Anda di halaman 1dari 26

HUKUM LINGKUNGAN TT2

PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN KIMIA TERHADAP PENCEMARAN


LINGKUNGAN DI JAWA TIMUR

PROPOSAL
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

DI USULKAN OLEH :
1. JATMIKO WAHYU UTOMO NIM: 201910110311183
2. ACHMAD FAUZI BAIHAKI NIM: 201910110311185

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
HALAMAN PENGESAHAN
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1. Judul Kegiatan : Pengaruh penggunaan bahan kimia terhadap Pencemaran


lingkungan
2. Bidang Kegiatan : PKM PENELITIAN
3. Ketua Pelaksanaan Kegiatan
a. Nama Lengkap : Jatmiko Wahyu Utomo
b. NIM : 201910110311183
c. Jurusan : Ilmu Hukum
d. Universitas : Muhammadiyah Malang
e. Alamat Rumah & No. Telp : Banyuwangi Jawa Timur,
083851185862
4. Anggota Pelaksanaan Kegiatan/ Penulis :
 Anggota 1
a. Nama Lengkap : Achmad Fauzi Baihaki B.M
b. NIM : 201910110311185
c. Jurusan : Ilmu Hukum
d. Universitas : Muhammadiyah Malang
e. Alamat Rumah & No. Telp : Nganjuk Jawa Timur, 081381790639

5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Cholidah, S.H., M.H.
b. NIDN : 0716068201

Malang, 12 april 2021

Ketua Pelaksana Kegiatan Dosen Pendamping

Jatmiko Wahyu Utomo Cholidah, S.H., M.H.


201910110311183 0716068201
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis yang
berjudul efek penggunaan bahan kimia terhadap lingkungan di jawa timur, dengan tepat
waktu meskipun jarak antara setiap anggota kelompok terpisah karna pandemi corona saat ini

Karya tulis ini di tujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum lingkungan
khususnya hukum lingkungan TT2 terkait dengan tugas uts. Melalui karya tulis ini kami ingin
memaparkan tentang dampak atau efek yang di timbulkan dari penggunaan bahan kimia
terhadap lingkungan sekitar

Dalam menulis karya tulis ini kami merasa bahwa kami tidak akan bisa mengerjakan
karya ilmiah ini dengan baik tanpa dukungan dari orang tua, teman-teman atau rekan-rekan
yang sudah memberikan kami masukan masukan terkait dengan karya ilmiah yang kami tulis
ini, kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya karna sudah mensupport kami dalam
menulis karya ilmiah, terimakasih banyak.

Kami menyadari bahwa karya tulis yang kami buat ini jauh dari kata sempurna terutama
karna kurangnya komunikasi kami dengan anggota kelompok lainnya. Oleh karna itu kami
ingin nantinya para pembaca seteah membaca karya kami ini meskipun hanya dalam
pemenuhan tugas hukum internasional ini bisa memberikan masukan-masukan dan kritik
terkait apa yang sudah kami kercakan sehingga nantinya kami bisa menginstropeksi
pekerjaan kami yang kemudian bisa kami jadikan pelajaran supaya kedepannya bisa
mengerjakan tugas dengan lebih baik dari yang sekarang. Atas perhatiannya terimakasih
banyak

Malang, 12 april 2021


penulis
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan:
Lingkungan yang baik dan sehat adalah hak asasi manusia dan hak konstitusional. Setiap
warga negara Indonesia Negara, pemerintah, dan semua pemangku kepentingan memiliki
kewajiban Lindungi dan kelola Lingkungan dalam pelaksanaan pembangunan berkelanjutan
Kehidupan Indonesia masih bisa menjadi sumber Dan dukungan hidup untuk rakyat
Indonesia Dan makhluk lainnya (penjelasan umum UU No. 32 tahun 2009). Oleh karena itu,
lingkungan Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung
jawab negara, prinsip keberlanjutan, dan prinsip keadilan. Pengelolaan lingkungan harus
mampu menyediakan ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan berdasarkan prinsip
kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta pengakuan dan penghargaan
terhadap kearifan dan kearifan lokal lingkungan Hidup. (Suhadi, 2012)
Pencemaran didefinisikan sebagai penyebaran bahan kimia dengan kadar tertentu
yang dapat mempengaruhi keseimbangan lingkungan dan dapat mengganggu kesejahteraan
manusia, meliputi pencemaran udara, pencemaran air, serta pencemaran tanah. Lingkungan
diartikan sebagai segala sesuatu yang yang terdapat di sekeliling kehidupan ataupun
organisme. Pencemaran lingkungan dapat terjadi akibat lingkungan hidup mengalami
perubahan, sehingga keseimbangan dalam hal struktur dan fungsinya mengalami gangguan.
Salah satu jenis bahan kimia yang sering digunakan di sektor pertanian dan berdampak pada
kelestarian lingkungan adalah penggunaan pestisida. (Tarmizi, 2015)
Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk
mengendalikan jasad pengganggu yang merugikan manusia. Dalam sejarah peradaban
manusia, pestisida telah cukup lama digunakan di bidang kesehatan (bidang permukiman dan
rumah tangga) dan terutama dibidang pertanian (pengelolaan tanaman) (Kementrian
Pertanian, 2012).
Data penggunaan pestisida di Asia Tenggara termasuk di Indonesia masih sangat
terbatas, baik sumber maupun updatingnya. FAO menyediakan data penggunaan pestisida,
ekspor, impor dalam bentuk database online tersedia sampai dengan tahun 2018. Peningkatan
rata-rata penggunaan pestisida pertanian di 7 negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Thailand,
Vietnam, Philippines, Myanmar, Singapore) tertinggi Di urutan kedua yakni Thailand (33%),
namun Malaysia masih menempati urutan pertama dalam rata-rata total penggunaan pestisida
pertanian, yaitu 58.774.070 ton / tahun. (Jamal, 2020)
Di Indonesia sebenarnya terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang
mempunyai korelasi maupun berkaitan langsung dengan pengelolaan pestisida yaitu Undang-
Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun, Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang
Pengawasan atas Pengadaan, Peredaran dan Penggunaan Pestisida. Permentan No.
24/Permentan/SR.140/4/2011 sebagai pengganti Permentan No.
45/Permentan/SR.140/10/2009 memberikan penjelasan lebih lanjut tentang perijinan
pestisida, Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 107/ Permentan
/SR.140/9/2014 tentang Pengawasan Pestisida, Peraturan Menteri Pertanian nomor
39/Permentan/SR.330/7/2015 tentang Pendaftaran Pestisida. Tetapi masih banyak petani
yang belum paham dalam penggunaan yang sesuai aturan dan dengan cara yang tepat,
berbagai perangkat peraturan perundang-undangan terkait dengan peredaran dan penggunaan
pupuk dan pestisida termasuk pembentukan komisi Analisa Kebijakan Hukum Lingkungan.
Pengawasan telah diterbitkan, namun kenyataannya penggunaan pestisida tidak memenuhi
aturan yang berlaku. (Ivnaini, 2019)
Dari sudut pandang lingkungan, pestisida bahan kimia dapat mencemari air memiliki
dampak yang luas, misalnya dapat menjadi racun sumber air minum, keracunan makanan
hewan, ketidakseimbangan ekosistem sungai dan danau, perusakan hutan karena hujan asam
dan sebagainya. Pestisida juga dapat mengubah perilaku dan morfologi hewan. Selain
daripada itu dapat meracuni dan membunuh kehidupan laut seperti fitoplankton. Kematian
fitoplankton berpengaruh pada rantai makanan sehingga menyebabkan ekosistem perairan
terganggu. Selain itu, juga dapat menyebabkan kematian pada ikan. (Rani dkk, 2017)
Penggunaan pestisida yang dipengaruhi oleh daya racun, volume dan tingkat
pemajanan/pemaparan secara signifikan mempengaruhi dampak terhadap kesehatan. Selain
itu, dampak penggunaan pestisida pada tanaman juga akan meninggalkan residu pada
tanaman tersebut dan pada tanah serta lingkungan disekitarnya. Apabila residu pada tanaman
ini termakan oleh manusia akan berdampak buruk pada kesehatan dikemudian hari, dan
apabila residu pestisida ini terakumulasi di dalam tanah juga akan berpengaruh pada
kehidupan organisme dalam tanah dan pada tanaman yang ditanam dalam tanah tersebut.
(Ivnaini, 2019)
Pencemaran lingkungan yang terjadi saat ini umumnya disebabkan karena
penggunaan bahan kimia yang berlebihan, dari sektor pertanian sendiri penggunaan bahan
kimia yang dapat merusak lingkungan adalah penggunaan pestisida. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No.7 tahun 1973, Pestisida merupakan zat kimia dan bahan lain yang digunakan
untuk memberantas hama tanaman. Pestisida merupakan pilihan utama sebagai pengendali
hama, penyakit serta gulma, karena dapat membunuh jasad pengganggu secara langsung.
Efektifitasnya dapat diandalkan, penggunaannya mudah, tingkat keberhasilannya tinggi,
ketersediaannya mencukupi dan mudah di dapat serta biayanya relatif murah. Namun,
penggunaan pestisida juga dapat merugikan. Peningkatan penggunaan pestisida akan
berdampak pada ketidakstabilan ekosistem, adanya residu pada hasil panen dan bahan
olahannya, pencemaran lingkungan dan keracunan bahkan kematian pada manusia.
(Dhiaswari et al., 2019)
Pemerintah bertanggung jawab atas kebutuhan pangan, dan memantau ketersediaan
ekonomi untuk membeli pestisida serta mencegah kerusakan lingkungan, oleh karena itu
peredaran Pestisida harus didaftarkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 38 ayat (1) UU No. 12
Tahun 1992, yang berbunyi: “Pestisida yang akan diedarkan di dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus terdaftar, memenuhi standar mutu, terjamin
efektifitasnya, aman bagi manusia dan lingkungan, serta berlabel " (Rayendra, 2020).
Penyalahgunaan pestisida menyebabkan 180.000 kematian petani dan petani Pekerja
pertanian setiap tahun, sementara sekitar 3 juta orang menderita keracunan parah, dan 25 juta
orang Orang-orang menghadapi keracunan ringan setiap tahun, terutama di negara
berkembang serta berdampak negatif terhadap lingkungan (Fan et al., 2015). Berdasarkan
uraian diatas penulis tertarik untuk meneliti tentang pengaruh penggunaan bahan kimia
terhadap lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu permasalah
dalam penelitian ini adalah “Bagaimana bahan kimia dapat menyebabkan dampak negatif
terhadap lingkungan?”

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
a Mengetahui bahan kimia dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan
1.3.2 Tujuan Khusus
a Mengetahui dampak negatif dari penggunaan bahan kimia terhadap lingkungan
b Mengidentifikasi bahan kimia apa saja yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan
c Mengetahui gambaran penggunaan bahan kimia sehingga dapat mencemari
lingkungan

1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Praktis
a. Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati
dalam penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan
b. Bagi mahasiswa, agar penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber belajar dan dasar
penelitian lebih lanjut
c. Untuk petani, agar berhati-hati dapat penggunaan bahan kimia dan menggunakan alat
pelindng diri yang baik dan benar pada saat melakukan pekerjaan di lingkungan
pertanian
1.4.2 Manfaat Teoritis
Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai acuan untuk penelitian
selanjutnya dan bahan pustaka dalam pengendalian penggunaan bahan kimia sehingga tidak
mengganggu kelestarian lingkungan.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bahan Kimia


2.1.1 Manusia dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup
Lingkungan hidup yang sehat adalah hak setiap warga negara Indonesia yang telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Lingkungan Hidup
menurut Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan adalah satu kesatuan ruang dengan semua benda, kekuatan, kondisi, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yaitu mempengaruhi alam itu sendiri,
kelangsungan hidup, dan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lainnya. Pasal 2)
menyatakan perlindungan itu Pengelolaan lingkungan adalah upaya sistematis dan terpadu
yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan dan mencegah pencemaran dan / atau
kerusakan lingkungan yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, kontrol, pemeliharaan,
pengawasan dan penegakan hukum.
Masalah-masalah lingkungan di negara-negara barat mencuat pada awal tahun 1970
an. Di Indonesia, hal yang sama mulai terasa pada tahun 1980an. Ada 24 hubungan antara
kerusakan lingkungan dengan evolusi hubungan manusia dengan lingkungan. Pada tahap
awal evolusi, hubungan manusia dengan lingkungan nampak harmonis. Terlebih ketika
manusia belum banyak mengekspolitasi lingkungan alam dan populasi mereka masih sedikit.
Keharmonisan itu memudar ketika manusia merasa berkuasa atas alam. Dorongan eksploitasi
ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan manusia, perkembangan teknologi dan
jumlah penduduk. (Akhadi, 2014)
Pengelolaan lingkungan yang baik merupakan kerangka untuk mewujudkan
pembangunan berkelanjutan, meminimalkan dampak yang timbul sebagai akibatnya
pengembangan. Keberlanjutan pembangunan ditandai dengan ketersediaan yang terjamin
kebutuhan sumber daya alam untuk generasi mendatang. Oleh karena itu, upaya mewujudkan
cita-cita tersebut harus serius dan konsisten. Menjamin kesejahteraan manusia saat ini tanpa
mengorbankan generasi yang akan datang merupakan inti dari pengelolaan lingkungan dalam
hubungannya dengan manusia.

2.1.2 Pencemaran Pestisida


Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan
atau pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma Dampak Penggunaan Insektisida terhadap
Lingkungan (Rianty, 2018). Pestisida adalah zat atau campuran yang diharapkan dapat
digunakan untuk mencegah, menghancurkan atau mengendalikan hama, termasuk vektor
hama manusia dan penyakit pada hewan dan tumbuhan yang tidak diinginkan dalam proses
produksi. Pestisida antara lain herbisida (pengendalian gulma), insektisida (Pengendalian
serangga), fungisida (pengontrol jamur), nematisida (Untuk mengendalikan nematoda),
rodentisida (racun bagi vertebrata), moluska (Kontrol siput). Pestisida Berperan penting
dalam membantu memecahkan permasalahan organisme pengganggu tanaman. Faktanya, ini
telah menjadi alat yang sangat penting dalam peningkatan Produksi agrikultur. (M. C.
Yuantari, 2011)
Pestisida tidak hanya membawa manfaat bagi pertanian, tetapi juga berdampak negatif
(Wahyuni, 2010). Lahan pertanian yang tercemar pestisida menyebabkan akumulasi internal
zat berbahaya dan mencemari tanah (M. G. C. Yuantari, 2009). Efek negatif penggunaan
pestisida telah banyak dilaporkan dalam berbagai penelitian. Efek ini dapat berupa
ketidakstabilan ekosistem, adanya residu pada tanaman dan bahan olahan, pencemaran
lingkungan dan dapat menyebabkan kematian pada manusia akibat keracunan (Wahyuni,
2010).
Polusi dan keracunan pestisida umumnya terjadi akibat kelalaian manusia dalam
penggunaan yang berlebihan, kesalahan pencampuran dan penanganan yang tidak sesuai
prosedur (M. C. Yuantari, 2011). Menggunakan Pestisida yang tidak terkontrol akan
menyebabkan berbagai macam masalah kesehatan dan pencemaran lingkungan (M. G. C.
Yuantari, 2009). Ini juga diperparah dengan perilaku petani dalam menggunakan dan
menangani pestisida yang masih tidak bijak dan tidak ramah lingkungan (Wahyuni, 2010).

2.1.3 Dampak Penggunaan Insektisida terhadap Lingkungan


Petani masih sangat mengandalkan insektisida kimia sebagai alat kontrol dengan
tujuan membasmi serangga yang tidak ada di agroekosistem memperhatikan dampak
negatifnya, terutama pembunuhan serangga dari musuh alami. Dampak penggunaan Pestisida
terhadap lingkungan sangat ditentukan oleh keefektifan pestisida. Sesuatu suatu jenis
pestisida dianggap efektif jika (1) cukup beracun untuk mempengaruhi keseluruhan
kelompok biota termasuk makhluk non-target sampai batas tertentu tergantung faktor
fisiologis dan ekologi dan (2) pestisida harus tahan terhadap degradasi lingkungan sehingga
dapat bertahan dalam jangka waktu tertentu. Properti ini tentunya akan berdampak jangka
panjang pada ekosistem alam. Pestisida yang paling banyak digunakan adalah insektisida,
disusul herbisida dan fungisida dalam jumlah yang lebih kecil. (Arif, 2015)
Residu insektisida di lingkungan akibat penggunaan atau aplikasi insektisida secara
langsung untuk tujuan tertentu, seperti misalnya tanaman dan tanah, tetapi juga sebagai akibat
dari pengangkutan insektisida oleh pergerakan air (sungai, air tanah, laut). Residu pestisida
terdeteksi di di tanah, udara, air sungai, air sumur, air danau, air laut, samudra dan bahkan
sampai ke kutub utara. (M. C. Yuantari, 2011)
Pencemaran lingkungan yang terjadi dapat mengganggu sistem kehidupan pada
organisme lainnya yang ada di biosfer. Penggunaan pestisida dari golongan organofosfat
seperti diazinon, parathion dan chlorvinphos dapat menurunkan populasi Acarina sp, namun
dapat meningkatkan populasi Collebola sp. Dengan demikian, apabila penggunaannya tidak
sesuai dosis yang dianjurkan dapat mengganggu keberlangsungan hidup kedua populasi
tersebut dan mengganggu ekosistem yang ada (M. G. C. Yuantari, 2009). Kasus pencemaran
pestisida pada perairan terjadi di Sungai Ciliwung, Jawa barat. Sungai yang mengalir
melewati daerah Bogor, Depok, dan Jakarta tersebut memiliki kandungan residu insektisida
endosulfan dengan konsentrasi sekitar 0,7- 4 μg/L. Selain itu pada perairan yang digunakan
untuk budidaya perikanan di Sukabumi, Jawa Barat, juga ditemukan kandungan residu
organoklorin dan karbamat (MIPC,BPMC, karbofuran). Keberadaan residu tersebut
dipengaruhi oleh aktifitas pertanian yang ada di sepanjang daerah aliran sungai. Beberapa
residu organoklorin, organofosfat, piretroid, dan karbamat juga ditemukan pada tanah di
kolam budidaya ikan tersebut (Taufik, 2011). Beberapa golongan pestisida bersifat persisten,
sehingga bahan aktifnya dapat bertahan lama di lingkungan dan tidak mudah terdegradasi.
Berdasarkan struktur kimianya insektisida dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok
yaitu organoklorin, organofosfat dan karbamat. Insektisida organoklorin terdiri atas karbon,
klorin, hidrogen dan kadang-kadang oksigen, organoklorin dapat menyebabkan polusi
terhadap lingkungan karena sifatnya yang persisten dalam tanah. Insektisida organofosfat
mengikuti perkembangan organoklorin. Organofosfat selalu mengandung fosfor dan dapat
diidentifikasi oleh S-P atau O-P. Organofosfat adalah peracun syaraf yang membunuh
vertebrata dan invertebrata melalui penghambatan kerja enzim kolinesterase di dalam sistem
syaraf. Insektisida karbamat merupakan kelompok senyawa yang baru dan mempunyai daya
kerja serupa dengan organofosfat, bertindak sebagai peracun syaraf. (Mahawati et al., 2017)
Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk mengendalikan organisme penggangu
tersebut tidak saja bersifat racun terhadap organisme pengganggu tanaman sasaran, tetapi
juga dapat memberi pengaruh yang tidak diinginkan terhadap organisme yang bukan
merupakan sasaran, yang didalamnya termasuk manusia dan lingkungan hidup. Berikut
adalah beberapa dampak negatif penggunaan pestisida (Direktorat Jendral Prasaran dan
Sarana Pertanian, Kementrian Pertanian : 2008) :
1) Keracunan pestisida yang digunakan secara kronik, akut atau berlebihan terjadi pada
pemakai dan pekerja yang berhubungan dengan pestisida, misalnya petani, pengecer
pestisida, pekerja pabrik/gudang pestisida, dan sebagainya serta manusia yang tidak
bekerja pada pestisida. Keracunan akut terhadap pemakai dan pekerja dapat terjadi
karena kontaminasi kulit, inhalasi (pernafasan) dan mulut/saluran pencernaan, dan
apabila mencapai dosis tertentu dapat mengakibatkan kematian. Keracuanan kronik
(antara lain karsiogenik, teratogenik, onkogenik, mutagenik, kerusakan jantung,
ginjal, dan lain-lain) disamping dapat berdampak pada pemakai dan pekerja, 5 juga
dapat berdampak buruk bagi konsumen yang mengkonsumsi produk tertentu yang
mengandung residu pestisida.
2) Keracunan terhadap ternak dan hewan peliharaan. Keracunan pada hewan ternak
maupun hewan peliharaan dapat terjadi secara langsung karena penggunaan pestisida
pada ternak dan hewan peliharaan untuk pengendalian ektoparasit, maupun secara
tidak langsung karena digunakan pestisida untuk keperluan lain, misalnya penggunaan
rodentisida dengan umpan untuk mengendalikan tikus sawah, yang karena kelalaian
petani umpan tersebut termakan oleh ayam, itik, dan ternak lainnya atau pada
penyemprotan gulma yang menjadi pakan ternak.
3) Keracunan pada ikan dan biota lainnya Penggunaan pestisida pada sawah atau
lingkungan perairan lainnya dapat mengakibatkan kematian pada ikan yang dipelihara
di sawah atau di kolam maupun ikan liar. Keracunan yang terjadi pada ikan maupun
biota air lainnya menyebabkan kelainan pertumbuhan, perubahan tingkah laku, yang
selanjutnya dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan populasi.
4) Keracunan terhadap satwa liar Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dapat
menyebabkan keracunan yang berakibat kematian pada satwa liar seperti burung,
lebah, serangga penyerbuk, dan satwa liar lainnya.
5) Kematian musuh alami organisme pengganggu Kemungkinan terjadinya kematian
musuh alami organisme pengganggu cukup besar apabila pestisida tersebut dalam
penggunaannya tidak dilakukan secara selektif ditinjau dari segi waktu dan cara.
Kematian musuh alami ini dapat terjadi karena kontaminasi langsung maupun tidak
langsung melalui organisme pengganggu yang telah terkontaminasi pestisida.
6) Dapat menyebabkan timbulnya resistensi (kekebalan), sehingga untuk mengatasi
organisme pengganggu yang resisten perlu dosis yang lebih 6 tinggi. Apabila
diberikan dosis yang terlalu tinggi kemungkinan dampak terjadinya residu yang
timbul akan semakin tinggi.
7) Residu penggunaan pestisida khususnya pada tanaman yang dipanen. Pentingnya
residu pestisida bagi kesehatan konsumen disamping ditentukan oleh besarnya residu
juga ditentukan oleh daya racun baik akut maupun kronik, yang berbeda antara
pestisida yang satu dengan yang lainnya. Penggunaan pestisida dalam bidang
pertanian, terutama untuk perlindungan tanman tidak hanya mengakibatkan residu
pada tanaman tetapi juga pada unsur lingkungan lainnya. Oleh unsur-unsur
lingkungan lainnya terutama air dan angin, residu pestisida yang tertinggal di daerah
penggunaannya dapat menyebar ke daerah lain melalui aliran air dan hembusan angin.
Residu juga sangat berbahaya apabila ditemukan pada bahan makanan yang
terkontaminasi pestisida dengan konsentrasi yang tinggi.
8) Pencemaran lingkungan Tercemarnya tanah, air, udara, dan unsur lingkungan lainnya
oleh pestisida, dapat berpengaruh buruk secara langsung terhadap manusia dan
kelestarian lingkungan hidup.
9) Menghambat perdagangan. Ekspor komoditi tertentu di Indonesia dapat diklaim oleh
negara tertentu apabila residu pestisida melebihi Batas Maksimum Residu (BMR)
yang telah ditetapkan negara pengimpor atau apabila pestisida tersebut dilarang atau
tidak beredar di negara pengimpor.
Studi kasus pernah dilakukan di beberapa negara Asia terhadap pekerja wanita yang
berkerja di perkebunan dan berhubungan langsung dengan pestisida, seperti para pekerja
yang ada di Malaysia. Akibatnya, para pekerja tersebut mengalami gangguan kesehatan yang
kronis dan akut seperti gatal-gatal, sesak nafas, sakit dada, nyeri otot, mata rabun, pusing,
mual, dan sakit kanker (Soenandar, dkk : 2010).
Penelitian juga dilakukan di Amerika terhadap para pekerja wanita yang tinggal di
daerah yang aplikasi pestisidanyan cukup tinggi. Hailnya, para pekerja wanita tersebut
memiliki resiko dua kali lebih tinggi melahirkan bayi dalam 7 keadaan cacat dibandingkan
dengan wanita yang tinggal di daerah yang tidak menggunakan pestisida (Soenandar, dkk :
2010).
Selain dampak residu yang ditimbulkan, salah satu dampak negatif penggunaan
pestisida kimia adalah resistensi hama dan. Resistensi hama akan mendorong para petani
untuk menggunakan konsentrasi atau dosis pestisida kimia yang lebih tinggi dan berulang-
ulang. Semakin tinggi dosis yang digunakan, semakin tinggi juga dampak residu yang
ditimbulkan pada produk pertanian. Dengan peningkatan jumlah pestisida kimia yang
digunakan maka biaya yang dikeluarkan oleh petani juga otomatis akan naik, mengingat
mahalnya harga pestisida kimia hal ini menjadi dampak buruk penggunaan pestisida kimia.

2.1.4 Kebijakan Penggunaan Pestisida


Pemerintah Indonesia telah menetapkan ketentuan bagi pemasaran pestisida di dalam
negeri, yakni dengan syarat terdaftar pada komisi pestisida. Komisi ini merupakan sebuah
institusi lintas departemen yang terdiri atas Departemen Pertanian, Departemen Kesehatan
dan Kesejahteraan Sosial, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen
Kehutanan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Lingkungan Hidup,
dan perguruan tinggi. Pemerintah mulai mengatur pengawasan terhadap peredaran,
penyimpanan, dan penggunaan pestisida dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1973. Sedangkan syarat dan tata cara pendaftaran pestisida berpedoman pada
Keputusan Menteri Pertanian No. 434,1/Kpts/TP.270/7/2001 (Dojosumarto, 2008).
Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) merupakan wadah koordinasi
pengawasan antar intansi terkait dibidang pupuk dan pestisida baik tingkat provinsi yang
ditetapkan oleh Gubernur maupun tingkat Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh
Bupati/Walikota. Di samping wadah koordinasi tersebut upaya mengatasi permasalahan
pupuk dan pestisida juga sangat diharapkan dari Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
pupuk dan pestisida terutama dalam penyelesaian tindak kasus pidana sebagaimana yang
diamanatkan dalam pasal 59 ayat (1) Undang-undang no. 12 Tahun 1992 tentang Sistem
Budidaya Tanaman. 63 Komisi dan pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) Kabupaten/Kota
mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap pengadaan, peredaran dan penyimpanan
serta penggunaan pupuk dan pestisida diwilayah masing-masing, baik melalui pemantauan
secara langsung terhadap penyediaan dan penyaluran pupuk dari lini III sampai dengan lini
IV dan Kelompok Tani (Petani), maupun secara tidak langsung melalui monitoring dan
evaluasi terhadap laporan hasil pengawasan yang dilakukan oleh instansi terkait dan
Pengawasan Pupuk Dan Pestisida Kabupaten/Kota.
Pengawasan penggunaan pestisida telah dilakukan oleh dinas pertanian dengan
memberikan penyuluhan mengenai bagaimana bekerja dengan pestisida meliputi dosis, alat
pelindung diri dan pembuangan limbah pestisida. Dan dilanjutkan observasi ke sawah. Tetapi
tidak semua petani di desa Tegalgandu bergabung dengan kelompok tani. Pelatihan dan
pelayanan yang berhubungan dengan hal-hal yang baru sangatlah penting. Pengetahuan dapat
membuat petani menjadi lebih memperhatikan resiko paparan pestisida dan pada akhirnya
dapat merubah sikap dan perilakunya terhadap potensi bahaya yang ada (Sulistyono,2008).
2.2 Lingkungan
2.2.1 Pengertian
Manusia tidak hidup sendiri di bumi, tetapi hidup dengan makhluk hidup lainnya
yaitu tumbuhan, hewan dan mikroorganisme. Makhluk lain itu bukan hanya teman yang
tinggal bersama secara netral atau pasif bagi manusia, namun kehidupan manusia sangat erat
hubungannya dengan mereka. Tanpa mereka, manusia tidak akan bertahan. Fakta ini bisa
dilihat misalkan tidak ada tumbuhan dan hewan di bumi, dari mana mendapatkan oksigen dan
makanan. Jika tidak, anggap saja tidak ada manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme
kehidupan akan dapat terus berlanjut, bisa dilihat dari sejarah bumi sebelum manusia ada.
( Ikhtiar, 2018)
Asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang paling kuat tidak benar. Manusia harus
menyadari bahwa dialah yang membutuhkan makhluk hidup lain untuk bertahan hidup dan
tidak tumbuhan yang membutuhkan manusia untuk kelangsungan hidupnya. Karena itu,
manusia harus lebih rendah hati. Karena faktor penentu kelangsungan hidup tidak ada di
tangan manusia tentu saja, sehingga kehidupan sebenarnya sangat rentan. Manusia bersama
tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme menempati ruang tertentu. Kecuali makhluk hidup,
didalam ruang tersebut terdapat juga makhluk tidak hidup, seperti udara yang terdiri dari
berbagai gas, air berbentuk uap, cairan dan padat, tanah dan batu. Ruang yang ditempati
makhluk hidup bersama dengan makhluk hidup dan benda mati di dalamnya disebut
lingkungan hidup makhluk ini. (Otto, 2001)
Namun, pada hakikatnya keseimbangan alam (balance of nature) menyatakan bahwa
bukan berarti ekosistem tidak berubah. Ekosistem itu sangat dinamis dan tidak statis.
Komunitas tumbuhan dan hewan yang terdapat dalam beberapa ekosistem secara gradual
selalu berubah karena adanya perubahan komponen lingkungan fisiknya. Tumbuhan dan
hewan dalam ekosistem juga berubah karena adanya kebakaran, banjir, erosi, gempa bumi,
pencemaran, dan perubahan iklim. Walaupun ekosistem selalu berubah, ia memunyai
kemampuan untuk kembali pada keadaan semula selama perubahan itu tidak drastis.
(Soegianto, 2010)
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 1 ayat 1, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang
dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
2.2.2 Hukum Lingkungan
Istilah hukum lingkungan berasal dari Bahasa Inggris yang dikenal dengan
“Environmental law”, dalam Bahasa Belanda “Millieeurecht”, Lenvironnement" dalam
Bahasa Prancis, "Umweltrecht" dalam Bahasa Jerman, "Hukum Alam Seputar" dalam Bahasa
Malaysia, "Batasnan Kapaligiran" dalam Bahasa Tagalog, "Sin-ved-lom Kwahm" dalam
Bahasa Thailand, "Qomum al-Biah" dalam Bahasa Arab. (Takdir, 2015)
Menurut Gatot P. Soemartono, hukum adalah keseluruhan aturan tentang perilaku
manusia yaitu tentang apa adanya harus dilakukan atau tidak dilakukan dalam kehidupan
sosial, Penerapan peraturan tersebut dapat ditegakkan dengan sanksi oleh otoritas yang
kompeten. Jadi definisi dari Hukum Lingkungan adalah keseluruhan aturan yang mengatur
tentang perilaku orang apa yang harus dilakukan terhadap lingkungan, yaitu implementasi
peraturan tersebut dapat diberlakukan dengan sanksi oleh pihak yang diotorisasi. (Sony,
2014)
Menurut Koesnadi Hardjosoemantri, jika dilihat dari aspek, kemudian hukum
lingkungan termasuk hukum lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan
lingkungan, hukum pencemaran lingkungan, hukum lingkungan internasional, hukum
perselisihan lingkungan. Dalam kesimpulannya, dinyatakan bahwa hukum lingkungan adalah
hukum yang mengatur tatanan lingkungan tercapainya hubungan yang harmonis antara
manusia dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial budaya. Dari
Pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi hukum lingkungan adalah seluruh
peraturan yang mengatur ketertiban lingkungan untuk mencapai keharmonisan dalam
hubungan manusia dengan lingkungan tempat penerapan peraturan ini dapat ditegakkan
sanksi oleh otoritas / pihak berwenang. (Erwin, 2015)

2.2.3 Pencemaran Lingkungan


Pencemaran menurut SK Menteri Kependudukan Lingkungan Hidup No
02/MENKLH/1988, adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam air/udara, dan/atau berubahnya tatanan (komposisi) air/udara oleh
kegiatan manusia dan proses alam, sehingga kualitas air/udara menjadi kurang atau tidak
dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya. Dalam Pasal 1 angka 14 Undang –
Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga
melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
2.2.4 Jenis-jenis Pencemaran Lingkungan
Lingkungan dibentuk oleh aktivitas manusia. Perubahan yang terjadi di lingkungan
akan mempengaruhi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya baik secara langsung
maupun tidak langsung. Istilah polusi digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana kondisi
alam yang lebih berat dari sekedar polusi. Dalam perkembangannya, istilah pencemaran
lingkungan mengalami spesifisitas, yaitu pencemaran udara, air, dan tanah. Setiap
kontaminasi berasal dari sumber tertentu. Sumber-sumber ini sama pentingnya dengan yang
mereka bisa digunakan sebagai pedoman untuk menghilangkan pencemaran di lingkungan
Hidup. Jenis pencemaran lingkungan meliputi:
1) Pencemaran Air
Air merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh manusia dan makhluk
hidup lain. Pencemaran air merupakan perubahan yang terjadi pada penampungan air, seperti
danau, sungai, rawa dan laut akibat kegiatan manusia. Pengertian pencemaran air menurut
Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat,
energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan
peruntukannya.
Pencemaran air disebabkan oleh berbagai hal dan karakteristeik berbeda- beda,
contohnya: sampah organik, limbah rumah tangga, dan limbah industri. Untuk itu, diperlukan
upaya pengendalian terhadap sumber air supaya kualitas air tetap terjaga dan sesuai dengan
mutu air. Pengendalian pada sumber air dilakukan dengan cara memelihara fungsi air dan
memenuhi baku mutu air. Pencemaran air dapat mengakibatkan gangguan hidup makhluk
lain. (Erwin, 2015)
Gangguan tersebut antara lain: kerusakan fisik pada tubuh air yang menyangkut suhu,
bau, rasa dan kekeruhan, gangguan kimia untuk badan air adanya senyawa organik juga
anorganik, kelainan biologis karena adanya mikroorganisme, tumbuhan dan hewan.
Pencemaran air sangat mempengaruhi keseimbangan hidup dan kelangsungan hidup manusia,
kemudian polusi air harus dihilangkan atau dikendalikan. (Erwin, 2015)
2) Pencemaran Udara
Udara sangat penting dalam kelangsungan hidup makhluk hidup. Sebagai sumber
daya alam, udara harus dilindungi bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lain.pencemaran udara bersumber dari pencemar udara misalnya pembakaran batu bara,
bahan bakar minyak dan pembakaran lainnya. Kadar pencemar yang tinggi mempunyai
dampk yang lebih merugikan. Keadaan cuaca dan meteorologi mempengaruhi pembentukan
penyebaran pencemaran udara. Peredaran pencemaran udara dimulai dari sumber sampai ke
lingkungan berakhir pada permukaan tanah dan perairan. (Salim, 1986)
Pencemaran yang dimaksud merugikan adalah pencemaran yang sudah melampaui
ambang batas daya tampung atas kemampuan yang dapat mengakibatkan berbagai efek
negatif sampai fatal. Untuk mendapatkan udara yang sesuai dengan kualitas yang diinginkan
maka pengendalian pencemaran udara harus dilakukan. Pengertian pencemaran udara
berdasarkan Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi,dari
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia,sehingga mutu udara turun
sampai ke tingkat tertentu yangmenyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Secara garis besar pencemaran udara dibedakan menjadi dua bagian yaitu pencemaran
udara bebas dan pencemaran udara dalam ruangan. Bahan yang dapat mencemari udara
berupa partikel dan gas. Penyebab pencemaran udara berasal dari alam dan aktivitas manusia.
Adanya pencemaran udara harus mengetahui baku mutu udara atau nilai ambang batas. Baku
mutu udara berguna untuk menentukan batas ketinggian yang diperbolehkan untuk pencemar
udara tetapi tidak menimbulkan gangguan pada kehidupan makhluk hidup.
3) Pencemaran Tanah
Tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup,
disamping sebagi ruang hidup juga mempunyai fungsi produksi yaitu sebagai penghasil
biomassa seperti makanan, kayu, obat-obatan. Selain itu, tanah juga berperan menjaga
kelestarian sumber daya air dan lingkungan hidup secara umum. Artinya pemanfaatan tanah
harus dilakukan dengan bijaksana dan perencanaan untuk kepentingan yang akan datang.
Tanah bisa dimanfaatkan secara berkelanjutan apabila kegiatan pengendalian perusakan tanah
sudah sesuai dengan tingkat mutu yang diinginkan.

2.2.5 Pengertian Perusakan Lingkungan


Rusak berarti sudah tidak dapat dimanfaatkan lagi sebagaimana fungsi sebenarnya.
Rusaknya lingkungan mengandung makna bahwa berkurangnya manfaat lingkungan.
Menurut Undang –Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, perusakan lingkungan adalah tindakan orang yang menimbulkan
perubahan langsung maupun tidak langsung terhadap sifat fisik dan lingkungan sehingga
melampaui baku kerusakan lingkungan hidup. Kerusakan lingkungan adalah perubahan
langsung dan atau tidak langsung terhadap fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup
yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan disebabkan oleh dua faktor:
1) Faktor Internal
Kerusakan yang berasal dari bumi itu sendiri, misalnya: gempa bumi, letusan gunung
berapi, badai, banjir besar, longsor.
2) Faktor Eksternal
Kerusakan lingkungan yang terjadi akibat perilaku manusia meningkatkan kualitas
dan kenyamanan hidup tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Kerusakan ini
disebabkan oleh kegiatan antara lain: industri yang mencemari lingkungan, eksploitasi
sumber daya alam, penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan, dan limbah rumah tangga.
Ditinjau dari peristiwa terjadinya kerusakan lingkungan dibagi menjadi dua yaitu:
1) Kerusakan dengan sendirinya yang disebabkan oleh manusia dan alam
2) Kerusakan yang disebabkan oleh pencemaran, baik yang berasal dari tanah, udara
maupun air.

2.2.6 Dampak Pencemaran dan Perusakan Lingkungan


Timbulnya berbagai macam pencemaran pada umumnya menyebabkan dampak
negatif pada keseimbangan lingkungan atau ekosistem di bumi. Dampak pencemaran,
diantara yang lain:
1) Punahnya Spesies
Polutan berbahaya bagi biota perairan dan darat. Berbagai jenis hewan mengalami
keracunan, lalu mati. Spesies hewan yang berbeda memiliki kekebalan tidak sama. Beberapa
sensitif, beberapa tahan. Satwa muda, larva merupakan hewan yang peka terhadap
kontaminan. Ada hewan yang bisa beradaptasi menjadi kebal terhadap materi pencemar
uniseks. Meskipun hewan beradaptasi, mereka harus melakukannya Diketahui bahwa tingkat
adaptasi hewan terbatas. Saat batasnya terlalu banyak, hewan itu akan mati. (Akib, 2014)
2) Gangguan Keseimbangan Lingkungan
Kepunahan spesies tertentu dapat mengubah pola interaksi internal ekosistem. Rantai
makanan, jaring makanan, dan aliran energinya telah berubah. Hasilnya, lingkungan menjadi
seimbang Mengganggu dan mempengaruhi punahnya spesies lain.
3) Kesuburan Tanah Berkurang
Penggunaan insektisida mematikan fauna tanah. Hal ini dapat menurunkan kesuburan
tanah. Penggunaan pupuk terus menerus dapat menyebabkan tanah menjadi asam. Hal ini
juga dapat menurunkan kesuburan tanah. Demikian juga dengan terjadinya hujan asam
sehingga berakibat pada penuruan hasil panen.
4) Keracunan dan Terkena Penyakit
Orang yang mengkonsumsi sayur, ikan, dan bahan makanan tercemar dapat
mengalami keracunan. Ada yang meninggal dunia, ada yang mengalami kerusakan hati,
ginjal, menderita kanker, kerusakan susunan saraf, dan bahkan ada yang menyebabkan cacat
turunan.
5) Pemekatan Hayati
Proses peningkatan kadar bahan pencemar melewati tubuh makluk dikenal sebagai
pemekatan hayati (dalam bahasa Inggrisnya dikenal sebagai biomagnificition.
6) Terbentuknya Lubang Ozon dan Efek Rumah Kaca
Terbentuknya lubang ozon dan terjadinya efek rumah kaca merupakan permasalahan global
yang dirasakan oleh semua umat manusia. Hal ini disebabkan karena bahan pencemar dapat
tersebar dan menimbulkan dampak di tempat lain.
2.3
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian


Dengan menyadari bahwa permasalahan lingkungan hidup memerlukan pendekatan
interdisipliner dan pengkajian secara multidisipliner untuk pemecahan secara terpadu, maka
penelitian ini hanya menggunakan pendekatan dari segi hukum dengan memperhatikan
aspek-aspek ekologis. Pembahasan akan menggunakan metode deskriptif analitis yang akan
berguna untuk pemahaman dan pemecahan masalah perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup dan sumber-sumber alam di Indonesia.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek penelitian. Populasi adalah seluruh
data yang menjadi perhatian kita dalam suatu lingkup waktu yang kita tentukan. Jadi populasi
adalah keseluruhan unsur obyek atau subyek yang merupakan sumber data dengan
karakteristik tertentu dalam sebuah penelitian. Adapun populasi dalam penelitian ini, penulis
mengambil seluruh pekerja di sektor pertanian.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Pengertian lain dari sampel adalah
bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sampel dalam penelitian ini
adalah seluruh pekerja di sektor pertanian yang menggunakan bahan kimia seperti pestisida
untuk mengendalikan hama pengganggu tanaman.

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode, antara lain:
1) Wawancara
Jenis wawancara yang akan digunakan peneliti adalah wawancara semi terstruktur,
dimana peneliti akan membuat daftar pertanyaan yang akan ditanyakan pada saat wawancara
tetapi tidak menutup kemungkinan untuk munculnya pertanyaan-pertanyaan baru terkait
dengan permasalahan yang diteliti selama wawancara berlangsung. Jadi, tidak hanya terpaku
pada pertanyaan yang telah dibuat. Peneliti akan mewawancara beberapa informan yang
terlibat langsung dalam proses pertanian atau petani yang menggunakan bahan kimia seperti
pestisida sehingga dapat memberikan informasi yang akurat, serta masyarakat yang tinggal di
lingkungan pertanian. Instrumen wawancara yang digunakan adalah alat tulis, perekam suara,
dan pedoman wawancara.
2) Observasi

Observasi dilakukan dengan cara direct observation, yaitu peneliti terjun langsung
untuk observasi di lapangan tetapi tidak bertindak seperti apa yang dilakukan oleh subyek
penelitian. Peneliti akan mengamati produk apa saja yang digunakan, prosedur penggunaan
pestisida apakah sudah sesuai dengan petunjuk yang tertera pada kemasan/label serta
bagaimana proses penyemprotan. Hasil pengamatan akan dicatat kemudian diolah menjadi
data yang dapat menunjang penelitian ini.

3) Dokumentasi

Dokumentasi adalah setiap bahan tertulis yang dapat digunakan untuk memperoleh
data. Bahan tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah catatan, transkrip, dan salinan
kontrak. Dan bahan lainnya yaitu rekaman dan foto

3.4 Instrumen Penelitian


Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Sesuai dengan metode
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian maka instrumen pengumpulan data yang
digunakan adalah sebagai berikut:
1) Instrumen Angket
Pedoman kuesioner atau angket yaitu alat bantu untuk pengumpulan data berbentuk
pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Lembar kuesioner atau angket ini berupa lembar pertanyaan mengenai
kepedulian lingkungan siswa. Kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini adalah kuesioner
bentuk jawaban tertutup, yaitu angket yang setiap pertanyaannya sudah tersedia berbagai
alternatif pertanyaan. Pada kuesioner ini jawaban telah disediakan dan responden tinggal
mengisi dengan tanda checklist pada kolom jawaban.

3.5 Sumber Data


Sumber data terdiri atas data kepustakaan (data sekunder) dan data lapangan (data
primer). Data kepustakaan diperoleh dari buku-buku, majalaj dan dokumen-dokumen resmi.
Data lapangan diperoleh dari pemberian informasi atau data maupun wawancara dengan
petani, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, dan dinas pertanian wilayah setempat.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang diperlukan untuk pembahasan penelitian ini diperoleh dengan
prosedur sebagai berikut :
1) Dalam studi lapangan dilakukan wawancara dengan petani atau pekerja di sektor
pertanian, tokoh masyarakat, petuhas kesehatan, serta dinas pertanian yang
menggunakan bahan kimia seperti pestisida. Dari keterangan serta penjelasan dan data
yang diberikan oleh informan maka disusunlah data secara sistematis, kemudian
dinilai dan di olah sebagai data yang dapat dipertanggungjwabkan reliabilitasnya.
2) Dalam studi kepustakaan diperoleh bahan dengan membaca buku-buku, majalah, dan
dokumen resmi berupa peraturan perundang-undangan, selanjutnya berdasarkan
sumber data kepustakaan maupun data lapangan akan diperoleh gambaran yang jelas
mengenai tinjauan dari segi hukum dari beberapa masalah pencemaran lingkungan
akibat penggunaan bahan kimia.

3.7 Analisis Data


Semua informasi dan data, baik data kepustakaan maupun data lapangan akan
diproses lebih lanjut. Dari hasil pengolahan akan dipilih data yang ada relevansinya dengan
tujuan pembahasan dengan tidak mengurangi reliabilitasnya.
BAB 4 BIAYA KEGIATAN

N Jenis pengeluaran Biaya


O
1 Peralatan penunjang Rp. 2.500.000
2 Peralatan habis pakai Rp. 1.300.000
3 Biaya transportasi Rp. 600.000
4 Lain-lain Rp. 2.400.000
jumlah Rp. 6.800.000
DAFTAR PUSTAKA

Akhadi, Mukhlis. 2014. Isu Lingkungan Hidup Mewaspadai Dampak Kemajuan Teknologi
dan Polusi Lingkungan Global yang Mengancam Kehidupan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Akib, Muhammad. (2014). Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional. Jakarta; Raja
Grafindo.
Arif, A. (2015). Pengaruh bahan kimia terhadap penggunaan pestisida lingkungan. Jf Fik
Uinam, 3(4), 134–143. http://103.55.216.56/index.php/jurnal_farmasi/article/view/2218
Dhiaswari, D. R., Santoso, A. B., & Banowati, E. (2019). Pengaruh Perilaku Petani Bawang
Merah dan Penggunaan Pestisida terhadap Dampak bagi Lingkungan Hidup di Desa
Klampok Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Edu Geography, 7(3), 203–211.
Dr. Muhammad Ikhtiar. (2018). Pengantar Kesehatan Lingkungan (Issue July).
Emil Salim. (1986). Pembangunan Berwawasan Lingkungan, LP3ES, Jakarta.
Fan, L., Niu, H., Yang, X., Qin, W., Bento, C. P. M., Ritsema, C. J., & Geissen, V. (2015).
Factors affecting farmers’ behaviour in pesticide use: Insights from a field study in
northern China. Science of the Total Environment, 537, 360–368.
https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2015.07.150
Ivnaini, A. (2019). Analisa Kebijakan Hukum Lingkungan dalam Pengelolaan Pestisida.
Bestuur, 7(2).
Jamal, E. (2020). Diskusi Pestisida Di Indonesia. In Kementrian Pertanian Republik
Indonesia (p. 24).
Mahawati, E., Husodo, A. H., Astuti, I., & Sarto, S. (2017). Pengaruh Teknik Aplikasi
Pestisida terhadap Derajat Keparahan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) pada
Petani. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 16(2), 37.
https://doi.org/10.14710/jkli.16.2.37-45
Muhammad Erwin. (2015). Hukum Lingkungan dalam Sistem Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup di Indonesia (edisi revisi), PT. Revika Aditama, Bandung.
Otto Soemarwoto, 2001, Ekologi, Lingkungan Hidup, Jakarta: Djembatan
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air
Rani Ariyanti, Elvi Yenie, S. E. (2017). Pembuatan Pestisida Nabati Dengan Cara Ekstraksi
Daun Pepaya Dan Belimbing Wuluh. Jom FTEKNIK, 4(02), 1–9.
Rayendra Sathya Wibisana. (2020). Pertanggung Jawaban Pidana Mengedarkan Pestisida
Tidak Sesuai Dengan Label. Jurnal Elektronik Hukum Bisnis, 4, 1–18.
Rianty, M. C. (2018). Gambaran Upaya Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Dalam
Penggunaan Pestisida. Kesehatan Lingkungan.
Soegianto, Agus. Ilmu Lingkungan Sarana Menuju Masyarakat Berkelanjutan. Surabaya:
Airlangga University Press. 2010.
Sony Keraf. (2014). Etika Lingkungan Hidup. Bandung: PT. Sinar Grafika.
Suhadi. (2012). Mengawal Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun Di Kawasan Sekaran
Untuk Masa Depan Yang Lebih Baik. Indonesian Journal of Conservation, 1(1), 87–94.
Tarmizi, I. D. (2015). Kimia Lingkungan Buku.pdf (p. 195).
Taufik, I. (2011). Pencemaran Pestisida Pada Perairan Perikanan. Media Akuakultur, 6(1),
69–75.
Takdir Rahmadi. (2015). Hukum Lingkungan Di Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang “Perlindungan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
Wahyuni, S. (2010). Perilaku petani bawang merah dalam penggunaan dan penanganan
pestisida serta dampaknya terhadap lingkungan (studi kasus di Desa Kemukten,
Kecamatan Kersana, Kabupaten Brebes). Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia,
27(3), 40–47.
Yuantari, M. C. (2011). Dampak Pestisida Organoklorin Terhadap Kesehatan Manusia dan
Lingkungan Serta Penanggulangannya. Prosiding Seminar Nasional Peran Kesehatan
Masyarakat Dalam Pencapaian MDG’S Di Indonesia, April, 187–199.
Yuantari, M. G. C. (2009). Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida Dan
Dampaknya Pada Kesehatan Petani Di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo
Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Tesis Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro, 1–142. https://core.ac.uk/download/pdf/11717785.pdf

Anda mungkin juga menyukai