Nama : Sofianah
Nim : 049004026
Dalam hal ini, administrasi pertanahan dapat menjadi salah satu upaya dalam mencegah dan
menyelesaikan konflik agraria. Namun, upaya ini harus didukung oleh berbagai faktor lain,
seperti penegakan hukum yang efektif, penyelesaian masalah sosial dan ekonomi dari
masyarakat yang terkait dengan pertanahan tersebut. Misalnya, memastikan bahwa kebijakan
pengelolaan pertanahan tidak merugikan masyarakat yang telah lama menggarap tanah
tersebut.
Selain itu, upaya penyelesaian konflik agraria juga harus dilakukan dengan
mempertimbangkan aspek keadilan dan keberlanjutan. Penyelesaian konflik yang hanya
menguntungkan salah satu pihak atau merusak lingkungan dapat menimbulkan konflik baru
di masa depan.
Dalam hal ini, administrasi pertanahan dapat memainkan peran penting dalam
menjaga ketertiban dan keamanan serta menghindari terjadinya konflik agraria.
3. Konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat masyarakat hukum adat dengan
hak menguasai negara di Indonesia diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan,
antara lain UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA),
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan, dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Menurut UUPA, tanah dan air di Indonesia dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Namun, masyarakat hukum adat mempunyai
hak ulayat atas tanah dan air yang telah diakui dan dilindungi oleh negara atas dasar adat
istiadat yang telah berlangsung turun-temurun di suatu daerah tertentu.
Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, hak ulayat masyarakat
hukum adat diakui sebagai hak asasi manusia yang dilindungi oleh negara. Masyarakat
hukum adat memiliki hak untuk mempertahankan adat istiadat dan tradisi mereka, termasuk
hak atas tanah dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya.
Sementara itu, UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan memberikan pengakuan
dan perlindungan terhadap hak ulayat masyarakat hukum adat atas hutan adat. UU ini
mengatur bahwa masyarakat hukum adat mempunyai hak atas hutan adat, yaitu hutan yang
selama berabad-abad dihuni dan dikelola oleh masyarakat hukum adat.
Dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah
diwajibkan untuk mengakui dan menghormati hak ulayat masyarakat hukum adat atas tanah
dan sumber daya alam yang terdapat di dalamnya. Pemerintah daerah juga diwajibkan untuk
melindungi hak ulayat tersebut dan mempertahankan adat istiadat masyarakat hukum adat.
Secara keseluruhan, konsep pengaturan mengenai hubungan hak ulayat masyarakat
hukum adat dengan hak menguasai negara adalah meskipun negara memiliki hak menguasai
tanah dan sumber daya alam, hak ulayat masyarakat hukum adat harus diakui dan dilindungi
oleh negara atas dasar adat istiadat yang telah berlangsung turun-temurun di suatu daerah
tertentu.
Dalam konteks Indonesia, hubungan antara hak ulayat masyarakat hukum adat dengan
hak menguasai negara telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria (PDPPA). Pasal 5 ayat (2) dari UU ini menyatakan bahwa :
"Negara mengakui dan menghormati hak-hak rakyat adat atas tanah ulayatnya
menurut hukum adat yang berlaku, selama masih hidup dan diperlukan untuk bertani dan
bertempat tinggal."
Namun, seiring berjalannya waktu dan semakin kompleksnya persoalan agraria di
Indonesia, maka diperlukan upaya pengembangan dan peningkatan perlindungan hak ulayat
masyarakat hukum adat. Hal ini diwujudkan dalam berbagai regulasi dan kebijakan
pemerintah, seperti UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 41 Tahun
1999 tentang Kehutanan, dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 40 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan, yang
menegaskan pentingnya pengakuan, perlindungan, dan pemberdayaan hak ulayat masyarakat
hukum adat dalam pengelolaan hutan di Indonesia.
Sumber :
Badan Pertanahan Nasional. (2021). Pedoman Teknis Penyelesaian Sengketa Agraria
Melalui Jalur Hukum. Jakarta: Badan Pertanahan Nasional.
Aziz, R. A. (2021). Administrasi Pertanahan dan Penyelesaian Konflik Agraria di
Indonesia. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 28(1), 23-42.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
https://jdih.setkab.go.id/PUUdoc/7210/UU%2026%20Th%202007.pdf
"Sanksi bagi pelanggaran tata ruang dan tata wilayah," hukumonline.com, diakses
pada 3 Mei 2023.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt56fae03e6ecf7/sanksi-bagi-
pelanggaran-tata-ruang-dan-tata-wilayah/
UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
PP No. 40 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Hutan yang Berkelanjutan.
Riwanto Tirtosudarmo. 2018. "Hak Ulayat, Kekuasaan, dan Pengelolaan Sumber
Daya Alam: Dilema Agraria di Indonesia". Jurnal Sosiologi Reflektif, Vol. 12, No. 1.
Hal. 33-51.
https://dikasihinfo.com