Anda di halaman 1dari 7

Pertanyaan:

1. Jelaskan ruang lingkup dan dasar hukum peralihan hak atas tanah!
2. Jelaskan kebijakan-kebijakan penggunaan tanah!
3. Jelaskan sistem informasi pertanahan!

Jawaban:

1. Ruang lingkup dan dasar hukum peralihan hak atas tanah,


Peralihan hak atas tanah merupakan perbuatan hukum yang
dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah beralih kepaa orang lain
dalam bentuk peralihan berupa jual beli, tukar menukar, hibah,
pemisahan atau pembagian harta warisan, pemisahan atau pembagian
harta biasa, penyerahan hibah wasiat dan penyerahan tanah sebagai
modal perusahaan.
UUPA menjadi dasar hukum peralihan hak atas tanah yang diatur
dalam Pasal 20, 28, 35 dan 43 yang menyatakan hak guna bangunan
dapat beralih ke orang lain serta peralihan hak atas tanah diatur dalam
Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996 mengatur hak guna usaha,
hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah. Selanjutnya berdasarkan
pasal 37 PP No 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa setiap peralihan hak
atas tanah hak milik bangunan hanya dapat ditaftarkan melalui
pembuktian dengan akta yang dibuat PPAT dan setiap perjanjian
peralihan hak atas tanah dibuat oleh PPAT.
PPAT untuk jual beli, tukar menukar, hibah, inberik dan pembagian
hak bersama. Tugas notaris melakukan peleburan dan penggabungan
harta perusahan yang tidak didahului dengan likuidasi perusahan.
Selanjutnya tugas notaris, balai harta peninggalan, kepala desa dan
camat untuk pemindahan hak waris. Pemilik suatu rumah susun atau
apartemen gedung yang disahkan pemda dapat memisahkan hak milik
nya. Pejabat lelang untuk rumah yang dilelang nya dan pejabat pembuat
akta wakaf untuk tanah wakaf.
Pasal 16 PP No 40 Tahun 1996 mengatur peralihan hak guna
dengan cara jual beli, tukar menukar, penyertaan modal, hibah dan
warisan. Kemudian didaftarkan pada kantor pertanahan dan peralihan
dilakukan dengan akta yang dikeluarkan oleh PPAT untuk lelang dengan
berita acara lelang dan warisan dengan surat wasiat.
Pasal 34 PP No 40 Tahun 1996 mengatur peralihan hak guna
bangunan dengan cara jual beli, tukar menukar, penyertaan modal,
hibah dan warisan. Kemudian didaftarkan pada kantor pertanahan dan
peralihan dilakukan dengan akta yang dikeluarkan oleh PPAT untuk
lelang dengan berita acara lelang dan warisan dengan surat wasiat
kemudian peralihan harus dengan persetujuan tertulis dari pemegang
hak pengelolaan serta persetujuan tertulis dari pemegang hak milik yang
bersangkutan.
Pasal 54 PP No 40 Tahun 1996 mengatur hak pakai dibuat dalam
perjanjian atas tanah dengan pemilik yang bersangkutan dan peralihan
hak pakai terjadi karena jual beli, tukar menukar, penyertaan modal,
hibah dan warisan. Kemudian didaftarkan pada kantor pertanahan dan
peralihan dilakukan dengan akta yang dikeluarkan oleh PPAT untuk
lelang dengan berita acara lelang dan warisan dengan surat wasiat serta
izin dari pejabat berwenang. Selanjutnya peralihan harus dengan
persetujuan tertulis dari pemegang hak pengelolaan serta persetujuan
tertulis dari pemegang hak milik.

2. Kebijakan-kebijakan penggunaan tanah,


Penggunaan tanah dan kebijakan didalamnya diatur dalam UU No 5
Tentang UUPA yang terdapat pada pasal 2, 13, 14 dan 15. Pada pasal
2 atas dasar Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 sebagaimana bumi, air dan
ruang angkasa termasuk kekayaan alam dikuasai oleh Negara yang
memberikan wewenang untuk mengatur penggunaan juga
pemeliharaannya. Selanjutnya menetukan dan mengatur hubungan
hukum antar orang dengan perbuatan hukum yang berguna untuk
mencapai kemakmuran masyarakat sebesar-besarnya.
Pada pasal 13 pemerintah berupaya agar usaha dalam lapangan
agraria tercapai dan meningkatkan produksi untuk kemakmuran rakyat.
Selanjutnya pada pasal 14 pemerintah melakukan sosialisasi mengenai
persediaan, peruntukan dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa
termasuk kekayaan alam didalamnya untuk keperluan Negara,
keperluan ibadah, pusat kehidupan masyarakat dan budaya, untuk
keperluan produksi pertanian juga peternakan serta perikanan, dan
untuk perkembangan industri serta pertambangan. Pada pasal 15
mengatur pemeliharaan tanah merupakan kewajiban setiap orang.
Dalam rangka mewujudkan nilai UUPA pemerintah turut
mengeluarkan UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan PP
No 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Tanah. Pada mengeluarkan
UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang mengamanatkan
perlunya dilakukan penataan ruang dengan keharmonisan lingkungan
alam dan buatan yang mampu mewujudkan penggunaan sumber daya
yang baik sehingga mencegah dampak negatif dari pemanfaatan ruang
agar dapat tercapai tujuan rencana tata ruang wilayah. Wewenang
penyelenggaraan rencana tata ruang wilayah dibagi secara administratif
yang mencakup pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan
pengawasan penatana ruang kepada wilayah nasional, wilayah provinsi,
wilayah, wilayah kabupaten dan kota dengan batasan administratif agar
tdak terjadi tumpang tindih kewenangan dan memiliki hubungan secara
hierarki.
Pada PP No 16 Tahun 2004 yang mengatur kebjakan penatagunaan
tanah didasari rencana tata ruang wilayah yang telah ditetapkan.
Prioritas penatagunaan tanah ditujukan untuk penggunaan dan
pemanfaatan tanah terkhusus pada kawasan lindung dan budidaya.
Dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa penatagunaan tanah meliputi
penguasaan, penggunaan tanah dan pemanfaatan tanah yang berwujud
konsolidasi tanah melalui pengaturan kelembagaan terkait dengan
pemanfaatan tanah sebagai kesatuan sistem dalam mencapai
kepentingan masyarakat yang adil. Tujuan dari penatagunaan tanah
untuk mengatur dan mewujudkan dan tertib pertanahan yang meliputi
penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah bagi berbagai
kebutuhan kegiatan pembangunan sesuai dengan rencana tata ruang
wilayah. Adapun tujuan lain yaitu untuk menjamin kepastian hukum bagi
masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai
dengan rencana tata ruang wilayah dalam ketetapan Pasal 3 PP No 16
Tahun 2014. Konsolidasi tanah merupakan kebijakan pertanahan
berupa penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta
usaha pengadaaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan
meningkatkan kualitas lingkungan dengan pemeliharaan sumber daya
yang melibatkan masyarakat. Menurut keputusan Menteri Dalam Negeri
No 72 Tahun 1981 tugas dan fungsi tata guna dilaksanakan oleh
Direktorat Tata Guna Tanah sebagai pelaksana tugas pokok Direktorat
Jenderal Agraria.

3. Sistem informasi pertanahan,


Berdasarkan Keppres No 26 Tahun 1998 BPN melaksanakan suatu
sistem pengadaan dan pelayanan secara sistematis tentang data tanah
suatu wilayah dalam kegiatan hukum, administrasi, ekonomi,
perencanaan dan pengelolaan pembangunan atau yang disebut
sebagai sistem informasi pertanahan. BPN bertugas mengelola dan
mengembangkan administrasi pertanahan berdasarkan UUPA dan
perundang-undangan yang meliputi pengaturan, penggunaan,
penguasaan, pemilikan tanah, pengurusan hak atas tanah, pengukuran,
pendaftaran tanah dan segala hal yang berkaitan dengan masalah
pertanahan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan presiden.
Sistem informasi pertanahan merupakan sarana yang digunakan
untuk kegiatan pengambilan keputusan berkaitan dengan hukum,
administrasi dan ekonomi untuk membantu perencanaan dan
pembangunan wilayah yang mempunyai prosedur dan teknis sistematis
untuk mengumpulkan, memperbarui, memproses dan mendistribusikan
data pertanahan spasial juga tekstual yang untuk efisiensi penggunaan
data dan mengurangi duplikasi data.
Sistem informasi pertanahan membutuhkan keputusan yang
berorientasi laporan, pemrosesan data efektif, manajemen data efektif,
fleksibilitas dan kepuasan pemakai agar memperoleh informasi dengan
nilai tinggi dan relevan. Sistem informasi harus mampu menyediakan
data lama, sekarang dan proyeksi masa depan yang menunjang
perencanaan, kontrol dan pelaksanaan kegiatan dengan menyediakan
tiga macam data yaitu data alfa numeris, data grafis dan data numeris
spasial sehingga dapat menjawab jenis informasi kadaster,
mengintegrasikan sistem informasi pertanahan dengan sistem informasi
lain dan dapat dipakai untuk keperluan penyebaran data.
Dalam mewujudkan implementasi sistem informasi pertanahan saat
menghadapi permasalahan administrasi pertanahan BPN dapat
melakukan reformasi administrasi pertanahan juga memanfaatkan
teknologi dengan baik dan komputerisasi untuk meningkatkan
pelayanan serta terus meningkatkan pelayanan pertanahan yang
mengandung kesederhanaan, kejelasan dan kepastian, keamanan,
keterbukaan, efisien, ekonomis, keadilan yang merata, ketepatan waktu
dan kuantitatif pelayanan.
Dengan perkembangan sistem informasi kedepan disimpulkan
bahwa sistem informasi pertanahan merupakan suatu kebutuhan yang
wajib ada dan dalam proses nya BPN telah melakukan layanan yang
membantu dalam mendapatkan informasi pertanahan diantaranya
pelayanan informasi BPNRI, LARASITA atau layanan jemput bola,
monitoring online, quick service, weekend service, Layanan anggota
masyarakat dan layanan nontunai.
Daftar Pustaka / Referensi:
A. Buku:
Deliarnoor, N. A., dkk. (2022). Administrasi Pertanahan. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Sutedi, A. (2007). Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya.
Jakarta: Sinar Grafika.
B. Jurnal:
Tanagar, D. Dewi, D. S. K. & Nasution, R. D. (2020). Kebijakan
Penggunaan Tanah Desa (Bengkok) Untuk Pendirian Warung
Remang-Remang. Jurnal Administrasi Pemerintahan Desa
Vol 1, No 1: 1-11.
Kartikawati, D. R. (2019). Mengaplikasikan Kebijakan Penatagunaan
Tanah Melalui Perdes Untuk Mewujudkan Visi Kemandirian
Desa. Binamulia Hukum Vol 8, No 1: 1-17.
Sunarno. Anggia, P. & Nanda. (2020). Pemberdayaan Masyarakat
Melalui Kesadaran Hukum Fungsi Administrasi, Fungsi
Penatagunaan Tanah di Dusun Balong dan Dusun Petung
Desa Wates, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Webinar Abdimas Vol 3, No 1: 26-40.
Mustofa, F. C. Aditya, T. & Sutanta, H. (2018). Sistem Informasi
Pertanahan Partisipatif Untuk Pemetaan Bidang Tanah.
Majalah Ilmiah Globe Vol 20, No 1: 1-12.
Ruhiat, A. (2016). Sistem Informasi Administrasi Pertanahan (Studi
Kasus Kecamatan Cisarua Kabupaten Sumedang). Journal of
Regional Public Administration (JRPA) Vol 1, No 1: 36-42

Anda mungkin juga menyukai