membertuk Tim Analisis Investasi Pemerintah
Daerah Provinsi Lampung dan menetapkannya dengan Keputusan
Gubernur Lampung;

10
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 24
BAB III

Evaluasi dan Analisis

Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-Undangan Terkait Evaluasi dapat


diartikan sebagai sebuah kegiatan yang terencana yang menilai suatu obyek dengan
menggunakan instrumen atau metode penilaian tertentu yang menajdi tolok ukur
sehingga diperoleh hasil yang menggambarkan obyek dimaksud. Adapun Analisis
merupakan suatu kegiatan penyelidikan, penguraian, penelaahan, pengjabaran dan
atau pengkajian yang merupakan tahapan yang dilakukan guna memecah suatu
persoalan. Sedangakan Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis
yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau
ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur
yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan. Berdasarkan pemahaman
secara literal mengenai konsep evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan
tersebut maka permasalahan yang mucul adalah mengapa atau untuk apa harus
dilakukan evaluasi dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan terkait?
Bagaimana caranya, dan peraturan terkait apa saja yang perlu dievaluasi dan
dianalisa? Tujuan Dan Kegunaan Evalusi Dan Analisis Tujuan dilakukannya
evalusi dan analisis terhadap peraturan perundangundangan yang terkait dengan
materi suatu Rancangan Undang-Undang hakikatnya adalah guna memperoleh
suatu gambaran kondisi hukum yang ada. Kegiatan ini berguna untuk menilai
apakah materi muatan dari suatu Rancangan Undang-Undang sudah sesuai atau
tidak dengan aspirasi hukum yang berkembang dalam masyarakat terutama untuk
menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu kegiatan
ini dimaksudkan sebagai upaya mensinkronisasi dan mengharmonisasikan (baik
secara vertikal maupun horizontal) materi muatan terkait dengan peraturan
perundang-udangan yang telah ada. Hal ini dilakukan dengan mengkaji sinkronisasi
dan harmonisasi materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang
dengan dengan UUD NRI Tahun 145 dan sinkronisasi dan harmonisasi dengan
beberapa UndangUndang (termasuk mengkaji peraturan pelaksanaannya). Selain
guna menghindari tumpang tindih pengaturan, tentu saja kebutuhan akan
konsistensi hukum dan aturan menjadi alasan mendasar dilakukannya evaluasi dan
analisis tersebut. Hal ini dilakukan agar pengaturan dalam suatu Rancangan
Undang-Undang lebih integratif dan komprehensif dan menghindari konflik hukum
yang mungkin timbul. Hal ini juga guna menghindari terjadinya perlawanan atau
penolakan oleh masyarakat terhadap Rancangan Undang-Undang yang kelakakan
diberlakukan melalui suatu gugatan Uji materil (Judicial Review) atau perlawanan
lainnya. Dalam praktiknya kajian berupa evaluasi dan analisis peraturan perundang-
undangan terkait ini merupakan bahan dalam menyusun landasan filosofis dan
yuridis pembentuan Rancangan Undang-Undang yang dimuat pada bab berikutnya
dalam Naskah Akademik.

Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan dan


merupakan bagıan sıstem hukum nasıonal berdasarkan Pancasila. Pada saat ini
Peraturan Daerah mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena dıberikan
landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (6)
Undang-Undang Dasar Negara Republık Indonesıa Tahun 1945. Berdasarkan
ketentuan lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundangan-undangan Republık Inonesıa, yang dimaksud
dengan Peraturan Daerah (Perda) adalah perundangan-undangan yang dıbentuk
oleh Dewan Perwakılan Rakyat Daerah dengan persetujuan Kepala Daerah.

Adapun Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pembentukan


Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung antara lain:

1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945


Pengaturan mengenai sumber kewenangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten Lampung Selatan untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Badan
Permusyawaratan Desa dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal
18 ayat (2) yang menyebutkan bahwa: “Pemerintah daerah provinsi, daerah
kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan”. Berdasarkan Pasal tersebut negara
memberikan kebebasan kepada daerah untuk mengatur segala sesuatu yang
berkaitan dengan daerahnya dalam hal pemerintahan, dan desa merupakan bagian
terkecil dari pada daerah. Hal ini berarti Pemerintah Daerah memiliki kewenangan
untuk membuat Peraturan terkait sebagaimana diamanahkan oleh Undang-Undang
Dasar 1945 dimana UndangUndang Dasar 1945 merupakan hukum tertinggi dan
dijadikan sebagai dasar dari segala sumber hukum. Artinya hukum yang dibentuk
harus berlandaskan konstitusi UUD 1945. Selain itu Pasal 18 ayat (6) Undang-
Undang Dasar 1945, menyatakan: “Pemerintahan daerah berhak menetapkan
peraturan daerah dan peraturan-peratuan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan.” Pasal tersebut menegaskan fungsi legislasi Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam pembentukan peraturan daerah. Berkaitan dengan
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung merupakan salah satu amanah UUD 1945 yang
dijalankan fungsi legislasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Lampung.

2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas


Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-undang yang terkait dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah


tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung yaitu Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, dalam Pasal 1 ayat (6) menjelaskan bahwa
Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya tentang
urusan pemerintahan diatur dalam Bab IV Pasal 9:

(1) Urusan Pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan


pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum.

(2) Urusan pemerintahan absolut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
(3) Urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan
Selanjutnya berdasarkan Pasal 13 ayat (1) diatur mengenai pembagian urusan antar
pemerintah pusat dan daerah, yaitu pembagian urusan pemerintahan konkuren
antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) didasarkan pada prinsip
akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional.

Kewenangan pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan diatur dalam Pasal


17: (1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah tidak mempedomani norma,
standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
Pusat membatalkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal
16 ayat (5).

(5) Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria,
penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.

Selanjutnya Pasal 18 mengatur mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan


daerah, sebagai berikut:

(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan


Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(2) Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan
dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada
standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan
peraturan pemerintah.

Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan Undang-undang ini diatur


dalam Pasal 20, yakni sebagai berikut:

(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi


diselenggarakan: a. sendiri oleh Daerah Provinsi; b. dengan cara menugasi Daerah
Kabupaten/Kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan; atau c. dengan cara
menugasi Desa.

(2) Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan


asas Tugas Pembantuan sebagaimana dimaksud padaayat (1) huruf b dan kepada
Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan peraturan
gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah


kabupaten/kota diselenggarakan sendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat
ditugaskan sebagian pelaksanaannya kepada Desa.

(4) Penugasan oleh Daerah kabupaten/kota kepada Desa sebagaimana dimaksud


pada ayat (3) ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota peraturan perundang-
undangan.

Berdasarkan ketentuan undang-undang ini, maka pemerintah daerah memiliki hak


unuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri yang dalam hal ini diatur dalam hal
urusan Konkuren termasuk dalam hal pengaturan otonomi desa/ desa.

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan.
Pengaturan terkait pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung selanjutnya yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Pasal 1 ayat (8)
menyatakan bahwa:

“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang


dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan
persetujuan bersama Bupati/Walikota”.

Pasal tersebut menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi


Lampung dapat membentuk Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung dengan persetujuan bersama
Walikota. Selanjutnya pada Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tersebut dijelaskan
bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas
pengayoman, asas kemanusiaan, asas kebangsaan, asas kekeluargaan, asas
kenusantaraan, asas Bhineka Tunggal Ika, asas keadilan, asas ketertiban, serta asas
ketertiban dan kepastian hukum. Asas-asas tersebut di atas merupakan landasan
yang akan digunakan dalam penyusunan rancangan peraturan daerah yang akan
disusun dan dimuat dalam bentuk norma/pasal yang akan tertuang di dalam
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah
Provinsi Lampung.

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal

Pemerintah diharuskan untuk menjalin koordinasi yang baik antara pemerintah


pusat dan pemerintah daerah. Koordinasi tersebut harus dijalankan dengan
semangat otonomi daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 telah
diatur tentang hubungan penyelenggaraan penanaman modal dalam Pasal 30 ayat
(1) sampai dengan ayat (6), yaitu: (1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah
menjamin kepastian dan kemanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
(2) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi
urusan Pemerintah. (3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang
penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan
pada criteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan
penanaman modal. (4) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkup
lintas provinsi menjadi urusan Pemerintah. (5) Penyelenggaraan penanaman modal
yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.
(6) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu
kabupaten/kota mejadi urusan pemerintah kabupaten/kota. Namun pembagian
kewenangan dalam pengaturan penanaman modal di atas hanya terfokus pada
pembagian wilayah penyelenggaraan penanaman modal, tidak melihat pada
berbagai hal yang berkaitan dengan urusan penanaman modal. Patokan lokasi
dalam kegiatan penyelenggaraan penanaman modal terlalu sempit karena urusan
penanaman modal bukan hanya menyangkut urusan pengawasan dan
penyelenggaraan penanaman modal di daerah, tetapi aspek-aspek yang terkait
dalam urusan penanaman modal seperti ekspor, impor, perizinan, pemasaran,
hubungan kerjasama baik dengan dalam dan luar negeri. Hal tersebut tidak dapat
dibatasi dengan pendekatan lokasi. Bahwa untuk mendorong pertumbuhan
perekonomian dan meningkatkan pendapatan daerah Provinsi Lampung serta
memberikan peluang kerja sama dalam berinvestasi, perlu dilakukan pengaturan
terhadap pengelolaan Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan


Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dalam konteks pemerintahan daerah, penyelenggaraan fungsi pemerintahan


daerah Provinsi Lampung dalam pembentukan rancangan peraturan daerah
Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, akan
terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan
diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup pada
daerah, dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pasal
1 ayat (3) menyatakan bahwa Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah adalah suatu system pembagian keuangan yang adil,
proporsional, demokratis, transparan dan efisien dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi, kondisi,
dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan penyelenggaraan
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Sedangkan yang dimaksud dengan
dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi.16 Prinsip kebijakan perimbangan keuangan
berdasarkan Pasal 2, yaitu

(1) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah


merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas
antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

(2) Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah dalam


rangka pelaksanaan Desentralisasi didasarkan atas penyerahan tugas oleh
Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan
keseimbangan fiskal.

(3) Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah


merupakan suatu system yang menyeluruh dalam rangka pendanaan
penyelenggaraan asas Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.

Dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah ini, Provinsi Lampung


memiliki kewenangan lebih banyak dalam mengurus dan mengelola anggaran
daerahnya (APBD).
6. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi
Pemerintah

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara


pasal 41 telah mengamanatkan Pemerintah untuk melakukan investasi
jangka panjang dengan tujuan memperoleh manfaat ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat lainnya. Amanat Undang undang tersebut kemudian
ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2007 tentang Investasi Pemerintah. Namun, sesuai dengan perkembangan
keadaan, dirasakan perlu dilakukan revisi Peraturan Pemerintah tersebut
untuk memberikan peluang kerjasama yang lebih luas dalam berinvestasi
dengan menambah bentuk investasi pemerintah. Selanjutnya, sebagai hasil
revisi tersebut telah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008
tentang Investasi Pemerintah.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008


tentang Investasi Pemerintah, yang dimaksud dengan Investasi Pemerintah
adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang
untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk
memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Investasi
Pemerintah yang dimaksud bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum.

Lingkup dari pengelolaan investasi pemerintah meliputi perencanaan,


pelaksanaan investasi, penatausahaan dan pertanggungjawaban investasi,
pengawasan, dan divestasi. Kewenangan pengelolaan investasi pemerintah
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara.
Terkait dengan pemerintah daerah, Pasal 29 ayat (1) menyatakan bahwa
Gubernur/Bupati/Walikota menunjuk satuan kerja perangkat daerah yang
sesuai dengan bidang tugasnyauntuk melaksanakan kewenangan
operasional dalam pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah. Selanjutnya
berdasarkan ayat (2) penunjukkan satuan perangkat daerah dilakukan
dengan mempertimbangkan ketentuan mengenai organisasi perangkat
daerah. Ketentuan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 ini
berlaku mutatis mutandis terhadap pengelolaan Investasi Pemerintah
Daerah. Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan
pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah diatur dengan Peraturan Menteri
Dalam Negeri setelah berkoordinasi dengan Menteri Keuangan.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah


Pengelolaan investasi daerah menjadi salah satu hal yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah, yaitu
diatur dalam Pasal 3 huruf (l). Keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada
peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan
manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam
suatu system yang terintegrasi yang diwujudkan dalam APBD yang setiap
tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Wewenang pengelolaan investasi
daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) selaku
Bendahara Umum Daerah (BUD).

Pemerintah Provinsi Lampung dapat melakukan investasi jangka pendek dan


jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat
lainnya. Maksud dari investasi jangka pendek berdasarkan Pasal 117 Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Keuangan Daerah yaitu investasi
yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua
belas) bulan atau kurang. Sedangkan investasi jangka panjang yang dimaksud
adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas)
bulan yang terdiri dari investasi permanen dan non permanen. Investasi
permanen dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan tanpa ada niat
untuk diperjualbelikan atau tidak ditarik kembali. Investasi non-permanen
dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan atau ada niat untuk
diperjualbelikan atau ditarik kembali.

BAB IV

LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Menurut Rousseau, dalam penerapan praktek kenegaraan undangundang


merupakan sebuah hakikat yang penting di dalamnya. Teori kedaulatan
rakyat menunjuk bahwa tujuan negara adalah untuk menegakan hukum dan
menjamin kebebasan dari para warganegaranya, dalam pengertian
kebebasan dalam batas perundang undangan. Sehingga pembentukan
undang-undang adalah hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa undang-undang itu adalah jelmaan dari
rakyat itu sendiri. Lalu undang-undang harus dibentuk oleh kehendak umum
(volonte generale) di mana dalam hal ini seluruh rakyat secara langsung
mengambil bagian dalam pembentukan aturan masyarakat11

I. Landasan Filososfis
Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan perlunya perubahan
atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dengan memperhatikan
pandangan hidup dan kesadaran dan cita hukum yang bersumber pada
Pancasila dan Pembukaan UUD NRI tahun 1945 serta batang tubuh UUD
NRI Tahun 1945.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan
pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana

11
Soehino, Ilmu negara, Yogyakarta: Liberti, 1980, hlm 156-160.
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari pancasila
dan pembukaan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
194512
Nilai-nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam
pancasila, dimana pancasila sebagai staats fundamental norm diletakkan
sebagai dasar asas dalam mendirikan negara, maka ia tidak dapat diubah
dan Undang-Undang Dasar 1945 yang dicerminkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan. UUD 1945 yang merupakan urutan tertinggi
dijadikan sumber hukum dan/atau ukuran suatu peraturan dibentuk, artinya
hukum yang dibentuk harus berlandaskan UUD 1945 dan tidak boleh
bertentangan dengan isi UUD 1945.
Sesuai dengan landasan filosofis, implementasi pemerintah terhadap
masyarakat harus memberikan pelayanan yang baik serta menjunjung tinggi
kesejahteraanya terhadap masyarakat.

J. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam berbagai aspek serta fakta empiris mengenai perkembangan masalah
dan kebutuhan masyarakat dan negara.
Landasan sosiologi mempunyai kekuatan untuk mengetahui jika ketentuan
- kententuan yang dibikin sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran
masyarakat dan memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Pembentukan peraturan daerah harus dilihat dari keadaan masyarat,
lingkungan daerah yang menjadi tolak ukur dalam proses pembuatan
peraturan, hasil dari rancangan peraturaan daerah yang nanti akan di
terapkan dalam masyarakat diharapkan bisa membantu kelangsungan
daerah dan tidak tumpang tindih dengan peraturan lain atau merugikan

12
Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan, Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234.
masyarakat sehingga tidak membuat masyarakat bingung dan menolak
peraturan tersebut.
Pentingnya landasan sosiologis harus di terapkan dalam proses
pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung agar menciptakan peraturan yang
bisa dipatuhi.

K. Landasa Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang
akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum dengan daya
ikatnya untuk umum sebagai suatu dogma yang dilihat dari pertimbangan
yang bersifat teknis yuridis sebagaimana:
l. ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih
superior atau yang lebih tinggi,
m. ditetapkan mengikat atau berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan
antara suatu kondisi dengan akibatnya,
n. ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum
yang berlaku,
o. ditetapkan sebagai norma hukum oleh lembaga yang memang berwenang
untuk itu.

Untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum dan rasa


keadilan masyarakat serta menghindari peraturan yang tidak harmonis dan
tumpang tindih, maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini dibentuk berdasarkan
landasan yuridis sebagai berikut: 13
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1964 tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Lampung dengan MengubahUndang-
Undang Nomor 25 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sumatera Selatan (Lembar Negara Tahun 1964 Nomor 8) Menjadi
UndangUndang;
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomorn43550;
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan
dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4400)
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah

13
HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang
Investasi Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 40-42
diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015
tentang Perbuahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo
5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang
Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
IndonesiaaNomorr5261);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang
Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5533);
15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 199);
BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI


MUATAN

➢ Arah dan Jangkauan Pengaturan:

Arah pengaturan adalah apa yang harus dilakukan/diperlukan untuk


mencapai sasaran yang ingin diwujudkan

➢ Jangkauan Pengaturan meliputi :

1. Subjek pengaturan, adalah pihak yang memiliki hak dan kewajiban atau
diberikan kewenangan berdasarkan peraturan perundangundangan yang
telah disahkan/ditetapkan.

2. Objek pengaturan, adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan


hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum.

Ruang lingkup materi muatan :

1. ketentuan umum;

2. materi yang akan diatur;

3. ketentuan sanksi (jika diperlukan);

4. ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan

5. Ketentuan penutup

BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung
tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung adalah upaya untuk
menciptakan kepastian hukum yang kini belum ada peraturan
perundangundangan sebagai produk legislasi daerah Provinsi Lampung
yang secara khusus mengatur tentang Investasi Pemerintah Provinsi
Lampung. Rancangan Peraturan Daerah Investasi Pemerintah Provinsi
Lampung yang akan dibentuk di Provinsi Lampung ini merupakan wujud
komitmen dan konsistensi DPRD dan Pemerintah Provinsi Lampung di
bidang legislasi daerah untuk menindaklanjuti amanah UUD 1945.
Kemudian peraturan daerah ini akan dibentuk di Provinsi Lampung secara
fungsional sebagai instrumen yang dapat memberikan pedoman kepada
Pemerintah Provinsi Lampung dan unsur masyarakat guna membangun
komitmen dari seluruh komponen. Sasarannya untuk mewujudkan, ruang
lingkup pengaturan, jangkauan dan arah pengaturan Rancangan Peraturan
Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.
Hal ini akan dituangkan dalam materi muatan adalah: Perencanaan,
Pelaksanaan Investasi, Penganggaran, Pelaksanaan Anggaran,
Penatausahaan Anggaran dan Pertanggungjawaban Investasi, Divestasi, dan
Pengawasan.

B. Saran
Dalam Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung ini
mengkaji agar di bentuknya rancangan peraturan daerah ini di Provinsi
Lampung untuk itu dalam menyelenggarakannya Pemerintah Provinsi
Lampung harus mengkaji lebih dalam dan menyiapkan produk hukum
Peraturan Gubernur dalam hal mendukung keberlakuan teknis Rancangan
Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi
Lampung.
DAFTAR PUSTAKA

Budiman, Arif. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta. PT. Gramedia
Pustaka Utama.

Desiyanti, Rika. 2008. Manajemen Investasi dan Portofolio. Padang. Bung Hatta
University Press.
Surbakti, Hari 2016, Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Dalam
Pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kota Bandung
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Pemerintahan Daerah. Diakses
tanggal 25 Maret 2022.

HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung


tentang Investasi Pemerintah Provinsi Lampung”, 2018

A Handayani “Pengertian Otonomi Daerah” 2016

I.C. Van der Vlies, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan
Perundang-Undangan), Dirjen Peraturan Perundang-Undangan
DEPKUMHAM RI, Jakarta, 2007

PT. Perencana Djaja Ciptalaras“ Profil Kabupaten/Kota, Kota Bandar Lampung”

https://lampungprov.go.id/detail-post/provinsi-lampung-peringkat-tujuh-nasional-
daerah-tujuan-investasi (diakses pada 5 April 2022)

Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Somadi, Rimdi Press, 1973

Soehino, Ilmu negara, Yogyakarta: Liberti, 1980,

Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan


Peraturan Perundang-Undangan, Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234.

Anda mungkin juga menyukai