Anda di halaman 1dari 4

Tugas.

1
Opened: Monday, 24 April 2023, 12:00 AM
Due: Sunday, 7 May 2023, 3:00 PM

Nama : Syahdu Winda


NIM : 044784501

Soal:

1. Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan
penyelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan
sumber daya untuk mencapai tujuan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
yang berlaku. Menurut analisis saudara, apakah administrasi pertanahan dapat
mencegah dan menyelesaikan terjadinya konflik dalam agraria ?
2. Kebijakan manajemen pertanahan merupakan peraturan peraturan yang mengatur
kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah. Untuk itu pemanfaatan tanah harus sesuai
dengan rencana tata ruang dan tata wilayah. Apa akibat hukum jika mendirikan
bangunan namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah ?
3. Aturan pertanahan di Indonesia mencakup berbagai macam hak atas tanah. Hak-hak
tersebut tersebar luas di berbagai peraturan. Akan tetapi, tetap yang utama untuk
diketahui adalah hak-hak atas tanah yang langsung diatur di UUPA. Pasal 16 Ayat (1)
UUPA menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut: hak
milik; hak guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah;
dan hak memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada
peraturan lain dan hak lain yang memiliki sifat sementara. Negara juga mengatur
mengenai hak ulayat. Menurut analisis saudara, bagaimanakah konsep pengaturan
mengenai hubungan hak ulayat masyarakat hukum adat dengan hak menguasai negara?
Jawaban:

1. Berdasarkan pengertian administrasi pertanahan, administrasi pertanahan merupakan


upaya pemerintah dalam menyelenggarakan kebijakan di bidang pertanahan yang
dilaksanakan melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan
Nasional (BPN). Adapun tujuan dari administrasi pertanahan tersebut salah satunya
adalah untuk menjamin kepastian hukum yang dilakukan melalui pelaksanaan catur
tertib pertanahan (tertib hukum, tertib administrasi, tertib penggunaan, dan tertib
pemeliharaan dan lingkungan hidup).
Dalam tertib hukum maka diharapkan perangkat peraturan di bidang pertanahan
disusun lengkap dan komprehensif serta dapat diterapkan secara efektif. Dalam tertib
administrasi maka diharapkan telah terbangun sistem informasi untuk pencatatan
pertanahan yang lengkap dan handal, serta terdapat mekanisme pelayanan pertanahan
yang efisien, transparan dan akuntabel. Sementara dalam tertib penggunaan tanah
diharapkan tanah dapat digunakan secara optimal tanpa benturan kepentingan antar
sektor. Untuk tertib pemeliharaan diharapkan penanganan dan penggunaan tanah
menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

Dalam kaitannya dengan konflik pertanahan, maka berdasarkan Permen ATR/BPN No. 21
Tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan, Konflik
Pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan,
organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah
berdampak luas. Adapun akar masalah dari konflik pertanahan atau konflik agraria
menurut berbagai pihak adalah ketidakpastian hukum dari sisi pemerintah serta
ketimpangan penguasaan tanah dari unsur masyarakat. Maka dari dua akar
permasalahan konflik pertanahan ini dapat kita lihat bahwa jika administrasi pertanahan
dengan catur tertib dilaksanakan dengan baik melalui penyusunan aturan pertanahan
yang lengkap dan dapat diterapkan (tertib hukum) maka persoalan kepastian hukum
dapat diwujudkan. Sementara pelaksanaan tertib administrasi berupa pembangunan
sistem pencatatan pertanahan yang efisien, transparan dan akuntabel tentunya dapat
mencegah terjadinya tumpang tindih hak atas tanah, penguasaan tanah yang melebihi
aturan, penyerobotan tanah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa melalui pelaksanaan
administrasi pertanahan maka dapat mencegah terjadinya konflik pertanahan karena
tujuan dari administrasi pertanahan tersebut menghilangkan akar penyebab masalah
pada konflik pertanahan.
2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah rencana program pemanfaatan ruang dan
pembiayaannya. RTRW terdiri atas RTRW Nasional, Provinsi dan Kab/Kota. RTRW secara
rinci diatur oleh masing-masing daerah melalui Peraturan Daerah. Pengendalian
pemanfaatan ruang dalam rangka tertib pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan zonasi, izin, pemberian insentif/disinsentif dan pengenaan sanksi. Sebagai
contoh dalam hal pendirian bangunan maka dalam rangka pengendalian tata ruang,
pendirian bangunan harus dilakukan setelah mendapat izin mendirikan bangunan (IMB).
Secara umum, pelanggaran atas pemanfaatan ruang, maka akibat hukumnya
berdasarkan UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dapat dikenai sanksi
administratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi pidana denda. Adapun sanksi
administratif, dapat berupa peringatan, penghentian sementara kegiatan, penutupan
lokasi, pencabutan izin, pembatalan izin, pembongkaran bangunan, pemulihan fungsi
ruang dan/atau denda.

Berdasarkan ketentuan dalam UU Tata Ruang tersebut maka pada kasus mendirikan
bangunan tidak sesuai RTRW tentu dapat berakibat hukum secara administrasi (jika tidak
mempunyai izin) antara lain adalah penghentian sementara pembangunan dan
pembongkaran bangunan. Sementara akibat hukum (jika mempunyai izin) antara lain
adalah berupa pencabutan atau pembatalan izin (IMB). Akibat hukum administrasi juga
dapat diikuti dengan sanksi pidana penjara dan/atau denda.

3. Hak ulayat adalah nama yang diberikan pada lembaga hukum dan hubungan hukum
konkret antara masyarakat hukum adat dan tanah dalam wilayahnya yang disebut tanah
ulayat. Hak ulayat ini diatur dalam Pasal 3 UUPA. Dalam hal ini negara mengakui hak
ulayat dengan ketentuan sepanjang menurut kenyataan masih ada, sesuai dengan
kepentingan nasional, tidak boleh bertentangan dengan UU dan peraturan yang lebih
tinggi. Sementara hak menguasai negara diatur dalam Pasal 2 UUPA yang menyatakan
bahwa bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam dikuasai negara dan dipergunakan
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Dalam pelaksanaan hak menguasai oleh
negara tersebut, negara mempunyai kewenangan untuk menguasakan hak atas tanah
kepada salah satunya masyarakat hukum adat asal tidak bertentangan dengan
kepentingan nasional.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UUPA tersebut maka dapat kita lihat
bahwa melalui hak menguasai negara maka negara dapat memberikan pengakuan hak
ulayat atas tanah ulayat kepada masyarakat hukum adat dengan ketentuan/pengaturan
sebagai berikut:
a. Diberikan kepada masyarakat hukum adat yang kenyataannya masih ada,
memiliki kelembagaan/penguasa adat, dan ada wilayah hukum adat yang jelas.
b. Sesuai dengan kepentingan negara dan nasional
c. Tidak bertentangan dengan UU dan peraturan yang lebih tinggi

Sumber:
1. Modul 1,2 dan 3 ADPU4335: Administrasi Pertanahan
2. UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
3. Permen ATR/BPN No. 21 Tahun 2021 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus
Pertanahan
4. Kebijakan, Konflik, dan Perjuangan Agraria Indonesia Awal Abad 21, Hasil Penelitian
Sistematis STPN, 2012
5. https://www.hukumonline.com/klinik/a/sanksi-jika-melanggar-rencana-tata-ruang-wilay
ah-lt58058fd9e0ccc

Anda mungkin juga menyukai