Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN BUKU

PENDAMPINGAN KEINDONESIAAN
(SEBUAH UPAYA MEMANUSIAKAN MANUSIA
DALAM KONTEKS INDONESIA)

OLEH
TESALONIKA B.PIRI
BAB I : PENDAMPINGAN DALAM KONTEKS INDONESIA
Pendampingan dari kata kerja mendampingi yang berarti suatu kegiatan kemitraan,
karena suatu sebab perlu didampingi. Pendampingan adalah suatu proses pertolongan dan
membuat orang diberdayakan untuk hidup yang menghidupkan dan memanusiakan manusia.
Fungsi bimbingan adalah membantu orang yang berada dalam kebinguangan untuk menentukan
pilihan-pilihan dan pengambilan keputusan yang pasti. Menopang membantu yang terluka adar
dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yanng terjadi di masa lampau. Menurut Abineno
fungsi penyembuhan merupakan pelyanan pastoral secaara holistik, lahir dan batin, jasmani dan
rohani, tubuh dan jiwa. Fungsi menyembuhkan ini akan menuntun yang didampingi
mengungkapkan perasaam hati yang terdalam. Fungsi memulihkan berarti membantu yang
didampingi untuk memulihkan kembali hubungan yang rusak antara dirinya dengan orang lain.
Sedangkan fungsi memelihara atau mengausuh yaitu memampukan yang didampingi untuk
mengembangkan potensi-potensi yang diberikan Allah kepadanya. Dengan demikian
pendampingan melaksanakan fungsi-fungsi penggembalaan dengan tujuan utama adalah
mengutuhkan kehidupan manusia dalam segala aspek kehidupannya yakni fisik, sosial, mental
dan spiritual.
Pendampingan di Indonesia berada pada paradigma berpikir Barat dan psikologi
individualis, namun paradigma ini mengalami beberapa benturan karena tidak semua
kecenderungannya memiliki kecocokan dengan latar sosial dan budaya Indonesia, maka
muncullah paradigma baru pendampingan yang mengkaji nilai-nilai spiritual dan agama yang
terkandung dalam budaya masyarakat Indonesia, yanng diharapkan dapat menjawab langsung
permasalahan masyarakat setempat. Dalam konteks keindonesiaan, pendampingan ini harus
berakar pada agama dan sosial budaya bangsa Indonesia sendiri. Agama yang dimaksudkan
disini adalah agama sipil artinya agama yang dianut oleh warga sipil. Pemaknaan spiritual dalam
agama dapat ditemukan dalam falsafah hidup kearifan lokal, contohnya falsafah hidup orang
Timor yang menganggap merusak alam sama dengan merusak perempuan dan sama dengan
merusak generasi serta falsafah mingahasa yang berhubungan dengan solidaritas kemanusiaan
dan kesetiakawanan yang menghidupkan. Dimensi spiritual sperti ini adalah nilai-nilai hidup dari
kehidupan sosial dan budaya masyarakat Indonesia dan itu berarti setiap falsafah yang ada di
masyarakat mengandung makna spiritual.
Maka inilah yang menjadi pertimbangan pendampingan keindonesiaan, antara lain
dengan mengambangkan budaya gotong royong yang dalam konteks pendampingan, nilai-nilai
gotong royong ini menjadi fungsi kemitraan dalam meringankan beban dan menjadi donasi bagi
orang lain. Semua orang saling membutuhkan dalam suka maupun duka, memberi rasa hormat
dan penghargaan dalam berinteraksi. Selanjutnya ada budaya berbagi rasa dan saling menerima
sebgai wujud tanggung jawab kepada Tuhan dan alam. Manusia tanpa berbagi rasa dan
menerima akan kehilangan arah dan arti sebagai makhluk sosial. Orang yang memilik rasa peduli
akan emrasakan suasana hati orang lain. Peduli pada orang lain berarti sunguh-sungguh mau
mendengar apa yang membuat mereka khawatir. Orang yang memiliki ras apeduli menjalani
kehidupan mereka denngan cara pandang untuk selalu memberi perhatian. Dalam
pendammpingan, berbagi rasa dan saling menerima memiliki kesmampun untuk berempati
kepada orang lain, menjalani hidup berdasarkan rasa kasih sayang, cinta dan belas kasih kepada
orang disekitarnya. Persaudaraan yang rukun dan solidaritas dalam pendampingan memiliki
nilai kemanusiaan yang setara. Setiap orang diperlakukan secara manusiawi dengan melakukan
kebaikan dan menjauhi kejahatan. Pertemanan merupakan kepercayaan. Pendampingan dalam
konteks masyarakat Indonesia dalam pengertian perjumpaan budaya mengacu pada peningkatan,
pengembangan dan transformasi masyarakat.
BAB 2: PSIKOLOGI PENDAMPINGAN
Psikologi pendampingan dipahami sebagai penerapan konsep psikkologi terkait pola
pikir, perasaan, dan perilaku ke dalam praktik pendampingan yang berhubungan dengan
kemitraan, bahu membahu, menemani dan berbagi rasa dengan tujuan memberdayakan
menghidupkan dan memanusiakan. Pemenuhan kebutuhan psikologi diperlukan dalam
pendampingan. Penampingan dalam kerangka psikologis lebih menekankan pada psychological
strength yaitu kekuatan yang menggerakan individu mengembangkan dan meningkatkan potensi
diri dalam upaya memberdayakan diri bahkan menghidupkan dan memanusiakan manusia lain.
Dimensi psikologi yang dipahami dalam kerangka berpikir pendampingan adalah
semakin sehat kebutuhan seseorang, semakin tinggi kekuatan psikologis. Semakin kuat kekuatan
psikologis, semakin dapat menangani stress, realistis serajat kepuasan dan kebahagiaan. Semakin
sedikit kekuatan psikologis, semakin tidak efektif menghadapi stress, semakin banyak
ketidakpuasan dan penderitaan. Psikologis pendampingan sebagian besar didasarkan pada
hubungan timbal balik secara sosial dan mengasumsikan bahwa individu komunitas maupun
kelompok membentuk mempertahankan dan mengakhiri hubungan berdasarkan keyakinan
bahwa manfaat dari nilai suatu hubungan yang menjadi prioritas.
BAB 3: KONSEP DIRI DALAM PENGEMBANGAN PENDAMPINGAN
Konsep diri adalah semua ide, pikirann, perasaan kepercayaan dan pendirian yang
diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam hubungan dengan
pendampingan, konsep diri meruupakan cara individu memandang dirinya secara utuh, baik
fisik, emosional, intelektual, sosial dan spiritual yang datang dari pengalaman dan interaksi kita
dengan orang lain. Konsep diri merupakan suatu ukuran kualitas yang memungkinkan seseorang
dianggap dan dikenali sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya.
Perkembangan konsep diri diperoleh dari berbagai macam pengalaman yang disebut
hierarki, yaitu antara lain: konsep diri primer, dibentuk oleh pengalaman sosial orang tersebut
ketika berada di rumah pada tahun-tahun awal. Apabila anak dikatakan kamu pintar, hebat maka
pola pikirnya adalah mengonsepkan diri yang optimis. Kemudian hari tipe kepribadian yang
dibentuk yaitu ia menjadi anak yang pintar dan hebat. Apabila anak dikatakan bodoh, tolol, tidak
berguna maka setting mindset mengonsepkan diri yang pesimis, kemudian hari ia pun akan
menjadi anak yang rendah diri, cepat tersinggung, tersisihkan dan menyendiri karena merasa
tidak mampu. Konsep diri sekunder, terbentuk setelah konsep diri primer. Konsep diri primer
sering mennentukan pilihan dari situasi dimana diri sekunder akan terbentuk. Konsep diri ideal,
meningkatkan kepuasan seseorang gambar cermin dan dasar konsep diri. Memiliki efek pada
perilakunya dan pada penyesuaian pribadi dan sosialnya karna struktur hirarkis saling terkait satu
sama lain.
Komponen konsep diri dalam pendampingan yang terjadi sejak lahir kemudian secara
bertahap mengalami perubahan seiring dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan individu,
antara lain: citra diri, adalah sikap individu dalam menpersepsikan keadaan fisik tubuhnya baik
itu tentang ukuran dan bentuk, fungsi, penampilan dan potensi tubuh. Citra diri ini penting
karena berperan besar dalam mempengaruhi keadaan kejiwaan seseorang. Terkait
pendampingan, pendamping yang memiliki citra diri postif akan lebih mudah untuk menerima
dan memahami orang lain dalam keberadaannya, sehingga dapat membangun komunikasi dan
relasi yang harmonis dalam suatu pelayanan. Yang didampingi dapat dibantu untuk memperbaiki
citra diri yang buruk dalam mengaktualisasikan dirinya demi pengembangan pelayanan. Ideal
diri, disebut juga sebagai standar pribadi. Mencakup standar bersikap, standar berbicara, standar
dalam mengatur keuangan, standaar penampilan, dan lain-lain. Ideal diri adalah persepsi individu
tentang bagaimana dirinya harus berperilaku dan bertindak sesuai standa, tujuan atau penilaian
tertentu. Terkait dengan pendampingan, ideal diri pendamping menjadikans eoorang sosok atau
figur yang patut diteladani dan menajadi panutan karena ada kepercayaan terhadap kita dengan
kriteria tertentu dalam perspektif orang lain. Harga diri, penilaian terhadap diri baik penilaian
dari dirnya sendiri ataupun penilaian dari diri orang lain. Terkait dengan pendampingan,
pendaamping yang memiliki harga diri yang sehat akan menghargai talenta yang dimilikinya,
meyakinkan yang didampingi bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk berbuat sesuatu
melalui pendampingan kepada sesama. Terkait pengembangan pendampingan, pendamping yang
memiliki harga diri yang sehat akan melakukan perubahan pada individy dan soal sistem
mengembangkan kinerja yang didampingi. Peran diri, diartikan sebagai apa saja tugas yang
harus dilakukan sesuai tuntutan dari oranglain. Memahami peran diri ini penting karena jangan
sampai kita terjebak oleh yang namanya konflik peran yaitu kebinguangan peran mana yang
harus didahulukan. Terkait pendampingan, peran ddiri pendamping mampu dan berani
mendelegasikan tugas tugasnya kepaada pendmping yang lain sesuai aturan yang berlaku.
Terkait pengembangan pendampingan, pendamping yang memiliki peran diri postif, mampu dan
berani mengintegrasikan konsep konsep pendampingan ke daalam pengembangan potensi yang
berdampak pada trandformasi dan perubahan pendampingan. Identitas diri, yaitu menyadari
bahwa diri ini berbeda dengan orang lain. Terkait pendampingan, pendamping yang memiliki
identitas diri yang kuat, memperengkapi dna bersedia mengisi kekurangan, suka menolong dan
memberi dorongan yang didampingi untuk maju.
BAB IV: PENDAMPINGAN SPIRITUAL
Iinstrinsik mengacu pada kualitas spiritual yang berasal dari dalam individu. Dalam
hubungan dengan pendampingan, orang yang termotivasi secara intrinsik, akna bekerja secara
maksimal karena pekerjaan itu menyenangkan, akan termotivasi untuk mencari solusi pada
masalah karena tantangan untuk mencari solusi adalah memberikan rasa nikmat akan berjuang
untuk menjadi kompeten apda sesuatu akrena sebagai suatu penghargaan bagi diri sendiri dan
akan berdaampak positif dan konstruktif bagi orang lain.
Dalam hubungan dengan psikologi pendmpingan, disiplin spiritual merupakan bagian
tertentu dari cara hidup setiap orang maupun komunitas dengan tertib dan teratur dalam
mengembangkan diri meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan. Dalam hubungan
dengan pendampingan, spiritualitas adalah sikap hidup yang berhubungan dengan keyakinan,
pengalaman dengan Tuhan dalam relasi dengan sesama, pengetahuan tentang ajaran dan tindakan
imannya.
BAB V : PENDAMPINGAN AGAMA
Spiritualitas berhubungan dengan pengalaman religius sebagai pengalaman yang
trasnsenden sedangkan agama juga merupakan pengalaman transenden sehingga spiritualitas
juga bisa disebut dengan agama. Yang harus dilakukan sebagai seorang pendamping, adalah
mampu melihat nilai-nilai agama dalam konteks budaya sehingga lebih mampu mempengaruhi
perubahan sikap yang diperlukan dan lebih bebas mengeksplorasi nilai-nilai agam yang
didampingi
BAB VI: PENDAMPINGAN BUDAYA
Budaya membentuk perilaku manusia baik sadar maupun tidak sadar mengenai pemikiran
persepsi nilai tujuan moral dan proses kognitif. Dalam hubungan pendampingan, nilai budaya
yang diyakini kebenarannya, dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan masalah yang
timbul dalam anggota masyarakat.
Pendampingan budaya merupakan suatu proses pendampingan yang terjadi antara
pendamping dan yang didampingii yang berbeda budaya tetapi dalam interaksinya ada
persamaan yang saling membnatu menipang dan menguntungkan sehingga ada pengenmbangan
potensi dan peningkatan kualitas hidup. Pendampingan budaya dari pendekatan psikologi
sebagai bentuk penyesuaian diri manusia kepada alam sekelilinngnya kepada syarat-syarat hidup
artinya manusia berusaha untuk mengetahui apa yang dialaminya dan emngartikannya untuk
menemukan makna dari kehidupan yang sesungguhnya sebagai suatu penyesuaian diri.
Pendampingan budaya mempunyai tujuan untuk memajukan hidup manusia ke arah keadaban.
Pendampingan budaya berpijak pada pengakuan terahdap keberagaman budaya, ciri-ciri
budaya sampai dinamika budaya yang mempengaruhi tafsir budaya oleh pendaamping terhadap
yang didampingi. Pendampingan ini harus sungguh-sungguh memperhatikan keperbedaan,
kekayaan dan dinamika budaya yang melekat dalam kehidupan pendamping maupun yang
didampingi.
BAB VII: PENDAMPINGAN KARAKTER
Karakter mengacu pada kualitas moral an karakteristik yang membedakannya dengan
orang lain. Dalam hubungan dengan pendampingan, karakter merujuk pada panggilan untuk
melayani karena berorientasi pada kemurahan hati dan belas kasih.
Setiap pendamping memiliki ciri-ciri karakter yang merupakan model sosial dari
moralitas. Ciri-ciri karakter tersebut dibentuk oleh seleksi moral kognisi, emosi dan cinta dalam
perilaku. Budidaya karakter memungkinkan pendamping untuk menunjukkan pertimbangan
moral, emosi dan tindakan dalam konteks pendampingan. Karakter pendamping mengacu pada
perilaku yang peduli dan melayani secara positif dan konstruktif. Peranan pendamping dalam
pendampingan berkarakter dapat dilihat melalui perubahan dalam lingkungan, sikap, dan
perilaku orang-orang yang didampingi.

Anda mungkin juga menyukai