Anda di halaman 1dari 44

1.

Apa itu manusia

Pengertian Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang


lain, oleh karena itu manusia senantiasa membutuhkan interaksi dengan manusia
yang lain.
*Seorang Antropologi Indonesia yaitu Koentjaraningrat menyatakan bahwa
masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat istiadat tertentu yang bersifat terus menerus, dan yang terikat oleh
suatu rasa identitas bersama. Pandangan yang dikemukakan oleh
Koentjaraningrat tersebut menegaskan bahwa di dalam masyarakat terdapat
berbagai komponen yang saling berinteraksi secara terus menerus sesuai dengan
sistem nilai dan sistem norma yang di anutnya. Interaksi antar komponen
tersebut dapat terjadi antara individu dengna individu, antara lain individu
dengan kelompok, maupun antara kelompok dengan kelompok

Hubungan Manusia dan Masyarakat


Secara naluri bahwa manusia adalah makhuk yang mempunyai keinginan untuk hidup
bermasyarakat, artinya setiap manusia punya keinginan untuk berkumpul dan mengadakan
hubungan antara sesamanya. Di mana ada masyarakat di sana ada hukum (Ubi societas Ibi
Ius) demikianlah ungkapan Cicero kira-kira 2.000 tahun yang lalu.[1] Ungkapan yang sama
juga pernah disebutkan oleh L. J. Van Apeldoorn, dalam versi lain ia menyatakan : “Recht is
er over de gehele wereld, overal, waar een samenleving vanmensen is” (hukum terdapat di
dalam setiap masyarakat manusia, betapapun sederhananya masyarakat tersebut).[2] Sesuai
dengan ungkapan Cicero dan L. J. Van Apeldoorn tersebut, seiring dengan kondisi sosial
yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat yang ada.
Kumpulan atau persatuan manusia yang saling mengadakan hubungan satu sama lain itu
dinamakan “masyarakat”. Jadi masyarakat terbentuk apabila dua orang atau lebih hidup
bersama, sehingga dalam pergaulan hidup mereka timbul berbagai hubungan atau pertalian
yang mengakibatkan mereka saling mengenal dan saling mempengaruhi

Bagaimanapun sederhananya dan moderennya masyarakat tersebut, sangat signifikan


adanya norma,[3] maka norma tetap sebagai suatu yang mutlak harus ada pada masyarakat.
Untuk itu, norma hukum maupun norma lainnya dalam masyarakat tujuannya untuk
keseimbangan, keserasian dan kesejahteraan hubungan-hubungan manusia dam
masyarakat.

Selanjutnya, sebagaimana telah dijelaskan lebih dahulu bahwa, masyarakat kota Medan
yang multi etnis tentu mempunyai corak dan karaktersitik yang bermacam-macam. Hal
tersebut merupakan sebuah bukti bahwa kondisi itu erat kaitannya dengan kondisi
masyarakat yang pada pada umumnya utamanya, perantau sehingga memilih motif masing-
masing, sesuai dengan karakter dan keadaannya.

Misalnya orang Minangkabau merantau ke Deli di samping berdagang, mereka juga


membawa pembaharuan, sesuai dengan kondisi dan kebiasaan yang mereka anut. Perantau
Minangkabau mayorotas adalah untuk memperkaya dan memperkuat alam Minangkabau.
Sementara perantau dari etnis Batak cenderung menonjolkan sukunya dengan marga-
marganya yang begitu khas.
Dari etnis-etnis yang ada di Kota Medan, para perantau biasanya utamanya perantau
Minangkabau dan Mandailing (Batak) menganggap diri mereka lebih berpendidikan
dibandingkan Tuan Rumah orang Melayu. Minang menolak berasimilasi dengan budaya
Melayu Muslim, begutu juga dengan kelompok Mandailing (Batak) secara formal telah
mengasimilasikan diri ke dalam budaya Melayu Muslim walau hanya dipermukaan; seperti
memakai bahasa Melayu, menaggalkan nama-nama atau merga Batak mereka dan akhirnya
mereka mengaku berbangsa Melayu.

Sementara orang Minagkabau menolak praktek-praktek keislaman yang dilaksanakan oleh


etnis Melayu. Sebaliknya, mereka dengan menggunakan organisasi reformis Islamiyah
sendiri, menentang legitimasi konsep Islam masyarakat Melayu. Tetapi hal yang sangat
signifikan untuk diperhatikan adalah, kelompok etnik melayu, sebagai tuan rumah (host
population) tidak memiliki kekuatan sosio-demokrafik menjadikan dirinya menjadi populasi
tuan rumah yang dominan seperti etnik sunda di bandung, karena etnis Melayu bukan etnis
mayorotas di kota Medan.

Disebabkan adanya multi etnis di kota Medan meyebabkan adanya berbagai varaian sifat
dan budaya yang mempunyai eksistensi tersendiri. Disebabkan adanya kepluralistikan etnis
tersebut, tentunya punya perbedaan serta persamaan. Meskipun ada sekilas adanya
persamaan, tetapi masing-masing mempuanyai ciri khusus, hal ini disebabkan adanya
perbedaan wilayah, bahasa, dan adat. istiadat yang berbeda-beda. Terlebih-lebih setiap
kelompok masyarakat ini tidak merasa tergabung antara satu dengan yang lain, sesuai
dengan sentimen diri mereka.

Sedangkan menurut Kuncoro Ningrat, dalam karyanya yang berjudul, Antropologi Sosial,
menyebutkan bahwa untuk membedakan komunitas yang satu dengan yang lainnya selain
berdasarkan kenyataan perbedaan yang ada, lebih ditentukan oleh sentimen persatuan
masing-masing kelompok atau komunitas.[4]

Kemudian, untuk menindak lanjuti dari pendapat Kuncoro Ningrat di atas, dalam hal ini
sangat penting untuk membicarakan tentang pola hubungan masyarakat, sebab sangat
terkait dengan apa yang disebut interkasi sosial. Interaksi tersebut merupakan faktor utama
dalam kehidupan masyarakat, bentuk umum proses sosial adalah interaksi sosial (yang juga
dapat dinamakan proses sosial), oleh karena interaksi sosial merupakan syarat utama
terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. interkasi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, anatar
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Berlangsungnya suatu interaksi didasrakan pada berbagai faktor, antara lain faktor imitasi,
sugesti, identifikasi dan simpati. Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri
secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Bila ditinjau secara lebih dalam maka
faktor imitasi misalnya, mempunyai peran yang sangat penting dalam proses interkasi
sosial.

PENGERTIAN DAN HUBUNGAN HUKUM DENGAN MASYARAKAT


Friday, 30 July 2010 01:39 | Written by Administrator | | |
Hukum merupakan peraturan-peraturan, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis, yang pada dasarnya berlaku dan diakui orang sebagai peraturan yang harus
ditaati dalam kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat ialah sekelompok orang tertentu yang mendiami suatu daerah atau
wilayah tertentu dan tunduk pada peratran hukum tertentu pula.
Hubungan antara hukum dan masyarakat sangat erat dan tak mungkin dapat
diceraipisahkan antara satu sama lain, menginga bahwa dasar hubungan tersebut
terletak dalam kenyataan-kenyataan berikut ini.

a. Hukum adalah pengatur kehidupan masyarakat.


Kehidupan masyarakat tidak mungkin bisa teratur kalau tidak ada hukum.
b. Masyarakat merupakan wadah atau tempat bagi berlakunya suatu hukum. Tidak
mungkin ada atau berlakunya suatu hukum kalau masyarakatnya tidak ada.
Jadi, dari kedua pernyataan di atas ini sudah dapat dibuktikan, dimana ada hukum di
situ pasti ada masyarakat dan demikian pula sebaliknya, dimana dad masyarakat
disitu tentu ada hukumnya.
c. Disamping itu, tak dapat disangkal adanya kenyataan bahwa hukum juga
merupakan salah satu sarana utama bagi manusia melalui masyarakat di mana ia
menjadi warga atau anggotanya, untuk memenuhi segala keperluan pokok hidupnya
dalam keadaan yang sebaik dan sewajar mungkin, mengingat hukum itu pada
hakikatnya:
1). Memberikan perlindungan (proteksi) atas hak-hak setiap orang secara wajar,
disamping juga menetapkan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhinya
sehubungan dengan haknya tersebut.
2). Memberikan juga pembatasan (restriksi) atas hak-hak seseorang pada batas
yang maksimal agar tidak mengganggu atau merugikan hak orang lain, disamping
juga menetapkan batas-batas minimal kewajiban yang harus dipenuhinya demi
wajarnya hak orang lain.
Jadi, jelaslah bahwa huum itu bukan hanya menjamin keamanan dan kebebasan,
tatapi juga ketertiban dan keadilan bagi setiap orang dalam berusaha untuk
memenuhi segala keperluan hidupnya dengan wajar dan layak.
Last Updated (Sunday, 01 August 2010 04:42)
Sumber : http://www.pendekarhukum .com
Faktor-faktor yang mempngaruhi berlakunya hukum dalam masyarakat, sehingga
hukum tersebut berlaku efektif atau tidak. berikut hal-hal yang mempengaruhi
berlakunya hukum dalam masyarakat :
1. Kaidah Hukum
didalam teori-teori ilmu hukum, dapat dibedakan antara tiga macam hal mengenai
berlakunya hukum sebagai kaidah, hal itu diungkapkan sebagai berikut :
 kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah
yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
 kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif. artinya,
kaidah dimaksud dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak
diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku karena
adanya pengakuan dari masyarakat;
 kaidah hukum berlaku secara filosofis, sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif
yang tertinggi.
2. Penegak Hukum
Penegak hukum atau orang bertugas menerapkan hukum mencakup ruang lingkup
yang sangat luas. sebab, menyangkut petugas pada strata atas, menengah dan
bawah. artinya, dalam melaksanakan tugas-tugas penerapan hukum, petugas
seharusnya harus memiliki suatu pedoman diantaranya peraturan tertulis tertentu
yang menyangkut ruang lingkup tugas-tugasnya.
3. Sarana/ Fasilitas
Fasilitas/sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu aturan tertentu. ruang
lingkup sarana dimaksud, terutama sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor
pendukung. misalnya, bila tidak ada kertas dan karbon yang cukup serta mesin tik
yang cukup baik, bagaimana tugas dapat membuat berita acara mengenai suatu
kejahatan. bagaimana polisi dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi
dengan kendaraan dan alat-alat komunikasi yang proporsional. kalau peralatan yang
dimaksud sudah ada, maka faktor-faktor pemeliharaannya juga sangat penting.
4. Warga Masyarakat
salah satu faktor yang mengefektifkan suatu peraturan adalah warga masyarakat.
warga masyarakat dimaksud, adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan
perundang-undangan, derajat kepatuhan. secara sederhana dapat dikatakan, bahwa
derajat kepatuhan masyrakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.
Diterbitkan di: 14 Juli, 2010

Sumber: http://id.shvoong.com/law-and-politics/law/2024369-faktor-faktor-yang-
mempengaruhi-fungsi/#ixzz1JjEbTbne

“Akses pada keadilan merupakan hal yang patut bagi sebuah Negara demokrasi seperti
Indonesia, dan pencapaian tujuan tersebut tidak hanya melalui reformasi sistem hukum
peradilan formal tapi juga termasuk pemberdayaan hukum bagi perempuan dan masyarakat
miskin” demikian ungkapan Hirsch Ballin, Menteri Keadilan Belanda dalam pidato
singkatnya di depan para kader hukum, pendamping lapangan program pemberdayaan hukum
perempuan (Women Legal Empowerment – WLE), paralegal dan fasilitator posko program
pemberdayaan hukum masyarakat (Revitalization of Legal Aid – RLA) bersama masyarakat
se-Jawa Barat dan warga sekitar Desa Sukanagalih beserta jajaran pemerintah Cianjur yang
dipimpin wakil Bupati Cianjur, DR.Dadang Sufianto, Rabu 25 Februari 2009 yang lalu.
Harapan Hirsch Ballin tidaklah berlebihan, mayoritas penerima manfaat program
pemberdayaan hukum perempuan (WLE) dan pemberdayaan hukum Berbasis Masyarakat
(RLA) yang di sponsori oleh Justice for the Poor, Bank Dunia dengan dukungan pemerintah
Belanda mengamini hal tersebut. Imas, salah satu penerima manfaat program
WLE misalnya mengungkapkan bahwa sejak dirinya terlibat dalam program WLE, selain
membangun kepercayaan diri dirinya selaku korban Kekerasan dalam Rumah Tangga
(KDRT), bersama dengan kelompok Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) lainnya, Imas
kini memiliki akses dan pengetahuan yang memadai mengenai tata cara berperkara di
pengadilan agama.“Kini saya bisa membantu ibu-ibu lain yang mengalami hal yang sama
untuk maju ke pengadilan agama” ujarnya di depan rombongan menteri keadilan belanda
yang sebelumnya telah berkunjung ke Diklat Mahkamah Agung di Ciawi.
Keinginan para perempuan kepala keluarga (PEKKA) untuk memiliki akses yang lebih luas
pada keadilan, kini di dukung penuh oleh Pemda Kabupaten Cianjur dengan memfasilitasi
Multi Stakeholder Forum (MSF) yang merupakan perwakilan Pengadilan agama, Pemerintah
Kabupaten Cianjur dan Instansi terkait, untuk mempermudah akses para perempuan
khususnya maupun masyarakat kelompok miskin dalam mengakses keadilan. Bahkan,
pemerintah Kabupaten Cianjur telah mengambil inisiatif untuk mengembangkan wilayah
program WLE tersebut ke kecamatan lain dengan pembiayaan yang sepenuhnya ditanggung
oleh pemerintah Kabupaten Cianjur sendiri.
Sri, salah seorang Fasiltator menyatakan
bahwa sejak keberadaan posko bantuan
hukum di daerah Cibinong, Bogor, para
buruh telah mampu melakukan advokasi
mandiri atas kasus-kasus yang mereka
alami.
Hal yang sama dirasakan oleh para penerima manfaat dan para Fasilitator Posko (Fasko)
Bantuan Hukum berbasis masyarakat (RLA) dari sektor buruh. Sri,salah seorang
Fasko menyatakan bahwa sejak keberadaan posko bantuan hukum di daerah industry
Cibinong, Bogor, para buruh telah mampu melakukan advokasi mandiri atas kasus-kasus
yang mereka alami. Akesibilitas posko yang tepat berada di komunitas buruh sendiri,
pendidikan dan pelatihan hukum dan advokasi yang disediakan oleh program RLA, serta
pendampingan oleh pengacarayang mendampingi mereka, tidak saja berhasil membangun
kesadaran para buruh atas hak-hak mereka tapi juga kemampuan untuk melakukan advokasi,
terlibat dalam legislasi perburuhan di level lokal, bahkan memunculkan keberanian para
buruh untuk mengambil posisi dalam Pemilihan legislative mendatang.“Saya sendiri bahkan
mencalonkan diri untuk menjadi caleg bagi DPRD Bogor” ucap Sri Mantap.
Dukungan dari Menteri Keadilan Belanda dan keyakinan yang besar dari para penerima
manfaat program WLE dan RLA bahwa program ini harus lebih diperluas, mendapat respon
yang sangat baik dari perwakilan pemerintah yang juga hadir dalam kunjungan
tersebut. Direktur HAM dan hukum Bappenas, Diani Sadia Wati menyatakan bahwa
pihaknya bersama dengan elemen masyarakat terkait tengah menggodok strategi nasional
akses pada keadilan (stranas akses pada keadilan).“Strategi ini akan menjadi bahan bagi
pemerintah dan legislatif dalam menyusun Rencana Pembanunan Jangka Menengah
(RPJM)” ungkapnya sewaktu menutup acara kunjungan Menteri keadilan belanda
tersebut.“Strategi ini bukan hanya menyasar reformasi sektor peradilan semata namun juga
mencakup keharusan melakukan pemberdayaan hukum bagi perempuan dan masyarakat
miskin” katanya lagi. Hal ini diamini oleh H.Ballin.“Kita tidak akan pernah bisa berhenti
dan kita akan selau berada di garis depan agar semua masyarakat, siapapun dia bisa
memperoleh keadilan” tutup sang menteri seiring dengan iringan angklung yang
mengantarnya kembali ke Jakarta.
Hokum merubah masyarakat
Hukum mungkin dipergunakan sebagai suatu alat oleh agent of change atau pelopor
perubahan adalah seseorang atau kelompok orang yang mendapatkan kepercayaan
dari masyarakat sebagai pemimpin satu atau lebih lembaga-lembaga
kemasyarakatan. Suatu perubahan social yang dikehendaki atau direncanakan,
selalu berada di bawah pengendalian serta pengawasan pelopor perubahan
tersebut. Cara-cara untuk mempengaruhi masyarakat dengan system yang teratur
dan direncanakan terlebih dahulu, dinamakan social engineering atau social
planning. Hokum mepunyai pengaruh langsung atau pengaruh yang tidak langsung
di dalam mendorong terjadinya perubahan social. Misalnya, suatu peraturan yang
menentukan system pendidikan tertentu bagi warga Negara mepunyai pengaruh
secara tidak langsung yang sangat penting bagi terjadinya perubahan-perubahan
social.
Di dalam berbagai hal, hokum mempunyai pengaruh yang langsung terhadap
lembaga-lembaga kemasyarakatan yang artinya adalah bahwa terdapat hubungan
yang langsung antara hokum dengan perubahan-perubahan social. Suatu kaidah
hokum yang menetapkan bahwa janda dan anak-anak tanpa memperhatikan
jenisnya dapat menjadi ahliwaris mempunyai pengaruh langsung terhadapat
terjadinya perubahan-perubahan social, sebab tujuan utamanya adalah untuk
mengubah pola-pola perikelakuan dan hubungan-hubungan antara warga
masyarakat.
Pengalaman-pengalaman di Negara-negara lain dapat membuktikan bahwa hokum,
sebagiamana halnya dengan bidang-bidang kehidupan lainnya dipergunakan
sebagai alat untuk mengadakan perubahan social. Misalnya di Tunisia, maka sejak
diperlakukannya Code of Personal Status pada tahun 1957, seorang wanita yang
telah dewasa, mempunyai kemampuan hokum untuk menikah tanpa harus di
dampingi oleh seorang wali.
Kiranya dapat dikatakan bahwa kaidah-kaidah hokum sebagai alat untuk mengubah
masyarakat mempunyai peranan penting terutama dalam perubahan-perubahan
yang dikehendaki atau perubahan-perubahan yang direncanakan. Dengan
perubahan-perubahan yang dikehendaki dan direncanakan dimaksudkan sebagai
suatu perubahan yang dikehendaki dan direncanakan oleh warga masyarakat yang
berperan sebagai pelopor masyarakat. Dan dalam masyarakat yang sudah
kompleks di mana birokrasi memegang peranan penting tindakan-tindakan social,
mau tak mau harus mempunyai dasar hokum untuk sahnya. Oleh sebab itu, apabila
pemerintah ingin membentuk badan-badan yang berfungsi untuk mengubah
masyarakat (secara Terencana), maka hokum diperlukan untuk membentuk badan
tadi serta untuk menentukan dan membatasi kekuasaannya. Dalam hal ini kaidah
hokum mendorong terjadinya perubahan-perubahan social dengan membentuk
badan-badan yang secara langsung berpengaruh terhadap perkembangan-
perkembangan di bidang-bidang social, ekonomi, dan politik.
• Hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan.
Sebagai social engineering, hokum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk
mengubah perikelakuan warga masayrakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah
di tetapkan sebelumnya. Kalau hokum merupakan sarana yang dipilih untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu, maka prosesnya tidak hanya berhenti pada
pemilihan hokum sebagai sarana saja. Selain pengetahuan yang manatap tentang
sifat hakikat hokum, juga perlu diketahui adalah batas-batas di dalam penggunaan
hokum sebagai sarana (untuk mengubah ataupun mengatur perikelakuan warga
masyarakat).
Suatu contoh misalnya, perihal komunikasi hokum. Kiranya sudah jelas, supaya
hokum benar-benar dapat mempengaruhi perikelakuan warga masyarakat, maka
hokum tadi harus disebarkan seluas mungkin sehingga melembaga dalam
masyarakat. Adanya alat-alat komunikasi tertentu, merupakan salah satu syarakat
bagi penyebaran serta pelembagaan hokum. Komunikasi hokum dapat dilakukan
secara formal, yaitu melalui suatu tata cara yang terorganisasikan dengan resmi. Di
samping itu, ada juga tata cara informal yang tidak resmi sifatnya. Inilah yang
merupakan salah satu batas di dalam penggunaan hokum sebagai sarana pengubah
dan pengatur perikelakuan. Ini lah yang dinamakan difusi.
Masyarakat terdiri dari pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok, yang di dalam
kehidupannya berkaitan secara langsung dengan penentuan pilihan terhadap apa
yang ada di dalam lingkungan sekitarnya. Pilihan-pilihan yang dapat dilakukan,
dibatasi oleh suatu kerangkan tertentu. Artinya, kalau dia sampai melampaui batas-
batas yang ada, maka mungkin dia menderita; sebaliknya, kalau dia tetap berada di
dalam batas-batas tertentu, maka dia akan mendapat imbalan-imbalan tertentu pula.
Apakah yang akan dipilih oleh pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok, tergantung
pada factor-faktor fisik, psikologis, dan social. Di dalam suatu masyarakat di mana
interaksi social menjadi intinya, maka perikelakuan yang diharapkan dari pihak-pihak
lain, merupakan hal yang sangat menentukan. Akan tetapi, walaupun manusia selalu
memilih, ada kecenderungan bahwa dia mengadakan pilihan-pilihan yang sama,
secara berulang-ulang atau teratur. Hal ini disebabkan oleh karena manusia pribadi
tadi menduduki posisi-posisi tertentu dalam masyarakat dan peranannya pada posisi
tersebut ditentukan oleh kaidah-kaidah tertentu. Selain daripada itu, peranannya
huga tergantung dan ditentukan oleh berperannya pihak-pihak lain di dalam
posisinya masing-masing. Selanjutnya, hal itu juga dibatasi oleh pihak-pihak yang
mengawasi dan memberikan reaksi terhadap peranannya, maupun kemampuan
serta kepribadian manusia. Pribadi-pribadi yang memilih, melakukan hal itu, oleh
karena dia percaya bahwa dia menghayati perikelakuan yang diharapkan dari pihak-
pihak lain, dan bagaimana reaksi pihak-pihak lain terhadap perikelakuannya. Oleh
karena itu, untuk menjelaskan mengapa seseorang menentukan pilihan-pilihan
tertentu, maka harus pula dipertimbangkan anggapan-anggapan tentang apa yang
harus dilakukannya atau tidak harus dilakukan maupun anggapan tentang yang
harus dilakukan oleh lingkungannya. Inilah yang merupakan struktur normative yang
terdapat pada diri pribadi manusia, yang sekaligus merupakan potensi di dalam
dirinya, untuk dapat mengubah perikelakuannya, melaui perubahan-perubahan
terencana di dalam wujud penggunaan kaidah-kaidah hokum sebagai sarana.
Dengan demikian, maka pokok di dalam proses purabahan perikelakuan melaui
kaidah-kaidah hokum adalah konsepsi-konsepsi tentang kaidah, peranan dan
sarana maupun cara untuk mengusahakan adanya konformitas.
Pribadi yang mempunyai peranan dinamakan pemegang peranan (role occupant)
dan perikelakuannya adalah berperannya pemegang peranan tadi, dapat sesuai
atau mungkin berlawanan dengan yang ditentukan di dalam kaidah-kaidah.
Konsepsi sosiologis tersebut mungkin akan lebih jelas bagi kalangan hokum, apabila
diterjemahkan ke dalam bahasa hokum. Pemegang peranan adalah subyek hokum,
sedangkan peranan merupakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berkaitan
dengan kepentingan hokum.

Pengertian Hukum

Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan
untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah
terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian
hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh
pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau
ketetapan/ ketentuan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur
kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.

Kembali ke Menu Pembahasan ↑

Pengertian Hukum Menurut Para Ahli


1. Pengertian Hukum Menurut Plato

Hukum ialah seperangkat peraturan-peraturan yang tersusun secara baik serta teratur
yang sifatnya mengikat hakim dan masyarakat.

2. Pengertian Hukum Menurut Borst

Hukum yaitu keseluruhan tentang peraturan bagi setiap perbuatan manusia dalam
kehidupan masyarakat. Dimana pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan tujuan
untuk memperoleh keadilan.

3. Pengertian Hukum Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja

Hukum merupakan keseluruhan kaidah dan seluruh asas yang mengatur pergaulan
hidup bermasyarakat dan mempunyai tujuan untuk memelihara ketertiban dan
meliputi berbagai lembaga dan proses untuk dapat mewujudkan berlakunya kaidah
sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.

4. Pengertian Hukum Menurut Achmad Ali

Hukum adalah seperangkat norma tentang sesuatu yang benar dan salah, yang dibuat
serta diakui eksistensinya oleh pemerintah, baik dalam bentuk aturan tertulis ataupun
tidak, terikat serta sesuai dengan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh, dan
dengan sanksi bagi yang melanggar norma tersebut.

Hubungan antara Manusia dengan Hukum


15 OKTOBER 2015 EVHHALEN1 KOMENTAR

I. Pendahuluan
Kaedah hukum merupakan salah satu bagian dari kaedah sosial, selain kaedah
kepercayaan/ keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata krama (Sudikno
Mertokusumo. 2007 : 5). Kaedah sosial timbul manakala manusia berhubungan dengan
manusia lainnya. Kenyataannya manusia hidup di dunia ini tidaklah hidup sendiri, namun
hidup bersama-sama manusia lainnya. Dalam menjalani kehidupannya manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, misal kebutuhan mencari makan, mempertahankan
hidupnya, melanjutkan keturunan dan lain-lain. Guna memenuhi kebutuhannya manusia
kadang-kadang tidak bisa memenuhinya seorang diri, namun harus bekerja sama dengan
manusia lainnnya. Oleh karenanya manusia hidup membutuhkan manusia lainnya. Dalam
kehidupan ini kadangkala manusia bersaing dengan manusia lainnya dalam memenuhi
kebutuhannya. Persaingan antar manusia kadangkala menimbulkan konflik yang berpotensi
merugikan manusia itu sendiri. Guna melindungi agar kebutuhan-kebutuhanya sama-sama
terlindungi maka munculah kaedah sosial antara manusia-manusia tersebut.

Kaedah sosial pada hakekatnya merupakan perilaku atau sikap yang seyogyanya
dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang
dianjurkan untuk dijalankan. Dengan kaedah sosial ini hendak dicegah gangguan-gangguan
kepentingan manusia, akan dapat dihindarkan bentrokan antar kepentingan, akan diharapkan
terlindunginya kepentingan-kepentingan manusia (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 4).

Kaedah hukum memiliki keunikan dibandingkan kaedah sosial lainnya. Kaedah hukum
memiliki sanksi yang dapat dipaksakan oleh masyarakat melalui Penguasa yang berwenang,
sehingga (dirasa) lebih menjamin perlindungan bagi kepentingan manusia.

II. Tinjauan Umum tentang Manusia


Manusia adalah salah satu dari sekian banyaknya mahluk hidup di dunia ini. Bila kita
bandingkan tubuh manusia dengan tubuh hewan tingkat tinggi lainnya, maka tubuh manusia
tergolong lemah. Misalnya apabila kita bandingkan dengan gajah, harimau, burung dan buaya.
Gajah dapat mengangkat balok yang berat, harimau dapat berjalan cepat, burung dapat terbang
dan buaya dapat berenang dengan cepat. Namun rohani manusia yaitu akal budi dan
kemauannya sangat kuat sehingga dengan kedua modal tersebut, manusia manusia dapat
mengangkat barang puluhan ton, berlari dengan mobil lebih cepat, bergerak lebih cepat dengan
kapal, terbang dengan pesawat supersonik, dan sebagainya (Maskoeri Jasin. 2002 : 2).

REPORT THIS AD

Manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan kelestarian hidup dan sifatnya tetap
sepanjang jaman, tetapi di sisi lain manusia juga mempunyai akal budi sehingga rasa ingin tahu
itu tidak tetap sepanjang zaman. Manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Rasa
ingin tahu manusia tidak pernah dapat dipuaskan. Apabila suatu masalah dapat dipecahkan,
akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya. Manusia bertanya terus setelah tahu
“apa”, maka ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa”. Manusia mampu menggunakan
pengetahuan yang telah lama diperoleh untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru
menjadi pengetahuan yang lebih baru lagi. Hal-hal tersebut berlangsung selama berabad-abad
sehingga terjadi akumulasi pengetahuan (Maskoeri Jasin. 2002 : 3).

Dengan pengetahuan-pengetahuannya tersebut, manusia bisa membangun rumah,


membuat aneka masakan, menciptakan beragam jenis pakaian, membuat alat transportasi,
sarana komunikasi dan lain-lain. Binatang pun bisa membuat rumah dan mencari makan, akan
tetapi, rumah dan makanan suatu jenis binatang tidak pernah berubah dan berkembang. Rumah/
sarang burung dari dulu sampai sekarang tetap saja wujudnya, tidak ada pembaharuan dan
peningkatan. Sedangkan manusia dengan kemampuan akal budinya bisa memperbaharui dan
mengembangkan sesuatu untuk kepentingan hidup. Hal tersebut menunjukan bahwa
kemampuan berpikir manusia dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah hidup
yang dihadapinya. Dengan akalnya, manusia mampu menciptakan, mengkreasikan,
memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan sesuatu
yang ada untuk kepentingan hidup manusia (Herimanto dan Winarno. 2008 : 19).

Kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Secara umum, kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,
kebutuhan yang bersifat kebendaan/ sarana-prasarana atau ragawi atau jasmani/ biologis.
Contohnya adalah makan, minum, bernapas, istirahat, dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang
bersifat rohani atau mental atau psikologis. Contohnya adalah kasih sayang, pujian, perasaan
aman, kebebasan, dan lain sebagainya (Herimanto dan Winarno. 2008 : 19).

Abraham Maslow, seorang ahli psikologi, berpendapat bahwa kebutuhan manusia


dalam hidup dibagi mejadi lima tingkatan. Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis/ physiological needs. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, primer,
dan vital. Kebutuhan ini menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia,
seperti kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, sembuh dari sakit, kebutuhan seks
dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan/ safety and security. Kebutuhan ini menyangkut
perasaan, seperti bebas dari rasa takut, terlindungi dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan sebagainya.
3. Kebutuhan sosial/ social needs. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai,
diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerja sama,
persahabatan, interaksi dan sebagainya.
4. Kebutuhan akan penghargaan/ esteem needs. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dihargainya
kemampuan, kedudukan, jabatan, status, pangkat, dan sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri/ self actualization. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk
memaksimalkan penggunaan potensi-potensi, kemampuan, bakat, kreatifitas, ekspresi diri,
prestasi dan sebagainya.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia pertama-tama diawali dari kebutuhan fisiologis atau
yang paling mendesak, kemudian secara bertahap beralih ke kebutuhan tingkat diatasnya
sampai tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Beliau menjelaskan bahwa kita
tidak bisa memenuhi kebutuhan kita yang lebih tinggi kalau kebutuhan kita yang lebih rendah
belum terpenuhi. Itu berati kebutuhan akan aktualisasi diri/ self actualization (umumnya)
diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya.
Jadi kebutuhan manusia bertingkat dan membentuk hierarki (Herimanto dan Winarno. 2008 :
20-21).
III. Manusia sebagai Makhluk Individu
Pada hakikatnya manusia dapat dilihat sebagai makhluk pribadi, sedangkan di sisi lain
dipandang sebagai makhluk sosial. Hal itu dikatakan oleh Notonagoro yang menyatakan bahwa
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial merupakan sifat kodrat dari manusia. Frans
Magnis Suseno menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial
(Herimanto dan Winarno. 2008 : 40-41).

Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak dapat
dipisahkan antara jiwa dan raga. Kegiatan manusia tidak semata-mata digerakan oleh
jasmaninya, tetapi juga aspek rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa dan raganya
untuk berkegiatan dalam hidupnya. Dalam perkembangannya, manusia sebagai makhluk
individu tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga, tetapi akan menjadi pribadi yang khas
dengan corak kepribadiannya, termasuk kemampuan kecakapanya.
Dengan demikian, manusia sebagai individu merupakan pribadi yang terpisah, berbeda
dari pribadi lain. Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia sebagai perorangan yang
memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia sebagai individu adalah bersifat nyata, berbeda dengan
manusia lain dan sebagai pribadi dengan ciri khas tertentu yang berupaya merealisasikan
potensi dirinya. Setiap manusia berbeda satu sama lainnya, bahkan manusia yang dikatakan
kembar pun pasti memiliki perbedaan. Jadi, meskipun banyak persamaan hakiki antar individu,
tetap tidak ada dua individu yang sama.

Pada dasarnya, kegiatan atau aktifitas seseorang ditujukan untuk memenuhi


kepentingan diri dan kebutuhan diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka
aktivitas individu adalah untuk memenuhi kebutuhan baik jiwa, rohani, atau psikologis, serta
kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dalam rangka
menjalani kehidupannya (Herimanto dan Winarno. 2008 : 41-43).

IV. Manusia sebagai Makhluk Sosial


Manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Ia dalam
menjalani kehidupanya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya.
Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini karena
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhiya sendiri. Ia akan
bergabung dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan
bersama dengan individu lainnya.
Sejak manusia dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain terutama dalam
kebutuhan makan dan minum. Pada usia bayi, ia sudah menjalin hubungan terutama dengan
ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman, dan kata-kata. Pada usia empat tahun, ia mulai
berhubungan dengan teman-teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia selanjutnya,
ia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas. Manusia
hidup dalam lingkungan sosialnya. Manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah
manusia membutuhkan hidup dengan manusia lainnya. Esensinya, manusia memerlukan orang
lain atau hidup dalam kelompoknya.

Menurut Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya
bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat.
Karena sifatnya yang ingin selalu bergaul satu sama lainnya, maka manusia disebut makhluk
sosial. Manusia sebagai makhluk individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri,
namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Sebagai
individu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yag diinginkan dengan mudah tanpa
bantuan orang lain. Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat antara
lain karena adanya dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya
hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum, hasrat untuk membela diri, hasrat untuk
mengadakan keturunan.

Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia
lainnya. Ia tidak dapat merealisasikan potensinya hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan
membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya
(Herimanto dan Winarno. 2008 : 43-45).

V. Pengertian Hukum menurut Para Ahli


Pertanyaan awal yang sering ditanyakan oleh orang yang mempelajari ilmu hukum
ialah “Apakah yang dimaksud dengan hukum?”. Berkaitan dengan pertanyaan itu Penulis akan
memaparkan pendapat para ahli terlebih dahulu.
Menurut Bosrst, Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan
manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan
mendapatkan tata atau keadilan.

Menurut Van Kan, Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

Menurut W. Levensberger, Hukum pertama-tama merupakan pengaturan, khususnya


untuk pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat. Kemudian hukum itu merupakan
norma agenda yaitu peraturan untuk perbuatan manusia. Norma agenda adalah norma
perbuatan. kata agenda dari kata “agree” kemudian menjadi “agendum” yang berati
“perbuatan”.
Menurut Kantorowich, Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang
mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.

Menurut Meyers, Hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan


kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman
bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.

Dari definisi-definisi yang dibuat oleh para pakar hukum terlihat bahwa definisinya
berbeda-beda. Hal tersebut berati bahwa hukum memang sulit untuk didefinisikan. Secara
umum hukum dapat diberi definisi sebagai himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Jadi di dalam hukum
terkandung unsur-unsur yaitu Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, Tujuan
mengatur tata tertib kehidupan masyarakat, Mempunyai ciri memerintah dan melarang,
Bersifat memaksa agar ditaati (R. Soeroso. 1992 : 27-38).

VI. Hubungan antara Manusia dengan Hukum


Hukum adalah salah satu bagian dari kaedah sosial selain kaedah kepercayaan/
keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata karma. Hukum sebagai salah satu
kaedah sosial timbul manakala manusia berhubungan dengan manusia lainnya. Jadi andaikan
manusia hidup seorang diri di dunia ini, maka kemungkinan besar tidak akan muncul kaedah-
kaedah hukum seperti yang kita kenal saat ini. Apabila manusia hidup seorang diri di dunia ini
maka manusia tidak membutuhkan kaedah hukum.

Manusia hidup di dunia ini memiliki banyak kebutuhan. Apabila suatu kebutuhan sudah
dipenuhi, maka manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lainnya, begitu seterusnya.
Oleh karena sifat manusia itu, maka muncul anggapan bahwa manusia umumnya adalah
makhluk yang tidak pernah puas. Kebutuhan-kebutuhan tertentu bahkan harus dipenuhi
apabila manusia ingin tetap bertahan hidup.
Manusia hidup di dunia ini tidak hidup seorang diri, namun ia hidup bersama-sama
dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk individu, setiap manusia tersebut umumnya
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Apabila individu itu sudah memenuhi
suatu kebutuhan, maka akan timbul kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Misalnya, manusia
umumnya membutuhkan makanan agar tetap bertahan hidup. Bagi manusia yang
berpenghasilan rendah, makanan yang dibutuhkan masih sederhana. Mereka makan dengan
sayur mayur tanpa lauk pauk pun sudah merasa puas. Namun kalau penghasilannya meningkat
lagi, mereka akan berusaha makan dengan menu yang lebih baik, misal dengan tempe, daging,
susu, begitu seterusnya (Suyanto dan Nurhadi. 2004 : 5).

Kebutuhan manusia yang terus menerus berkembang dan harus dipenuhi tersebut,
lambat laun dapat menimbulkan permasalahan. Hal ini disebabkan karena alat pemenuhan
kebutuhan manusia terbatas persediaannya, sementara kebutuhan manusia umumnya tak
terbatas. Akibatnya individu dalam usaha memenuhi kebutuhannya kadangkala berhadapan
dengan individu lain yang juga sedang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Misal, A, B,
C dan D sama-sama hidup di suatu kawasan yang banyak terdapat bahan makanan. Baik A, B,
C maupun D sama-sama membutuhkan makanan guna mempertahankan hidupnya. Pada saat
masih banyak bahan makanan, baik A, B, C maupun D bisa sama-sama terpenuhi
kebutuhannya akan makanan. Namun lambat laun bahan makanan di tempat tersebut makin
berkurang, hal ini membuat A, B, C dan D menjadi lebih sering bersaing mendapatkan bahan
makanan agar dapat tetap bertahan hidup. Persaingan-persaingan antara A, B, C dan D tidak
jarang menimbulkan konflik yang merugikan pihak A, B, C maupun D.

Pengandaian tersebut hanya menggunakan empat orang (A, B, C dan D), bayangkan
jika dalam kasus tersebut terdapat jutaan atau bahkan miliyard orang, tentunya hal tersebut
dapat merugikan lebih banyak orang bukan ?. Padahal umumnya saling bekerja sama dan hidup
damai dirasa lebih menjamin pemenuhan kebutuhan antara manusia. Untuk mengatasi
ancaman antara individu, manusia hidup berkelompok dalam masyarakat. Dalam hubungan
manusia dalam masyarakat tersebut tidak jarang akan terjadi konflik atau bentrokan antar
sesama manusia dalam memenuhi kepentingannya (Seperti di contohkan dalam kasus A, B, C
dan D). Konflik kepentingan terjadi apabila dalam melaksanakan dan mengejar
kepentingannya seseorang merugikan orang lain (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 3).

Salah satu dari banyaknya kepentingan manusia adalah kepentingan akan rasa aman
dan perlindungan/ safety and security. Kebutuhan ini menyangkut perasaan, seperti bebas dari
rasa takut, terlindungi dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan,
perlakuan tidak adil, dan sebagainya. Manusia mengharapkan kepentingan rasa aman ini
dipenuhi, yaitu dengan cara dilindungi dari bahaya yang mengancam serta menyerang
kepentingan dirinya dan kehidupan bersama (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 3).
Manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya menciptakan kaedah -kaedah hukum
guna melindungi kepentingan-kepentingannya dari gangguan manusia lainnya. Hukum
merupakan bagian dari kaedah sosial yaitu kaedah tentang perilaku atau sikap yang seyogyanya
dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang
dianjurkan untuk dijalankan (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 4). Sebenarnya selain kaedah
hukum terdapat kaedah-kaedah sosial lain dalam masyarakat yaitu kaedah kepercayaan/
keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata karma. Namun ketiga kaedah sosial
itu (dirasa) belum mampu memuaskan kebutuhan manusia modern terhadap perasaan aman
dan perlindungan. Jadi diperlukan perlindungan kepentingan atau kaedah sosial lain yang
melindungi lebih lanjut secara lebih memuaskan kepentingan-kepentingan manusia yang sudah
mendapat perlindungan dari ketiga kaedah sosial itu dan juga melindungi kepentingan-
kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah-kaedah sosial
tersebut (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 10-11). Hal tersebut lah yang turut serta membidani
kelahiran kaedah hukum.

Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan
antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada
hak dan kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai
dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang dipihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa
kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 40-41).

Misalnya dalam ilustrasi antara A, B, C dan D diatas, Baik A, B, C maupun D harus


sama-sama menyadari bahwa masing-masing dari mereka memiliki kepentingan terhadap
bahan makanan dikawasan tersebut, agar tetap bertahan hidup. Namun A, B, C dan D tentunya
membutuhkan aturan main yang jelas berkaitan dengan pembagian jatah bahan makanan di
kawasan tersebut guna menghindari konflik kepentingan antara mereka. Akal dan pikiran
mereka kemudian menuntun mereka untuk merumuskan aturan-aturan yang berisi larangan
maupun keharusan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka terhadap bahan
makanan di kawasan tersebut. A dilarang memenuhi kepentingannya untuk makan dengan cara
merusak kawasan tersebut. Apabila A melanggar larangan tersebut maka B, C, dan D dapat
menjatuhkan sanksi hukuman untuk A. Larangan ini dimaksudkan agar A, B, C, dan D juga
dapat sama-sama memenuhi kepentingannya mendapatkan bahan makanan di kawasan
tersebut. Larangan tersebut juga berlaku untuk B, C, dan D. Jadi Apabila kita melihat ilustrasi
tersebut, maka akan sangat jelas bahwa kaedah hukum memiliki hubungan yang erat dengan
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

VII. Penutup
Kaedah hukum timbul karena manusia selain berkedudukan sebagai makhluk individu
disisi lain juga berkedudukan sebagai makhluk sosial. Hukum merupakan salah satu kaedah
sosial, yaitu kaedah tentang perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau yang
seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang dianjurkan untuk dijalankan.
Guna memenuhi salah satu kebutuhanya, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan/ safety and security, maka manusia mengkonsepksikan hukum sebagai aturan
main yang berfungsi melindungi kepentingan-kepentingannya dalam kehidupan sosialnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya hukum memiliki hubungan yang erat dengan
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karenanya memahami hukum tidak lengkap
rasanya tanpa memahami kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Terimakasih sudah membaca, Mohon maaf bila ada kesalahan, Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian, Saran yang membangun sangat dinantikan.

Hubungan antara Manusia dengan Hukum


15 OKTOBER 2015 EVHHALEN1 KOMENTAR

I. Pendahuluan
Kaedah hukum merupakan salah satu bagian dari kaedah sosial, selain kaedah
kepercayaan/ keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata krama (Sudikno
Mertokusumo. 2007 : 5). Kaedah sosial timbul manakala manusia berhubungan dengan
manusia lainnya. Kenyataannya manusia hidup di dunia ini tidaklah hidup sendiri, namun
hidup bersama-sama manusia lainnya. Dalam menjalani kehidupannya manusia memiliki
kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi, misal kebutuhan mencari makan, mempertahankan
hidupnya, melanjutkan keturunan dan lain-lain. Guna memenuhi kebutuhannya manusia
kadang-kadang tidak bisa memenuhinya seorang diri, namun harus bekerja sama dengan
manusia lainnnya. Oleh karenanya manusia hidup membutuhkan manusia lainnya. Dalam
kehidupan ini kadangkala manusia bersaing dengan manusia lainnya dalam memenuhi
kebutuhannya. Persaingan antar manusia kadangkala menimbulkan konflik yang berpotensi
merugikan manusia itu sendiri. Guna melindungi agar kebutuhan-kebutuhanya sama-sama
terlindungi maka munculah kaedah sosial antara manusia-manusia tersebut.

Kaedah sosial pada hakekatnya merupakan perilaku atau sikap yang seyogyanya
dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang
dianjurkan untuk dijalankan. Dengan kaedah sosial ini hendak dicegah gangguan-gangguan
kepentingan manusia, akan dapat dihindarkan bentrokan antar kepentingan, akan diharapkan
terlindunginya kepentingan-kepentingan manusia (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 4).

Kaedah hukum memiliki keunikan dibandingkan kaedah sosial lainnya. Kaedah hukum
memiliki sanksi yang dapat dipaksakan oleh masyarakat melalui Penguasa yang berwenang,
sehingga (dirasa) lebih menjamin perlindungan bagi kepentingan manusia.

II. Tinjauan Umum tentang Manusia


Manusia adalah salah satu dari sekian banyaknya mahluk hidup di dunia ini. Bila kita
bandingkan tubuh manusia dengan tubuh hewan tingkat tinggi lainnya, maka tubuh manusia
tergolong lemah. Misalnya apabila kita bandingkan dengan gajah, harimau, burung dan buaya.
Gajah dapat mengangkat balok yang berat, harimau dapat berjalan cepat, burung dapat terbang
dan buaya dapat berenang dengan cepat. Namun rohani manusia yaitu akal budi dan
kemauannya sangat kuat sehingga dengan kedua modal tersebut, manusia manusia dapat
mengangkat barang puluhan ton, berlari dengan mobil lebih cepat, bergerak lebih cepat dengan
kapal, terbang dengan pesawat supersonik, dan sebagainya (Maskoeri Jasin. 2002 : 2).

REPORT THIS AD

Manusia mempunyai naluri untuk mempertahankan kelestarian hidup dan sifatnya tetap
sepanjang jaman, tetapi di sisi lain manusia juga mempunyai akal budi sehingga rasa ingin tahu
itu tidak tetap sepanjang zaman. Manusia mempunyai rasa ingin tahu yang berkembang. Rasa
ingin tahu manusia tidak pernah dapat dipuaskan. Apabila suatu masalah dapat dipecahkan,
akan timbul masalah lain yang menunggu pemecahannya. Manusia bertanya terus setelah tahu
“apa”, maka ingin tahu “bagaimana” dan “mengapa”. Manusia mampu menggunakan
pengetahuan yang telah lama diperoleh untuk dikombinasikan dengan pengetahuan yang baru
menjadi pengetahuan yang lebih baru lagi. Hal-hal tersebut berlangsung selama berabad-abad
sehingga terjadi akumulasi pengetahuan (Maskoeri Jasin. 2002 : 3).

Dengan pengetahuan-pengetahuannya tersebut, manusia bisa membangun rumah,


membuat aneka masakan, menciptakan beragam jenis pakaian, membuat alat transportasi,
sarana komunikasi dan lain-lain. Binatang pun bisa membuat rumah dan mencari makan, akan
tetapi, rumah dan makanan suatu jenis binatang tidak pernah berubah dan berkembang. Rumah/
sarang burung dari dulu sampai sekarang tetap saja wujudnya, tidak ada pembaharuan dan
peningkatan. Sedangkan manusia dengan kemampuan akal budinya bisa memperbaharui dan
mengembangkan sesuatu untuk kepentingan hidup. Hal tersebut menunjukan bahwa
kemampuan berpikir manusia dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah hidup
yang dihadapinya. Dengan akalnya, manusia mampu menciptakan, mengkreasikan,
memperlakukan, memperbaharui, memperbaiki, mengembangkan, dan meningkatkan sesuatu
yang ada untuk kepentingan hidup manusia (Herimanto dan Winarno. 2008 : 19).

Kepentingan hidup manusia adalah dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Secara umum, kebutuhan manusia dalam kehidupan dapat dibedakan menjadi dua. Pertama,
kebutuhan yang bersifat kebendaan/ sarana-prasarana atau ragawi atau jasmani/ biologis.
Contohnya adalah makan, minum, bernapas, istirahat, dan seterusnya. Kedua, kebutuhan yang
bersifat rohani atau mental atau psikologis. Contohnya adalah kasih sayang, pujian, perasaan
aman, kebebasan, dan lain sebagainya (Herimanto dan Winarno. 2008 : 19).

Abraham Maslow, seorang ahli psikologi, berpendapat bahwa kebutuhan manusia


dalam hidup dibagi mejadi lima tingkatan. Kelima tingkatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kebutuhan fisiologis/ physiological needs. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan dasar, primer,
dan vital. Kebutuhan ini menyangkut fungsi-fungsi biologis dasar dari organisme manusia,
seperti kebutuhan akan makanan, pakaian, tempat tinggal, sembuh dari sakit, kebutuhan seks
dan sebagainya.
2. Kebutuhan akan rasa aman dan perlindungan/ safety and security. Kebutuhan ini menyangkut
perasaan, seperti bebas dari rasa takut, terlindungi dari bahaya dan ancaman penyakit, perang,
kemiskinan, kelaparan, perlakuan tidak adil, dan sebagainya.
3. Kebutuhan sosial/ social needs. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan dicintai,
diperhitungkan sebagai pribadi, diakui sebagai anggota kelompok, rasa setia kawan, kerja sama,
persahabatan, interaksi dan sebagainya.
4. Kebutuhan akan penghargaan/ esteem needs. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan dihargainya
kemampuan, kedudukan, jabatan, status, pangkat, dan sebagainya.
5. Kebutuhan akan aktualisasi diri/ self actualization. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan untuk
memaksimalkan penggunaan potensi-potensi, kemampuan, bakat, kreatifitas, ekspresi diri,
prestasi dan sebagainya.
Menurut Maslow, kebutuhan manusia pertama-tama diawali dari kebutuhan fisiologis atau
yang paling mendesak, kemudian secara bertahap beralih ke kebutuhan tingkat diatasnya
sampai tingkatan tertinggi, yaitu kebutuhan aktualisasi diri. Beliau menjelaskan bahwa kita
tidak bisa memenuhi kebutuhan kita yang lebih tinggi kalau kebutuhan kita yang lebih rendah
belum terpenuhi. Itu berati kebutuhan akan aktualisasi diri/ self actualization (umumnya)
diupayakan pemenuhannya kalau kita sudah memenuhi kebutuhan-kebutuhan sebelumnya.
Jadi kebutuhan manusia bertingkat dan membentuk hierarki (Herimanto dan Winarno. 2008 :
20-21).
III. Manusia sebagai Makhluk Individu
Pada hakikatnya manusia dapat dilihat sebagai makhluk pribadi, sedangkan di sisi lain
dipandang sebagai makhluk sosial. Hal itu dikatakan oleh Notonagoro yang menyatakan bahwa
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial merupakan sifat kodrat dari manusia. Frans
Magnis Suseno menyatakan bahwa manusia adalah individu yang secara hakiki bersifat sosial
(Herimanto dan Winarno. 2008 : 40-41).

Manusia lahir sebagai makhluk individual yang bermakna tidak terbagi atau tidak dapat
dipisahkan antara jiwa dan raga. Kegiatan manusia tidak semata-mata digerakan oleh
jasmaninya, tetapi juga aspek rohaninya. Manusia mengerahkan seluruh jiwa dan raganya
untuk berkegiatan dalam hidupnya. Dalam perkembangannya, manusia sebagai makhluk
individu tidak hanya bermakna kesatuan jiwa dan raga, tetapi akan menjadi pribadi yang khas
dengan corak kepribadiannya, termasuk kemampuan kecakapanya.

Dengan demikian, manusia sebagai individu merupakan pribadi yang terpisah, berbeda
dari pribadi lain. Manusia sebagai makhluk individu adalah manusia sebagai perorangan yang
memiliki sifat sendiri-sendiri. Manusia sebagai individu adalah bersifat nyata, berbeda dengan
manusia lain dan sebagai pribadi dengan ciri khas tertentu yang berupaya merealisasikan
potensi dirinya. Setiap manusia berbeda satu sama lainnya, bahkan manusia yang dikatakan
kembar pun pasti memiliki perbedaan. Jadi, meskipun banyak persamaan hakiki antar individu,
tetap tidak ada dua individu yang sama.

Pada dasarnya, kegiatan atau aktifitas seseorang ditujukan untuk memenuhi


kepentingan diri dan kebutuhan diri. Sebagai makhluk dengan kesatuan jiwa dan raga, maka
aktivitas individu adalah untuk memenuhi kebutuhan baik jiwa, rohani, atau psikologis, serta
kebutuhan jasmani atau biologis. Pemenuhan kebutuhan tersebut adalah dalam rangka
menjalani kehidupannya (Herimanto dan Winarno. 2008 : 41-43).

IV. Manusia sebagai Makhluk Sosial


Manusia sebagai makhluk individu ternyata tidak mampu hidup sendiri. Ia dalam
menjalani kehidupanya akan senantiasa bersama dan bergantung pada manusia lainnya.
Manusia saling membutuhkan dan harus bersosialisasi dengan manusia lainnya. Hal ini karena
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhiya sendiri. Ia akan
bergabung dengan manusia lain membentuk kelompok-kelompok dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dan tujuan hidup. Dalam hal ini, manusia sebagai individu memasuki kehidupan
bersama dengan individu lainnya.
Sejak manusia dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain terutama dalam
kebutuhan makan dan minum. Pada usia bayi, ia sudah menjalin hubungan terutama dengan
ayah dan ibu, dalam bentuk gerakan, senyuman, dan kata-kata. Pada usia empat tahun, ia mulai
berhubungan dengan teman-teman sebaya dan melakukan kontak sosial. Pada usia selanjutnya,
ia terikat dengan norma-norma pergaulan dengan lingkungan yang semakin luas. Manusia
hidup dalam lingkungan sosialnya. Manusia lahir dengan keterbatasan, dan secara naluriah
manusia membutuhkan hidup dengan manusia lainnya. Esensinya, manusia memerlukan orang
lain atau hidup dalam kelompoknya.

Menurut Aristoteles, seorang ahli filsafat Yunani kuno menyatakan dalam ajarannya
bahwa manusia itu sebagai makhluk, pada dasarnya selalu ingin bergaul dalam masyarakat.
Karena sifatnya yang ingin selalu bergaul satu sama lainnya, maka manusia disebut makhluk
sosial. Manusia sebagai makhluk individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri,
namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Sebagai
individu, manusia tidak dapat mencapai segala sesuatu yag diinginkan dengan mudah tanpa
bantuan orang lain. Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup bermasyarakat antara
lain karena adanya dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam naluri manusia, misalnya
hasrat untuk memenuhi keperluan makan dan minum, hasrat untuk membela diri, hasrat untuk
mengadakan keturunan.

Manusia sebagai makhluk sosial adalah manusia yang senantiasa hidup dengan manusia
lainnya. Ia tidak dapat merealisasikan potensinya hanya dengan dirinya sendiri. Manusia akan
membutuhkan manusia lain untuk hal tersebut, termasuk dalam mencukupi kebutuhannya
(Herimanto dan Winarno. 2008 : 43-45).

V. Pengertian Hukum menurut Para Ahli


Pertanyaan awal yang sering ditanyakan oleh orang yang mempelajari ilmu hukum
ialah “Apakah yang dimaksud dengan hukum?”. Berkaitan dengan pertanyaan itu Penulis akan
memaparkan pendapat para ahli terlebih dahulu.
Menurut Bosrst, Hukum ialah keseluruhan peraturan bagi kelakuan atau perbuatan
manusia di dalam masyarakat, yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dan bertujuan
mendapatkan tata atau keadilan.

Menurut Van Kan, Hukum adalah keseluruhan peraturan hidup yang bersifat memaksa
untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat.

Menurut W. Levensberger, Hukum pertama-tama merupakan pengaturan, khususnya


untuk pengaturan perbuatan manusia di dalam masyarakat. Kemudian hukum itu merupakan
norma agenda yaitu peraturan untuk perbuatan manusia. Norma agenda adalah norma
perbuatan. kata agenda dari kata “agree” kemudian menjadi “agendum” yang berati
“perbuatan”.
Menurut Kantorowich, Hukum adalah keseluruhan peraturan-peraturan sosial yang
mewajibkan perbuatan lahir yang mempunyai sifat keadilan serta dapat dibenarkan.

Menurut Meyers, Hukum adalah semua peraturan yang mengandung pertimbangan


kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan menjadi pedoman
bagi penguasa-penguasa Negara dalam melakukan tugasnya.

Dari definisi-definisi yang dibuat oleh para pakar hukum terlihat bahwa definisinya
berbeda-beda. Hal tersebut berati bahwa hukum memang sulit untuk didefinisikan. Secara
umum hukum dapat diberi definisi sebagai himpunan peraturan-peraturan yang dibuat oleh
yang berwenang, dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang
mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan
menjatuhkan sanksi hukuman bagi mereka yang melanggarnya. Jadi di dalam hukum
terkandung unsur-unsur yaitu Peraturan-peraturan yang dibuat oleh yang berwenang, Tujuan
mengatur tata tertib kehidupan masyarakat, Mempunyai ciri memerintah dan melarang,
Bersifat memaksa agar ditaati (R. Soeroso. 1992 : 27-38).

VI. Hubungan antara Manusia dengan Hukum


Hukum adalah salah satu bagian dari kaedah sosial selain kaedah kepercayaan/
keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata karma. Hukum sebagai salah satu
kaedah sosial timbul manakala manusia berhubungan dengan manusia lainnya. Jadi andaikan
manusia hidup seorang diri di dunia ini, maka kemungkinan besar tidak akan muncul kaedah-
kaedah hukum seperti yang kita kenal saat ini. Apabila manusia hidup seorang diri di dunia ini
maka manusia tidak membutuhkan kaedah hukum.

Manusia hidup di dunia ini memiliki banyak kebutuhan. Apabila suatu kebutuhan sudah
dipenuhi, maka manusia akan berusaha memenuhi kebutuhan yang lainnya, begitu seterusnya.
Oleh karena sifat manusia itu, maka muncul anggapan bahwa manusia umumnya adalah
makhluk yang tidak pernah puas. Kebutuhan-kebutuhan tertentu bahkan harus dipenuhi
apabila manusia ingin tetap bertahan hidup.

Manusia hidup di dunia ini tidak hidup seorang diri, namun ia hidup bersama-sama
dengan manusia lainnya. Sebagai makhluk individu, setiap manusia tersebut umumnya
memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi. Apabila individu itu sudah memenuhi
suatu kebutuhan, maka akan timbul kebutuhan lain yang harus dipenuhi. Misalnya, manusia
umumnya membutuhkan makanan agar tetap bertahan hidup. Bagi manusia yang
berpenghasilan rendah, makanan yang dibutuhkan masih sederhana. Mereka makan dengan
sayur mayur tanpa lauk pauk pun sudah merasa puas. Namun kalau penghasilannya meningkat
lagi, mereka akan berusaha makan dengan menu yang lebih baik, misal dengan tempe, daging,
susu, begitu seterusnya (Suyanto dan Nurhadi. 2004 : 5).

Kebutuhan manusia yang terus menerus berkembang dan harus dipenuhi tersebut,
lambat laun dapat menimbulkan permasalahan. Hal ini disebabkan karena alat pemenuhan
kebutuhan manusia terbatas persediaannya, sementara kebutuhan manusia umumnya tak
terbatas. Akibatnya individu dalam usaha memenuhi kebutuhannya kadangkala berhadapan
dengan individu lain yang juga sedang berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Misal, A, B,
C dan D sama-sama hidup di suatu kawasan yang banyak terdapat bahan makanan. Baik A, B,
C maupun D sama-sama membutuhkan makanan guna mempertahankan hidupnya. Pada saat
masih banyak bahan makanan, baik A, B, C maupun D bisa sama-sama terpenuhi
kebutuhannya akan makanan. Namun lambat laun bahan makanan di tempat tersebut makin
berkurang, hal ini membuat A, B, C dan D menjadi lebih sering bersaing mendapatkan bahan
makanan agar dapat tetap bertahan hidup. Persaingan-persaingan antara A, B, C dan D tidak
jarang menimbulkan konflik yang merugikan pihak A, B, C maupun D.

Pengandaian tersebut hanya menggunakan empat orang (A, B, C dan D), bayangkan
jika dalam kasus tersebut terdapat jutaan atau bahkan miliyard orang, tentunya hal tersebut
dapat merugikan lebih banyak orang bukan ?. Padahal umumnya saling bekerja sama dan hidup
damai dirasa lebih menjamin pemenuhan kebutuhan antara manusia. Untuk mengatasi
ancaman antara individu, manusia hidup berkelompok dalam masyarakat. Dalam hubungan
manusia dalam masyarakat tersebut tidak jarang akan terjadi konflik atau bentrokan antar
sesama manusia dalam memenuhi kepentingannya (Seperti di contohkan dalam kasus A, B, C
dan D). Konflik kepentingan terjadi apabila dalam melaksanakan dan mengejar
kepentingannya seseorang merugikan orang lain (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 3).

Salah satu dari banyaknya kepentingan manusia adalah kepentingan akan rasa aman
dan perlindungan/ safety and security. Kebutuhan ini menyangkut perasaan, seperti bebas dari
rasa takut, terlindungi dari bahaya dan ancaman penyakit, perang, kemiskinan, kelaparan,
perlakuan tidak adil, dan sebagainya. Manusia mengharapkan kepentingan rasa aman ini
dipenuhi, yaitu dengan cara dilindungi dari bahaya yang mengancam serta menyerang
kepentingan dirinya dan kehidupan bersama (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 3).
Manusia dengan kemampuan akal dan pikirannya menciptakan kaedah -kaedah hukum
guna melindungi kepentingan-kepentingannya dari gangguan manusia lainnya. Hukum
merupakan bagian dari kaedah sosial yaitu kaedah tentang perilaku atau sikap yang seyogyanya
dilakukan atau yang seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang
dianjurkan untuk dijalankan (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 4). Sebenarnya selain kaedah
hukum terdapat kaedah-kaedah sosial lain dalam masyarakat yaitu kaedah kepercayaan/
keagamaan, kaedah kesusilaan, kaedah sopan santun/ tata karma. Namun ketiga kaedah sosial
itu (dirasa) belum mampu memuaskan kebutuhan manusia modern terhadap perasaan aman
dan perlindungan. Jadi diperlukan perlindungan kepentingan atau kaedah sosial lain yang
melindungi lebih lanjut secara lebih memuaskan kepentingan-kepentingan manusia yang sudah
mendapat perlindungan dari ketiga kaedah sosial itu dan juga melindungi kepentingan-
kepentingan manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah-kaedah sosial
tersebut (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 10-11). Hal tersebut lah yang turut serta membidani
kelahiran kaedah hukum.

Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan
antara individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada
hak dan kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum selalu mempunyai
dua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang dipihak lain kewajiban. Tidak ada hak tanpa
kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak (Sudikno Mertokusumo. 2007 : 40-41).

Misalnya dalam ilustrasi antara A, B, C dan D diatas, Baik A, B, C maupun D harus


sama-sama menyadari bahwa masing-masing dari mereka memiliki kepentingan terhadap
bahan makanan dikawasan tersebut, agar tetap bertahan hidup. Namun A, B, C dan D tentunya
membutuhkan aturan main yang jelas berkaitan dengan pembagian jatah bahan makanan di
kawasan tersebut guna menghindari konflik kepentingan antara mereka. Akal dan pikiran
mereka kemudian menuntun mereka untuk merumuskan aturan-aturan yang berisi larangan
maupun keharusan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan mereka terhadap bahan
makanan di kawasan tersebut. A dilarang memenuhi kepentingannya untuk makan dengan cara
merusak kawasan tersebut. Apabila A melanggar larangan tersebut maka B, C, dan D dapat
menjatuhkan sanksi hukuman untuk A. Larangan ini dimaksudkan agar A, B, C, dan D juga
dapat sama-sama memenuhi kepentingannya mendapatkan bahan makanan di kawasan
tersebut. Larangan tersebut juga berlaku untuk B, C, dan D. Jadi Apabila kita melihat ilustrasi
tersebut, maka akan sangat jelas bahwa kaedah hukum memiliki hubungan yang erat dengan
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

VII. Penutup
Kaedah hukum timbul karena manusia selain berkedudukan sebagai makhluk individu
disisi lain juga berkedudukan sebagai makhluk sosial. Hukum merupakan salah satu kaedah
sosial, yaitu kaedah tentang perilaku atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau yang
seyogyanya tidak dilakukan, yang dilarang dijalankan atau yang dianjurkan untuk dijalankan.
Guna memenuhi salah satu kebutuhanya, yaitu kebutuhan akan rasa aman dan
perlindungan/ safety and security, maka manusia mengkonsepksikan hukum sebagai aturan
main yang berfungsi melindungi kepentingan-kepentingannya dalam kehidupan sosialnya.
Jadi dapat disimpulkan bahwasanya hukum memiliki hubungan yang erat dengan
kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Oleh karenanya memahami hukum tidak lengkap
rasanya tanpa memahami kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.

Terimakasih sudah membaca, Mohon maaf bila ada kesalahan, Semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca sekalian, Saran yang membangun sangat dinantikan.

HUBUNGAN HUKUM DAN NEGARA


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan
kelembagaan.[5] filsuf Aristoteles menyatakan bahwa "Sebuah supremasi hukum akan jauh lebih
baik dari pada dibandingkan dengan peraturan tirani yang merajalela.
Negara adalah suatu wilayah di permukaan bumi yang kekuasaannya baik politik, militer,
ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan yang berada di wilayah tersebut.
Negara juga merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku bagi
semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent.
Hukum disetiap negara berbeda berdasarkan budaya dan agama masing-masing negara. Hubungan antara negara dan
hukum adalah bahwa Hukum bersifat mengikat, negara pun terikat oleh hukum. Negara dalam hal ini pemerintah, membutuhkan
hukum untuk mengatur rakyatnya oleh karena itu hukum harus adil dan tidak memihak karena semua orang sama dihadapan
hukum.

1. Pengertin Negara Hukum

Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan


kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan
menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan
untuk menjalankan ketertiban hukum (Mustafa Kamal Pasha, dalam Dwi Winarno, 2006).

Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum, bukan
kekuasaan belaka serta pemerintahan negara berdasar pada konstitusi yang berpaham
konstitusionalisme, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum. Supremasi hukum
harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian. Oleh karena
itu di negara hukum, hukum harus tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”.

Negara-negara komunis atau negara otoriter memiliki konstitusi tetapi menolak gagasan
tentang konstitusionalisme sehingga tidak dapat dikatakan sebagai negara hukum dalam arti
sesungguhnya. Jimly Asshiddiqie (dalam Dwi Winarno, 2006) menyatakan bahwa negara hukum
adalah unik, sebab negara hendak dipahami sebagai suatu konsep hukum. Dikatakan sebagai
konsep yang unik karena tidak ada konsep lain. Dalam negara hukum nantinya akan terdapat satu
kesatuan sistem hukum yang berpuncak pada konstitusi atau undang-undang dasar.

Negara tidak campur tangan secara banyak terhadap urusan dan kepentingan warga
negara. Namun seiring perkembangan zaman, negara hukum formil berkembang menjadi negara
hukum materiil yang berarti negara yang pemerintahannya memiliki keleluasaan untuk turut
campur tangan dalam urusan warga dengan dasar bahwa pemerintah ikut bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan rakyat. Negara bersifat aktif dan mandiri dalam upaya membangun
kesejahteraan rakyat.

2. Unsur Negara Hukum


dalam setiap negara hukum selalu harus ada unsur atau ciri-ciri yang khas, yaitu
(i) pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia;
(ii) adanya peradilan yang bebas, mandiri, dan tidak memihak;
(iii) adanya pembagian kekuasaan dalam sistem pengelolaan kekuasaan negara; dan
(iv) berlakunya asas legalitas hukum dalam segala bentuknya, yaitu bahwa semua tindakan negara
harus didasarkan atas hukum yang sudah dibuat secara demokratis sejak sebelumnya, bahwa
hukum yang dibuat itu adalah ‘supreme’ atau di atas segala-galanya, dan bahwa semua orang sama
kedudukan-nya di hadapan hukum yang dibuat itu.

a. Negara Hukum Eropa Kontinental


Bahwa negara tidak perlu ikut campur dalam urusan hukum masyarakat biarlah anggota
masyarakat yang mengatur kemakmurannya. Tujuan negara hukum eropa kontinental menurut
kant adalah menjalin kedudukan hukum antara individu-individu dalam masyarakat.
Unsur-unsur negara hukum eropa kontinental :
1. Adanya perlindungan terhadap HAM
2. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara
Prinsip utama yang menjadi dasar sistem hukum Eropa Kotinental itu ialah “hukum
memperoleh kekuatan mengikat, karena diwujudkan dalam peraturan-peraturan yang berbentuk
undang-undang dan tersusun secara sistematik di dalam kodifikasi atau komplikasi tertentu “.
Prinsip dasar ini dianut mengikat bahwa nilai utama yang merupakan tujuan hukum adalah
“kepastian hukum”. Dan kepastian hukum hanya dapat diwujudkan kalau tindakan-tindakan
hukum manusia didalam pergaulan hidup diatur dengan peraturan-peraturan yang tertulis.
Dengan tujuan hukum itu dan berdasarkan sistem hukum yang dianut, maka hakim tidak dapat
leluasa untuk menciptakan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat hukum. Hakim hanya
berfungsi “menetapkan dan menafsirkan peraturan-peraturan dalam batas-batas wewenangnya”.
Putusan seorang hakim dalam suatu perkara hanya mengikat para pihak yang berperkara saja
(doktrin Res Ajudicata).
Sejalan dengan pertumbuhan negara-negara nasional di Eropa, yang bertitik tolak kepada
unsure kedaulatan (Sovereignity) nasional termasuk kedaulatan untuk menetapkan hukum, maka
yang menjadi sumber hukum di dalam sistem hukum Eropa Kontinental adalah “undang-undang”
yang dibentuk oleh pemegang kekuasaan legislatif. Selain itu diakui juga “peraturan-peraturan”
yang dibuat pegangan kekuasaan eksekutif berdasarkan wewwenang yang telah ditetapkan oleh
undang-undang (peraturan-peraturan hukum administrasi negara) dan “kebiasaan-kebiasaan”
yang hidup dan diterima sebagai hukum oleh masyarakat selam tidak bertentangan dengan
undang-undang. Berdasarkan sumber-sumber hukum itu, maka sistem hukum Eropa Kontinental
penggolongannya ada dua yaitu penggolongan kedalam bidang “ hukum publik” dan “hukum
privat”. Hukum publik mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur kekuasaan dan
wewenang penguasa/negara serta hubungan-hubungan antara masyarakat dan negara.

Termasuk dalam hukum publik ialah Termasuk dalam hukum publik ialah:
1. Hukum Tata Negara
2. Hukum Administrasi Negara
3. Hukum Pidana
Hukum Privat mencakup peraturan-peraturan hukum yang mengatur tentang hubungan
antara individu-individu dalam memenuhi kebutuhan hidup demi hidupnya. Termasuk dalam
hukum privat/perdata ialah:
a. Hukum Perdata
b. Hukum Dagang
Sejalan dengan perkembangan peradaban manusia sekarang, maka batas-batas yang jelas
antara hukum publik dan hukum privat itu semakin sulit ditentukan, karena:
a. Terjadinya proses sosialisasi di dalam hukum sebagai akibat dari makin banyaknya bidang-
bidang kehidupan masyarakat yang walaupun pada dasarnya memperhatikan unsur “kepentingan
umum/masyarakat” yang perlu dilindungi dan dijamin. Misalnya bidang Hukum Pemburuan dan
Hukum Agraria.

b. Makin banyaknya ikut campur negara didalam bidang kehidupan yang sebelumnya hanya
menyangkut hubungan perorangan. Misalnya perdagangan, bidang perjanjian dan sebagainya .

b. Negara Hukum anglo saxon/Anglo Amerika


Negara Hukum anglo saxon/Anglo Amerika (The Rule of Law) atau pemerintahan oleh
hukum (Goverment of Yudiciari) yang dipelopori oleh AV. DICEY dengan ciri-cirinya sebagai
berikut :
1. Supremacy of Law (Hukum tertinggi)
2. Equality before Law ( Kedudukan yang sama dimuka hukum)
3. The constitution based on the individual rights (Konstitusi didasarkan pada hak-hak individu).
AV. DICEY berpendapat bahwa :
a. Manusia sudah memiliki hak asasi sejak lahir
b. Tidak Seluruh hak asasi diserahkan pada kontrak sosial
Sumber hukum sistem hukum Anglo Amerika adalah “putusan-putusan
hakim/pengadilan”(Judical decisions). Melalui putusan-putusan hakim yang mewujudkan
kepastian hukum, maka prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum dibentuk dan menjadi kaidah
yang mengikat umum. Sumber –sumber hukum itu (putusan hakim, kebiasaan dan peraturan
administrasi negara) tidak tersusun secara sistematis dalam hirarki tertentu seperti pada sistem
hukum Eropa Kotinental. Hakim berfungsi tidak hanya sebagai pihak yang bertugas menetapkan
dan menafsirkan peraturan-peraturan hukum saja, melainkan perannya sangat besar yaitu
membentuk seluruh tata kehidupan masyarakat. Hakim mempunyai wewenang yang sangat luas
untuk menafsirkan peraturan hukum yang berlaku dan menciptakan prinsip-prinsip hukum baru
yang akan menjadi pegangan bagi hakim-hakim lain untuk memutuskan perkara yang sejenis.

Sistem hukum Anglo Amerika menganut suatu doktrin yang dikenal dengan nama “the
doctrine of precedent/Stare Decisis” yang pada hakekatnya menyatakan bahwa dalam
memutuskan suatu perkara, seorang hakim harus mendasarkan putusannya kepada prinsip
hukum yang sudah ada didalam putusan hakim lain dari perkara sejenis sebelumnya (presedent).
Dalam perkembangannya, sistem hukum Anglo Amerika itu mengenal pula pembagian
“Hukum Publik dan Hukum Privat”. Pengertian yang diberikan kepada hukum publik hampir
sama dengan pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Sedangkan bagi
hukum privat pengertian yang diberikan oleh sistem hukum Eropa Kontinental. Kalau di dalam
hukum Eropa Kontinental “hukum privat lebih dimaksudkan sebagai kaidah-kaidah hukum
perdata dan hukum dagang yang dicantumkan dalam kodifikasi kedua hukum itu”’ maka bagi
sistem hukum Anglo Amerika pengertian “hukum privat lebih ditunjukan kepada kaidah-kaidah
hukum tentang hak milik (law of property), hukum tentang orang (law of persons),hukum
perjanjian (law of contract), dan hukum perbuatan melawan hukum (law of torts) yang tersebar
di dalam peraturan-peraturan tertulis, putusan-putusan hakim dan hukum kebiasaan.

c. Negara Hukum Islam


Negara Islam adalah negara yang dipimpin oleh seorang khalifah yang menerapkan hukum
syara’ serta menerapkan sistem dan hukum-hukumnya secara menyeluruh dalam kehidupan dan
masyarakat. Tanpa adanya negara Islam, eksistensi Islam sebagai sebuah ideologi serta sistem
kehidupan akan menjadi pudar; yang ada hanyalah Islam sebagai upacara ritual serta sifat-sifat
akhlaq semata.
Negara Islam hanya berdiri di atas landasan ‘aqidah Islam, dan ‘aqidah Islam inilah yang
menjadi asasnya.
Nabi Muhammad.SAW telah menjadikan dua kalimat syahadat sebagai asas kehidupan
bagi kaum muslimin, yang sekaligus merupakan asas dalam hubungan, secara horisontal, di antara
sesama manusia termasuk dasar pijakan untuk menjaga terjadinya kedzaliman, serta pijakan
dalam menyelesaikan persengketaan. Dengan kata lain, akidah Islam merupakan dasar bagi semua
masalah kehidupan termasuk landasan pemerintahan dan kekuasaan.
Selain menjadikan dua kalimat syahadat sebagai asas kehidupan bagi kaum muslimin
Islam juga memerintahkan berjihad, bahkan mewajibkannya untuk seluruh kaum muslimin agar
aqidah islam bisa mereka emban kepada seluruh manusia. Karena itu, negara Islam tidak akan
mentolelir konsep demokrasi untuk kemudian diadopsi dalam tubuh negara Islam. Karena
demokrasi bukan konsep yang lahir dari aqidah Islam dan bertentangan dengan aqidah Islam.
Dengan dijadikannya aqidah Islam sebagai landasan negara Islam, maka mengharuskan
undang-undang dasarnya serta perundang-undangan yang lain harus digali dari kitabullah (Al-
Qur’an Karim) serta sunnah Rasulullah (Hadits Shahih).

3. Negara Hukum Klasik


Kekuasaan pemerintah adalah dengan suatu konstitusi, apakah ia bersifat naskah (written
constitution) atau tak bersifat naskah (unwritten constitution). Undang-undang dasr itu
menjamin hak-hak politik dan menyelenggarakan pembagian kekuasaan negara sedemikian rupa,
sehingga kekuasaan eksekutif diimbangi dengan kekuasaan parlemen dan lembaga-lembaga
hukum. Gagasan ini dinamakan konstitusionalisme (constitutionalism), sedangkan yang
menganut gagasan ini dinamakan Contitutional State atauRechsstaat.
Menurut Carl. J. Fredrich, konstitusionalisme adalah gagasan bahwa ”pemerintah
merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi yang tunduk
kepada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan bahwa kekuasaan yang
diperlukan untuk pemerintahan itu tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapt tugas untuk
memerintah”. Pembatasan yang dimaksud termaktub dalam undang-undang dasar.
Ahli-ahli hukum Eropa Barat Kontinental seperti Immanuel Kant (1724-1804) dan
Fredrich Julius Stahl memakai istilah Rechsstaat, sedangkan ahli Ango Saxon seperti A.V. Dicey
memakai istilah Rule Of Law. Oleh Stahl disebut empat unsur-unsur Rechsstaat dalam arti klasik,
yaitu:
1. Hak-hak manusia.
2. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu (di negara-negara Eropa
Kontinetal biasanya disebut trias politica).
3. Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid vn bestuur).
4. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Unsur-unsur Rule of Law dalam arti klasik, seperti yang dikemukakan oleh A.V. Dicey
dalam Introduction to the Law of the Constitution mencakup:
1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-
wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau
melanggar hukum.
2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik
untuk orang biasa maupun untuk pejabat.
3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain undang-undang dasar) serta
keputusan-keputusan pengadilan.

Perumusan-perumusan ini hanya bersifat yuridis dan hanya menyangkut bidang hukum
saja dan itu pun dalam batas-batas yang agak sempit. Negara dalam pandangan ini dianggap
sebagai Nachtwachterstaat(Negara Penjaga Malam) yang sangat sempit ruang gerkanya, tidak
hanya di bidang politik, tetapi di bidang ekonomi. Kegiatan di bidang ekonomi dikuasai oleh
dalil laissez faire, laissez aller, yang berarti bahwa kalau manusia dibiarkan mengurus seluruh
negara dibiarkan mengurus kepentingan ekonominya masing-masing maka akan dengan
sendirinya keadaan ekonomi seluruh negara akan sehat. Negara hanya mempunyai tugas pasif,
yakni baru bertindak apabila hak-hak manusia dilanggar atau ketertiban dan keamanan umum
terancam. Konsepsi negara hukum tersebut adalah sempit, maka dari itu sering disebut ”Negara
Hukum Klasik”.

4. Negara Hukum Kesejahteraan


Konsep negara kesejahteraan ( welfare state ) memberikan gambaran bagaimana keadilan
dan kesejahteraan diwujudkan dalam masyarakat. Negara kesejahteraan didefinisikan sebagai a
state in which organized power is deliberately used through politics and administration an effort
to modify the play of the market forces to achieves social prosperity and economic well – being of
the people. Secara gamblang, Alhumami ( 2007 ) memberikan intisari pada pemikiran negara
kesejahteraan sebagai berikut. Pertama, negara harus menjamin tiap individu dan keluarga untuk
memperoleh pendapatan minimun agar mampu memenuhi kebutuhan hidup paling pokok.
Kedua, negara harus memberikan perlindungan sosial jika individu dan keluarga berada dalam
kondisi rawan / rentan sehingga dapat menghadapi social contingency yang berpotensi mengarah
kepada krisis sosial. Ketiga, semua warga negara tanpa membedakan status dan kelas sosial harus
dijamin untuk bisa memperoleh akses pelayanan sosial dasar seperti pendidikan, kesehatan,
pemenuhan gizi dan air bersih.
perspektif aliran ekonomi maka konsep negara kesejahteraan berada di “tengah” dimana
negara mengakui mekanisme pasar ( play of the market forces ) yang ditujukan untuk mencapai
kesejahteraan bersama ( social prosperity ) yang didorong oleh pemerintahan yang berkuasa (
politics and administration ). Sekilas, konsep negara kesejahteraan mengandung intisari yang
sama dengan konsep ekonomi pasar sosial ( soziale martkwirtschaft ) yang digagas oleh kaum
progresif kerakyatan. Ide tersebut dibangun atas dasar ekonomi pasar yang kompetitif dimana
inisiatif bebas setiap individu di bidang ekonomi yang dipilihnya secara bebas dijamin, dengan
tetap mengandung “unsur” sosial yaitu adanya prakondisi kerangka kelembagaan yang menjamin
persaingan yang ada sehingga pencapaian individu dalam seluruh bidang kemajuan masyarakat
terjamin bersamaan dengan sistem perlindungan sosial untuk lapisan yang secara ekonomi lemah
( Sonny Mumbunan, 2007 ).
Secara tidak langsung, fungsi hukum sebagai alat untuk menciptakan masyarakat yang adil
dan makmur dari perspektif negara kesejahteraan adalah menciptakan jaminan perlindungan
kepada setiap lapisan masyarakat atas pemenuhan masing – masing lapisan masyarakat.
Bagaimana dengan hukum positif Indonesia? Disayangkan bahwa hukum positif Indonesia masih
berat sebelah, dimana hukum masih terlalu sering menciptakan jaminan hanya pada lapisan
masyarakat tertentu terutama yang kuat secara ekonomi.

5. Negara Hukum Indonesia


Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan
pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-
undangan atau berdasarkan padalegalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan
pemerintahan tanapa dasar kewenangan.

Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
ü Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat.
ü Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau
peraturan perundang-undangan.
ü Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara).
ü Adanya pembagian kekuasaan dalam negara.
ü Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri,
dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah
pengaruh eksekutif.
ü Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta
mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah.
ü Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumberdaya yang
diperlukan bagi kemakmuran warga negara.

Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu,
keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian. Menurut Sri Soemantri,
tidak ada satu negarapun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang
dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan
yang lain.

Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan
UUD 1945 (setelah amandemen) yaitu pasal 1 ayat (3); “Indonesia ialah negara yang berdasar atas
hukum (rechtsstaat)”. Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada
kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia”. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya
melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program
jangka pendek, menengah, dan panjang.
Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-
unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut :
 Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan;
 Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara;
 Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir;
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban.

Berdasarkan penelitian Tahir Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berkut :
 Ada hubungan yang erat antara agama dan negara;
 Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa;
 Kebebasan beragama dalam arti positip;
 Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang;
 Asas kekeluargaan dan kerukunan.

Meskipun antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir Azhary terdapat perbedaan, karena
terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir Azhary melihatnya dari titik pandang hubungan antara
agama dengan negara, sedangkan Philipus memandangnya dari aspek perlindungan hukum bagi
rakyat. Namun sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan oleh kedua pakar hukum ini
terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya unsur-unsur yang dikemukakan ini saling
melengkapi.

Hubungan Negara dengan Warga Negara


atau Sebaliknya
Setiap interaksi selalu menghasilkan hubungan. Keeratan hubungan negara dengan warga
negaranya sudah mencapai tahap ketergantungan. Sebuah negara tidak mungkin berkembang,
apalagi menjadi negara maju apabila warga negaranya pasif. Begitu juga warga negara dari sebuah
negara, tidak mungkin dapat hidup sejahtera di negara yang kacau. Baca juga : Hak dan Kewajiban
Warga Negara

Negara merupakan suatu wilayah dengan luasan tertentu yang menjadi tempat tinggal dari
sekelompok orang. Namun untuk dapat disebut sebagai negara, wilayah yang ditinggali penduduk
tersebut juga harus mendapatkan pengakuan kedaulatan dari negara lain. Selain itu, sebuah negara
yang sudah berdiri tegak juga harus memiliki undang-undang sendiri untuk mengatur tata kehidupan
berbangsa dan bernegara. Baca juga : Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam UUD 1945

Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepat di hari Jum’at bulan Ramadhan itu, negara
kita resmi berdiri. Namun perjalanannya tidak berhenti sampai di situ saja. Ada banyak ancaman dan
tekanan dari dalam maupun luar negeri yang menginginkan kehancuran kedaulatan NKRI. Baca juga
: Upaya Menjaga Keutuhan NKRI
Berkat kegigihan dan kerjasama yang kompak antara penyelenggara negara dengan warga negara,
semua rintangan itu berhasil dilewati. Sampai saat ini, tidak ada lagi peperangan fisik yang harus
dihadapi oleh Indonesia. Ada hubungan yang penting antara negara dengan warga negaranya.
Hubungan inilah yang akan menentukan apakah tujuan negara dapat dicapai atau tidak. Baca juga
: Faktor Penyebab Konflik Sosial

Hubungan Negara dengan Warga Negara


Negara harus dapat memenuhi hak warga negaranya. Sementara itu, warga negara juga harus
menyelesaikan tugas sebagai warga negara yang baik. Barulah dapat hak warga negara.

Negara memiliki hubungan emosional yang kuat dengan warga negara. Tidak perlu ada pemaksaan
atau aturan resmi yang mewajibkan warga negara membela negaranya. Karena hubungan emosional
yang kuatlah, warga negara tentunya tidak akan terima bila negaranya mengalami keadaan buruk.
Baca juga : Dampak Korupsi Bagi Negara

Sebut saja kasus pelanggaran batas negara. Spontan dan tanpa dikomando oleh pemerintah, warga
negara Indonesia akan berusaha membela kehormatan negaranya sebisa mungkin. Hanya saja
kadang cara yang digunakan tidak selalu benar dan tidak sesuai dengan keinginan pemerintah.

1. Memperkenalkan Budaya Bangsa

Hubungan emosional yang kuat antara negara dengan warga negara akan membentuk rasa cinta
tanah air. Rasa inilah yang mendorong warga negara bangga dengan segala hal yang berasal dari
negaranya. Secara tidak sadar, mereka akan sangat loyal dengan segala produk rumah tangga yang
berasal dari produksi dalam negeri.

Lebih dari itu, seorang warga negara yang telah memiliki keterikatan emosional dengan negaranya
akan memperkenalkan budaya bangsanya ke orang-orang luar negeri tanpa disuruh pemerintah.
Baca juga : Fungsi Kebudayaan bagi Masyarakat

Misalkan saja seorang WNI yang sedang kuliah di U.S.A dan telah memiliki ikatan emosional yang
kuat dengan Indonesia akan tetap mengonsumsi tempe sebagaimana kebiasaannya di Indonesia. Dia
juga akan memperkenalkan kesenian dari Indonesia dan kebiasaan-kebiasaan asli Indonesia seperti
ramah dan menjaga sopan santun yang menjadi adat orang Indonesia.

Apakah anda ingat dengan kebudayaan Jepang yang mendunia. Mulai dari baju Kimono, jenis-jenis
makanan khas Jepang, hingga bahasanya. Semuanya dikarenakan rasa nasionalisme dan cinta
tanah air warga negara Jepang. Sehingga seluruh aktivitas dimanapun warga Jepang berada,
mereka selalu berusaha memperkenalkan kebudayaannya kepada dunia dan terus memegang
budaya Jepang di manapun ia bertempat.

2. Taat Aturan Negara

Warga negara yang telah memiliki hubungan emosional kuat dengan negaranya akan memberi
kepercayaan yang tinggi kepada negara. Setiap aturan negara dipercaya memiliki manfaat untuk
mengatur hubungan berbangsa dan bernegara. Karena itulah ia akan berusaha sebisa mungkin
mematuhi aturan negara. Baca juga : Cara Menanamkan Kesadaran Hukum Pada Warga Masyarakat

Warga negara yang sudah terikat emosionalnya dengan negara secara spontan juga akan membantu
negara menegakkan hukum. Contoh bentuk perwujudannya adalah dengan menjaga kelakuan agar
tetap tertib bermasyarakat, menegur anggota masyarakat yang melanggar aturan negara dan
membantu aparat negara bila dimintai bantuan.

3. Berusaha Mengharumkan Nama Negara


Hubungan emosional yang kuat antara negara dengan warga negaranya akan memacu usaha
pengharuman nama baik. Warga negara yang baik akan selalu menjaga kelakuannya dalam
bermasyarakat, baik di wilayah dalam atau luar negeri. Baca juga : Penyebab Terciptanya
Masyarakat Majemuk dan Multikultural

Selain itu, dia akan terus belajar dan berlatih agar dapat memberikan suatu prestasi yang
membanggakan negara, meningkatkan reputasi negaranya di kancah internasional. Sebagai timbal
baliknya, negaralah yang akan memberikan fasilitas penuh kepada warga negara yang sedang
berjuang mengharumkan nama negara. Mulai dari bonus hadiah, transportasi dan segala macam
akomodasi yang dibutuhkan warga negara akan dipenuhi negara.

Segala hal yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya merupakan upaya mencapai tujuan-
tujuan negara dan usaha untuk memenuhi kewajibannya kepada warga negara. Sementara tindakan
yang dilakukan warga negara merupakan bentuk dari pelaksanaan kewajibannya sebagai warga
negara yang baik.

Tujuan Negara Indonesia


Sebelum negara ini benar-benar tegak seutuhnya, para pendahulu kita telah menentukan akan
dibawa kemana arah perjuangan negara Indonesia. Mereka pun membuat Undang-undang Dasar,
lambang negara dan atribut negara yang lainnya. Tentunya hal tersebut telah dipikir masak-masak
dan lolos dari proses panjang. Baca juga : BPUPKI

Tujuan negara Indonesia telah ditetapkan terlebih dahulu, sebagaimana sebuah gerakan yang
terorganisir selalu memiliki tujuan yang pasti dan dapat memberikan alasan yang tepat mengapa
organisasi atau pergerakan itu harus didirikan. Menurut pembukaan UUD kita, Indonesia memiliki 4
tujuan utama, yaitu :

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia


 Memajukan kesejahteraan umum
 Mencerdaskan kehidupan bangsa
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia

Tujuan tersebut selalu dibacakan kembali pada saat upacara bendera. Baik itu upacara rutin hari
Senin di sekolah maupun upacara peringatan hari kemerdekaan RI. Baca juga : Peran Generasi
Muda Dalam Mengisi Kemerdekaan

4 tujuan utama penyelenggaraan negara di atas membuat Indonesia harus berusaha


mewujudkannya. Oleh karena itu, Indonesia membutuhkan manusia sebagai subjek yang aktif.
Manusia yang bertempat tinggal di Indonesia otomatis memiliki hak dan kewajiban sebagai warga
negara. Hak dan kewajiban ini diberikan sebagai salah satu upaya mencapai 4 tujuan besar di atas.

Warga Negara

1. Hak

Setiap warga negara memiliki hak perorangan. Hak individu tersebut dapat anda lihat dalam UUD
1945, tepatnya Pasal 27 sampai dengan Pasal 34. Beberapa contoh hak warga negara yang mutlak
didapatkan oleh setiap individu yaitu sebagai berikut :

 Hak hidup aman


 Hak berpendapat. Baca juga : Tugas dan Fungsi MPR
 Hak berkumpul
 Hak memeluk agama dan menjalankan kewajiban agamanya. Baca juga : Cara Mencegah
Radikalisme Dan Terorisme
 Hak mendapatkan pendidikan yang layak. Baca juga : Pentingnya Pendidikan Karakter
 Hak meneruskan anak keturunan
 Hak bertumbuh kembang dengan baik
 Hak mendapatkan keadilan dan kepastian di mata hukum. Baca juga : Lembaga Penegak Hukum

Tentunya sebelum dapat menuntut hak dan menjalankan kewajiban sebagai warga negara,
seseorang harus sudah dipastikan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Ingatlah, tidak semua
penduduk di suatu negara merupakan warga negara tersebut. Baca juga : Pelanggaran Hak Warga
Negara

Secara hukum, WNI adalah orang asli Indonesia dan orang dari bangsa lain yang telah melewati
proses naturalisasi dan sudah disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Ketetapan
tersebut dibuat oleh negara dan menjadi sah karena dimasukkan ke dalam UUD 1945 Pasal 26.
Baca juga : Manfaat UUD Republik Indonesia tahun 1945 bagi warga negara serta bangsa dan
negara

Sampai saat ini, ada beberapa kasus di Indonesia yang mencerminkan kurang mampunya negara
dalam memenuhi hak-hak warga negara. Namun kita tidak bisa begitu saja menyalahkan lembaga-
lembaga negara atas adanya beberapa orang atau sekelompok orang yang belum mendapatkan hak-
haknya. Baca juga : Hak perlindungan Anak

Negara Indonesia sangat luas, penduduknya yang ratusan juta jiwa sudah sangat merepotkan
beberapa orang yang ditugaskan menduduki jabatan di Trias Politica. Daripada menunggu hasil
sempurna dari pemerintah, kita sebagai warga negara seharusnya lebih aktif menjalankan kewajiban
sebagai warga negara agar dapat membantu pemerintah memenuhi hak-hak warga negara yang
belum terpenuhi.

2. Kewajiban

Dalam hubungan apapun, tidak ada hak yang boleh dituntut jika belum kewajiban belum dijalankan
dengan baik. Kewajiban warga negara yang dijalankan dengan baik dapat membantu memajukan
negara. Kewajiban ini pula yang membuat tujuan sebuah negara cepat tercapai. Dibutuhkan
kerjasama yang kompak agar warga negara dapat turut berkontribusi dalam proses pembangunan
negara. Jangan sampai hanya menjadi beban negara yang pada akhirnya malah melemahkan sendi
kehidupan di negara itu sendiri.

Berikut adalah contoh kewajiban warga negara yang harus dipenuhi untuk dapat menuntut hak
sebagai warga negara :

 Bela Negara

Gerakan Bela Negara (GBN) sekarang ini semakin banyak diselenggarakan. Sasaran utamanya
adalah generasi muda yang kebanyakan masih apatis terhadap kondisi negara. Ke depan, tantangan
untuk Indonesia di arena global akan semakin berat dan ketat. Gerakan Bela Negara yang sangat
gigih disemarakkan oleh TNI bertujuan untuk menyiapkan mental bangsa menghadapi masa sulit
tersebut. Baca juga : Bentuk-bentuk Usaha Pembelaan Negara

Selain dengan mengikuti pelatihan bela negara, kita yang belum berkesempatan mengikuti pelatihan
tersebut tidak boleh hanya diam menunggu. Harus ada keaktifan dari warga negara sebagai
ungkapan terima kasih kepada negara yang telah menghidupi. Contoh kegiatan yang dapat
mencerminkan bela negara diantaranya :

 Belajar dengan giat. Baca juga : Cara Meningkatkan Semangat Belajar


 Berusaha tidak ketergantungan dengan produk impor
 Update berita perkembangan negara dan persaingan global
 Menjaga keamanan lingkungan rumah
 Berusaha membantu saudara yang terkena musibah
 Berusaha menghasilkan karya inovatif yang berguna bagi masyarakat
 Patuh dan hormat kepada guru dan orangtua di manapun tempatnya
 Mengikuti upacara bendera dengan khidmat

Negara
Negara bukanlah makhluk hidup. Ia tidak dapat melakukan apapun tanpa adanya subjek yang aktif
menggerakkan. Para penggeraknya adalah rakyat. Di antara rakyat yang banyak dan beragam
tersebut, ada peran-peran tertentu yang diserahkan kepada beberapa orang untuk
menyelenggarakan negara. Baca juga : Peran Ibu Negara

Beberapa orang yang dipilih oleh rakyat banyak akan menduduki jabatan di pemerintahan. Mereka
dianggap sebagai orang-orang yang mampu menjadi penyelenggara pemerintahan agar negara
dapat menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Montesqieu membagi mereka ke dalam 3
golongan Trias Politica :

1. Eksekutif : Presiden dan Wakil Presiden sebagai pusat pemerintahan yang menjalankan peraturan-
peraturan negara.
2. Legislatif : DPR, DPD, MPR yang bertugas membuat dan mengesahkan peraturan perundang-
undangan negara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan negara.
3. Yudikatif : KY, BPA, MA, MK, Kepolisan harus dapat mengawasi pelaksanaan penyelenggaraan
negara dan menegakkan hukum yang berlaku di Indonesia.

3 buah lembaga negara di atas yang akan berusaha memenuhi hak-hak warga negara secara resmi.
Sementara itu, untuk mendapatkan kejelasan mengenai apa saja yang menjadi kewajiban dan hak
negara saya akan menjelaskannya lebih lanjut.

1. Hak

Sebagai tanah air yang didiami secara turun temurun, tanah yang telah memberi kesejahteraan air
dan berbagai kebutuhan hidup manusianya maka sudah selayaknyalah warga negara memberikan
balasan. Baca juga : Peran Globalisasi di Indonesia

Balasan yang dapat dipersembahkan oleh warga negara yaitu usaha membela tanah air. Negara
berhak mendapatkan pembelaan dari warga negaranya. Negara juga berhak mendapatkan
keharuman nama baik di kancah internasional yang diusahakan oleh warga negaranya.

2. Kewajiban

Sebuah negara yang ideal adalah negara yang dapat memenuhi hak-hak warga negaranya.
Sederhananya, tugas utama negara kita juga memenuhi hak warga negara. Tentang apakah sudah
terlaksana atau belum, itu merupakan persoalan lain.

Negara harus dapat memberikan perlindungan dan jaminan keamanan kepada penduduk dan warga
negara yang berdiam di wilayahnya. Negara juga harus melakukan pembangunan secara merata di
seluruh wilayah bagian negara. Baca juga
Hubungan Negara dan Warga negaranya
POSTED ON APRIL 15, 2014 UPDATED ON APRIL 15, 2014
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hubungan antara negara dan warga negara identik dengan adanya hak dan kewajiban,
antara warga negara dengan negaranya ataupun sebaliknya. Negara memiliki kewajiban
untuk memberikan keamanan, kesejahteraan, perlindungan terhadap warga negaranya
serta memiliki hak untuk dipatuhi dan dihormati. Sebaliknya warga negara wajib membela
negara dan berhak mendapatkan perlindungan dari negara.
Di Indonesia seringkali terjadi adanya kesenjangan antara peranan negara dengan
kehidupan warga negara. Masalah-masalah politik, sosial, ekonomi, dan budaya misalnya,
seringkali terjadi karena adanya kesenjangan antara peranan negara serta kehidupan warga
negaranya.
Dalam deretan pasal-pasal beserta ayat-ayatnya, UUD 1945 secara jelas mencantumkan
hak serta kewajiban negara atas rakyatnya yang secara jelas juga harus dipenuhi melalaui
tangan-tangan trias politica ala Monteqeiu. Melalui tangan Legislatif suara rakyat
tersampaikan, melalui tangan eksekutif kewajiban negara, hak rakyat dipenuhi, dan di
tangan yudikatif aturan-aturan pelaksanaan hak dan kewajiban di jelaskan. Idealnya begitu,
tapi apa daya sampai sekarang boleh di hitung dengan sebelah tangan seberapa jauh
negara menjalankan kewajibannya. Boleh dihitung juga berapa banyak negara menuntut
haknya.
Bukan hal yang aneh ketika sebagian rakyat menuntut kembali haknya yang selama ini telah
di berikan kepada negara sebagai jaminan negara akan menjaga serta menjalankan
kewajibannya. Negara sebagai sebuah entitas dimana meliputi sebuah kawasan yang diakui
(kedaulatan), mempunyai pemerintahan, serta mempunyai rakyat. Rakyat kemudian
memberikan sebagian hak-nya kepada negara sebagi ganti negara akan melindunginya dari
setiap mara bahaya, serta berkewajiban untuk mengatur rakyatnya. Hak-hak rakyat tadi
adalah kewajiban bagi sebuah negara. Hak untuk hidup, hak untuk mendapatkan kerja serta
hak-hak untuk mendapatkan pelayanan umum seperti kesehatan, rumah, dan tentunya hak
untuk mendapatkan pendidikan. Semuanya itu harus mampu dipenuhi oleh negara, karena
itulah tanggung jawab negara. Kalau hal itu tak bisa dipenuhi oleh sebuah negara maka
tidak bisa disebut sebuah negara.

BAB II
Landasan Teori

2.1. Pengertian Hak dan Kewajiban


2.1.1. Pengertian Hak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

 Benar
 Milik atau kepunyaan
 Kewenangan
 Kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang undang, aturan,
dsb)
 Kekuasaan yg benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu
 Derajat atau martabat
 Wewenang menurut hukum

Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada
kita sendiri. Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan
sebagainya.
2.1.2. Pengertian Kewajiban menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :

 (Sesuatu) yang diwajibkan atau sesuatu yang harus dilaksanakan atau juga keharusan,
 Pekerjaan atau tugas
 Tugas menurut hukum

Kewajiban adalah sesuatu yang harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung
jawab. Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan
dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
2.2. Hak dan Kewajiban Warga Negara :

 Wujud hubungan warga negara dan negara pada umumnya berupa peranan (role).
 Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia tercantum dalam pasal 27 sampai dengan
pasal 34 UUD 1945.

2.2.1. Hak Warga Negara Indonesia :


ü Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak : “Tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan” (pasal 27 ayat 2).
ü Hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan: “setiap orang berhak untuk hidup serta
berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.”(pasal 28A).
ü Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(pasal 28B ayat 1).
ü Hak atas kelangsungan hidup. “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh,
dan Berkembang”.
ü Hak untuk mengembangkan diri dan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya dan berhak
mendapat pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi
meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan hidup manusia. (pasal 28C ayat1)
ü Hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. (pasal 28C ayat 2).
ü Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di depan hukum.(pasal 28D ayat 1).
ü Hak untuk mempunyai hak milik pribadi Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk
diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum
yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. (pasal 28I ayat 1).
2.2.2. Kewajiban Warga Negara Indonesia :
ü Wajib menaati hukum dan pemerintahan. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 berbunyi: segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
ü Wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Pasal 27 ayat (3) UUD 1945
menyatakan : “setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan
negara”.
ü Wajib menghormati hak asasi manusia orang lain. Pasal 28J ayat 1 mengatakan: “Setiap
orang wajib menghormati hak asai manusia orang lain”
ü Wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang. Pasal 28J
ayat 2 menyatakan : “Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk
kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.”
ü Wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Pasal 30 ayat (1) UUD
1945. menyatakan: “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan negara.”
2.3. Hak dan Kewajiban telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28, dan
30, yaitu :
a) Pasal 26, ayat (1), yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia
asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara. Dan pada ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.
b) Pasal 27, ayat (1), segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahannya, wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2),
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.
c) Pasal 28, kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan,
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
d) Pasal 30, ayat (1), hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara. Dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
BAB III
PEMBAHASAN

Hak dan kewajiban negara terhadap warga negara pada dasarnya merupakan kewajiban
dan hak warga terhadap negara. Beberapa contoh kewajiban negara adalah kewajiban
negara untuk menjamin sistem hukum yang adil, kewajiban negara untuk menjamin hak
asasi warga negara, kewajiban negara untuk mengembangkan sistem pendidikan nasional
untuk rakyat, kewajiban negara memberi jaminan sosial, kewajiban negara memberi
kebebasan beribadah. Beberapa contoh hak negara adalah hak negara untuk ditaati hukum
dan pemerintahan, hak negara untuk dibela, hak negara untuk menguasai bumi air dan
kekayaan untuk kepentingan rakyat.
Adapun dalam hal kebutuhan pokok kolektif (pelayanan kesehatan, pendidikan, dan
keamanan), semua itu menjadi tanggung jawab negara, bukan tanggung jawab setiap
individu rakyat. Karena itu, tidak selayaknya Pemerintah membebankan pemenuhan
kebutuhan pokok terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan kepada
rakyat; baik pengusaha maupun buruh. Pengusaha tidak selayaknya dibebani dengan
kewajiban untuk menyediakan jaminan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan-
meskipun ia boleh melakukannya jika mau, apalagi jika itu telah menjadi bagian dari
akadnya dengan buruh. Yang terjadi saat ini, pengusaha justru sering dibebani oleh beban-
beban seperti di atas yang seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah.
3.1. Hak dan Kewajiban dalam UUD 1945 Pasal 30
3.1.1. Makna sempit UUD 1945 pasal 30 :
1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.
3) Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara
keutuhan dan kedaulatan negara.
4) Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.
5) Susunan dan kedudukan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik
Indonesia, hubungan kewenangan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia di dalam menjalankan tugasnya, syarat-syarat keikutsertaan warga
negara dalam usaha pertahanan dan keamanan negara, serta hal-hal yang terkait dengan
pertahanan dan keamanan diatur dengan undang-undang.
3.1.2. Makna luas UUD 1945 Pasal 30
1) Pertahanan negara merupakan fungsi pemerintahan negara. Di dalam konsideren
Undang-Undang No. 20 Tahun 1982 dinyatakan bahwa pertahanan keamanan negara
Republik Indonesia yang mencakup upaya dalam bidang pertahanan dan keamanan adalah
salah satu fungsi pemerintahan negara.
2) Pembelaan negara adalah berkaitan dengan hak dan kewajiban warga negara. Pada
umumnya pengertian pembelaan negara (bela negara) dipersepsikan identik dengan
pertahanan keamanan. Hal ini dapat dimengerti, karena sejak awal berdirinya NKRI,
keikutsertaan warga negara dalam bela negara diwujudkan dalam kegiatan di bidang
Perhankam. Berdasarkan hal itu, terdapat baik di kalangan aparatur pemerintah negara
maupun di kalangan masyarakat luas, bahwa seorang warga negara dapat dinyatakan
menunaikan hak dan kewajibannya dalam bela negara apabila ia telah melaksnakan
kegiatan-kegiatan di bidang komponen-komponen kekuatan Hankam.
3) Bahwa Bab XII Pasal 30 dikaitkan dengan bab-bab lainnya dalam UUD 1945 (Bab I, II,
VII, dan X), maka upaya pembelaan negara mengandung makna perwujudan asas
demokrasi, dalam arti :

 Bahwa setiap warga negara turut serta menentukan kebjaksanaan penyelenggaraan


pertahanan keamanan melalui lembaga-lembaga perwakilan (MPR/DPR) yang ditentukan
oleh UUD 1945.
 Bahwa setiap warga negara harus turut serta dalam setiap usaha pembelaan negara, sesuai
dengan kemampuan dan profesinya masing-masing.
Asas demokrasi di bidang bela negara dapat terwujud bila setiap warga negara menyadari
akan hak dan kewajibannya itu. Kesadaran bela negara tidak tumbuh dan tidak dibawa sejak
lahir, tetapi harus disiapkan dalam arti ditanamkan, ditumbuhkembangkan. Untuk itu perlu
ada upaya memasyarakatkan bela negara kepada segenap warga negara.

Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan
kewajiban tiap warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
Ayat (2) menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan
tugas TNI sebagai “mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara”. Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai “melindungi, mengayomi,
melayani masyarakat, dan menegakkan hukum”. Ayat (5) menggariskan, susunan dan
kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri dalam menjalankan tugas, serta hal-hal
lain yang terkait dengan pertahanan dan keamanan, diatur dengan undang-undang (UU).
Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda
dalam struktur organisasi, namun dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing
keduanya bekerja sama dan saling mendukung dalam suatu “sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta”. Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara
(hanneg) dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui
undang-undang yang membangun adanya “ke-sistem-an” yang baik dan benar.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan
tentang TNI dan bahwa keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri.
Pertahanan negara dan keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang “sistem
pertahanan dan keamanan rakyat semesta”. Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait
pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang” adalah bahwa RUU, UU,
dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang Keimigrasian, UU tentang
Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU tentang Rahasia Negara, UU
tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang terkait pertahanan dan keamanan negara
perlu terjalin dalam semangat kebersamaan “sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta”.
3.1.3. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Dalam UUD1945 Pasal 31
Di dalam UUD1945 pasal 31 berisi tentang hak dan kewajiban dalam pendidikan dan
kebudayaan. Kalau kita bicara tentang undang-undang pendidikan mestinya kita melihat
dasarnya Kalau era reformasi ,sebagai dasarnya adalah hasil amandemen UUD 1945 ke IV
(empat). Hasil amandemen UUD 1945 Ke IV ( tahun 2002) yaitu tentang pendidikan.
Adapun ayat-ayat dari pasal 31 UUD1945:

1. Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.


2. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
3. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang.
4. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
5. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai
agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat
manusia.

Tanggapan penulis tentang hak dan kewajiban dari ayat-ayat yang terkandung dalam
UUD1945 pasal 31:
Pada pasal 31 ayat 1:
Sudah di jelaskan dengan tegas bahwasanya setiap warga negara mempunyai hak dalam
mendapatkan pendidikan yang layak.
Pada pasal 31 ayat 2:
Dijelaskan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah
wajib membiayainya. Untuk meralisasikan pasal tersebut pemerintah mencanangkan
program wajib belajar 9 tahun. Dan telah menyelenggarakan pendidikan gratis melalui
program BOS. Walaupun dalam pelaksanaannya masih ada pungutan-pungutan biaya yang
dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pada pasal 31 ayat 3:
Pasal 31 ayat 3 terdapat kalimat “pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan serta akhlak mulia”. Pendidikan nasional yang meningkatkan kepada ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusian yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hekmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pada pasal 31 ayat 4:
Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran
pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk
memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Pada pasal 31 ayat 5:
Pada pasal tersebut sudah di jelaskan bahwasanya pemerintah harus memajukan ilmu
pngetahuan dan teknologi dengan tidak melanggar nilai-nilai agama yang dapat memecah
belah persatuan bangsa dan negara.
3.1.4. Trias Politica Dalam Kaitannya Dengan Hak Dan Kewajiban Negara
Trias Politika adalah sebuah konsep politik yang berarti pemisahan kekuasaan. Pada
intinya, konsep trias politika adalah sebuah ide dimana kekuasaan negara terdiri atas tiga
macam kekuasaan: kekuasaan legislatif (membuat undang-undang), eksekutif
(melaksanakan undang-undang) dan yudikatif (mengadili atas pelanggaran undang-
undang). Konsep ini pertama kali dicetuskan oleh filsuf Inggris John Locke dan kemudian
dikembangkan oleh sarjana Perancis Montesquieu. Segenap negara demokratis, termasuk
Indonesia, menerapkan trias politika agar tidak ada penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak
yang berkuasa.
Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memilih pemisahan kekuasaan
tugas dalam menjalankan sistem ketatanegaraannya. Konsep pemisahan kekuasaan ini
dikemukaan oleh seorang pemikir hebat asal perancis yaitu Baron de La Brède et de
Montesquieu atau yang lebih dikenal Montesquieu.
Montesquieu mengenalkan konsep pemisahan kekuasaan ini dengan istilah trias
politica.Konsep ini memiliki tujuan untuk mencegah satu atau sekelompok orang
mendapatkan kekuasaan yang berlebihan dan tidak sesuai dengan porsinya. Konsep
pemisahan kekuasaan ini sesuai dengan istilah yang digunakan yaitu trias politica,
memisahkan kekuasaan dalam tiga bagian yaitu; Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.
Dewan Perwakilan Rakyat atau yang di sebut Parlemen yang berasal dari kata “parle”
berarti bicara, artinya mereka harus menyuarakan hati nurani rakyat, setelah
mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan rakyat, mereka harus membicarakan
dalam sidang parlemen kepada pemerintah yang berkuasa.
Dalam hal ini parlemen wajib menyuarakan suara-suara rakyat yang diwakilinya, sehingga
rakyat merasa dilindungi dan diperhatikan haknya. Hak-hak yang disuarakan itu kemudian
diteruskan kepada dewan eksekutif (pemerintah) yang berwenang untuk menjalakan
pemerintahan yang memperjuangkan cita-cita rakyat, kemudian dewan yukikatif mengawasi
jalanya pemerintah dengan tujuan dicapainya tujuan bersama tanpa adanya
penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Hubungan antara negara dan warga negaranya tercermin dalam hak dan kewajiban antara
negara dan warga negara. Hak dan kewajiban itu tertuang dalam pasal-pasal konstitusi
negara, UUD 1945. Misalnya, pasal 30 UUD 1945 yang mengatur tentang Pendidikan, pasal
1(satu) berbunyi: ”Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”. Pasal ini
menyuratkan bahwa negara mempunyai kewajiban untuk mendukung dan membantu warga
negaranya untuk mendapat atau meraih pendidikan.
Namun, dalam kenyataannya pasal-pasal dalam UUD tersebut kadang tidak dijalankan
secara sungguh-sungguh oleh negara. Hal itu dipengaruhi oleh banyak faktor, misalanya
lemahnya kinerja lembaga negara atau badan negara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif).
Lemahnya kinerja lembaga legislatif (penyalur aspirasi rakyat), eksekutif (pelaksana
kebijakan), dan yudikatif (pengawas pemerintah) akan berujung pada kesejangan antara
peran negara dan situasi warga negara.
Supaya terdapat keseimbangan dan keselarasan antara hak dan kewajiban antara negara
dan warga negara maka negara harus melaksanakan hak dan kewajibannya dan warga
negara patuh dan taat terhadap negara dan juga sebaliknya.

PENGERTIAN NEGARA, UNSUR, SIFAT, FUNGSI,


TUJUAN
DINASTHI ON ON 07.17

Definisi Negara
Negara adalah sebuah organisasi atau badan tertinggi yang memiliki kewenangan untuk mengatur
perihal yang berhubungan dengan kepentingan masyarakat luas serta memiliki kewajiban untuk
mensejahterakan, melindungi dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pengertian Negara menurut Ahli

 John Locke dan Rousseau, negara merupakan suatu badan atau organisasi hasil dari perjanjian
masyarakat.
 Max Weber, negara adalah sebuah masyarakat yang memiliki monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam wilayah tertentu.
 Mac Iver, sebuah negara harus memiliki tiga unsur poko, yaitu wilayah, rakyat, dan
pemerintahan.
 Roger F.Soleau, negara adalah alat atau dalam kata lain wewenang yang mengendalikan dan
mengatur persoalan-persoalan yang bersifat bersama atas nama masyarakat.
 Prof. Mr. Soenarko, Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu
dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai suatu kedaulatan, sedangkan Prof.
Miriam Budiardjo memberikan pengertian Negara adalah organisasi dalam suatu wilayah dapat
memaksakan kekuasaannya secara sah terhadap semua golongankekuasaan lainnya dan yang
dapat menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Jadi Negara adalah sekumpulan
orang yang menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah,
yang umumnya mempunyai kedaulatan (keluar dan ke dalam).

Pengertian negara dapat ditinjau dari empat sudut yaitu:

1. Negara sebagai organisasi kekuasaan

Negara adalah alat masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antara manusia
dalam masyarakat tersebut. Pengertian ini dikemukakan oleh Logemann dan Harold J. Laski. Logemann
menyatakan bahwa negara adalah organisasi kekuasaan yang bertujuan mengatur masyarakatnya
dengan kekuasaannya itu. Negara sebagai organisasi kekuasaan pada hakekatnya merupakan suatu tata
kerja sama untuk membuat suatu kelompok manusia berbuat atau bersikap sesuai dengan kehendak
negara itu.

2. Negara sebagai organisasi politik

Negara adalah asosiasi yang berfungsi memelihara ketertiban dalam masyarakat berdasarkan sistem
hukum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintah yang diberi kekuasaan memaksa. Dari sudut
organisasi politik, negara merupakan integrasi dari kekuasaan politik atau merupakan organisasi pokok
dari kekuasaan politik. Sebagai organisasi politik negara Bidang Tata Negara berfungsi sebagai alat
dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan antar manusia dan sekaligus
menertibkan serta mengendalikan gejala–gejala kekuasaan yang muncul dalam masyarakat. Pandangan
tersebut nampak dalam pendapat Roger H. Soltou dan Robert M Mac Iver. Dalam bukunya “The
Modern State”, Robert M Mac Iver menyatakan : “Negara ialah persekutuan manusia (asosiasi) yang
menyelenggarakan penertiban suatu masyarakat dalam suatu wilayah berdasarkan sistem hukum yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang dilengkapi kekuasaan memaksa. Menurut RM Mac Iver,
walaupun negara merupakan persekutuan manusia, akan tetapi mempunyai ciri khas yang dapat
digunakan untuk membedakan antara negara dengan persekutuan manusia yang lainnya. Ciri khas
tersebut adalah : kedualatan dan keanggotaan negara bersifat mengikat dan memaksa.

3. Negara sebagai organisasi kesusilaan

Negara merupakan penjelmaan dari keseluruhan individu. Menurut Friedrich Hegel : Negara adalah
suatu organisasi kesusilaan yang timbul sebagai sintesa antara kemerdekaan universal dengan
kemerdekaan individu. Negara adalah organisme dimana setiap individu menjelmakan dirinya, karena
merupakan penjelmaan seluruh individu maka negara memiliki kekuasaan tertinggi sehingga tidak ada
kekuasaan lain yang lebih tinggi dari negara. Berdasarkan pemikirannya, Hegel tidak menyetujui
adanya : Pemisahan kekuasaan karena pemisahan kekuasaan akan menyebabkan lenyapnya negara.
Pemilihan umum karena negara bukan merupakan penjelmaan kehendak mayoritas rakyat secara
perseorangan melainkan kehendak kesusilaan. Dengan memperhatikan pendapat Hegel tersebut, maka
ditinjau dari organisasi kesusilaan, negara dipandang sebagai organisasi yang berhak mengatur tata
tertib dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, sementara manusia sebagai penghuninya tidak
dapat berbuat semaunya sendiri.

4. Negara sebagai integrasi antara pemerintah dan rakyat

Negara sebagai kesatuan bangsa, individu dianggap sebagai bagian integral negara yang memiliki
kedudukan dan fungsi untuk menjalankan negara. Menurut Prof. Soepomo, ada 3 teori tentang
pengertian negara:

1) Teori Perseorangan (Individualistik)

Negara adalah merupakan sauatu masyarakat hukum yang disusun berdasarkan perjanjian antar
individu yang menjadi anggota masyarakat. Kegiatan negara diarahkan untuk mewujudkan kepentingan
dan kebebasan pribadi. Penganjur teori ini antara lain : Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacques
Rousseau, Herbert Spencer, Harold J Laski.

2) Teori Golongan (Kelas)

Negara adalah merupakan alat dari suatu golongan (kelas) yang mempunyai kedudukan ekonomi yang
paling kuat untuk menindas golongan lain yang kedudukan ekonominya lebih lemah. Teori golongan
diajarkan oleh : Karl Marx, Frederich Engels, Lenin

3) Teori Intergralistik (Persatuan)

Negara adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan, semua bagian dari
seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang organis. Negara integralistik
merupakan negara yang hendak mengatasi paham perseorangan dan paham golongan dan negara
mengutamakan kepentingan umum sebagai satu kesatuan. Teori persatuan diajarkan oleh : Bendictus
de Spinosa, F. Hegel, Adam Muller

Unsur-unsur Negara

1. Penduduk

Penduduk merupakan warga negara yang memiliki tempat tinggal dan juga memiliki kesepakatan diri
untuk bersatu. Warga negara adalah pribumi atau penduduk asli Indonesia dan penduduk negara lain
yang sedang berada di Indonesia untuk tujuan tertentu.

2. Wilayah

Wilayah adalah daerah tertentu yang dikuasai atau menjadi teritorial dari sebuah kedaulatan. Wilayah
adalah salah satu unsur pembentuk negara yang paling utama. Wilaya terdiri dari darat, udara dan juga
laut*.

3. Pemerintah

Pemerintah merupakan unsur yang memegang kekuasaan untuk menjalankan roda pemerintahan.
4. Kedaulatan
Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi yang untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya
dengan semua cara.

Disamping ketiga unsur pokok (konstitutif) tersebut masih ada unsur tambahan (disebut unsur
deklaratif) yaitu berupa Pengakuan dari negara lain. Unsur negara tersebut diatas merupakan unsur
negara dari segi hukum tata negara atau organisasi negara

Fungsi Negara

 Fungsi Pertahanan dan Keamanan


Negara wajib melindungi unsur negara(rakyat, wilayah, dan pemerintahan) dari segala ancaman,
hambatan, dan gangguan, serta tantangan lain yang berasal dari internal atau eksternal. Contoh: TNI
menjaga perbatasan negara

 Fungsi Keadilan

Negara wajib berlaku adil dimuka hukum tanpa ada diskriminasi atau kepentingan tertentu. Contoh:
Setiap orang yang melakukan tinfakan kriminal dihukum tanpa melihat kedudukan dan jabatan.

 Fungsi Pengaturan dan Keadilan

Negara membuat peraturan-perundang-undangan untuk melaksanakan kebijakan dengan ada landasan


yang kuat untuk membentuk tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsan dan juga bernegara.

 Fungsi Kesejahteraan dan Kemakmuran

Negara bisa mengeksplorasi sumber daya alam yang dimiliki untuk meningkatkan kehidupan
masyarakat agar lebih makmur dan sejahtera.

Sifat Negara

1. Sifat memaksa
Negara dapat memaksakan kehendak melalui hukum atau kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan
memaksa agar masyarakat tunduk dan patuh terhadap negara tanpa tidak ada pemaksaan fisik
Hak negara ini memiliki sifat legal agar tercipta tertib di masyarakat dan tidak ada tindakan anarki.
Paksaan fisik dapat dilakukan terhadap hak milik
2. Sifat monopoli
Negara menetapkan tujuan bersama dalam masyarakat. Negara dapat menguasai hal-hal seperti
sumberdaya penting untuk kepentingan orang banyak. Negara mengatasi paham individu dan
kelompok.
3. Sifat totalitas
Semua hal tanpa pengecualian menjadi wewenang negara.

Tujuan Negara
Miriam Budiharjo(2010) menyatakan bahwa Negara dapat dipandang sebagai asosiasi manusia yang
hidup dan bekerjasama untuk mengejar beberapa tujuan bersama. Dapat dikatakan bahwa tujuan akhir
setiap negara adalah menciptaka kebahagiaan bagi rakyatnya.

Sedangkan tujuan Negara Indonesia adalah yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 alinea ke empat;

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia


 Memajukan kesejahteraan umum
 Mencerdaskan kehidupan bangsa
 Ikut melaksanakan ketertiban dunia

Asal Mula Terjadinya Negara


Berdasarkan kenyataan, negara terjadi karena sebab-sebab :

 Ocupatie - Pendudukan yaitu suatu wilayah yang diduduki oleh sekelompok manusia
 Separatie - Pelepasan, yaitu suatu daerah yang semual menjadi wilayah daerah tertentu
kemudaia melepaskan diri
 Peleburan, yaitu bebrapa negara meleburkan diri menjadi satu
 Pemecahan, yaitu lenyapnya suatu negara dan munculnya negara baru

Berdasarkan teori, negara terjadi karena

 Teori Ketuhanan, yaitu negara ada karena adanya kehendak Tuhan


 Teori Perjanjian masyarakat, yaitu negara ada karena adanya perjanjian individu-individu
(contrac social)
 Teori Kekuasaan, yaitu negara terbentuk karena adanya kekuasaan / kekuatan
 Teori Hukum Alam, yaitu negara ada karena adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang bermacam-macam.
Bentuk Negara
Berikut adalah bentuk negara yang ada di dunia

 Negara Kesatuan
 Negara Serikat
 Perserikatan Negara (Konfederasi)
 Uni, dibagi menjadi 2 yaitu Uni Riil dan Uni Personil
 Dominion
 Koloni
 Protektorat
 Mandat
 Trust

Anda mungkin juga menyukai