Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

HUKUM AGRARIA

OLEH:

RAMA AFRINDO

NIM:

048884443
Soal:

1. Administrasi pertanahan adalah suatu usaha dan manajemen yang berkaitan dengan
penelenggaraan kebijaksanaan pemerintah di bidang pertanahan dengan mengerahkan sumber
daya untuk mencapai tujuan sesai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut analisis saudara, apakah administrasi pertanahan dapat mencegah dan
menyelesaikan terjadinya konflik dalam agraria?

2. Kebijakan manajemen pertanahan merupakan peraturan peraturan yang mengatur


kepentingan dan pola interaksi sosial berkenaan dengan penguasaan, pemilikan, penggunaan,
dan pemanfaatan tanah. Untuk itu pemanfaatan tanah harus sesai dengan rencana tata rang
dan tata wilayah. Apa akibat hukum jika mendirikan bangunan namun tidak sesuai dengan
rencana tata rang wilayah ?

3. Aturan pertanahan di Indonesia mencakup berbagai macam hak atas tanah. Hak-hak
tersebut tersebar luas di berbagai peraturan. Akan tetapi, tetap yang utama untuk diketahui
adalah hak-hak atas tanah yang langsung diatur di UUPA. Pasal 16 Ayat (1) UUPA
menyatakan bahwa terdapat hak-hak atas tanah antara lain sebagai berikut: hak milik; hak
guna usaha; hak guna bangunan; hak pakai; hak sewa; hak membuka tanah; dan hak
memungut hasil hutan. Selain itu, diakui pula hak-hak lain yang diatur pada peraturan lain
dan hak lain yang memiliki sifat sementara. Negara juga mengatur mengenai hak ulayat.
Menurut analisis saudara, bagaimanakah konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat
masyarakat hukum adat dengan hak menguasai negara?

Jawaban:

1. Administrasi pertanahan merupakan bagian penting dari upaya pemerintah untuk


mengatur dan mengelola sumber daya pertanahan termasuk untuk mencegah dan
menyelesaikan konflik agrarian. Namun, secara keseluruhan, tidak dapat dikatakan
bahwa administrasi pertanahan dapat sepenuhnya mencegah dan menyelesaikan konflik
agraria, karena masih banyak faktor lain yang dapat memicu konflik tersebut. Beberapa
faktor yang dapat memicu konflik agrarian antara lain ketidakjelasan kepemilikan dan
hak atas tanah, sengketa antara pihak yang berkepentingan, adanya penyalahgunaan
kekuasaan oleh aparat atau pihak-pihak yang terkait, dan sebagainya.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan melalui administrasi pertanahan untuk
mencegah dan menyelesaikan konflik agraria antara lain:

 Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat tentang hak-hak mereka


terkait dengan tanah dan pertanahan, serta prosedur hukum yang terkait.

 Memastikan bahwa proses pendaftaran tanah dan sertifikasi dilakukan secara


transparan dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

 Menyelesaikan sengketa secara damai melalui mediasi atau arbitrase, dengan


mempertimbangkan kepentingan semua pihak yang terlibat.

 Melakukan pengawasan terhadap penyalahgunaan kekuasaan atau tindakan korupsi


yang terkait dengan pertanahan.

Dalam hal ini, administrasi pertanahan dapat menjadi salah satu upaya dalam mencegah
dan menyelesaikan konflik agrarian. Namun, upaya ini harus didukung oleh berbagai
faktor lain, seperti penegakan hukum yang efektif, penyelesaian masalah sosial dan
ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, dalam hal penyelesaian konflik agraria penting juga
untuk memperhatikan aspek sosial dan ekonomi dari masyarakat yang terkait
dengan pertanahan tersebut.

Misalnya, memastikan bahwa kebijakan pengelolaan pertanahan tidak merugikan


masyarakat yang telah lama menggarap tanah tersebut. Selain itu, upaya penyelesaian
konflik agraria juga harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek keadilan dan
keberlanjutan. Penyelesaian konflik yang hanya menguntungkan salah satu pihak atau
merusak lingkungan dapat menimbulkan konflik baru di masa depan. Dalam hal ini,
administrasi pertanahan dapat memainkan peran penting dalam menjaga ketertiban dan
keamanan serta menghindari terjadinya konflik agraria.

2. Akibat hukum dari melanggar ketentuan tata ruang dan tata wilayah dengan
membangun bangunan tanpa izin atau melanggar izin yang sudah diberikan, biasanya
akan dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana. Sanksi administratif dapat berupa
teguran tertulis, pembongkaran bangunan atau denda. Sementara itu, sanksi pidana dapat
berupa pidana kurungan atau denda. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, mengatur bahwa: "Setiap orang yang melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,
Pasal 116, dan Pasal 117 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun
atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah)." Selain itu, pihak
berwenang juga berhak melakukan tindakan pembongkaran bangunan yang telah
dibangun secara ilegal dan melanggar tata ruang dan tata wilayah, sesuai dengan
prosedur dan ketentuan yang berlaku.

Pengenaan sanksi-sanksi tersebut tidak hanya berlaku bagi pemanfaat (pelaku-red) tata
ruang namun juga pihak pemberi izin, dan keseluruhannya telah diatur dalam UUPR.

3. Konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat masyarakat hukum adat dengan hak
menguasai Negara tertuang dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 selanjutnya di atur
dalam UUPA Pasal 2 menjelaskan pengertian hak menguasai SDA oleh negara. Khusus
yang berkaitan langsung dengan implementasi hak ulayat dari masyarakat hukum adat,
negara memberikan pengakuan dengan syarat-syarat tertentu dan prosedur hukum
tertentu yang jika dikaji lebih jauh menyisakan beberapa persoalan. Salah satunya adalah
pengakuan atas keberadaan suatu masyarakat hukum adat tidak serta merta memberikan
pengakuan atas hak ulayat dalam wilayah hukum adatnya terlebih atas pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya alam yang berada dalam kawasan hutan tertentu karena
pengakuan wilayah adat bagi masyarakat hukum adat masih menjadi kewenangan
pemerintah. Proses pengakuan ini diatur dengan Peraturan Bersama Menteri Dalam
Negeri, Menteri Kehutanan, Menteri Pekerjaan Umum dan Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 79/PRT/M/2014 Nomor 8/SKB/X/2014 tentang Tata Cara Penyelesaian
Penguasaan Tanah yang berada dalam Kawasan Hutan bahwa pengakuan hak masyarakat
hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada.
Sumber:

 Badan Pertanahan Nasional.(2021). Pedoman Teknis Penyelesaian


Sengketa Agraria Melalui Jalur Hukum. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional.

 Aziz, R. A. (2021). Administrasi Pertanahan dan Penyelesaian Konflik Agraria di


Indonesia. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 28(1), 23-42.

 https://tataruang.atrbpn.go.id/Berita/Detail/1591#:~:text=Sedangkan%20ketentuan%2
0pemberian%20sanksi%20pidana,atau%20kerusakan%20dan%20pidana%20lima
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/7210/UU%2026%20Th%202007.pdf

 "Sanksi bagi pelanggaran tata ruang dan tata wilayah," hukumonline.com, diakses
pada 3
Mei2023.https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56fae03e6ecf7/sanksi-
bagi-pelanggaran-tata-ruang-dan-tata-wilayah/

 Riwanto Tirtosudarmo. 2018. "Hak Ulayat, Kekuasaan, dan Pengelolaan Sumber


Daya Alam: Dilema Agraria di Indonesia". Jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 12, No. 1.
Hal. 33-51.

Anda mungkin juga menyukai