Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, sehingga Naskah Akademik
Raperda Investasi Daerah Provisi Lampung dapat disusun. Secara keseluruhan, naskah
akademik ini disusun sebagai bentuk tugas kelompok Perancangan Perundang-undan-
gan yang bertemakan Investasi Daerah Provinsi Lampung. Berdasarkan Undang-Un-
dang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, penyelenggaraan pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi terdiri atas daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah tersebut mempun-
yai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat. Semoga Naskah Akademik Raperda ini dapat membantu mengenai
implementasi Rancangan Peraturan Daerah Mengenai Investasi Daerah dan mendapat
masukan guna perbaikan selanjutnya.

Tim Penyusun

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
1. KAJIAN TEORITIS
1) Investasi
Investasi adalah pembelian aset berupa barang ataupun aset keuangan
yang bukan ditujukan untuk konsumsi segera namun untuk memproduksi barang
atau jasa dan menghasilkan keuntungan di masa depan, Investasi merupakan aset
yang diperoleh untuk sistem ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau
manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah
dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Investasi merupakan salah satu cara
yang dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk memanfaatkan anggaran
dan memperoleh pendapatan dalam jangka penjang, memanfaatkan dana yang
belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas.
Investasi dikategorikan berdasar jangka waktunya, yaitu investai jangka
pendek dan investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan inves-
tasi yang memiliki karakteristik dapat segera diperjualbelikan/dicairkan dalam
waktu 3 (tiga) bulan atau sampai 12 (dua belas) bulan. Investasi jangka pendek
biasanya digunakan untuk tujuan manajemen kas dimana pemerintah daerah da-
pat menjual investasi tersebut jika muncul kebutuhan akan kas. Sedangkan in-
vestasi jangka panjang merupakan investasi yang pencairannya memiliki jangka
waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.1

2) Otonomi Daerah
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang digantikan dengan UndangUndang Nomor 23 Tahun
2014 Pasal 1 ayat (6) menyatakan bahwa “Otonomi daerah adalah hak, wewe-
nang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengarus sendiri urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 Pasal 1 ayat (12) menyatakan bahwa “Daerah Otonom yang selan-
jutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-
batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan Pemerintahan dan

1 HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 6
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam system Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas-batas wilayah, yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerinta-
han dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri, berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam sistem NKRI. Pelaksanaan otonomi daerah dan sebagai
penerapan/implementasi tuntutan untuk era baru yang sudah seharusnya lebih
memberdayakan daerah dengan cara diberikan kewenangan yang lebih luas, lebih
nyata, dan lebih bertanggung jawab.
Terutama dalam mengatur, memanfaatkan, dan menggali sumber-sumber
potensi yang ada di daerahnya masing-masing. Visi otonomi daerah dapat diru-
muskan dalam tiga ruang lingkup utama yaitu, politik, ekonomi, serta sosial dan
budaya. Di bidang politik, pelaksanaan otonomi harus dipahami sebagai proses
untuk membuka ruang bagi lahirnya kepala pemerintahan daerah yang dipilih se-
cara demokratis, memungkinkan berlangsungnya penyelenggaraan pemerintahan
yang responsif terhadap kepentingan masyarakat luas, dan memelihara suatu
mekanisme pengambilan keputusan yang taat pada asas pertanggungjawaban pub-
lik, di bidang ekonomi, otonomi daerah disatu pihak harus menjamin lancarnya
pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional di daerah, dan di pihak lain terbukanya
peluang bagi Pemerintah Daerah mengembangkan kebijakan regional dan lokal
untuk mengoptimalkan pendayagunaan potensi ekonomi di daerahnya dan di
bidang sosial budaya, otonomi daerah harus dikelola sebaik mungkin demi men-
ciptakan harmoni sosial, dan pada saat yang sama, juga memelihara nilai-nilai
lokal yang dipandang kondusif terhadap kemampuan masyarakat dalam merespon
dinamika kehidupan di sekitarnya2
Pemerintah Daerah adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara Pemerinta-
han Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.

2) Investasi Pemerintah Daerah

2 A Handayani “Pengertian Otonomi Daerah”  2016


Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 52 Tahun 2012
menyebutkan bahwa investasi pemerintah daerah adalah penempatan sejumlah
dana dan/atau barang milik daerah oleh pemerintah daerah dalam jangka waktu
panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung, yang
mampu mengembalikan nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial,
dan/atau manfaat lainnya dalam jangka waktu tertentu.
Menurut Undang - Undang Nomor 63 tahun 2019 tentang Investasi Pemerin-
tah, Sumber Investasi Pemerintah berasal dari:
a. APBN;
b. imbal hasil;
c. pendapatan dari layananf usaha;
d. hibah; dan/atau
e. sumber lain yang sah.
Investai pemerintah daerah terdiri dari investasi Badan Usaha Milik Daerah
dan investasi Badan Usaha Milik Swasta.
b) Investasi Badan Usaha Milik Daerah adalah perusahaan yang didirikan dan
dimiliki oleh pemerintah daerah. Kewenangan pemerintah daerah membentuk
dan mengelola BUMD ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi
sebagai daerah otonom.
c) Investasi Badan Usaha Milik Swasta adalah badan usaha yang didirikan
dan dimodali oleh seseorang atau sekelompok orang. Berdasarkan UUD 1945
Pasal 33, bidang-bidang usaha yang diberikan kepada pihak swasta adalah
mengelola sumber daya ekonomi yang bersifat tidak vital dan strategis atau
yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak.

2. Kajian Terhadap Asas/Prinsip


Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan perlu berpedoman
pada asas-asas pembentukan peraturan Menurut Van der Vlies sebagaimana
dikutip oleh Hamid Attamimi dan Maria Farida, secara umum yang
membedakan dua kategori asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang patut (algemene beginselen van behoorlijk regelgeving)3, yaitu:
3. Asas formal, meliputi :
d) Asas tujuan jelas, terdiri dari tiga tingkat: (1) kerangka kebijakan
umum bagi peraturan yang akan dibuat, (2) tujuan tertentu bagi peratu-
ran yang akan dibuat, dan (3) tujuan dari berbagai bagian dalam peratu-
ran.
e) Asas lembaga yang tepat menghendaki agar suatu organ memberi
penjelasan bahwa suatu peraturan tertentu memang berada dalam kewe-
nangannya, dan agar suatu organ khususnya pembuat undang-undang
memberi alasan mengapa ia tidak melaksanakan sendiri pengaturan atas
suatu materi tertentu tetapi menugaskannya kepada orang lain.
f) Asas urgensi/perlunya pengaturan. Jika tujuan sudah dirumuskan
dengan jelas, masalah berikutnya adalah apakah tujuan itu memang
harus dicapai dengan membuat suatu peraturan.
g) Asas dapat dilaksanakan menyangkut jaminan-jaminan bagi dapat di-
laksanakannya apa yang dimuat dalam suatu peraturan.
h) Asas konsensus, berisi bahwa perlu diusahakan adanya konsensus
antara pihak-pihak yang bersangkutan dan pemerintah mengenai pem-
buatan suatu peraturan serta isinya.

9. Asas material, meliputi:


j) Asas kejelasan terminology dan sestematika. Menurut asas ini, suatu perat-
uran harus jelas, baik kata-kata yang digunakan maupun strukturnya.
k) Asas bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali, yaitu suatu
peraturan harus dapat diketahui oleh setiap orang yang perlu mengetahui
adanya peraturan itu.
l) Asas kesamaan hukum yang menjadi dasar dari semua peraturan perun-
dang-undangan, peraturan tidak boleh ditujukan kepada suatu kelompok
tertentu yang dipilih secara semaunya.

3 I.C. Van der Vlies, Handboek Wetgeving (Buku Pegangan Perancang Peraturan Perundang-Undangan),
Dirjen Peraturan Perundang-Undangan DEPKUMHAM RI, Jakarta, 2007, halaman 258-303.
m) Asas kepastian hukum yang menghendaki agar harapan (ekspektasi) yang
wajar hendaknya dihormati, khususnya ini berarti bahwa peraturan harus
memuat rumusan norma yang tepat, bahwa peraturan tidak diubah tanpa
adanya aturan peralihan yang memadai dan bahwa peraturan tidak boleh
diperlakukan surut tanpa alasan yang mendesak.
n) Asas penerapan-hukum yang khusus menyangkut aspekaspek kemungki-
nan untuk menegakkan keadilan didalam kasus tertentu yang dapat diwu-
judkan dengan memberikan marjin keputusan kepada pemerintah di dalam
undangundang, memberikan kemungkinan penyimpangan bagi keadaaan-
keadaaan khusus di dalam undang-undang,memungkinkan perlindungan
hukum terhadap semua tindakan pemerintah.

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perun-


dang-Undangan telah mengakomodir asas-asas yang telah disebutkan di atas,
terdapat dalam Pasal 5 yang menyatakan bahwa asas pembentukan perundang-
undangan yang baik meliputi:
o) Asas kejelasan tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-
undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
p) Asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, bahwa setiap je-
nis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara
atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwe-
nang. Peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau
batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang
tidak berwenang.
q) Asas kesesuaian antara jenis, hierarki dan materi muatan, bahwa dalam
peraturan perundang-undangan harus benarbenar memperhatikan materi
muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perun-
dang-undangan.
r) Asas dapat dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perun-
dang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perun-
dang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosi-
ologis dan yuridis.
s) Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perun-
dang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
t) Asas kejelasan rumusan, bahwa setiap peraturan perundangundangan
harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-
undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum
yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
u) Asas keterbukaan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-un-
dangan mulai dari perencanaan, penyusunan,pembahasan, pengesahan
atau penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Den-
gan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang
seluasluasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peratu-
ran perundang-undangan.

3. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta Penera-


pan

A. Provinsi Lampung
Kota Bandar Lampung pintu gerbang Pulau Sumatera. Sebutan ini layak
untuk ibu kota Propinsi Lampung. Kota yang terletak di sebelah barat daya Pu-
lau Sumatera ini memiliki posisi geografis yang sangat menguntungkan.
Letaknya di ujung Pulau Sumatera berdekatan dengan DKI Jakarta yang men-
jadi pusat perekonomian negara. Kota ini menjadi pertemuan antara lintas ten-
gah dan timur Sumatera. Kendaraan dari daerah lain di Pulau Sumatera harus
melewati Bandar Lampung bila menuju ke Pulau Jawa. Pada umumnya
kendaraan tersebut transit di terminal Rajabasa. Wilayah Kota Bandar Lam-
pung merupakan daerah perkotaan yang terus berkembang dari daerah tengah
ke daerah pinggiran kota yang ditunjang fasilitas perhubungan dan penerangan.
Pengembangan kota ditandai dengan tumbuhnya kawasan permukiman, namun
demikian daerah pinggiran belum terlihat jelas ciri perkotaannya. Masyarakat
Lampung terdiri atas berbagai suku antara lain Lampung, Rawas, Melayu,
Pasemah dan Semendo. Masyarakat Lampung bentuknya yang asli memiliki
struktur hukum adat yang tersendiri, bentuk masyarakat hukum adat tersebut
berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang lainnya, kelom-
pok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.4

D. Investasi Provinsi Lampung


Provinsi Lampung kini berada di 10 besar daerah tujuan penanaman modal
dalam negeri (PMDN), tepatnya di posisi tujuh. Posisi itu merupakan yang
tertinggi dalam satu dekade terakhir, mengingat posisi Lampung di percaturan
investasi nasional selama ini tak beranjak dari level menengah 14-15 nasional.
Berdasarkan data Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu
Pintu (PTSP) Provinsi Lampung, pada Triwulan I 2017, posisi Lampung masih
berada di urutan 13 nasional dengan nilai investasi 1,58 triliun. Pada Triwulan II,
posisi Lampung melejit ke posisi tujuh dengan nilai investasi Rp1,8 triliun dan
bertahan pada posisi tujuh pada Triwulan III dengan nilai investasi Rp3,08
triliun.Posisi itu sekaligus menempatkan Lampung dalam jajaran tujuan investasi
utama nasional bersama Jawa Timur di posisi pertama, disusul DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Banten, dan Kalimantan Timur. Setelah Lampung, di posisi
delapan Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Riau.Jenis investasi yang masuk
Lampung, menurut Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Lampung, Tonny Oloan
Lumban Tobing, sesuai dengan target 40% Secara umum, arus investasi ke
Lampung baik PMDN maupun Penanaman Modal Asing (PMA) naik drastis dari
semula Rp5,3 triliun naik menjadi Rp7,9 triliun di 2017. Untuk PMA, Lampung
berada di posisi 27 nasional pada Triwulan III dengan jumlah investasi 32,3 juta
dolar AS dan 39 proyek.5

E. Kajian Implikasi Penerapan Peraturan Daerah

Menurut Hans Kelsen, efektivitas hukum berarti adanya perbuatan yang sesuai
dengan norma-norma hukum sebagaimana harus dilakukan, sehingga norma-
4 PT. Perencana Djaja Ciptalaras “Profil Kabupaten/Kota, Kota Bandar Lampung”
5 https://lampungprov.go.id/detail-post/provinsi-lampung-peringkat-tujuh-nasional-daerah-tujuan-inves-
tasi (diakses pada 5 April 2022)
norma itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi, dan ukuran efektivitas itu dile-
takkan pada kualitas dari perbuatan orang-orang yang sesungguhnya bukan pada
kualitas hukum itu sendiri.6
Pada tahun 2017 Gubenur Lampung (Ridho Ficardo) membuat peraturan men-
genai Forum Investasi Lampung dalam rangka percepatan pembangunan ekonomi
daerah, untuk mendukung akselerasi investasi di Provinsi Lampung, mendukung
sinergi antar para pihak dalam meningkatkan investasi di Provinsi Lampung
sebagaimana perlu dibentuk Forum Investasi Lampung (FOILA),dan
menetapkannya dengan Peraturan Gubernur Lampung. Maksud pembentukan Fo-
rum Investasi Lampung adalah sebagai upaya bersama memperkuat kerjasama dan
koordinasi antar perangkat daerah dan stakeholders terkait dalam rangka men-
gelola persepsi positif perekonomian Provinsi Lampung dengan membuka akses
informasi seluas-luasnya mengenai potensi dan peluang investasi untuk
meningkatkan daya saing ekonomi daerah dan penciptaan nilai tambah, serta
mensinergikan kebijakan pembangunan perekonomian di Lampung diantara para
pemangku kepentingan dan bertujuan pembentukan Forum Investasi Lampung
adalah untuk membangun persepsi positif investor dan meningkatkan efektivitas
hubungan investor dengan sasaran pertumbuhan investasi yang mendukung pem-
bangunan perekonomian.

Dengan FOILA ini mernpunyai tugas untuk membangun persepsi positif


investor me1alui penyediaan data dan informasi terkait potensi dan pe1uang in-
vestasi daerah serta memberikan masukan kepada Pemerintah Daerah dalam pene-
tapan kebijakan dan implementasi kegiatan yang berkaitan dengan akselerasi.
Dalam menyelenggarakan tugas FOILA mempunyai fungsi yaitu :
f. menginventarisasi, menganalisa dan me1akukan koordinasi dalam rangka
sinergi kebijakan dan upaya peningkatan iklim investasi daerah;
g. berkontribusi dalam pemetaan, st.udi, dialog dan perumusan serta evaluasi
prospektus investasi Lampung
h. berkontribusi dalam pelaksanaan diseminasi dan penyebarluasan informasi
dan regulasi, serta pendalaman isu investasi dan pelaksanaan aktivitas lainnya

6 Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Terjemahan Somadi, Rimdi Press, 1973, halaman 38.
terkait pengembangan hubungan investor pada tahap persiapan, pelaksanaan
dan paska realisasi investasi;
i. berkontribusi dalam penyediaan, pemutakhiran berkala dan peningkatan
kemudahan akses berbagai data dan informasi terkait investasi yang relevan
untuk investor; dan
j. berpartisipasi aktif dan proaktif dalam memonitor, mengevaluasi dan
mengkomunikasikan hasil dan tahapan sinergi kebijakan dan langkah per-
baikan iklim investasi Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Disamping itu, untuk mengefektifkan dan mengefisienkan implikasi penerapan


Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Invesyasi Pemerintah
Provinsi Lampung yang akan dibentuk ini, maka di dalamnya akan dimuat beberapa
hal, seperti:
a) Kejelasan norma, baik perintah, larangan, keharusan maupun perkenaan In-
vestasi Pemerintah Provinsi Lampung
b) Kejelasan subjek, yakni Pemerintah Provinsi Lampung dan unsur
masyarakat.
c) Kejelasan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan, baik hak ataupun ke-
wajiban serta larangan terhadap Investasi Pemerintah Provinsi Lampung.7

Pada tahun 2020 juga Gubernur lampung (Arinal Djunaidi) mengeluarkan Kepu-
tusan yang berisikan Pembentukan Tim Analisis Investasi Pemerintahan Daerah
Provinsi Lampung untuk melaksanakan ketentuan untuk melaksanaken ketentuan
Pasal 16 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 52 Tahun 2012 tentang Pedoman
Pengelolaan Investasi Pemerintah Daerah dan ketentuan Pasal 14 Peraturan Gubernur
Lampung Nomor 70 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengelolaan Investasi Langsung
Pemerintah Daerah, perlu membertuk Tim Analisis Investasi Pemerintah Daerah
Provinsi Lampung dan menetapkannya dengan Keputusan Gubernur Lampung;

7HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pe-
merintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 24
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS

Menurut Rousseau, dalam penerapan praktek kenegaraan undangundang merupakan se-


buah hakikat yang penting di dalamnya. Teori kedaulatan rakyat menunjuk bahwa tu-
juan negara adalah untuk menegakan hukum dan menjamin kebebasan dari para war-
ganegaranya, dalam pengertian kebebasan dalam batas perundang undangan. Sehingga
pembentukan undang-undang adalah hak rakyat sendiri untuk membentuknya, sehingga
dapat ditarik kesimpulan bahwa undang-undang itu adalah jelmaan dari rakyat itu
sendiri. Lalu undang-undang harus dibentuk oleh kehendak umum (volonte generale) di
mana dalam hal ini seluruh rakyat secara langsung mengambil bagian dalam pemben-
tukan aturan masyarakat8

K. Landasan Filososfis
Landasan filosofis adalah pertimbangan atau alasan perlunya perubahan atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dengan memperhatikan pandangan hidup
dan kesadaran dan cita hukum yang bersumber pada Pancasila dan Pembukaan UUD
NRI tahun 1945 serta batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.
Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran,
dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia
yang bersumber dari pancasila dan pembukaan UndangUndang Dasar Negara Repub-
lik Indonesia Tahun 19459

8 Soehino, Ilmu negara, Yogyakarta: Liberti, 1980, hlm 156-160.


9 Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undan-
gan, Lembaran Negara Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5234.
Nilai-nilai filosofis negara Republik Indonesia terkandung dalam pancasila, di-
mana pancasila sebagai staats fundamental norm diletakkan sebagai dasar asas
dalam mendirikan negara, maka ia tidak dapat diubah dan Undang-Undang Dasar
1945 yang dicerminkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. UUD 1945
yang merupakan urutan tertinggi dijadikan sumber hukum dan/atau ukuran suatu per-
aturan dibentuk, artinya hukum yang dibentuk harus berlandaskan UUD 1945 dan
tidak boleh bertentangan dengan isi UUD 1945.
Sesuai dengan landasan filosofis, implementasi pemerintah terhadap masyarakat
harus memberikan pelayanan yang baik serta menjunjung tinggi kesejahteraanya ter-
hadap masyarakat.

L. Landasan Sosiologis
Landasan sosiologis adalah pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam
berbagai aspek serta fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan
masyarakat dan negara. 
Landasan sosiologi mempunyai kekuatan untuk mengetahui jika ketentuan - ken-
tentuan yang dibikin sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat dan
memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Pembentukan peraturan
daerah harus dilihat dari keadaan masyarat, lingkungan daerah yang menjadi tolak
ukur dalam proses pembuatan peraturan, hasil dari rancangan peraturaan daerah yang
nanti akan di terapkan dalam masyarakat diharapkan bisa membantu kelangsungan
daerah dan tidak tumpang tindih dengan peraturan lain atau merugikan masyarakat
sehingga tidak membuat masyarakat bingung dan menolak peraturan tersebut.
Pentingnya landasan sosiologis harus di terapkan dalam proses pembentukan Ran-
cangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah Provinsi
Lampung agar menciptakan peraturan yang bisa dipatuhi.

M. Landasa Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi
kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan di-
ubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum dengan daya ikatnya
untuk umum sebagai suatu dogma yang dilihat dari pertimbangan yang bersifat tek-
nis yuridis sebagaimana:
n) ditetapkan sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih superior
atau yang lebih tinggi,
o) ditetapkan mengikat atau berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan an-
tara suatu kondisi dengan akibatnya,
p) ditetapkan sebagai norma hukum menurut prosedur pembentukan hukum yang
berlaku,
q) ditetapkan sebagai norma hukum oleh lembaga yang memang berwenang untuk
itu.

Untuk menjamin kepastian hukum, perlindungan hukum dan rasa keadilan


masyarakat serta menghindari peraturan yang tidak harmonis dan tumpang tindih,
maka Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi Pemerintah
Provinsi Lampung ini dibentuk berdasarkan landasan yuridis sebagai berikut: 10
3. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Lampung dengan MengubahUndang-Undang Nomor 25 Tahun 1959
tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sumatera Selatan (Lembar Negara Tahun
1964 Nomor 8) Menjadi UndangUndang;
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4286);
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
(Lembaran Negara Repuplik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomorn43550;

10 HS. Tisnanta, “Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang Investasi
Pemerintah Provinsi Lampung, 2018, hal. 40-42
7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400)
8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4438);
9. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perun-
dang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lem-
baran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perbuahan
Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tamba-
han Lembaran Negara Republik Indonesia Nomo 5679);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Uang
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4738);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 124, Tambahan
Lembaran Negara Republik IndonesiaaNomorr5261);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik
Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 92,
Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 5533);
15. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
199);

Anda mungkin juga menyukai