“Negara Kekeluargaan”
Disusun Oleh :
2019/2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan
terdapat kesalahan & kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Penulis
1 | PPKN
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI....................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN..............................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................3
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN................................................................................4
A. Kesimpulan...........................................................................................20
B. Saran.....................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................21
2 | PPKN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Negara Kekeluargaan ?
2. Bagaimana Penentuan Negara Kekeluargaan ?
3. Apa saja Persoalan Negara Kekeluargaan ?
4. Apa Hak dan Kewajiban Warga Negara ?
5. Apa saja Ketentuan Per UU mengenai WNI ?
C. Tujuan Penulisan
3 | PPKN
BAB II
PEMBAHASAAN
Dalam negara kekeluargaan, rakyat dan pemimpin itu satu, dan kesatuan itu
dipahami dari perspektif kosmologi Jawa. Soepomo mengklaim "Semangat
kebatinan, struktur kerohanian dari bangsa Indonesia bersifat dan bercita-cita
penentuan hidup, persatuan kawulo dan gusti, yaitu persatuan antara dunia luar dan
dunia batin, antara makrokosmos dan mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpinnya.
1
a b c Caldwell, Wilbur W. American Narcissism: the Myth of National Superiority. 2006, page 22-4
4 | PPKN
Istilah integralisme dicetuskan oleh wartawan Prancis, Charles Maurras. Konsep
nasionalismenya bersifat iliberal dan anti-internasionalis serta mengutamakan
kepentingan negara di atas individu dan umat manusia pada umumnya
Negara ini lahir tidaklah semudah membalikkan tangan. Negara ini lahir dengan
adanya rasa kecintaan tanah air yang tumbuh dari para Founding Father.
Sehingga pada saat pembentukan dasar Negara maka Soepomo berkesempatan untuk
menyampaikan pemikiraanya dalam memberikan rumusan dasar Negara yang
sekarang ini disebut dengan pancasila. Pemikiran soepomo ini pun
membawa beberapa nilai yang disebut nilai negara kekeluargaan:
Pada saat itu terdapat lima hal yang dibawa oleh soepomo untuk menciptakan
suatu dasar Negara yang disebutnya dengan Negara Integralistik yang dinilai lebih
sesuai dengan semangat kekeluargaan. Sehingga melahirkan lima pokok pikiran yang
terdiri atas berikut :
2
http://syahrula58.blogspot.com/2011/10/konsep-negara-integralistik.html
5 | PPKN
1. Paham Negara Persatuan yang mana Negara Indonesia merupakan
Negaradengan banyak golongan maka diharpakan dengan totalitas
danintergralitas mampu menyatukan semua golongan yang ada.
2. Warga Negara hendaknya tunduk kepada Tuhan supaya ingat kepadaTuhan
sesuai dengan kepercayaan setiap golongannya.
3. Sistem Badan Permusyawaratan.
4. Ekonomi Negara bersifat Kekeluargaan
5. Hubungan antar bangsa bersifat Asia Timur Raya.
Hal ini yang mampu di tonjolkan dalam pemikiran Soepomo yaitu ada hak asasi
manusia tanpa adanya diskriminasi. Ini lah yang menjadi keunggulan dari konsep
Negara integralistik. Namun di balik segala kelebihan yang dimiki oleh konsep
Negara integralistik ini ada kekurangan yang mengikutinya karena ternyata pemikiran
atas konsep Negara integralistik ini mengacu pada suatu Negara yang berideologikan
fasisme. Sehingga menimbulkan ada pendapat bahwa apa yang dibawa oleh Soepomo
akan konsepsi Negara integralistik sesuai dengan nilai-nilai dasar serta masyarakat
Indonesia. Namun dikarenakan adanya implikasi atas ideology yang sebelumnya
merujuk fasisme maka akan melahirkan suatu kewenangan yang otoriter didalam
suatu pemerintahan.
6 | PPKN
Ini lah yang kemudian menjadi banyak perdebatan didalamnya baik perdebatan
antara Soepomo degan Soekarnmo, Moh.Yamin dan Hatta akan ideology yang
dibawa oleh Indonesia. 3 Hal ini membuat suatu pengaruh pada orde pemerintahan di
Indonesia sehingga membuat para akademisi mengungkapkan bahwa konsep negara
integralistik memang memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada negara,
khususnya kepala negara dalam kehidupan kenegaraan dan pemerintahan Indonesia.
Ternyata apa yang dibawa oleh Soepomo ini jauh menjadi lebih dominan dalam
pembahasan ideologi yang dibawakan oleh setiap tokoh yang akan menyampaikan
rumusan dasar Negara. Pemikiran Soepomo ini ternyata sejalan dengan apa yang
dibawakan oleh Soekarno pada saat itu yang ternyata mengacu pada nilai –nilai
gotong royong dan kekeluargaan. Dikarenkannya dominansi yang kuat atas ideology
yang dibawakan oleh Soepomo ini berimplikasi pada system pemerintahan
selanjutnya. Dalam melakukan penilaian terhadap konsepsi Negara integralis perlu
diperhatikan bahwa saat itu Soepomo memberikan masukan ini dikarenakan adanya
suatu kecintaan terhadap Negara agar tidak dijajah oleh Negara lain sesuai dengan
pemikiran Hegel dan Spinoza4.
3
http://rumahdiskusi.wordpress.com/2011/12/19/konsep-negarara-integralistik-mr-soepomo/
4
http://anomalisemesta.blogspot.com/2008/03/prof-dr-mr-soepomo.html
7 | PPKN
B. Penentuan Negara Kekeluargaan
Tetapi sebagai sebuah gagasan, NI hanya muncul sekali, sesudah itu mati
setidaknya sejak 1945 sampai 1967 sebagaimana dicatat Marsillam. Musababnya,
Sukarno terlalu besar untuk “diajari” hal ihwal menyangkut dasar-dasar negara.
Gagasan-gagasan politik Sukarno terlanjur lebih anti-imprealisme, anti-liberalisme,
dan anti-individualisme serta lebih aktif dan maju. Lihat saja Pancasila, Gotong
Royong, Berdikari, atau Manipol-USDEK (Manfesto Politik, UUD 1945, Sosialisme
Indonesia, Demokokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Nasional),
kesemuanya merupakan gagasan yang lebih hidup dibanding Negara Integralistik
yang terkesan pasif, tidak hidup, tidak berkembang, tidak akan berjalan dengan baik
dan tidak aktif.5
5
https://serbukindonesia.org/pub/pandangan-negara-integrali
8 | PPKN
Sebagaimana dikatakan Marsillam sendiri, gagasan Negara Integralistik baru
kembali dihidupkan setelah Sukarno lengser dan digantikan oleh rezim yang
menyebut dirinya Orde Baru. Jika pada rezim sebelumnya NI hanya muncul sekali
dan tak pernah berhasil setidaknya sekedar untuk diperdebatkan, di zaman Orde
BaruNI bahkan dioperasionalisasikan. Padangan NI oleh negara Orde Baru digunakan
sebagai pembenar atas praktek bernegara yang cenderung otoriter. Dalam kaitan
inilah hubungan negara Orde Baru dengan gagasan Negara Kekeluargaan Integralistik
kira-kira, Marsillam Simanjuntak, melalui bukunya berjudul Pandangan Negara
Integralistik.
Ketika hendak mengakhiri uraiannya tentang ketiga ide untuk dasar negara
Indonesia, Soepomo bertanya kepada para peserta sidang: “Sekarang tuan-tuan akan
Membangun Negara Indonesia atas aliran pikiran mana?” 6Tentu saja itu hanyalah
satu pertanyaan retoris semata, karena ia sudah menyiapkan jawaban dalam uraiannya
selanjutnya. Soepomo mencoba meyakinkan para hadirin bahwa negara yang
merupakan kesatuan masyarakat organis, yang tersusun secara integral, di mana
negara bertujuan menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai kesatuan,
adalah konsep yang hendaknya menjadi pilihan bersama.
6
Ibid., hal.33
9 | PPKN
Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli
menjadi penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini.
Mereka berdua menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan
Yamin mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut
mereka ide itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan. Argumentasi Hatta
dan Yamin ini akhirnya melahirkan “kompromi” yang hasilnya bisa kita simak dari
pasal 28 UUD 1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat,
berkumpul dan menyatakan pendapat. Kendati kadarnya masih minimal, kompromi
itu menjadi pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga
negara. 7
Konsep negara integralistik mendapat kritikan tajam dari beberapa pakar hukum
tata negara. Para pengkritik tersebut di antaranya adalah J. H. A. Logemann, Ismail
Suny, Yusril Ihza Mahendra dan Marsilam Simanjuntak. Kritik-kritik mereka
terutama berkisar pada pidato Soepomo di sidang BPUPKI. Para akademisi ini
mengungkapkan bahwa konsep negara integralistik memang memberikan kekuasaan
yang sangat besar kepada negara, khususnya kepala negara dalam kehidupan
kenegaraan dan pemerintahan Indonesia8.
7
Ibid., hal. 264-277, Bdk.,Taufik Rahzen, Integralisme Soepomo, dalam
8
Bdk.,Taufik Rahzen, Integralisme Soepomo, dalamhttp://jurnalrepublik.blogspot.com/2007/05/integralisme-soepomo.html
10 | PPKN
3. Pendapat J.H.A. Logemann
Kritik Logemann yang paling penting adalah ketika ia melihat bahwa dalam
pidato Soepomo tidak disinggung tentang kedaulatan rakyat. Logemann menyatakan
bahwa rupanya dalam konstruksi ini, kehendak rakyat tidak memerlukan jaminan
khusus maupun organ khusus. Dengan demikian, menurut Logemann sudah jelas
bahwa pemimpin negara yang bertugas memelihara keselarasan (de harmonie)
memperoleh kedudukan yang paling kuat. Dengan begitu maka sikap otorianisme dan
totalitarianisme akan berkembang.9
10
Marsillam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik. Sumber, Unsur, dan Riwatnya dalam Persiapan UUD 1945, 1994,
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, hal. 93
12 | PPKN
Kritiknya diawali dengan mengetengahkan pendapat bahwa acuan yang lebih
tepat untuk memahami pemikiran Soepomo adalah pidatonya tanggal 16 Juli 1945,
bukan pidatonya tanggal 31 Mei 1945. Dalam pidato terakhirnya ini, Soepomo
menunjukkan suatu kompromi yang sangat longgar dengan cara menampung berbagai
pikiran yang dilontarkan oleh para tokoh dalam sidang-sidang BPUPKI sebelumnya.
Menurut Mahendra, uraian awal Soepomo dalam pidato tanggal 16 Juli 1945
memang masih mengandung jiwa pidatonya yang tertanggal 31 Mei 1945, walau ia
tidak lagi menggunakan istilah “integralistik.” Akan tetapi, dalam uraian-uraian
berikutnya, Soepomo sudah bersikap akomodatif dan kompromistis terhadap aspirasi
dan pendapat dari golongan lain. Menurut Mahendra, Soepomo telah bersifat
akomodatif dengan ide kedaulatan rakyat yang tidak disinggungnya dalam pidato
tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengatakan, “Oleh karena itu, sistem negara yang
nanti akan terbentuk dalam undang-undang dasar haruslah berdasarkan kedaulatan
rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.”
13 | PPKN
C. Hak dan Kewajiban Warga Negara
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang mestinya kita
terima atau bisa dikatakan sebagai hal yang selalu kita lakukan dan orang lain tidak
boleh merampasnya entah secara paksa atau tidak. Dalam hal kewarganegaraan, hak
ini berarti warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak, jaminan
keamanan, perlindungan hukum dan lain sebagainya.
Kewajiban adalah suatu hal yang wajib kita lakukan demi mendapatkan hak atau
wewenang kita. Bisa jadi kewajiban merupakan hal yang harus kita lakukan karena
sudah mendapatkan hak. Tergantung situasinya. Sebagai warga negara kita wajib
melaksanakan peran sebagai warga negara sesuai kemampuan masing-masing supaya
mendapatkan hak kita sebagai warga negara yang baik.
14 | PPKN
Hak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya (pasal 28C ayat
1).
Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif
(pasal 28C ayat 2).
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum (pasal 28D ayat 1).
Hak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak
dalam hubungan kerja (pasal 28D ayat 2).
Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (pasal 28D ayat 3).
Hak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya (pasal 28E ayat 1).
Hak memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak kembali (pasal 28E ayat 1).
Hak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya (pasal 28E ayat 2).
Hak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (pasal 28E
ayat 3).
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya (pasal 28F).
Hak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia
(pasal 28F).
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta
benda yang di bawah kekuasaannya (pasal 28G ayat 1).
Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau
tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi (pasal 28G ayat 1).
15 | PPKN
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat
martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain (pasal
28G ayat 2).
Hak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat (pasal 28H ayat 1).
Hak memperoleh pelayanan kesehatan (pasal 28H ayat 1).
Hak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan
dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan (pasal 28H ayat
2).
Hak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh
sebagai manusia yang bermartabat (pasal 28H ayat 3).
Hak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
secara sewenang-wenang oleh siapapun (pasal 28H ayat 4).11
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan
hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai
pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang
berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun (pasal 28I ayat 1).
Hak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan
berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu (pasal 28I ayat 2).
Hak untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu (pasal 29 ayat 2).
Hak ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1).
Hak mendapat pendidikan (pasal 31 ayat 1).
11
https://www.zonareferensi.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
16 | PPKN
Kewajiaban Warga Negara
Wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan asas persamaan kedudukan
dengan tidak ada kecualinya (pasal 27 ayat 1).
Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara (pasal 27 ayat 3).
Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (pasal 28J ayat 1).
Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan
maksud menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang
lain (pasal 28J ayat2).
Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara (pasal 30 ayat 1).
Wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (pasal 31
ayat 2).12
12
https://www.eduspensa.id/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
17 | PPKN
1. Sifat non-discriminatif yaitu status kewarganegaraan Indonesia seseorang
tidak lagi ditentukan berdasarkan ras, keturunan, suku bangsa, agama dsb, tetapi
ditentukan berdasarkan aturan hukum.
2. Memberi kewarganegaraan terbatas kepada:
o Anak WNI yang lahir dari suatu perkawinan campuran.
o Anak WNI yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara sah oleh
WNA berdasarkan penetapan pengadilan.
o Anak dari pasangan WNI yang lahir di negara yang menganut asas ius
soli.
o Anak WNI yang lahir di luar perkawinan yang sah dan diakui oleh
ayahnya yang WNA.
3. Memberi kesempatan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia
kepada anak-anak yang lahir dari suatu perkawinan campuran yang lahir
sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang
Kewarganegaraan RI yang belum berusia 18 tahun dan belum kawin.
4. Persamaan di depan hukum bagi perempuan dan laki-laki untuk mengajukan
pewarganegaraan.
5. Kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau istri yang terikat perkawinan
yang sah tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari istri atau
suami. Kehilangan kewarganegaraan Indonesia bagi seorang ayah atau ibu tidak
dengan sendirinya berlaku terhadap anaknya.13
14
Peraturan Peraturan Hukum Tentang Kewarganegaraan
19 | PPKN
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
20 | PPKN
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Integralisme
https://www.academia.edu/3600553/Soepomo_dan_negara_integralistik
https://nasional.sindonews.com/read/1451139/12/prabowo-masuk-barisan-jokowi-
indonesia-jadi-model-negara-kekeluargaan-1571732400
http://jodisantoso.blogspot.com/2011/08/negara-kekeluargaan-soepomo-vs-hatta.html
https://www.zonareferensi.com/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
https://www.eduspensa.id/hak-dan-kewajiban-warga-negara/
https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732
https://serbukindonesia.org/pub/pandangan-negara-integralistik/
https://indoprogress.com/2014/02/politik-kekeluargaan-dan-kekuasaan-yang-
berpusat-pada-tubuh/
http://consular.indonesia-ottawa.org/indonesia-citizens/kewarganegaraan/undang-
undang-peraturan-kewarganegaraan/
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_kewarganegaraan_2006.htm
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_kewarganegaraan_1958.htm
http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/05/perdebatan-paham-
integralistik.html
21 | PPKN