SOSKA ZONE
Adillah Semenjak Dari Berkir
· BERANDA
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau larangan bagi
pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanh yang di hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib
atau dilarang untuk diperbuat, yang merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau
tolo ukur pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum Tanah.
Pengertian penguasaan dapat dipakai dalam arti sik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek privat
dan publik. Penguasaaan dalam arti yuridis adalah penguasaan yang dilandasi hak, yang dilindungi
oleh hukum dan pada umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
secara sik tanah yang dihaki, misalnya pemilik tanah mempergunakan atau mengambil mamfaat
dari tanah yang dihaki, tidak diserahkan kepada pihak lain. Ada juga penguasaan yuridis, yang
biarpun memberikan kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara sik, pada kenyataanya
penguasaan siknya dilakukan oleh pihak lain, misalnya seseorang yang memiliki tanah tidak
mempergunakan tanahnya sendiri akan tetapi disewakan kepada pihak lain, dalam hal ini secara
yuridis tanah tersebut dimiliki oleh pemilik tanah akan tetapi secara sik dilakukan oleh penyewa
tanah. Ada juga penguasaan secara yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah
yang bersangkutan secara sik, misalnya kreditor (bank) pemegang hak jaminan atas tanah
mempunyai hak penguasaan tanah secara yuridis atas tanah yang dijadikan agunan ( jaminan), akan
tetapi secara sik penguasaan tetap ada pada pemilik tanah. Penguasaan yuridis dan sik atas tanah
tersebut diatas dipakai dalam aspek privat atau keperdataan sedang penguasaan yuridis yang
beraspek publik dapat dilihat pada penguasaan atas tanah sebagaimana yang disebutkan dalam pasal
33 ayat (3) UUD 1945 dan pasal 2 UUPA.
Pengaturan hak-hak penguasaan atas tanah dalam hukum tanah dibagi menjadi 2 (dua), yaitu:
1. Hak penguasaan atas tanah sebagai Lembaga Hukum.
Hak penguasaan atas tanah ini belum dihubungkan antara tanah dan orang atau badan hukum
tertentu sebgai pemegang haknya.
2. Hak penguasaan atas tanah sebagai hubungan hukum yang konkret
Hak penguasaan atas tanah ini sudah dihubungkan antara tanah tertentu sebagai obyek dan orang
atau badan hukum tertentu sebagai subyek atau pemegang haknya.
Hierarki hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA dan Hukum Tanah Nasional, adalah:
1. Hak Bangsa Indonesia atas tanah.
Hak Bangsa Indonesia ats tanah ini merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan
meliputi semua tanah yang adadalam wilayah negara, yang merupakan tanah bersama, bersifat abadi
dan menjadi induk bagi hak-hak penguasaan yang lain atas tanah (lihat pasal 1 ayata (1)-(3) UUPA.
2. Hak Menguasai dari Negara atas tanah.
Hak menguasai dari negara atas tnah bersumber pada Hak Bangsa Indonesia atas tanah, yang
hakikatnya merupakan penugasan pelaksanaan tugas kewenagan bangsa yang mengandung unsur
hukum publik. Tugas mengelola seluruh tnah bersama tidak mungkin dilaksanakan sendiri oleh
seluruh Bangsa Indonesia, mka dala penyelnggaraannya, Bangsa Indonesia sebagai pemegang hak
dan pengemban amanat tersebut, pada tingkatan tertinggi dikuasakan kepada Negara Republik
Indonesia sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat (lihat pasal 2 ayat (1) UUPA).
Isi wewenang hak menguasai dari negara atas tanah sebagaimana dimuat dalam pasal 2 ayat (2)
UUPA, adalah:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan tanah
(lihat pasal 10, 14, 15 UUPA).
b. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum dengan tanah (lihat
pasal 7, 16, 17, 53 UUPA).
c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang atau badan hukum dan
perbuatan –perbuatan hukum yang mengenai tanah (lihat pasal 19 Jo PPNo. 24/1997)
Hak menguasai dari negara adalah pelimpahan wewenang publik oleh hak bangsa. Konsekuensinya,
kewenangan tersebut hanya bersifat publik semata. Tujuan hak menguasai dari negara atas tanah,
yatitu untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan,
dan kemerdekaan dalam masyarakat dan negara hukum Indonesia yang berdeka, berdaulat, adil dan
makmur (lihat pasal 2 ayat (3) UUPA).
3. Hak ulayat masyarakat Hukum adat.
Menurut pasal 1 Permen Aggraria/Kepala BPN No. 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah
Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat, yang dimaksud dengan hak ulayat adalah kewenangan menurut
adat yang dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan
lingkungan hidup para warganya untuk mengambil mamfaat dari sumber daya alam, termasuk
tanah
dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan
secara lahiriah dan batiniah secara turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum
adat tertentu dengan wilayah yang bersangkutan.
Hak ulayat masyarakat hukum adat dinyatakan masih ada apabila memenuhi 3 unsur, yaitu:
a. Masih ada suatu kelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga
bersama suatu persekutuan hukum tertentu
b. Masih adanya wilayah/tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para
warga persekutuan hukum tersebut.
c. Masih adanya tatanam hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah
ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari negara atas tanah dapat diberikan kepada
perseorangan baik warga negara Indonesia mapupun warga negara asing, sekelompok orang secara
bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.
Wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Wewenang umum
Wewenang yang bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air danruang yang ada di atasnya sekadar
diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam
batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan hukum lain.
2. Wewenang khusus
Wewenang yang bersifat khusus yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya sesuai dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenangpada tanah
Hak Milik adalah dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, HGB untuk
mendirikan bangunan, HGU untuk kepentingan pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan.
Macam-macam hak atas tanah dimuat dalam pasal 16 Jo 53 UUPA, yang dikelompokkkan menjadi 3
bidang, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat tetap
Hak-hak atas tanah ini akan tetap ada selama UUPA masih berlaku atau belum dicabut
dengan undang-undang yang baru. Contoh: HM. HGU, HGB, HP, Hak Sewa untuk Bangunan
dan Hak Memungut Hasil Hutan.
2. Hak atas tanah yang akan ditetapkan dengan undang-undang
Hak atas tanah yang akan lahir kemudian, yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
3. Hak atas tanah yang bersifat sementara
Hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang singkat akan dihapus dikarenakan
mengandung sifat-sifat pemerasan, feodal dan bertentangan dengan jiwa UUPA. Contoh: Hak Gadai,,
Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Hak atas tanah yang bersifat primer
Yaitu hak atas tanah yang bersala dari tanah negara. Contoh: HM, HGU, HGB Atas Tanah Negara, HP
Atas Tanah Negara.
2. Hak atas tanah yang bersifat sekunder.
Hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain. Contoh: HGB Atas Tanah Hak Pengelolaan, HGB
Atas Tanah Hak Milik, HP Atas Tanah Hak Pengelolaan, HP Atas Tanah Hak Milik, Hak Sewa Untuk
Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
A. Hak Milik
Ketentuan Umum mengenai Hak Milik diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a, 20 s/d 27, 50 ayat (1), 56
UUPA.
Pengertian Hak Milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
atas tanah dengan memperhatikan fungsi sosial tanah. Turun temurun artinya Hak Milik atas tanah
dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka
Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subyek Hak
Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat dibandingkan hak atas tanah yang lain, tidak
mempunyai batas waktu tertentu, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah
hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling luas bila
dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain,
tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan
dengan hak atas tanah yang lain.
Subyek Hak Milik. Yang dapat mempunyai tanah Hak Milik menurut UUPA dan peraturan
pelaksanaanya, adalah:
1. Perseorangan.
WNI, baik pria maupun wanita, tidak berwarganegaraan rangkap (lihat Pasal 9, 20 (1) UUPA)
2. Badan-badan hukum tertentu.
Badan-badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik atas tanah, yaitu bank-bank yang didirikan
oleh negara, koperasi pertanian, badan keagamaan dan badan sosial (lihat Pasal 21 (2) UUPA, PP
No.38/1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Atas Tanah,
Permen Agraria/Kepala BPN No. 9/1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas
Tanah Negara dan Hak Pengelolaan).
Terjadinya Hak Milik. Hak Milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagai mana disebutkan dala
Pasal 22 UUPA, yaitu:
1. Hak Mik atas tanah yang terjadi Menurut Hukum Adat;
- Terjadi karena Pembukaan tanah (pembukaan hutan).
- Terjadi karena timbulnya Lidah Tanah.
2. Hak Mili Atas tanah tertajdi karena Penetapan Pemerintah;
- Pemberian hak baru (melalui permohonan)
- Peningkatan hak
3. Hak Milik atas tanah terjadi karena Undang-undang;
- Ketentuan Konversi Pasal I, II. VI
Hapusnya Hak Milik. Pasal 27 UUPA menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya Hak Milik atas
tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu;
1. Karena Pencabutan Hak berdasarkan Pasal 18 UUPA.
2. Dilepaskan secara suka rela oleh pemiliknya.
3. Dicabut untuk kepentinga umum.
4. Tanahnya ditelantarkan.
5. Karena subyek haknya tidak memenuhi syarat sebagai sunyek hak milik atas tanah.
6. Karena peralihan hak yang mengakibatkantanahnya berpindah kepada pihak lain yang tidak
memenuhi syarat sebagai subyek Hak Milik atas tanah.
7. Tanahnya musnah, misalnya terjadi bencana alam.
B. Hak Guna Usaha
Ketentuan umum. Ketentuan Hak Guna Usaha (HGU) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, 28
s/d 34, 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 s/d 18 PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan HP.
Pengertian HGU adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam
jangka waktu tertentu guna kegiatan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, atau peternakan (lihat
Pasal 28 ayat (1), PP No.40/1996).
Subyek HGU. Yang dapat mempunyai HGU menurut Pasal 30 UUPA Jo. Pasal 2 PP No. 40/1996,
adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Asal dan terjadinya HGU. Asal HGU adalah tanah negara. Kalau asal tanah HGU berupa tanah hak,
maka tanah hak tersebut harus dilakukan pelepasan ata penyerahan hak ole4h pemegang hak
dengan pemberian ganti kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat melalui
penetapan pemerintah (pemberian hak) dan ketentuan Undang-undang (ketentuan konversi hak
erpacht).
Luas HGU. Luas tanah HGU adalah untuk perserorangan minimal 5 Ha dan maksimal 25 Ha.
Sedangkan untuk badan hukum luas minimal 5 Ha dan luas maksimal 25 Ha atau lebih (menurut
UUPA). Ketentuan luas maksimal tidak ditentukan dengan jelas tetapi PP No. 40/1996 menyebutkan
luas maksimal ditetapkan oleh menteri dengan memperhatikan pertimbangan pejabat yang
berwenang. Dengan membandingkan kewenangan Surat Keputusan Pemberian Hak seperti
kewenangan Ka BPN Kota/kab maksimal 25 Ha, Kanwil BPN maksimal 200 Ha, di atas 200 Ha
kewenangan Menteri Agraria/Ka BPN.
Jangka waktu HGU.HGU mempunyai jangka waktu untuk pertama kalinya paling lama 35 tahun dan
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun (Pasal 29 UUPA). Sedang menurut Pasal
8 PP No. 40/1996 mengatur jangka waktu HGU untuk pertama kalinya 35 tahun, diperpanjang paling
lama 25 tahun dan dapat diperbaharui paling lama 35 tahun. Permohonan perpanjangan dan
pembaharuan diajukan palaing lambat 2 tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGU. Syarat yang
harus dipenuhi untuk dapat dilakukan perpanjangan waktu atau pembaharuan adalah;
1. Tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai keadaan, sifat dan tujuan pemberian haknya.
2. Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak.
3. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
Ketentuan umum. Ketentuan menegnai Hak Guna Bangunan (HGB) disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1)
huruf c, 35 s/d 40, 50 ayat (2) UUPA dan Pasal 19 s/d 38 PP No. 40/1996).
Pengertian HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan yang bukan miliknya
sendiri dengan jangka waktu tertentu.
Subyek HGB. Yang dapat mempunyai HGB menurut Pasal 36 UUPA Jo. Pasal 19 PP No.
40/1996, adalah:
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan Hukum yang didirkan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
Asal atau obyek tanah HGB. HGB berasal dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara, tanah Hak
Pengelolaan atau tanah milik orang lain (lihat Pasal 39 UUPA dan Pasal 21 PP No. 40/1996).
D. Hak Pakai
Ketentuan umum. Hak Pakai (HP) diatur dalam Pasal 16 ayat 9!) huruf d, 41 s/d 43, 50 ayat (2) UUPA
dan Pasal 39 s/d 58 PP No. 40/1996.
Pengertian HP adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai
oleh negara atau tanah milik orang lain yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan
dalam keputusan pemberian haknya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan
perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah (lihat Pasal 41 (1) UUPA).
Subyek HP (lihat Pasal 42 UUPA dan Pasal 39 PP No. 40/1996):
1. Warga Negara Indonesia.
2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.
4. Badan-badan keagamaan dan sosial.
5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia (lihat PP No. 41/1996).
6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.
Jangka waktu HP. Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal tanahnya, (lihat Pasal 45 s/d 49
PP No. 40/1996) sbb:
1. HP atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk pertama kali paling lama
25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk
jangka waktu paling lama 20 tahun. Khusus HP yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Non
Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan
perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama
tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada perpanjangan waktu.
Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang HP dapat diperbarui dengan
pemberian HP baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN
setempat.
Kewajiban pemegang HP (lihat Pasal 50 dan Pasal 51 PP No. 40/1996):
1. Membayar uang pemasukan kepada negara, perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau
Hak Milik.
2. Menggunakan tanah sesuai peruntukkannya sesuai keputusan pemberian haknya, perjanjian
pengguanaan tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik..
3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian
lingkungan hidup.
4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HP kepada negara, pemegang Hak
Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah HP hapus.
5. Menyerahkan sertikat HP yang telah hapus kepada kepala Kantor Pertanahan.
6. Memberikan jaln keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah
yang terkuryng oleh tanah HP.
Ketentuan umum. Ketentuan mengenai Hak Sewa Untuk Bangunan (HSUB) disebutkan dalam Pasal
16 ayat (1), 44, 45, 52 ayat(2) UUPA.
Pengertian HSUB adalah hak yang dimiliki seseorang atau badan hukum untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan di atas tanah Hak Milik orang lain dengan membayar sejumlah uang sewa
tertentu dalam jangka waktu tertentu yang disepakati oleh pemilik tanah dengan pemegang
HSUB (lihat Pasal 44 (1) UUPA). HSUB merupakan hak pakai yang mempunyai sifat-sifat khusus.
Hak sewa hanya disediakan untuk bangunan-banguna yang berhubung dengan pertanian (Lihat
Pasal 10 (1)).
Berbagi
Label: HUKUM
KOMENTAR
bagaimana dengan Hak Pengelolaan Atas Tanah (HPL)dimana dasar hukumnya dan apa
perlunya diberikan HPL terhadap suatu obyek ?
HPL bukan merupakan hak atas tanah, dan tidak diatur dalam Undang – Undang
Pokok Agraria tetapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 Tentang
Penguasaan Tanah – Tanah Negara dan Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan
Ketentuan – Ketentuan Tentang Kebijaksanaan Selanjutnya.
HPL pada dasarnya adalah suatu hak yang menyangkut kewenangan sebagaimana
tertuang dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun
1977
Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian -
Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, dengan merencanakan
peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah
tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya, menyerahkan bagian - bagian
dari tanah itu kepada pihak ketiga, menurut persyaratan yang ditentukan oleh
perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi - segi peruntukkan,
penggunaan, jangka waktu dan keuangannya. Dengan ketentuan, bahwa
pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh
pejabat pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundang undangan
yang berlaku.
BALAS
bagaimana hak keperdataan bekas pemegang hak yang tanahnya sudah habis jangka
waktunya ?
liat jangka waktu tiap hak jika sudah habis, dapat diperpanjang (lihat jangka
waktunya) . berbeda dengan hak milik yang terkuat dan terpenuh, terkecuali ada
peralihan hak tentunya
BALAS
BALAS
Khusus untuk Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai, anda bisa meningkatkan hak-
hak tersebut menjadi kepemilikan atas hak milik. Kriteria tanah Hak Guna
Bangunan (HGB), atau Hak Pakai yang bisa ditingkatkan untuk menjadi Hak Milik
cukup sederhana, pertama yaitu; luas tanah tersebut luasnya tidak lebih dari
600m2.
Kriteria yang kedua adalah tanah HGB atau Hak Pakai tersebut belum beralih hak.
Akan lebih baik jika ketika anda memutuskan meningkatkan status kepemilikan
tanah anda (HGB atau Hak Pakai) itu dilakukan sebelum jangka waktu tanah
tersebut berakhir. Karena dikhawatirkan apabila anda lalai dalam memperpanjang
kepemilikan tanah dengan hak-hak tersebut ataupun apabila hak guna atas tanah
telah kadaluarsa, tentunya akan rawan untuk jatuh ke tangan pihak lain.
Kriteria yang ketiga adalah anda adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Memang
untuk kepemilikan tanah dengan status Tanah Hak Milik, di Indonesia hanya
diperbolehkan bagi WNI, sedangkan untuk Warga Negara Asing (WNA) hanya
diperbolehkan menggunakan hak guna atas tanah berupa hak pakai. Kalaupun
seorang WNA tersebut dapat memiliki suatu bidang tanah, maka hanyalah
dimungkinkan apabila kepemilikan tanah tersebut terjadi karena adanya peristiwa
hukum, yaitu seperti warisan. Dalam konteks hukum waris ataupun hibah, maka si
ahli waris atau penerima hibah (untuk hibah) dapat memiliki atas suatu bidang
tanah tersebut, hanya saja itupun sampai batas tertentu (1 Tahun) yang
bersangkutan sudah harus memindahkan haknya kepada pihak lain yang
merupakan WNI.
BALAS
dapatkah pemda mengangarkan untuk memberi bantuan kepada masyarakat miskin dalam
memperoleh sertikat tanah (tidak melalui prona dari BPN) dan kalau bisa apa dasar atau
juknis nya yang bisa dijadikan acuan serta batas maksimal luas tanah yang bisa dibantu,
terimakasih.
BALAS
HPL pada dasarnya adalah suatu hak yang menyangkut kewenangan sebagaimana
tertuang dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977
Tentang Tata Cara Permohonan Dan Penyelesaian Pemberian Hak atas Bagian –
Bagian Tanah Hak Pengelolaan Serta Pendaftarannya, sebagai berikut :
HPL tidak mempunyai jangka waktu kepemilikan dan diberikan hanya atas tanah
negara yang dikuasai oleh PEMDA, BUMN dan BUMD yang bertujuan untuk
mengontrol zoning dan land use, agar sesuai dengan perencanaan tata ruangnya.
jadi,tanah yang dihuni warga tersebut kemungkinan atas izin pemegang HPL,
selama pemegang HPL tidak melarang maka mereka masih dapat menggunakan.
BALAS
Jika sudah daluarsa atau jangka waktunya telah berakhir, maka harus diakyif kan
dan jika sudah tinggal dilakukan akta jual beli atau akta ttg peralihan
BALAS
Berapa batas waktu kepemilikan tanah yang terlantar serta tidak digarap oleh pemilik
sehingga di ambil alih oleh negara
kepemilikan dalam artian hak milik adalah hak terkuat yang dimiliki dan tidak
serta merat akan diambil oleh negara terkecuali untuk kepentingan umum
BALAS
SHGB dan IMB memiliki wilayah yg berbeda dalam hal ini tujuan yg berbeda,
karena produk dari instansi yg berbeda pula. Pemegang hak secara SHGB juga
harus patuh jika dalam pembangunan harus didahului dengan Izin Mendirikan
Bangunan.
Apakah hpl hgu dan hgb dapat di perjual belikan tanpa persetujuan
Pemerintah?????? Dan siapakah yg dapat memberikan hpl hgu dan hgb apakah
bupati gubernur atau mente
HGU dan HGB dapat dialihkan, pemberian hak melalui kantor oertanahan dalam
hal ini menteri agraria
BALAS
Bagaimana kalau HGU tersebut enclave kedalam ulayat lain yang tidak termasuk dalam
penyerahan lahan awalnya,sehingga terjadi konik horizontal...pernah diajukan
gugatan,tetapi hakim mengalahkan gugatan tsb dan memenangkan perusahaan...padahal
sertikat hgu tsb memiliki publikasi negatif dengan tendensi positif...mungkin hakimnya
kurang ngerti dgn hal diatas ya pak...mohon pencerahan.wass
Untuk menganalisis putusan tidak bisa dilakukan serta merta, jika tak sepakat
dengan putusan mungkin bisa kembali melalui jalur hukum kembali
BALAS
Lebih jelasnya ke kantor pertanahan setempat dan dibaca aturan ttg HGU
BALAS
Esi ArL 17 September 2015 08.06
BALAS
mohon pencerahan,,,,,
sebidang tanah yg ditelantarkan pemiliknya selama 30tahunan apakah bisa menjadi hak
milik si pemakai tanah???
thx sebelum nya,,,
BALAS
ada satu kawasana area tanah kebun kosong tak ada tanaman yg ditelantarkan oleh
koperasi yg dulunya digunakan untuk area perternakan yang kemudian telah ditelantarkan
puluhan tahun dan koperasinya pun sudah tidak jalan dan tidak terdaftar surat izinnya...
dan tanah tersebut menggangu kebun coklat tetangga.. dan koperasi tersebut dulunya
membeli secara ganti rugi sama warga... dan menurut hukum adat tempat kami biasanya
bila dalam tempo waktu tertentu tidak digarap maka tanah akan dibagikan... bagaimana ini
menurut hukum kita, mks
Selama tanah tersebut masih terdaftar atas naam koperasi, berarrti masih pihak
koperasi yg berhak
BALAS
blognya keren mksih sdah membantu tugasku, jgn lupa klik ya.. http://law.uii.ac.id/berita-
hukum/tambah-baru/info-pembekalan-metodologi--penulisan-tugas-akhir-ta.html
BALAS
APA SANGSI HUKUM BAGI PERUSAHAAN YANG BEROPERASI PULUHAN TAHUN TETAPI
TIDAK MEMILIKI HGU
BALAS
Hak penguasaan atas tanah berisi serangkaian wewenang, kewajiban, dan atau
larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai tanh yang di
hakinya. Sesuatu yang boleh, wajib atau dilarang untuk diperbuat, yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolo ukur
pembeda di antara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam Hukum
Tanah.
BALAS
BALAS
pemberi hak pakai jika hak pakai di atas tanah negara berarti negara, jika hak pakai
diatas tanah hak milik,berarti pemegang hak milik
BALAS
Ayah aku buka lahan hutan seluas 2ha dan skrg sudh selama 25 tahun digarap apa bisa
dijadikan hak milik atau masih dikategorikan tanah negara yg pengisiannya diatur oleh
negara
Soska Zone 21 Mei 2017 14.31
jika ingin menjadikan hak milik harus bermohon ke negara dalam hal ini Kantor
Pertanahan
BALAS
BALAS
BALAS
Mau tanya pak saya memiliki surat hak pakai masa berlakunya thn 1980, trs di
tanah
tersebut berdiri 56 kk seluas 5500 m2. Apa bisa saya perpanjang masa hak pakai ya pak dan
ditingkatkan menjadi hak milik. Hak pakai ya milik pribadi. Terima kasih pak pencerahan ya
pak. Semoga bisa dijawab.
Jangka waktu HP. Jangka waktu HP berbeda sesuai dengan asal tanahnya, (lihat
Pasal 45 s/d 49 PP No. 40/1996) sbb:
1. HP atas tanah negara dan tanah Hak Pengelolaan berjangka waktu untuk
pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling
lama 20 tahun, dan dapat diperbarui untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
Khusus HP yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Non Departemen,
Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing,
dan perwakilan badan internasional diberikan untuk jangka waktu yang tidak
ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.
2. HP atas tanah Hak Milik berjangka waktu paling lama 25 tahun, tidak ada
perpanjangan waktu. Namun, atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan
pemegang HP dapat diperbarui dengan pemberian HP baru dengan akta yang
dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan pada kantor BPN setempat.
untuk permohonan penerbitan hak silahkan bermohon ke negara dalam hal ini
Kantor Pertanahan
BALAS
Pak, saya mau tanya mengenai Serikat Hak Milik Sementara. Apakah masih berlaku
setikat tersebut? Apakah ada undang2 yang mengaturnya?
BALAS
BALAS
Pak saya mau nanya, hak atas tanah yang diatur di luar UUPA atau bisa dibilang diatur
dalam UU selain UUPA itu apa saja ya?
BALAS
Saya mau tanya,apakah ahli waris berhak atas sebidang tanah yang dikuasai oleh adik ayah
saya,sementara tanah tersebut dibeli oleh Kakek saya dan dibuat atas nama adik ayah
saya.apakah ahli waris masih ada hak dalam warisan tersebut,sementara uang untuk
membeli tanah tersebut dari hasil penjualan tanah kakek saya.terima kasih,mohon
informasi nya pak
BALAS
Ada Kasus okupasi tanah bekas HGU, posisi Kasusnya si mantan pemegang HGU sebagai
pemenang perkara secara dejure adalah yang berhak, tetapi ketika dia akan memperbaharui
haknya tanahnya sudah dikuasai masyarakat. Sikap BPN memberikan Hak kepada
masyarakat yang benar-benar menguasai secara sik ...ini bertentangan dengan hak prioritas
mantan pemegang HGU/Pihak yang dimenangkan dalam perkara tetapi obyeknya sudah
jatuh ke Negara;
BALAS
Alexius Hartono 28 Oktober 2018 07.08
ada sebagian daerah yang mengharuskan ada Pelepasan hak dari bekas pemegang HGU
apabila akan dimohon oleh pihak lain ada yang tidak pakai pelepasan hak, pelepasan hak
sebatas kebijakan sehingga belum ada regulasi belum/tidak baku di semua daerah bias
debatebel sehingga pemegang HGU bisa dibenarkan untuk menolak membuat akta/surat
pelepasan hak…apakah sikap Pemerintah (BPN) memberikan hak kepada pihak lain di atas
tanah bekas HGU tanpa adanya pelepasan hak itu dibenarkan smentara bekas pemegang
HGU masih mempunyai Hak Prioritas (masih ada hak untuk mengajukan pembaharuan
HGU)
BALAS
BALAS
POSTINGAN POPULER
Juli 17, 2011
KUNJUNGI PROFIL
Blog Archive
Label
Laporkan
Penyalahgunaan