Anda di halaman 1dari 9

TESALONIKA PIRI/190402005

TAFSIRAN TEKS MATIUS 5:13-16

GARAM DUNIA DAN TERANG DUNIA


1. LATAR BELAKANG \ PROSES MUNCULNYA KITAB MATIUS
Injil Matius merupakan kitab yang dikarang dalam bahasa Yunani. Hal ini menyebabkan
bahwa tempat asal dari injil ini merupakan suatu kota yaitu Anthiokia di Siria. Kualitas bahasa
yang digunakan oleh injil Matius bukanlah bahasa Yunani terjemahan, sehingga dapat
disebutkan bahwa orang yang menulis injil Matius merupakan orang yang terdidik dalam bahasa
Yunani yang baik dan menguasai kosakata yang luas.  Injil Matius diperuntukkan untuk orang-
orang Kristen yang berlatarbelakang Yahudi dan bukan Yahudi yang terlihat dari isi injil akan
keterbukaan terhadap bangsa-bangsa lain yaitu bangsa bukan Yahudi sehingga ini berarti isi dari
injil Matius memiliki sifat yang universal dan ini juga dapat diperbandingkan dengan Amanat
Agung yang ada di dalam pasal 28. 1
Dapat dipastikan bahwa injil Matius muncul di akhir abad pertama, sekitaran tahun 80-an
sampai 90-an. Injil Matius ditulis beberapa waktu sesudah keruntuhan Yerusalem tahun 70 M,
sehingga banyak dari bagian Injil Matius dipengaruhi oleh peristiwa itu.
Beberapa penulis PB antara lain M.E. Duyverman, Jack Dean Kingsbury, J. Verkuyl
sama-sama menulis bahwa komunitas pembaca yang dimaksudkan injil matius adalah Orang-
orang Kristen asal Yahudi dan Yunani yang biasa disebut kafir. Matius merasa perlu
menguraikan dengan panjang lebar pergumulan Tuhan Yesus melawan cara-cara ahli taurat
bangsa Yahudi yang menerangkan dan memutarbalikkan hukum taurat. 2
Alasan injil ini ditulis yaitu antara lain sang penulis merasa terpanggil untuk
mempersatukan jemaat dengan 2 latar belakang yang berbeda. Injil ini bukan semata-mata hanya
kumpulan perkataan atau pelayanan Yesus. Alasan lain bagaimana munculnya kitab ini yaitu
sang penulis ingin berusaha merombak tradisi saat itu yaitu tradisi Yahudi. Salah satu contohnya
yaitu saat sang penulis kitab ini mengangkat tentang keberadaan perempuan dalam pasal pertama
kitab ini, yang jika menurut tradisi Yahudi tidak boleh mencantumkan seorang perempuan dalam
silsilah.
Injil Matius mengandung pengajaran Yesus yang dapat dengan mudah dimengerti oleh
orang-orang Kristen baru, dan banyak memberi dasar-dasar hidup orang Kristen. Injil ini juga
merupakan kesinambungan antara Yesus dan Perjanjian Lama sehingga dapat menjadi buku
pedoman yang bermanfaat untuk menjawab pertanyaan yang diajukan oleh orang-orang Yahudi.

1
Jack Dean Kingsbury, Injil Matius Sebagai Cerita, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2000: hlm. 195-197.
2
M. E. Duyverman.,Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, (Jakarta : BPK Gunung Mulia,) 52., bdk J.
Verkuyl., Khotbah di Bukit, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2002), 2., bdk., J. D. Kingsbury., Injil Matius Sebagai
Cerita, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2000), 195.
3
Matius adalah kitab yang paling komperhensif dari ketiga injil sinoptik. Karena mengandung
hampir seluruh isi markus dan banyak bahan dari Lukas. Injil Matius mendapat kedudukan
sebagai kitab injil yang paling penting dalam jemaat mula-mula. 4
2. TAFSIRAN
a. Ayat 13 : Yesus mengatakan para pendengar-pendengarNya bahwa mereka
adalah garam dunia, tetapi jika menjadi tawar tidak lagi berguna.
(kata kunci : Garam Bumi/Dunia, menjadi tawar)
Terjemahan peneliti lebih menggunakan kata “garam di bumi”, Dikarenakan dalam
beberapa terjemahan (KJV, NAS misalnya) lebih menggunakan kata earth atau land ( gh/j\) =
gh/ ge {ghay} arable land yang berarti bumi, tanah atau permukaan yang baik untuk didiami
dikarenakan masyarakat kuno menggunakan garam untuk menyuburkan tanah dan hal
tersebutlah yang membuat penulis Injil Matius berbicara dengan garam bumi bukan garam
dunia (LAI).5 Berbeda dengan kata “dunia” yang dalam bahasa Yunani menggunakan kata KO,smoj
(kosmos).
Hal ini secara harafiah berarti murid-murid Yesus menjadi panutan yang dimulai dari atau
di tanah yang didiami oleh mereka dan kemudian dapat memberitakan apa yang telah
disampaikan Yesus ke seluruh dunia.
Di zaman Yesus garam dipergunakan tidak hanya untuk menambah rasa pada makanan
tetapi juga mengawetkan daging atau ikan. Setiap rumah tangga di Galilea tahu memakai garam
supaya makanan menjadi enak. Di Palestina, garam diperoleh dari kolam-kolam yang dangkal, di
mana air laut menguap, sampai tinggal garamnya saja.6
Jika dilihat dari latar belakang, Garam merupakan bahan yang digunakan di dalam
kehidupan sehari-hari, dan hal tersebut telah ditemukan dalam kehidupan zaman dulu. Garam
biasanya disuling dari Laut Mati dan dikeringkan, atau ditambang dari batu karang yang
berdekatan sehingga garam menjadi bahan pengawet yang penting untuk diketahui dan memiliki
arti kata yang sejajar dengan perbuatan baik.7
Menurut Matthew Henry, kata-kata ini (Mat :5:13) yakni tentang makna garam itu sendiri
adalah bernilai dan mempunyai arti yang kekal akan mendorong dan menyokong mereka saat
mengalami penderitaan, agar sekalipun diperlakukan hina, mereka harus tetap menjadi berkat
bagi dunia lebih-lebih di ketika sedang berada di tengah-tengah penderitaan. Para nabi yang ada
sebelum mereka adalah garam bagi tanah Kanaan, tetai para rasul adalah garam bagi seluruh
bumi.8
3
Jhon Drane, Memahami Perjanjian Baru, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008), 219.
4
Jhon Drane, 219
5
Stephan Leks. Tafsir Injil Matpppius. (Yogyakarta : Kanisius, 2003) h. 132.
6
J.J. de Heer,. Tafsiran Alkitab : Injil Matius pasal 1-22, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 2008) .74
7
Ibid,. 75
8
Matthew Henry, Tafsiran Matthew Henry : Injil Matius 1-14, (Surabaya : Momentum, 2007). 173
Di dalam teks ini siapakah yang dimaksudkan sebagai garam? Mungkin yang dimaksudkan
oleh Yesus adalah murid-muridnya dan pendengar yang lainnya, hal ini dikarenakan oleh
penggunaan kata “kamu” U`MEI/j humeis {hoo-mice'} merupakan catatan untuk menjelaskan
bahwa yang ditunjuk untuk melaksanakan perintah itu adalah orang yang mendengarkan pada
saat pada saat pesan disampaikan.Inilah mengapa para murid Yesus disebut sebagai garam dunia
(Mat. 5:13). Ketika Yesus membandingkan para murid atau pendengar pada waktu itu dengan
garam, Ia mengatakan bahwa mereka menambah kualitas dari eksistensi manusia dan
mengawetkannya dari kehancuran.9
Yesus menggambarkan murid-muridNya sebagai garam merupakan petunjuk bahwa
muridNya harus memiliki kebijaksanaan di dalam kehidupannya dikarenakan garam memiliki
hubungan makna juga terhadap garam. Jika mereka menjadi seperti garam yang baik, putih
bersih, halus, dan dihancurkan menjadi butir-butir, namun sangat diperlukan dan berguna.10
Dalam pernyataan Yesus selanjutnya adalah “jika garam itu menjadi tawar dengan
apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.” Pada waktu itu,
garam murni tidak pernah menjadi tawar. Tetapi di zaman kuno, garam (yang biasanya
disunting dari laut mati) pada umumnya tidak murni secara kimia, sehingga khasiatnya dapat
hilang, antara lain karena kelembaban tingkat tinggi, yang tampak sebagai geram, dalam
kenyataannya bukan seperti yang diharapkan lagi.11
Garam yang diperoleh dari laut mati dapat menjadi tawar, sebab biasanya tercampur
dengan zat-zat yang lain, yang dapat menghilangkan rasa yang baik dari garam itu. Selain itu
apabila stok garam yang disimpan telah rusak dalam gudang-gudang garam dari Bait Allah di
Yerusalem, disuruh buang oleh Herodes di pelataran-pelataran Bait Allah dan dinjak-injak
orang. Akan tetapi kalau cara hidup mereka sebagai orang Kristen menjadi pudar, atau kalau
mereka bukan orang Kristen yang sungguh, maka mereka akan menjadi garam yang tawar, dan
patut dibuang.
Yesus juga mengatakan tentang garam yang menjadi tawar dibuang dan diinjak-injak
orang. Mungkin dibuang ke jalanan atau pekarangan (aslinya, ke luar), lalu dengan sendirinya
diinjak. Dalam pembicaraan Yesus mengenai garam, Ia tidak mau membicarakannya secara
ilmiah. Yesus memberi kepada murid-muridNya suatu pengetahuan spiritual, kebijaksanaan,
jalan hidup, supaya mereka mempertahankan mutu dunia ini.
Garam adalah obat bagi makanan yang tawar, tetapi tidak ada obat bagi garam yang
tawar. Kekristenan akan memberikan keharuman bagi manusia, tetapi bila kehidupan
Kekristenan seseorang tetap datar dan bodoh, tidak penuh dengan anugerah serta tawar, maka
tidak ada pengajaran atau sarana apa pun lagi yang dapat diterapkan untuk membuatnya harum
kembali.12
Garam selalu dihubungkan dengan kemurnian, sehingga peneliti mempunyai pendapat
9
Diane Bergant dan Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, (Yogyakarta: Kanisius, 2002). 41
10
Matthew Henry, Tafsir Injil Matius 1-14. 174
11
Stefan Leks, Tafsir Injil Matius, 132.
12
Matthew Henry,175.
bahwa ayat ini juga merupakan pujian untuk mereka yang memilki hati yang murni di dalam
kehidupannya, namun apabila kemurnian itu telah hilang dengan apa lagi akan
mendapatkannya? Selain hal ini juga merupakan peringatan keras dari Yesus sendiri agar para
pendengar tidak menjadi tawar karena mereka seharusnya dibuang dan ini menunjukkan bahwa
mereka tidak berguna lagi dan di dalam kekristenan ini sama halnya dengan kehilangan jati diri
dan menuju kepada malapetaka (keburukan).
Dari pemaparan diatas, menurut peneliti jika dilihat dari latar belakang konteks latar
belakang kehidupan pembaca pertama Injil Matius, yang sebagian besar adalah orang-orang
Kristen Yahudi diharapkan dapat menjadi garam di lingkungan sosial yang pada waktu itu
berada dalam konflik baik dari segi keagamaan dan dari segi politik. Walaupun begitu pembaca
pertama dari Injil Matius diharapkan menjadi garam di tengah- tengah bangsa-bangsa lain
ataupun paguyuban Yahudi. Dapat dikatakan pula bahwa para pembaca pertama paguyuban
Matius ini didorong agar agar tidak terlepas dari ‘kebebasan’ mereka, untuk tidak menyakiti
hati orang-orang Yahudi.
Penggunaan kata garam dalam khotbah di bukit tidak asing lagi bagi orang-orang Yahudi,
karena mereka tahu betul apa itu garam dalam kehidupan sehari-hari, serta manfaat bagi segi
jasmani maupun rohani.
b. Ayat 14 : Yesus juga mengatakan para pendengarNya bahwa mereka adalah
cahaya/terang dunia.
(Cahaya dunia, kota yang diatas gunung)
Dalam ayat 14 dikatakan bahwa mereka juga adalah terang dunia. Mereka menyinarkan
cahaya dari Yesus, terang yang besar itu. Dalam konteks pembaca pertama bagi penulis Injil
Matius, memberikan suatu pemahaman bahwa mereka (orang-orang Yahudi Kristen) adalah
orang yang dalam diri mereka mempunyai cahaya sehingga orang-orang disekitar mereka akan
merasakan kebaikan, moral dari para pembaca pertama. Hal ini berarti bahwa penulis Injil
Matius ingin menjelaskan terhadap seluruh pembaca (pembaca pertama yang universal) bahwa
orang-orang Kristen Yahudi bagi mereka harus come and see, not go and tell, maksudnya adalah
didalam diri orang-orang Yahudi Kristen mempunyai/ telah ada terang, dan lingkungan orang-
orang disekitar mereka haruslah datang dan melihat terang didalam diri mereka. Terang yang
berasal dari Allah.
Mengapa dalam Injil Matius para pengikut Yesus disebut “terang dunia”, olehNya?
Menurut penulis Injil Matius, Yesus dan Gereja adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Sama
seperti Yerusalem tidak terpisahkan dari gunung. Maka dalam ucapan Yesus ini, para
pengikutNya harus dilihat sebagai satu kesatuan, bukan masing-masing individunya. 13 Mereka
menjadi terang dunia, bila mereka hidup rukun dan memancarkan kasih kepada Allah dan
sesama.
Di zaman Yesus, satu-satunya lampu yang ada adalah sebuah alat seperti piring kecil di
mana api dibiarkan menyala. Lampu itu sebenarnya tidak memberikan banyak sinar. Tetapi di
13
Stephan Leks, Tafsir Injil Matius, h.134
zaman listrik belum ditemukan, lampu semacam itu sudah dianggap terang. Ketika Yesus
menyebut para muridNya terang dunia, Ia mengatakan bahwa tindakan mereka adalah seperti
semacam kumpulan sinar dalam dunia.14
Kota yang di atas gunung tidak mungkin tersembunyi : hal tersebut mungkin sebuah
pepatah yang dipakai pada bermacam-macam kesempatan. Kota yang terletak di atas gunung
tidak akan mungkin luput dari perhatian yang berarti Cahaya tidak mungkin tidak dilihat. Yesus
mengumpamakan mereka dengan kota yang berada (yang dibangun) di atas gunung. Kota yang
demikian mudah kelihatan dank arena itu tidak mungkin tersembunyi bagi siapapun. Tetapi
gunung manakah itu? Apakah ada suatu gunung tertentu, yang dimaksudkan oleh Yesus?
Menurut para ahli Yesus mengaitkan perkataan itu dengan gunung Sion, yaitu gunung yang
diatasnya Yerusalem dan Bait Allah dibangun (Yes 2:2-3) dan yang dari mana terang Tuhan
bercahaya atas bangsa-bangsa.
Mereka tidak usah kuatir kalau-kalau mereka tidak diperhatikan orang. Seorang Kristen,
yang betul hidup secara Kristen, pasti “secara otomatis” memberi kesan kepada orang yang di
sekelilingnya. Warga Kerajaan Allah adalah seperti kota yang terletak di atas gunung, yang tidak
mungkin tinggal tersembunyi.15
c. Ayat 15 : Yesus memberikan perumpaamaan tentang pelita yang ditaruh
dibawah gantang
(Pelita dan gantang).
Pelita yang ditaruh dibawah tempayan (TB :Gantang) hanya untuk menyembunyikan
cahayanya. Kiasan ini diambil dari situasi sosial pada waktu dahulu di Palestina. Rumah-rumah
orang Yahudi pada umumnya memiliki suatu kamar (ruangan) saja. Karena itu pelita pasti
ditaruh di tempat tinggi untuk menerangi seluruh isi ruangan. Kiasan ini dipahami oleh murid-
murid Yesus dan para pendengarNya. Pelita bukan lilin melainkan sejenis lampu sederhana
yang berbentuk mirip mangkok dan diisi dengan minyak zaitun dengan sumbuh pada salah satu
ujungnya.16
Maksud pelita dinyalakan ialah untuk menerangi semua orang yang berada di dalam
rumah, bukan untuk menutupinya dengan gantang. Sebab kalau ditutup dengan gantang, pelita
itu akan mati dan orang-orang yang berada di dalam rumah itu akan dikuasai kegelapan.17
Cahaya pelita dimaksudkan untuk semua penghuni rumah, sehingga harus ditempatkan di
tempat yang tinggi. Baru sesudahnya, pelita dapat berfungsi semestinya, yaitu menerangi semua
orang di dalam rumah. Gantang adalah alat pengukur gandum, serta kaki dian adalah tempat
dimana pelita yang menyala diletakkan. Alat-alat tersebut adalah perangkat rumah. Juga disebut
dengan tempayan yang mengacu kepada suatu wadah yang dipakai untuk menakar gandum (k.l.
8 liter). Gantang dibuat dari tanah liat dan dilengkapi dengan beberapa gagang. Bila dibalik,
14
Diane Bergant dan Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, h. 42
15
J.J. de Heer,. Tafsiran Alkitab : Injil Matius pasal 1-22, h. 75
16
Stephan Leks, h. 135
17
J.L.Ch. Abineno, Khotbah di Bukit : Catatan tentang Matius 5-7, h.38
gantang menutupi pelita dan mengamankan nyalanya.

d. Ayat 16 : Yesus mengharapkan para pendengar menjadi terang di depan orang


lain, agar mereka melihat perbuatan baik hanya untuk memuliakan Allah.
Pada ayat 16 dikatakan bahwa Yesus mengharapkan para pendengar menjadi terang di
depan orang lain, untuk memuliakan Allah. Demikianlah hendaknya, sama seperti pelita yang
tidak ditutupi dengan gantang, tetapi yang diletakkan di atas kaki dian, sehingga dapat
menerangi semua orang yang berada di dalam rumah, demikianlah pula hendaknya dilakukan
oleh murid-muridNya, yakni bahwa terang mereka harus di cahayakan di depan orang bukan
disembunyikan.18
Apa saja yang diberikan kepada para pengikut Yesus, tidak pernah diberi demi dan untuk
mereka sendiri tetapi selalu demi kepentingan orang lain. Terang memang tidak pernah
berfungsi bagi dirinya sendiri. Maka pengikut Yesus tidak boleh bersikap arogan ataupun
sombong sebagai “terang dunia”. Dengan menjadi terang, para pengikut Yesus harus nyata bagi
semua orang lewat perbuatan-perbuatan baik, bukan hanya lewat bicara dan tampang mereka.
Memuliakan Bapa di surga. Kata memuliakan dapat diganti dengan menggunakan kata
“mengagungkan”. Para pengikut Kristus pun harus berbuat baik demi kemuliaan Allah saja,
sehingga perbuatan-perbuatan baik mereka akan mampu mengundang orang lain untuk
memuliakanNya juga.19

3. ALASAN PENULIS MENGANGKAT PERIKOB “GARAM DUNIA DAN TERANG


DUNIA”
Pengajaran tentang garam dan terang dunia adalah bagian dari khotbah Yesus di bukit.
Khotbah di bukit diucapkan Tuhan pada masa pertama Tuhan Yesus tampil sebagai Mesias. Pada
permulaan masa pertama itu Tuhan Yesus memanggil murid-muridNya, mengumpulkan mereka
lalu kemudian Ia bersama dengan murid-muridNya bekerja bersama di antara orang-orang
banyak yang mengerumuni Dia. Pada masa itu, Ia bersama dengan para muridNya mengadakan
kontak pertama dengan khalayak ramai, dan disinilah Ia mengucapkan “khotbah di bukit”.20
Khotbah di bukit ini merupakan bentuk pemberitaan dan pengajaran. Pemberitaan yaitu
memberitakan kepada orang apa yang telah Allah perbuat bagi kita dalam anugerahNya yang
besar. Serta pengajaran yaitu terutama menjelaskan dan menguraikan tentang apa yang dituntut
Allah bagi kita umat ciptaanNya. Jadi bisa dikatakan bahwa isi dari khotbah di bukit ini yaitu apa
18
Ibid, 39.
19
Stephan Leks, 136.
20
J.Verkuyl, Khotbah di Bukit, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 1.
yang Allah mau kita lakukan harus kita lakukan dengan cara memberitakan dan mengajarkan
kepada orang lain. Anugerah Allah yang tak terhingga harus diberitakan, namun kehendak Allah
yang kudus perlu juga untuk diajarkan.21
Garam dan terang dunia adalah salah satu isi khotbah di bukit yang disampaikan oleh
Tuhan sendiri. Mengapa Tuhan mengangkat perumpamaan tentang garam dan terang dunia ini?
dilihat dari apa yang telah dijelaskan dalam eksegese di atas, fungsi garam menurut tradisi
Yahudi saat itu yaitu mengawetkan dan memberi rasa pada makanan. Maka berarti kehidupan
orang-orang dan dunia di saat itu diasumsikan sedang berada dalam keadaan yang mendekati
kebusukan dan ketawaran. Kejahatan ada di mana-mana. Ketidakpedulian merajalela. maka dari
itu setiap orang dituntut untuk mempertahankan apa yang baik dan menjaga agar tidak sampai
menjadi busuk serta mampu memberikan rasa yang enak kepada dunia sekitar, agar supaya kita
mempunyai identitas diri sebagai anak-anak Allah yang mampu memberi dampak bagi orang lain
bukan menjadi hal yang sia-sia yang tidak berfungsi lagi dan siap-siap untuk dibuang dan diinjak
orang.
Kata Garam dan Terang dipakai oleh Tuhan Yesus agar supaya para pendengar
khotbahnya saat itu gampang mengerti dan memahami makna dan maksut yang ingin Tuhan
Yesus sampaikan. Secara keseluruhan kalimat-kalimat dan cerita-cerita yang ada tergolong
dalam khotbah di bukit ini memakai gaya bahasa sastra yang disebut “mesyalim” atau “masyaal”
artinya amsal teka-teki. Di zaman itu gaya bahasa seperti ini sering dipakai dalam pengajaran-
pengajaran keagamaan. Ciri-cirinya yaitu tajam, tidak disangka-sangka, radikal, dan dalam
bentuk ini orang sengaja melebih-lebihkan. Intinya adalah pemakaian bahasa dalam khotbah di
bukit ini termasuk penggunaan kata garam dan terang adalah gaya bahasa yang cepat dimengerti
orang karena memakai kata-kata yang tidak asing lagi di sekitar mereka.22
Khotbah tentang garam dan terang dunia ini disampaikan oleh Tuhan Yesus dan
didengarkan oleh orang-orang yang datang saat itu bahkan juga murid-muridNya yang bersama-
sama dengan dia. Dengan salah satu fungsi garam yaitu untuk mengawetkan makanan supaya
tidak membusuk begitu pula pesan yang mungkin ingin Tuhan sampaikan pada murid-muridNya
untuk menjadi garam yang akan mencegah supaya ajaran yang telah diajarkan oleh Tuhan Yesus
jangan sampai menjadi busuk oleh bermacam-macam zat yang mengandung bisa dalam hal ini,
ajaran-ajaran palsu. Selain itu fungsi garam yang lain yaitu untuk memberi rasa. Makna yang
terkandung di dalamnya juga sangat besar yakni setiap orang baik itu para pengajar (murid-
murid) maupun para penerima ajaran (jemaat) harus mampu memberi rasa atau menjadi manfaat
bagi orang lain.
Begitu pula dengan apa yang ingin disampaikan Yesus tentang “terang”. Ia mau agar
murid-murid bahkan para pendengar yang ada di sana untuk menjadi terang bagi semua orang.
Terang itu harus diteruskan kepada orang lain. Bagi mereka yang telah mendengar perkataan
21
Ibid, 3.
22
J.Verkuyl, Khotbah di Bukit, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), 5-6.
Tuhan Yesus ini, mereka diwajibkan untuk meneruskan atau menyampaikannya kepada orang
lain agar ajaran Tuhan Yesus/ injil itu tidak menjadi sia-sia.

4. MAKNA TEOLOGIS
Orang Kristen yang mendapat panggilan Tuhan untuk menjadi garam dan terang dunia
bukanlah merupakan hal yang baru. Kristen dipanggil untuk menggarami dan menerangi dunia
agar dunia yang didasarkan oleh kasih Allah. Dengan melihat garam dan terang sebagai dua hal
yang sangat penting sekaligus dibutuhkan dalam kehidupan manusia, maka seharusnya Kristen
mau dan memampukan diri untuk melakukan apa yang diharapkan oleh Kristus. Garam
berfungsi untuk memberi rasa pada makanan atau masakan. Garam dapat menimbulkan rasa
sedap, sehingga dapat juga dikatakan berfungsi sebagai pemberi rasa, dan apabila tidak ada
garam, maka makanan tidak akan memiliki rasa atau akan hambar. Selain itu garam juga dapat
mengawetkan ikan sehinggan ikan ini dapat bertahan cukup lama. “Kamu adalah garam dunia”
mengandung arti bahwa kita harus dapat berfungsi bagi dunia ini seperti halnya dengan garam
yang berfungsi bagi manusia. Kehadiran kita ditantang untuk dapat menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi banyak orang. Sehingga dapat menjadikan suasana yang hambar menjadi
sedap, suasana yang dingin menjadi hangat dan mendatangkan rasa damai sejahtera serta kasih.
Kalau para murid dipanggil untuk menjadi garam, berarti para murid juga harus menjadi orang
yang selalu mendatangkan suasana yang penuh kehangatan, damai sejahtera dan kasih dan hal ini
sama juga tuntutannya terhadap orang Kristen sekarang.
Panggilan sebagai garam di tengah-tengah dunia terutama di dalam saat ini haruslah
membawa pengaruh kepada isi dunia dan ini menjadi tantangan untuk kekristenan untuk
bertahan dan mempertahankan kekristenannya itu ditengah dunia yang sedang berada di dalam
modernisasi dan proses sekularisme. Yesus menginginkan manusia mampu menjadi berkat
kepada manusia yang lain, atau menjadi berkat di tengah ciptaanNya dan mempunyai
kemampuan mengubah hal yang rusak menjadi baik, seperti tanah yang disuburkan dengan
pemberian garam kepada tanah yang tandus. Pemanggilan manusia sebagai terang sama halnya
dengan garam, terang juga sangat dibutuhkan oleh manusia. Jika berada dalam gelap, yang dicari
oleh manusia yang pertama sekali adalah tarang. Jika manusia berada di dalam kegelapan, maka
manusia akan mencari terang dengan menghidupkan pelita, sehingga terang memang hal yang
sangat penting sekali dalam kehidupan manusia dan sebagai contoh untuk menjadi terang telah
dikatakan oleh rasul Paulus dalam suratnya “Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi
kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan!” (Rom. 12:21) dan tidak menjadi serupa dengan dunia
tetapi memiliki spritual yang baik (Bnd. Galatia 5:19-23). Karena itu, orang Kristen sebagai
manusia yang senantiasa dipanggil untuk membawa dan menyinarkan terang Kristus kepada
dunia yang gelap ini, agar dunia tidak binasa tetapi memperoleh keselamatan yang berasal dari
Kristus .
s
DAFTAR PUSTAKA

Abineno, J.L.Ch. Khotbah di Bukit : Catatan tentang Matius 5-7. Jakarta: Gunung Mulia.
Bergant Diane dan Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Baru, Yogyakarta: Kanisius,
2002.
Drane, Jhon. Memahami Perjanjian Baru. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Duyverman, M. E. Pembimbing ke dalam Perjanjian Baru, Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Leks Stephan. Tafsir Injil Matius. Yogyakarta : Kanisius, 2003.
Verkuyl J. Khotbah di Bukit, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002.
Kingsbury, Jack Dean. Injil Matius Sebagai Cerita, BPK Gunung Mulia, Jakarta 2000.
De Heer, J.J. Tafsiran Alkitab : Injil Matius pasal 1-22, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2008.
Henry, Matthew. Tafsiran Matthew Henry : Injil Matius 1-14, Surabaya: Momentum, 2007.

Anda mungkin juga menyukai