HUKUM ADAT
Disusun Oleh :
Ahmad Hefrizal Andriansyah (2000874201195)
Niko Apriyaldi (2000874201074)
Wendi Yudha Fermana (2000874201218)
UNIVERSITAS BATANGHARI
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai referensi. Tak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan judul makalah
yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya, sehingga
menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2
2.1. Sistem Kekerabatan........................................................................................................2
2.2. Persekutuan Hukum........................................................................................................2
2.3. Persekutuan-persekutuan Hukum...................................................................................3
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................5
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN
1. Tata susunan yang tetap, yaitu terdiri atas beberapa rumah atau “jurai”, selanjutnya jurai ini terdiri dari
beberapa nenek dengan anak-anaknya.
2. Pengurus sendiri, yaitu yang diketuai oleh seorang penghulu andiko, sedangkai jurai dikepalai oleh
seorang tungganai atau mamak-kepula waris.
3. Harta pusaka sendiri yang diurus oleh penghulu andiko.
2.3. Persekutuan-persekutuan Hukum
1. Hukum Teritorial
Adalah kelompok dimana anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya karena
merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan Bersama di tempat yang sama. Persekutuan hukum ini dibagi
menjadi 3 bagian, yakni:
a. Persekutuan desa
Yakni dimana segolongan orang terikat pada suatu tempat kediaman yang meliputi
perkampungan-perkampungan agak jauh dari pusat kediaman tadi, dan dimana pemimpin atau
pejabat-pejabat pimpinan pergaulan hidup itu tinggal
b. Persekutuan daerah
Yakni kesatuan dari beberapa tempat kediaman yang masing-masing tempat kediaman ini
mempunyai pimpinan-pimpinan sendiri yang sejenis dan sederajat, tapi tempat kediaman itu
merupakan bagian dari satu kesatuan yang meliputi bagian-bagian tadi dimana kesatuan yang
lebih besar mempunyai hak ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang terletak anatara
tanah-tanah kediaman tadi. Contoh: Kuria di Tapanuli, yang merupakan kesatuan dari bagian-
bagiannya yang disebut Huta dan tiap Huta mempunyai pimpinannya sendiri.
c. Perserikatan desa-desa
Yakni gabungan dari Persekutuan desa, dimana mereka melakukan pemufakatan untuk
melakukan Kerjasama demi kepentingan Bersama, untuk melakukan keperluan Bersama
diadakan suatu badan pengurus yang terdiri dari pengurus-pengurus Persekutuan desa. Contoh:
Subak di Bali.
2. Hukum Genealogis
Adalah Persekutuan hukum dimana dasar pengikat utama anggota-anggota kelompok adalah
persamaan keturunan. Secara sistematis dapat terbagi menjadi 2 bagian ditambah 1 bentuk khusus, yaitu:
a. Masyarakat unilateral
Adalah Masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu
pihak yaitu dari pihak ayah saja.
b. Masyarakat bilateral
Pada Masyarakat ini, anggota-anggota persekutuannya menarik garis keturunan melalui
orang tua (parental). Masyarakat yang tersusun secara parental bentuk perkawinannya bebas,
artinya tidak terikat pada keharusan eksogami maupun endogami. Masyarakat bilateral terdiri
dari:
1) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada kesatuan rumah tangga (gezins). Titik berat
dari Masyarakat itu terletak pada rumah tangga. Contoh: Masyarakat yang berada di Jawa,
Madura.
2) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-rumpun (tribe). Titik berat dari
Masyarakat ini terletak pada rumpun. Contoh: orang-orang Dayak di Kalimantan.
3) Masyarakat altenerend (berganti-ganti) adalah Masyarakat dimana garis keturunan seorang,
ditarik berganti-ganti sesuai dengan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Berarti bila perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya dilakukan menurut hukum
keibuan, atau juga disebut kawin semendo, maka anak yang lahir dari perkawinan ini
menarik garis keturunan dari pihak ibu, dan bila perkawinan yang dilakukan oleh salah
seorang anak menurut hukum kebapaan atau disebut kawin jujur, maka anak yang
dilahirkan dari perkawinan ini menarik garis keturunan dari pihak ayah.
3. Hukum Genealogis-Teritorial
Adalah Persekutuan hukum dimana baik factor genealogis maupun territorial menjadi dasar
pengikat antara anggota-anggota kelompok.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga hal ini
mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia
akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah
kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman,
tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu
aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat
berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-
istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma,
hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki
sanksi riil yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati
oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hariss, Nur Fauzia. 2020. Hand-Out Hukum Adat.Batanghari Universitas. Jambi
Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat