Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MAKALAH

HUKUM ADAT

Dosen Pengampu : Nurfauziah, S.H., M.H.

Disusun Oleh :
Ahmad Hefrizal Andriansyah (2000874201195)
Niko Apriyaldi (2000874201074)
Wendi Yudha Fermana (2000874201218)

UNIVERSITAS BATANGHARI
FAKULTAS HUKUM
JURUSAN ILMU HUKUM
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas karunia, hidayah, dan nikmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini. Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Hukum Adat.
Makalah ini ditulis oleh penulis yang bersumber dari Buku dan Jurnal sebagai referensi. Tak
lupa kami ucapkan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
diselesaikannya makalah ini.
Penulis berharap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.
Makalah ini secara fisik dan substansinya diusahakan relevan dengan pengangkatan judul makalah
yang ada, Keterbatasan waktu dan kesempatan sehingga makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan yang tentunya masih perlu perbaikan dan penyempurnaan maka penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju ke arah yang lebih baik.
Demikian makalah ini, semoga dapat bermanfaat bagi penulis dan yang membacanya, sehingga
menambah wawasan dan pengetahuan tentang bab ini. Amin.

Jambi, Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................................2
2.1. Sistem Kekerabatan........................................................................................................2
2.2. Persekutuan Hukum........................................................................................................2
2.3. Persekutuan-persekutuan Hukum...................................................................................3
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................5
3.1. Kesimpulan.....................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Hukum Adat, jika kita mendengar kata itu yang terlintas di fikiran kita mungkin adalah suatu
Corak kedaerahan yang begitu kental didalamnya. Karena sifatnya yang tidak tertulis, majemuk antara
lingkungan masyarakat satu dengan lainnya, maka sangat perlu dikaji perkembangannya. Pemahaman
ini akan diketahui apakah hukum adat masih hidup , apakah sudah berubah, dan ke arah mana
perubahan itu.
Di era Modern ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam
lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti Jepang, India,
dan Tiongkok. Hukum adat adalah hukum asli bangsa Indonesia. Sumbernya adalah peraturan-
peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran
hukum masyarakatnya. Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh kembang, maka
hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis. Selain itu dikenal pula masyarakat
hukum adat yaitu sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama
suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan
Ada banyak istilah yang dipakai untuk menamai hukum lokal: hukum tradisional, hukum adat,
hukum asli, hukum rakyat, dan khusus di Indonesia – hukum “adat“.[1]Bagaimana tempat dan
bagaimana perkembangannya hukum adat dalam masyarakat tergantung kesadaran, paradigma hukum,
politik hukum dan pemahaman para pengembannya- politisi, hakim, pengacara, birokrat dan
masyarakat itu sendiri

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian Sistem Kekerabatan?
2. Apa pengertian Persekutuan Hukum?
3. Apa sajakah Persekutuan Hukum?

1.3. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan kami menulis makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Waris,
selain itu juga untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita semua tentang hukum waris di
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Kekerabatan


Sistem kekerabatan yang dianut dalam Masyarakat adat di Indonesia didasari oleh factor genealogis,
yakni suatu kesatuan hukum yang para anggotanya terikat sebagai satu kesatuan karena Persekutuan hukum
tersebut merasa berasal dari moyang yang sama. Dapat disimpulkan bahwa system kekerabatan dipengaruhi
oleh garis keturunan yang menurunkan/ diikuti oleh kesatuan hukum adat tersebut. System kekerabatan yang
ada di Masyarakat hukum adat di Indonesia dibagi menjadi:
1) Sistem kekerabatan unilateral merupakan system kekerabatan yang anggota-anggotanya menarik garis
keturunan hanya dari satu pihak saja yakni pihak ayah (I) atau ibu (O), system kekerabatan unilateral ini
dapat dibagi menjadi 2, yaitu :
a. System kekerabatan Matrilineal merupakan system kekerabatan yang anggota-anggotanya menarik
garis keturunan hanya dari pihak ibu saja terus menerus keatas karena ada kepercayaan bahwa
mereka semua berasal dari seorang ibu(O) asal. Missal: Masyarakat Minangkabau, Kerinci,
Semendo dan Lampung Paminggir.
b. System kekerabatan Patrilineal merupakan system kekerabatan yang anggota-anggotanya menarik
garis keturunan hanya dari pihak laki-laki/ayah saja terus menerus keatas karena ada kepercayaan
bahwa mereka semua berasal dari seorang ayah(I) asal. Missal: Masyarakat Alas, Pulau Buru,
Pulau Seram, Lampung Pepadun, Bali dan Lombok.
2) Masyarakat Bilateral/ Parental merupakan system kekerabatan yang anggota-anggotanya menarik garis
keturunan baik melalui ayah(I) maupun ibu(O).

2.2. Persekutuan Hukum


Persekutuan hukum adalah sekelompok orang-orang yang terikat sebagai satu kesatuan dalam suatu
susunan yang teratur yang bersifat abadi dan memiliki pimpinan serta kekayaan baik berwujud ataupun tidak
berwujud dan mendiami atau hidup diatas suatu wilayah tertentu. Dengan kata lain, Persekutuan hukum
merupakan kesatuan-kesatuan yang mempunyai tata susunan yang teratur dan kekal. Menurut Van Vollenhoven,
Persekutuan hukum adalah kesatuan Masyarakat yang hidup dengan diatur oleh suatu perangkat norma yang
telah ditentukan Bersama kesatuan Masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Contoh-contoh Persekutuan
hukum: famili di Minangkabau disebut Persekutuan hukum karena:

1. Tata susunan yang tetap, yaitu terdiri atas beberapa rumah atau “jurai”, selanjutnya jurai ini terdiri dari
beberapa nenek dengan anak-anaknya.
2. Pengurus sendiri, yaitu yang diketuai oleh seorang penghulu andiko, sedangkai jurai dikepalai oleh
seorang tungganai atau mamak-kepula waris.
3. Harta pusaka sendiri yang diurus oleh penghulu andiko.
2.3. Persekutuan-persekutuan Hukum
1. Hukum Teritorial
Adalah kelompok dimana anggota-anggotanya merasa terikat satu dengan yang lainnya karena
merasa dilahirkan dan menjalani kehidupan Bersama di tempat yang sama. Persekutuan hukum ini dibagi
menjadi 3 bagian, yakni:
a. Persekutuan desa
Yakni dimana segolongan orang terikat pada suatu tempat kediaman yang meliputi
perkampungan-perkampungan agak jauh dari pusat kediaman tadi, dan dimana pemimpin atau
pejabat-pejabat pimpinan pergaulan hidup itu tinggal
b. Persekutuan daerah
Yakni kesatuan dari beberapa tempat kediaman yang masing-masing tempat kediaman ini
mempunyai pimpinan-pimpinan sendiri yang sejenis dan sederajat, tapi tempat kediaman itu
merupakan bagian dari satu kesatuan yang meliputi bagian-bagian tadi dimana kesatuan yang
lebih besar mempunyai hak ulayat, terhadap tanah yang belum dibuka yang terletak anatara
tanah-tanah kediaman tadi. Contoh: Kuria di Tapanuli, yang merupakan kesatuan dari bagian-
bagiannya yang disebut Huta dan tiap Huta mempunyai pimpinannya sendiri.
c. Perserikatan desa-desa
Yakni gabungan dari Persekutuan desa, dimana mereka melakukan pemufakatan untuk
melakukan Kerjasama demi kepentingan Bersama, untuk melakukan keperluan Bersama
diadakan suatu badan pengurus yang terdiri dari pengurus-pengurus Persekutuan desa. Contoh:
Subak di Bali.

2. Hukum Genealogis
Adalah Persekutuan hukum dimana dasar pengikat utama anggota-anggota kelompok adalah
persamaan keturunan. Secara sistematis dapat terbagi menjadi 2 bagian ditambah 1 bentuk khusus, yaitu:
a. Masyarakat unilateral
Adalah Masyarakat dimana anggota-anggotanya menarik garis keturunan hanya dari satu
pihak yaitu dari pihak ayah saja.
b. Masyarakat bilateral
Pada Masyarakat ini, anggota-anggota persekutuannya menarik garis keturunan melalui
orang tua (parental). Masyarakat yang tersusun secara parental bentuk perkawinannya bebas,
artinya tidak terikat pada keharusan eksogami maupun endogami. Masyarakat bilateral terdiri
dari:
1) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada kesatuan rumah tangga (gezins). Titik berat
dari Masyarakat itu terletak pada rumah tangga. Contoh: Masyarakat yang berada di Jawa,
Madura.
2) Masyarakat bilateral yang bersendikan pada rumpun-rumpun (tribe). Titik berat dari
Masyarakat ini terletak pada rumpun. Contoh: orang-orang Dayak di Kalimantan.
3) Masyarakat altenerend (berganti-ganti) adalah Masyarakat dimana garis keturunan seorang,
ditarik berganti-ganti sesuai dengan bentuk perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya.
Berarti bila perkawinan yang dilakukan oleh orang tuanya dilakukan menurut hukum
keibuan, atau juga disebut kawin semendo, maka anak yang lahir dari perkawinan ini
menarik garis keturunan dari pihak ibu, dan bila perkawinan yang dilakukan oleh salah
seorang anak menurut hukum kebapaan atau disebut kawin jujur, maka anak yang
dilahirkan dari perkawinan ini menarik garis keturunan dari pihak ayah.

3. Hukum Genealogis-Teritorial
Adalah Persekutuan hukum dimana baik factor genealogis maupun territorial menjadi dasar
pengikat antara anggota-anggota kelompok.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Sejak awal manusia diciptakan telah dikarunia akal, pikiran dan prilaku yang ketiga hal ini
mendorong timbulnya “kebiasaan pribadi “, dan apabila kebiasaan ini ditiru oleh orang lain, maka ia
akan menjadi kebiasaan orang itu dan seterusnya sampai kebiaasaan itu menjadi adat, jadi adat adalah
kebiasaan masyarakat yang harus dilaksanakan oleh masyarakat yang bersangkutan.
Adat sering dipandang sebagai sebuah tradisi sehingga terkesan sangat lokal, ketinggalan jaman,
tidak sesuai dengan ajaran agama dan lain-lainnya. Hal ini dapat dimaklumi karena “adat” adalah suatu
aturan tanpa adanya sanksi riil (hukuman) di masyarakat kecuali menyangkut soal dosa adat yang erat
berkaitan dengan soal-soal pantangan untuk dilakukan (tabu dan kualat). Terlebih lagi muncul istilah-
istilah adat budaya, adat istiadat, dll.
Hukum Adat adalah wujud gagasan kebudayaan yang terdiri atas nilai-nilai budaya, norma,
hukum, dan aturan-aturan yang satu dengan lainnya berkaitan menjadi suatu sistem dan memiliki
sanksi riil yang sangat kuat, yang sebagian besar tidak tertulis, tetapi senantiasa ditaati dan dihormati
oleh rakyat, karena mempunyai sanksi atau akibat tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

H.A.M. Effendy. 1994. Pengantar Tata Hukum Indonesia. Mahdi Offset.

Abdul Hariss, Nur Fauzia. 2020. Hand-Out Hukum Adat.Batanghari Universitas. Jambi

Id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat

Anda mungkin juga menyukai