Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Perjanjian Baru 2

Mengeksplorasi tentang Sejarah Kanonisasi Kitab PB

Disusun oleh :

1. Triayu Beatric
2. Mekar Sari
3. Steven N. Karitos
4. Komang Tio

Dosen Pengampu :
Pdt. Tomson Saut Parulian Lumbantobing, M.Th

Program Studi Teologi

Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia

2022
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak ditetapkannya atau dikanonkannya Alkitab sebagai buku pegangan


hidup orang Kristen. Maka orang Kristen mempercayai bahwa Alkitab merupakan
pernyataan khusus yang membuat semua orang yang membacanya dapat mengetahui
dan mengenal sejarah umat Tuhan yang dituliskan di dalam Alkitab. Alkitab
menceritakan tentang pekerjaan-pekerjaan Allah yang besar dan bercerita mengenai
hubungan antara Allah dan manusia.

Alkitab Perjanjian Baru yang diterima sekarang ini berjumlah 27 Kitab. Sebagaimana
dengan Perjanjian Lama, naskah dalam Perjanjian Baru ini ditulis oleh penulis yang
berbeda, di tempat yang berbeda, serta pada kurun waktu yang berbeda juga.
Terbentuknya Perjanjian Baru yang hari ini di tangan kita, sebenarnya telah melalui
proses dan seleksi perkamen-perkamen yang ditemukan.1

Berikut kita akan mempelajari lebih dalam mengenai sejarah kanonisasi Kitab
Perjanjian Baru.

1.2 Batasan Masalah

Untuk menghindari kesimpangsiuran dalam makalah ini ,maka kami


membatasi masalah-masalah yang akan di bahasa yaitu :

1. Tentang mengeksplorasi sejarah kanonisasi kitab PB

1.3 Rumusan masalah

Dari batas masalah diatas kelompok kami,dapat merumuskan masalah di


antara nya:

1. Awal Mula Tradisi Tulisan


2. Masa pembentukan Daftar resmi
3. Konsili dan Kanon

1.4 Manfaat Penulisan

Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :

1. Diharapkan dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang sejarah


kanonisasi kitab PB
2. Dan menambah wawasan penulis tentang sejarah dunia PB

1
Yunianto Yunianto and Hani Rohayani, ‘Alkitab Sebagai Buku Pegangan Orang Kristen
(Ketidakbersalahan Alkitab)’, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan Praktika, 4.1 (2021), 140–57
<https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.243>.
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tumbuhnya Kitab Suci Perjanjian Baru

1. Tidak Sekali Jadi Ditulis


sama seperti Kitab Suci Perjanjian Lama demikian Pun Kitab Suci
Perjanjian Baru tidak sekali jadi di tulis.
Karangan-Karangan bermacam-macam yang akhirnya membentuk Perjanjian
Baru umat Kristen tidak serta merta dikenal dan diterima oleh umat Kristen
sebagai Kitab Suci. Cukup lama Kitab Suci umat Kristen Hanyalah Perjanjian
Lama, yang luasnya belum pasti juga. Maka tidak mengherankan bahwa
dalam Perjanjian Baru tidak terdapat suatu keterangan mengenai Perjanjian
Baru sebagai Kitab Suci. Kalau dalam 2 kor 8:18 disebutkan seorang saudara
(Kristen) yang terpuji karena “Injil”,tetapi “ Injil” itu bukan Kitab Injil.
Dalam 2 Ptr 3:15-16 disebut sejumlah (entahlah berapa banyaknya) surat
karangan Paulus. Karangan-karangan itu jelas dianggap berwibawa. Tetapi
kurang jelas apakah dianggap Kitab Suci.

2. Antara Tahun 40 Dan 120 Mas


Jangka waktu yang diliputi karangan-karangan Perjanjian Baru agak
pendek. Karang tertua (1Tes) ditulis sekitar th. 41 dan terakhir (entah yang
mana) sekitar th. 120. Maka jangka waktu itu l.k 80 tahun saja.
Mula-mula murid Yesus hanya secara lisan menyebarkan kabar
tentang Yesus serta ajaran mereka. Ajaran saksi-saksi pertama itu juga
diterima sebagai berwibawa, tidak kalah dengan firman Allah yang tertulis.
Ajaran baru itu disebarluaskan dari mulut ke mulut.
Setelah jemaat Kristen pertama merambat dan membentuk kelompok-
kelompok serta jemaat-jemaat tersendiri, mereka berhubungan satu sama lain
melalui utusan dan surat-surat (bdk. Kis 15:2.20.23, 2 kor 3:1). Terutama
mereka (rasul-rasul dan orang-orang lain) yang mendirikan jemaat-jemaat itu
kadang-kadang dengan alasan khusus mengirim surat-surat (bdk, 2Tes
2:2.15; Kol 4:16; 1Kor 5:9). Maka tidak mengherankan bahwa karangan-
karangan tertua dari umat Kristen berupa surat.
Lama-kelamaan orang juga mulai menulis beberapa pokok imam yang
paling penting. Ditulis pula kumpulan ajaran, wejangan dan petuah Yesus
sebagaimana secara lisan beredar pada jemaat-jemaat yang terserak-serak.
Meskipun jemaat-jemaat Kristen menganut imam kepercayaan yang
pada dasarnya sama, namun jangan dipikirkan terlalu seragam. Disamping
kesamaan dasaria ada perbedaan cukup besar dalam hal menceritakan tentang
Yesus dan mengungkapkan iman kepercayaan itu. Dimasa itu belum ada
jabatan yang berperan sebagai pengawas umum dan pemersatu semua jemaat.
Terutama waktu generasi Kristen pertama mulai menghilang, di
beberapa tempat dirasakan keperluan mencatat macam-macam bahan sekitar
Yesus yang secara lisan beredar. Akhirnya di beberapa tempat disusun suatu
kisah tentang Yesus yang lebih kurang lengkap dan teratur. Luk 1:1 mencatat
bahwa di masanya sudah “ banyak orang berusaha menyusun suatu berita
(kisah) tentang peristiwa-peristiwa yang telah terjadi”.
Penulis “Injil-Injil” l.k lengkap lengkap itu bersangkutan juga dengan
semakin terpisahnya jemaat Kristen dari bangsa/umat Yahudi. Oleh karna
menyadari dirinya sebagai kelompok tersendiri umat Kristen merasa perlu
adanya tulisan-tulisan tersendiri (disamping Perjanjian Lama) tulisan-tulisan
itu pun bermaksud mencegah jemaat Kristen yang bersangkutan dari semakin
berjalan sendiri-sendiri saja. Tulisan-tulisan itu mau mempertahankan
kesatuan dan keutuhan iman jemaat-jemaat itu.
Dari tulisan-tulisan itu berkembanglah karangan-karangan yang
berupa Injil (empat) dan Kisah para Rasul yang tercantum dalam Perjanjian
Baru. Baik di perhatikan bahwa karangan-karangan itu pun tidak serta merta
tersebar kemana-mana, dikenal dan diterima oleh seluruh umat Kristen.
Lingkup peredaran karangan-karangan itu mula-mula terbatas.
Menjelang akhir abad pertama dan pada awal abad kedua pada umat
Kristen mulai beredar berbagai karangan lain. Karagan-karangan itu dapat
berupa surat, lembaran, atau buku. Tidak semua karangan itu sama baik dan
sama bersih. Ada yang menyebarkan dan membela ajaran jemaat semula.
Ada juga yang menyisipkan pikiran baru yang kurang cocok dan mala bisa
menyesatkan kerapkali karangan-karangan itu memakai nama orang lain,
terutama nama para rasul atau tokoh-tokoh besar lain pada umat Kristen
semula.2
Perjanjian baru berpusat pada kristus yang didalamnya juga terdapat
hal mengenai mereka yang percaya kepadanya.3Dibedakan menjadi pengantar
umum dan pengantar khusus. Pengantar khusus berkenan dengan asal-mula
dokumen-dokumennya pengarang, waktu dan tempat penulisan, alasan dan
maksudnya, para pembaca yang dituju, integritas dan sumbernya sedangkan
pengantar umum menangani cara teks dan dokumen-dokumennya, asal mula
serta sejarah kanonnya4
Semua penulis buku ini kecuali Lukas,berbangsa Yahudi.Tiga orang
diantaranya matius, petrus, dan yohanes adalah anggota kelompok
apostolik.Markus.Yudas dan Yakobus telah aktif dalam jemaat yang pertama,
atau telah berhubungan dengan kelompok apostolik sejak sebelum kematian
Yesus5

2.2 Masa Pembentukan Daftar Resmi


2
OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Semarang: PT Kanisius, 1984
3
8 Brotosudarmo, Pengantar Perjanjian Baru.22
4
Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru.1
5
Tenney, Survei Perjanjian Baru.161-162
A. Perkembangan Kanon Perjanjian Baru

Berlainan dengan Nabi Muhammad, Yesus tidak pernah menulis atau me nyuruh-
tulis pengajaran-Nya. Pemberitaan tentang itu mula semata-mata berdasarkan
pengetahuan langsung ("penyaksi mata telinga") atau berdasarkan tradisi lisan. Hal
ini tidak berarti bahwa umat Kristen mula-mula tidak memiliki Kitab Suci. Dari
permulaan sudah ada Kitab Suci, yakni Per janjian Lama. Bukankah itu kitab Mesias?
Bukankah umat Kristen itu ada lah Israel yang sejati (1 Ptr. 2:9). Bahwa mereka
memakai Perjanjian La ma, itu tidak mereka rasakan selaku penyerobotan:
sebaliknya! Hanya merekalah yang tahu mempergunakannya dengan benar (2 Kor.
3:14 18)7. Jadi, Perjanjian Lama tetap merupakan Kitab Suci bagi umat Kristen.6

1. Perkembangan sampai Kira-kira Tahun 180

Yang paling tegas ialah 2 Ptr. 3:15-17: "hal itu dibuatnya dalam semua
suratnya" . Bahkan karangan Paulus sudah disebutkan bersama-sama dengan Kitab
Suci: "sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan tulisan yang lain" . Cuma
baiklah kesaksian surat ini ditinggalkan dulu sebab waktunya kurang pasti.

Ignatius dan Polykarpus - kedua-duanya pada permulaan abad kedua - sudah


menyebutkan surat Paulus, dan menasihati jemaat, supaya menu ruti apa yang
dikatakan di dalamnya. Jadi, agaknya jemaat-jemaat yang di sapa itu sudah memiliki
beberapa surat Paulus dan menghormatinya.

Masih adakah bahan-bahan lain yang dapat menolong kita, sehingga kita bisa
mengusut lebih lanjut soal pengumpulan surat-surat Paulus itu? Ada, tetapi samar-
samar: bila teori yang dipaparkan tentang bagian akhir Surat Roma itu tepat¹6, maka
Paulus sendirilah yang mengirim salinan Su rat Roma ke Efesus. Di Efesuslah Paulus
bekerja paling lama, dibandingkan dengan di segala jemaat lainnya. Pada tahun 115,
Ignatius menghubung kan jemaat Efesus erat-erat dengan Paulus, tetapi mengenai
Yohanes, di singgung pun tidak! Alamat Surat "Efesus" paling mudah diterangkan de
ngan dugaan bahwa surat edaran itu akhirnya disimpan di sana, sehingga waktu
dikumpulkan, surat yang tidak terang alamatnya itu, menerima nama saja dari tempat
penyimpanannya: Efesus.

Kita ketahui bahwa jemaat-jemaat di propinsi Asia memegang peranan utama


pada permulaan abad kedua. Beberapa tokoh sudah mengusahakan penyelidikan
Erman: Papias yang sudah kita kenal dan Polykarpus, uskup Smirna. Dari yang akhir
ini kita mengetahui bahwa ia mengumpulkan surat-surat Ignatius buat jemaat di
Filipi. Jadi, kalau surat-surat Ignatius sudah dikumpulkan, apalagi surat-surat Paulus.

Semuanya ini menuju pada kesimpulan: sudah segera surat-surat Paulus mulai
dikumpulkan. Pusat kegiatan itu di Asia, bahkan mungkin sekali di Efesus.

6
M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama,(jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2016). Hal
226
Surat-surat Paulus manakah yang digunakan? Semuanya. Berang sur-angsur
dalam pemakaian itu, surat-surat Paulus didampingi oleh "ki tab-kitab lain", yakni
kitab-kitab yang sudah diakui sebagai firman Allah. Untuk itu, tidak perlu sinode
resmi; ini pun terjadi "dengan sendirinya sama seperti pada Injil-injil; domba-domba
mendengar di dalamnya suara Gembala Hermas 18.

Pada tempatnyalah di sini untuk mengemukakan kesaksian 2 Petrus, sebab


andaikata Petrus disangkal sebagai pengarang, surat ini dikarang selambat-lambatnya
kira-kira tahun 130.

Mengenai karangan-karangan lain, sukar ditentukan, apakah sudah di bacakan


di seantero gereja, atau cuma di wilayah tertentu. Bahan-bahan te dak mencukupi
untuk menentukan hal ini. Kita hanya dapat mengemuka kan, apa yang sudah
disebutkan pengarang gerejawi masa itu di sana-sini Kisah Para Rasul, Wahyu
Yohanes, 1 Petrus, 1 Yohanes, Ibrani, Yakobus, Gembala Hermas, Didakhe. Yang
belum digunakan oleh pengarang masa itu ialah pasti: Filemon, 3 Yohanes, Ibrani,
Yakobus. Gembala Hermas, Didakhe belum merupakan soal.

Kami hendak menekankan di sini dua hal, walaupun sudah disinggung:


pertama, bahwa bahan-bahan di atas ini berasal dari kutipan saja atau ke terangan
yang kurang lengkap untuk pemeriksaan kita. Misalnya, kenyata an bahwa Yudas dan
2 Petrus belum disebutkan, itu tidak berarti bahwa karangan itu belum ada. Mungkin
sudah ada, cuma belum begitu luas pe makaiannya. Apakah sebabnya? Kenyataan
bahwa Filemon dan 3 Yohanes belum disebutkan, mungkin sekali berdasarkan sifat
surat-surat ini: pen dek dan pribadi.

Kedua, perhatikanlah baik-baik bahwa karangan yang sudah disebut kan itu
agaknya baru dibaca dalam wilayah yang cukup luas, atau di pusat gereja yang
penting (Gembala Hermas di Roma), tetapi belum di seantero gereja.

Karangan-karangan yang disebutkan di atas ini digunakan dalam alir an


utama, inti gereja. Tetapi, justru pada masa itu juga terjadilah perjuangan hebat
melawan aliran sampingan, yang berakhir dengan berpisahnya aliran itu selaku bidat,

Pada tahun 144 Marcion berpisah dari gereja. Kitab mana yang diakui aya
sudah disebutkan 19. Dalam arti yang terbatas, kita boleh mengatakan bahwa
Marcionlah yang pertama membentuk suatu kanon; dialah yang pertama
7
menyebutkan suatu daftar kitab-kitab yang diakuinya, dalam arti bahwa yang lain
ditolaknya. Tetapi, penentuan itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam gereja.

Mengenai orang Montanis, tak ada catatan bahwa mereka mempergu nakan
kitab lain di samping yang sudah disebutkan: cuma mereka menga kui penuh nubuat
baru yang timbul di tengah-tengah mereka.

Dari aliran Valentinian suatu gerakan Gnostik kita mengetahui agak baik
buku-buku mana yang mereka pergunakan: di samping keempat Injil, Kisah Para
Rasul dan sekurang-kurangnya 7 surat Paulus 20 masih terdapat bekas-bekas Wahyu

7
M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama,(jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2016). Hal
227-232
Yohanes, 1 dan 2 Petrus (!), lagi pula Surat Ibrani. Tetapi, bukan itu saja! Masih
diakui pula Injil Kebenaran, Injil Petrus. Kisah Yohanes, Kisah Petrus21, Ireneus,
yang menentang mereka, menyebut kitab-kitab ini dalam karangannya juga sebagai
kitab-kitab yang tidak patut diterima.

2. Dari Tahun 180-220

Sungguhpun keterangan-keterangan dari zaman ini belum mencukupi, tetapi


sumber-sumber sudah jauh lebih banyak: ada berbagai catatan dari Ireneus,
Tertullianus, dan Klemen Alexandrinus. Di samping itu masih ter simpan daftar kitab
yang diakui dan ditolak, yang berasal dari kira-kira ta hun 190, dan yang lazim
disebut "Kanon Muratori". Agaknya kanon ini me nyatakan pandangan Gereja Roma
(Italia?).

Ireneus, uskup di Lyon (Prancis Selatan) kira-kira tahun 180-190,mengutip


keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-surat Paulus (kecuali Filemon), 1 Petrus, 1 dan
2 Yohanes dan Wahyu. Mungkin Surat Filemon dan 3 Yohanes tidak dikutip
berhubung dengan sifatnya. Jadi, yang tidak diguna kannya ialah Surat Ibrani,
Yakobus, 2 Petrus dan Yudas. Tetapi, di samping itu masih ada tambahan: Gembala
Hermas!

Tertullianus (197-220), ketua di Kartago, yang kemudian memasuki aliran


Montanis. Yang diakuinya: keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-su rat Paulus, Surat
Ibrani selaku surat Rasul Barnabas, 1 Petrus, 1 Yohanes, Yudas, Wahyu. Tidak ada:
Yakobus, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes. Tambahan sebelum ia menjadi Montanis adalah
Gembala Hermas".

Klemen Alexandrinus († ± 220) menimbulkan suatu kesukaran, ka rena tidak


diketahui berapa banyak kitab yang dipakainya di samping yang biasa dibacakan di
Gereja Mesir pada zaman itu. Selaku kepala sekolah "guru agama", mungkin ia
mempergunakan lebih banyak daripada yang biasa dipakai di dalam gereja. Dari
kitab-kitabnya kita mengetahui bahwa ia mengakui keempat Injil, Kisah Para Rasul,
surat-surat Paulus + Ibrani22, Wahyu Yohanes. Menurut Eusebius, ia juga
menafsirkan ketujuh Surat Katolik (Am). Jadi, bila kabar ini benar, maka di sini
untuk pertama kali di sebutkan semua kitab yang lazim di gereja masa kini. Tetapi,
janganlah ki ta bersorak, sebab selaku tambahan ia sangat menghormati sebagai kitab
rasuli: Barnabas, Gembala Hermas, 1 Klemen, Didakhe, dan Wahyu Petrus!
Tambahan lagi, ia mempergunakan juga Injil Ibrani dan Injil Mesir, sung guhpun
bukan selaku kitab yang sederajat. Jadi, bapa ini sungguh-sungguh luas
pandangannya atau dengan kata lain: kurang kritis.

Akhirnya, dalam Kanon Muratori itu diakui: keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-
surat Paulus, Yudas, 2 surat Yohanes (1 dan 2?), Hikmat Salomo(!); "juga Wahyu
Yohanes dan Petrus kami terima, yang beberapa di antara kami tidak setuju untuk
dibacakan di dalam gereja". Adakah itu mengenai kedua-duanya atau hanya Wahyu
Petrus? Entahlah! Gembala Hermas boleh dibaca, tetapi tidak dapat dipertahankan
dalam gereja umum, sebab baru saja dibuat, dan tidak ada tempatnya di antara nabi
nabi maupun rasul-rasul. Di samping itu beberapa kitab masih ditolak.Yang
mengherankan, kitab-kitab seperti Ibrani, 1 dan 2 Petrus, 3 Yohanes dan Yakobus
disebut pun tidak, padahal Ibrani dan 1 Petrus pastilah sudah dikenal di Roma pada
waktu itu. Sungguh mengherankan!

Dengan ini kita sudah meninjau pendirian beberapa pemuka gereja di Barat
(Ireneus, Kanon Muratori), Afrika Utara (Tertullianus) dan Mesir(Klemen). Agaknya
tidak salahlah anggapan bahwa mereka memantulkan kebiasaan gereja masing-
masing, cuma terhadap Klemen ada kesangsian seperti yang telah dinyatakan di atas.

Sekarang kita dapat menarik beberapa kesimpulan yang umum diakui di


seluruh wilayah itu, yaitu: keempat Injil, Kisah Para Rasul, surat-surat Paulus. 1
Yohanes dan Wahyu. Mengenai karangan ini, ada kesepakatan. Lebih ke bawah kita
dapati karangan-karangan berikut: Gembala Hermas juga umum diakui, cuma Kanon
Muratori menganggap tidak dapat diperta hankan, sungguhpun boleh dibaca. Untuk
kitab-kitab lainnya paling tegas, bilamana disusun daftar dengan saksi-saksi di
belakang tiap-tiap kitab:

Kita melihat bahwa kedudukan Yakobus dan 2 Petrus masih lemah pada masa itu.
Perhatikanlah juga bahwa Surat Ibrani justru di Roma dan di Barat, mungkin daerah
asalnya, tidak diakui; dukungan datang dari luar!

3. Dari Tahun 220 sampai Tamat

Pada permulaan fase ini, muncullah tokoh Origenes (182-254), ahli teologi
dari Iskandaria yang masyhur itu. Ia bukan saja seorang terpelajar, tetapi juga
pengunjung banyak negeri. Dan sudah sering perkunjungannya itu tampak
bermanfaat besar untuk ilmu teologi. Pada perkunjungannya ke Roma, Atena,
Kapadokia, Antiokhia, Palestina dan Arabia (hampir daerah gerejawi seluruhnya!) ia
mengumpulkan banyak bahan tentang pema kaian kitab-kitab gerejawi. Berdasarkan
bahan-bahan itu ia membuat daftar yang berikut:

A. Yang umumnya diakui ialah: keempat Injil, surat-surat Paulus, 1 Petrus, 1


Yohanes, Kisah Para Rasul dan Wahyu Yohanes.

B. Yang disangsikan ialah: Surat Ibrani, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes, Yakobus, Yudas
dan (Injil Ibrani). 8

Selanjutnya, dari karangannya ternyata bahwa ia mempergunakan Barnabas,


Gembala Hermas dan Didakhe, sama seperti Kitab Suci, yakni untuk mendasarkan
ajaran-ajaran. Agaknya ini sesuai dengan kebiasaan di Gereja Mesir. Hal itu kentara
juga dari codices yang berasal dari situ Alef memuat Gembala Hermas, Barnabas dan
Didakhe. Vaticanus: Gembala Hermas dan Didakhe. Maklumlah codices ini
diterbitkan kira-kira satu abad sesudah Origenes; masih ada buku yang, menurut
perasaan kita, "di tambahkan" tetapi agaknya buku-buku itu bagi mereka sama saja
dengan Kitab Suci.

Sebutan "disangsikan" tidak berarti bahwa di seluruh gereja kitab ini


disangsikan, tetapi bahwa separuh gereja menerimanya, separuh tidak Contoh gereja
8
M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama,(jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2016). Hal
233-235
yang tidak menerimanya kita lihat dalam kanon Cyprianus, uskup Kartago (248-250),
yang agaknya mencerminkan pendirian Gereja Afrika Utara. Justru golongan kedua
itu tidak disebutkan dalam daftar nya. Pada pihak lain, tak ada buku seperti Gembala
Hermas dan lain-lain.

Langkah berikutnya kita jumpai pada Eusebius (263-339), yang boleh


disebutkan merupakan ahli waris Origenes. Ia berusaha mengumpulkan suara-suara
gereja, di mana pun ia berada: tetapi seperti pada Origenes ada kelihatan pengaruh
gereja asalnya, yakni Mesir, demikianlah Eusebius dipengaruhi Gereja Siria
(khususnya Antiokhia). Ia membedakan golongan seperti berikut

1. Yang diakui umumnya: keempat Injil, Kisah Para Rasul, 14 surat Paulus, 1
Petrus, 1 Yohanes dan "jika sudah nyata" Wahyu Yohanes.
2. 2 Yang disangsikan dibagi dua:

a. yang dikenal oleh banyak orang: Yakobus, Yudas, 2 Petrus, 2 dan 3 Yohanes;

b. yang tidak tulen: Kisah Paulus, Gembala Hermas, Wahyu Petrus, Barnabas,
Didakhe, dan "jika sudah nyata" Wahyu. Lagi, menurut separuh orang. "Injil Ibrani".

Selanjutnya masih disebutkan satu golongan "yang tidak masuk di akal dan
jahat", a.l. "Injil Petrus", "Injil Tomas", "Kisah Yohanes", dll. Dengan meninjau
daftar ini,kita melihat beberapa pergeseran diban dingkan dengan Origenes.

Pertama, Surat Ibrani diakui sepenuhnya. Tetapi, catatan pendek tidak


dibubuhkan padanya. Di sini tampak sekali pengaruh Gereja Timur. Sejak semula
Ibrani diterima di sana dan ditolak atau disangsikan di Barat.

Kedua, sikap yang berlain-lainan terhadap Wahyu Yohanes. Sesudah kitab ini
diakui, boleh dikatakan secara umum, maka pada abad ketiga ia mulai dicurigai,
khususnya di bagian Timur. Pada waktu Origenes masih menyebutnya selaku kitab
yang umum diakui, Uskup Dionysius di Iskan daria (jadi juga di Mesir!) menyanggah
keasliannya. Pandangan Eusebius pribadi - sesuai dengan Gereja-gereja Yunani,
Siria, dll. - ialah bahwa kitab itu harus ditolak.

Dalam satu hal yang sangat penting, Eusebius menentang anggapan beber
gereja, yakni dengan menilai baik Surat-surat Katolik (Am): Ge reja Siria menolak
semua, sedangkan Gereja Antiokhia cuma menerima: Yakobus, 1 Petrus dan 1
Yohanes.

Kita balik ke Mesir. Pada tahun 367-jadi beberapa puluh tahun sesu dah
Eusebius - Uskup Athanasius dari Iskandaria menyusun dalam surat
penggembalaannya, buku-buku manakah yang boleh dibacakan. Tindakan ini
diambilnya melihat banyaknya kitab apokrif yang dipakai seoara tetap pada waktu
itu.9

9
M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama,(jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 2016). Hal
235-236
2.3 Kanon Dan Konsili

A. Kanon

1. Perkembangan Istilah: "KANON"

Istilah kanon berasal dari dunia Semit. Dalam bahasa Ibrani qaneh (band.
Yeheskiel 40:3) yang pada mulanya berarti alat peng ukur, kemudian dalam arti
kiasan yakni: peraturan. Kata ini men dapat tempat dalam bahasa gerejawi. Dalam
pada itu menunjuk kepada rumusan pengakuan iman atau ajaran gereja secara umum
Kemudian istilah tersebut mengacu kepada peraturan-peraturan gereja yang sifatnya
berbeda-beda dalam arti daftar atau rentetan Baru setelah abad 4 kata tersebut
diterapkan kepada Alkitab.

Kemudian istilah ini diambil alih kebudayaan Yunani-Romawi (Helenisme),


yakni (Yunani) kanoon dan canon (Latin), yang artinya buluh, tangkai jerami atau
ilalang yang panjang, yang digunakan untuk mengukur (band. Ayb. 38:5). Dalam 2
Korintus 10:13 berarti kaidah, tali sipat. Istilah harafiahnya berarti sebuah mistar atau
alat penggaris atau alat untuk ukuran atau juga kolom yang dibatasi oleh garis.
Demikian pula arti yang terdapat di Galatia 6:16 dipakai istilah "patokan" .

Pada pertengahan abad II, telah dibahas "kanon kebenaran" dan "kanon Iman"
yakni: ikrar atau pengakuan gereja resmi sehingga keputusan tersebut disebut canines
atau disebut juga dengan regula fidei. Di kalangan Gereja Roma Katolik, hukum
gereja disebut juga dengan: "Kanonik". Istilah "Kanon" sering juga berarti daftar
barang, daftar angka, daftar orang dan sebagainya. Akhirnya, arti ini menunjukkan
pada Kitab Suci, yakni: "Daftar kitab-kitab tertentu yang dihormati dan diakui gereja
sebagai firman Allah". Daftar kitab kitab yang dipakai oleh gereja dalam ibadahnya,
daftar kitab-kitab yang diakui gereja sebagai yang diilhamkan, yang menentukan bagi
iman dan praktik hidup."
10

10
Dr. R.M. Drie S. Brotosudarmo Pengantar Perjanjian baru (Andi, Yogyakarta:2017), 152-157
B. Konsili

1. Konsili Ekumenis

Konsili Ekumenis dalam Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Timur adalah
pertemuan seluruh uskup keseluruhan Gereja untuk membahas dan mengambil
keputusan yang menyangkut doktrin Gereja dan aturan praktisnya. Kata ekumene
bersumber dari bahasa Yunani Οικουμένη (oikumene), secara harfiah manfaatnya
'didiami' atau 'dihuni', bersumber dari istilah yang dipakai untuk menunjukkan
kawasan Kekaisaran Romawi, karena konsili-konsili yang pertama dilaksanakan
dalam teritori Kekaisaran Romawi. Kata ekumene selanjutnya mengalami perluasan
makna, menunjukkan seluruh tempat yang dihuni oleh umat manusia, dengan kata
lain, seluruh dunia.

2. Dokumen-dokumen konsili

Sejak permulaan Konsili Gereja adalah sebuah keaktifan birokratis. Dokumen-


dokumen tertulis diedarkan, pidato-pidato disampaikan dan ditanggapi, disediakan
pengambilan suara dan dokumen-dokumen final diterbitkan dan diedarkan. Sebagian
luhur dari apa yang kita ketahui tentang keyakinan-keyakinan sesat bersumber dari
dokumen-dokumen yang dikutip dalam konsili untuk dibantah, atau sekadar dari
kesimpulan-kesimpulan yang didasarkan pada bantahan-bantahan tersebut. Untuk
semua Konsili Kanon-kanon (Yunani κανονες, "kanones", yaitu "aturan-aturan")
diterbitkan dan bertahan. Dalam kasus-kasus tertentu, dokumentasi lainnya pun
bertahan. Studi tentang kanon-kanon dari Konsili Gereja merupakan dasar dari
pengembangan hukum kanon, khususnya meluruskan kanon-kanon yang tampaknya
kontradiktif atau memilih prioritas di selangnya.
Kanon terdiri dari pernyataan-pernyataan dokriner dan langkah-langkah disipliner
— kebanyakan Konsili Gereja dan sinode lokal membahas masalah-masalah
disipliner yang mendesak serta kesulitan-kesulitan luhur menyangkut doktrin.
Ortodoks Timur biasanya memandang kanon-kanon yang semata-mata bersifat
doktriner sebagai dogmatika dan berlangsung untuk seluruh Gereja pada segala masa,
sementara kanon-kanon disipliner hanya merupakan penerapan dogma-dogma
tersebut pada suatu masa dan tempat tertentu; kanon-kanon ini dapat dilaksanakan
dalam situasi-situasi lain, dapat pula tidak dilaksanakan.

3. Daftar daftar Konsili

1. KONSILI EKUMENIS I : NICEA I (325)

Konsili Nicea berlangsung dua bulan duabelas hari. Konsili Nicea I sangat
istimewa. Konsili ini terjadi atas konvokasi dari St. Alexander, Uskup Alexandria.
Partisipan terdiri dari 300-an uskup (jumlah yang pasti sulit ditentukan mengingat
laporan yang berbeda dari Eusebius dan Athanasius tentang estimasi para peserta).
Uskup Cordova bertindak sebagai yang mewakili Paus Sylvester. Kaisar
Konstantinus juga hadir. Eusebius, sejarawan Gereja, melukiskan Konsili Nicea
merupakan konsili yang sangat besar mengingat para uskup di sekitar wilayah
Palestina, Mesir, Yunani dan sekitarnya hadir. Seringkali Konsili Nicea diadakan
untuk “menghukum” (anathema) kesesatan yang diajarkan oleh Arius. Tetapi tidak
hanya itu. Konsili ini juga dimaksudkan untuk upaya-upaya perdamaian yang pada
waktu itu sangat mahal karena perpecahan umat karena ajaran-ajaran bidaah yang
terjadi. Peritus dalam Konsili ini ialah St. Athanasius, Uskup Alexandria dan St.
Ephrem. Keduanya adalah doktor Gereja.
Dari Konsili ini kita mewarisi Credo Nicean, sekaligus melawan ajaran Arius
tentang kodrat keilahian Putera Allah (homoousios). St. Athanasius mengajukan
rumusan “Credo” yang menegaskan kodrat keilahian Kristus, dan dengan demikian
sekaligus melawan ajaran Arius yang memegang teguh bahwa Yesus hanya memiliki
satu kodrat, kemanusiaan saja. Rumusan iman ini hingga sekarang masih tetap
demikian adanya, dan diucapkan dalam Misa setiap hari minggu atau hari-hari raya.

2. KONSILI EKUMENIS II : KONSTANTINOPEL I (381)

Hadir dalam Konsili ini 150 uskup. Konsili dipanggil oleh Kaisar Theodosius I.
Konsili Konstantinopel I sering disebut sebagai Konsili Gereja Katolik Yunani.
Konsili ini dimaksudkan untuk melawan para pengikut Macedonius yang menisbikan
kodrat keilahian dari Roh Kudus. Credo yang dimiliki Gereja Katolik saat ini adalah
Credo (rumusan iman) produk dari Konsili Nicea dan Konstantinopel, yang di
dalamnya Roh Kudus dan Putera ditegaskan kodrat keilahiannya (qui simul adoratur).

Konsili ini dipimpin oleh St. Gregorius Nazianze, Uskup Konstantinopel dan St.
Sirilus dari Yerusalem. Dalam patristik Yunani, Konsili Konstantinopel dilaporkan
memproduksi 7 kanon penting. Tetapi dalam versi Latin, empat kanon, di antaranya
kanon ketiga berisi deklarasi bahwa Patriarch Konstantinopel merupakan “New
Rome” maka layak mendapat penghormatan keprimatan setelah Paus di Roma.
Konon Tradisi Gereja Latin tidak mengakui kanon ini sampai tahun 869 delegasi
Paus di Roma mengakui Konstantinopel sebagai primat kedua. Pengakuan ini akan
berlanjut Konsili Lateran IV (1215) dan Konsili di Florence (1439).

3. KONSILI EKUMENIS III : EFESUS (431)

Lebih dari 200 uskup, Konsili ini dipimpin oleh St. Sirilus dari Alexandria,
mewakili Paus Celestinus I. Konsili mendefinisikan kesatuan personal Kristus,
mendeklarasikan Maria Bunda Allah (Theotokos) melawan Nestorius, Uskup
Konstantinopel, dan sekaligus menghukum Pelagius. Konsili ini juga melawan ajaran
Apollinarianisme yang mengajarkan kesesatan berkaitan dengan Yesus. Menurut
Apollinaris, Kristus tidak sungguh-sungguh manusia, Ia hanya memakai “pakaian”
tubuh manusia, tak memiliki “jiwa” manusia. Dalam Konsili ini, iman akan Kristus
ditegaskan sebagai sungguh-sungguh manusia.
4. KONSILI EKUMENIS IV : KALSEDON (451)

Kinsili Kalsedon diikuti oleh 150 uskup pada waktu jaman Paus Leo 1 ( Leo
Agung) dan Kaisar Marcianus. Konsili ini menegaskan dua Kodrat dalam diri Kristus.
Dan dengan demikian melawan Eutyches yang telah diekskomunikasikan, karena
mengajar kesesatan Monophysitim, yaitu bahwa Kristus hanya memiliki kodrat ilahi
saja.
5. KONSILI EKUMENIS V : KONSTANTINOPEL II (553)

Konsili Konstantinopel Kedua ini dijalankan oleh 165 uskup, di bawah


pimpinan Paus Vigilius dan Kaisar Yustinus I. Konsili menegaskan kesesatan-
kesesatan dari Origenes dan beberapa tulisan (The Three Chapters) dari Theodoret,
Theodore, Uskup Mopsuestia dan Ibas, Uskup Edessa. Konsili ini juga menegaskan
berlakunya keputusan-keputusan empat konsili terdahulu, istimewanya karena
otoritas mengajar dalam Konsili Kalsedon disangsikan oleh para bidaah.

6. KONSILI EKUMENIS VI : KONSTANTINOPEL III (680-681)

Konsili Konstantinopel, di bawah Paus Agatho dan Kaisar Konstantinus


Pogonatus, diikuti oleh Patriarch Konstantinopel dan Antiokia, 174 uskup dan Kaisar.
Konsili ini mengakhiri monothelitisme sekaligus mendefinisikan dua kodrat dan
kehendak dari Kristus (ilahi dan manusiawi) sebagai suatu prinsip yang berbeda
dalam operasionalnya. Konsili ini mengutuk (anathematizing) Sergius, Pyrrhus, Paul,
Macarius, dan para pengikutnya.

7. KONSILI EKUMENIS VII : NICEA II (787)

Konsili Nicea II diadakan atas inisiatif Kaisar Konstantinus VI dan ibunya,


Irene, di bawah Palls Adrianus I. Konsili dipimpin oleh para utusan Paus Adrianus.
Konsili ini mengatur penghormatan terhadap icon-icon suci. Hadir dalam Konsili ini
300 sampai 367 uskup. Konsili ini lebih dimaksudkan untuk mengurus apa yang
disebut kontroversi “iconaklasme”.

8. KONSILI EKUMENIS VIII : KONSTANTINOPEL IV (869)

Konsili Konstantinopel yang keempat ini diadakan pada waktu jaman Paus
Adrianus II dan Kaisar Basilius. Sejumlah 132 uskup dan 3 utusan Sri Paus, serta 4
Patriarch dalam konsili ini melawan konsili liar yang dibuat oleh Photius melawan
Paus Nikolas dan Ignatius (Uskup dan Patriarch Konstantinopel). Konsili ini
mengutuk Photius yang secara tak sah menjarah martabat ke-patriarch-an. Konsili ini
– bagaimanapun juga – menegaskan betapa skisma Photius sungguh mendominasi
Gereja Yunani. Dan, uniknya tidak pernah diadakan konsili di Gereja Timur untuk
melawan Photius.
9. KONSILI EKUMENIS IX : LATERAN I (1123)
Konsili Lateran I adalah konsili pertama yang diadakan di kota Roma, di
bawah Paus Callistus II. Partisipan sejumlah 900 uskup dan para abas (= pemimpin
biara). Konsili ini menghilangkan hak-hak yang diklaim para pangeran atau raja atas
benefisi kegerejaan. Konsili ini juga membahas disiplin dalam Gereja dan pemulihan
Tanah Suci (Yerusalem) dari para penyerang, kaum tidak beriman (infidels).

10. KONSILI EKUMENIS X : LATERAN II (1139)


Konsili ini merupakan konsili kedua di Roma, di bawah Paus Inocentius II.
Peserta Konsili Lateran II sekitar 1000 uskup dan Kaisar Konrad. Tujuannya ialah
melawan kesesatan-kesesatan Ardoldus dari Brescia.

11. KONSILI EKUMENIS XI : LATERAN III (1179)


Lateran III terjadi di bawah Paus Alexander III, dan Kaisar Frederikus I.
Terdapat 302 uskup. Konsili ini mengutuk kesesatan para Albigenses dan Waldenses.
Disamping itu, konsili ini juga menerbitkan sejumlah dekrit reformasi moral.

12. KONSILI EKUMENIS XII : LATERAN IV (1215)


Konsili Lateran IV diadakan pada jaman Paus Innocentius III. Hadir pada
waktu itu para Patriarch Konstantinopel dan Yerusalem, 71 uskup agung, 412
uskup, dan 800 abas (pimpinan biara Maronit) dan Santo Dominicus. Konsili ini
melawan secara rnendetil simbol-simbol Albigenses (Firmiter credimus), mengutuk
kesesatan berkaitan dengan konsepnya tentang Allah Tritunggal dari Abas Yoakim
dan menerbitkan 70 dekrit reformasi penting. Konsili ini termasuk konsili paling
penting dalam Abad Pertengahan. Sebab dalam konsili ini dilukiskan hal-hal
penting dalam hidup Gereja dan kekuasaan Paus.

13. KONSILI EKUMENIS XIII : LYONS I (1245)


Konsili pertama di Lyons dipimpin oleh Paus Innocentius IV. Hadir di dalam
konsili ini: para Patriarch dari Konstantinopel, Antiokia dan Aquileia (Venezia), 140
uskup, Kaisar Baldwin II (Kaisar dari Timur), St. Louis, Raja Perancis. Konsili ini
mengekskomunikasi Kaisar Frederik II dan mengarahkan Perang Salib yang baru di
bawah komando Raja Perancis, melawan Saracens dan para penyerang dari
Mongolia.
14. KONSILI EKUMENIS XIV : LYONS II (1274)
Konsili ini atas inisiatif Paus Gregorius X, para Patriarch Antiokia dan
Konstantinopel. Hadir 15 kardinal, 500 uskup dan lebih dari 1000 partisipan para
bangsawan. Konsili ini lebih dimaksudkan untuk reunifikasi Gereja Yunani dan
Roma. Nama filioque ditambahkan dalam simbol Konstantinopel dan cara-cara baru
diupayakan untuk mempertahankan Palestina dari serangan orang-orang Turki. Di
sini pula, digariskan peraturan pemilihan Sri Paus.

15. KONSILI EKUMENIS XV : VIENNE (1311-1313)


Konsili ini diadakan di sebuah kota di Perancis yang bernama Vienne atas
perintah dari Paus Clemens V, Paus pertama yang tingga1 di Avignon. Para Patriarch
dari Antiokia dan Alexandria, 300 uskup dan 3 raja (Philipus IV dari Perancis,
Edward II dari Inggris, dan James II dari Aragon) hadir. Konsili memfokuskan pada
upaya-upaya Perang Salib baru sekaligus reformasi kehidupan klerus dan ajaran
bahasa Timur di universitas-universitas.

16. KONSILI EKUMENIS XVI : CONSTANCE (1414-1418)


Konsili Constance diadakan pada waktu skisma besar di Barat, dengan tujuan
untuk mengakhiri perpecahan di dalam tubuh Gereja. Konsili ini sah karena
Gregorius XI secara formal memanggilnya. Konsili ini cukup berhasil mengakhiri
skisma, segera setelah pemilihan Paus baru, Martinus V. Berbagai perpecahan di
Barat nyata dengan terdapatnya para paus, sampai akhirnya Paus yang sah (Martinus
V) menegaskan dekrit konsili melawan Wyclif dan Hus. Konsili ini unik, karena
produk konsili ini menjadi ekumenis hanya ketika menjelang berakhir (pada sesi ke
42-45). Namun demikian, dekrit-dekrit sebelumnya disahkan pula Paus Martinus V.

17. KONSILI EKUMENIS XVII : BASEL, FERRARA, FLORENCE (1431-1439)


Konsili Basel dijalankan untuk pertama kalinya di kota itu. Konsili dipimpin
oleh Paus Eugenius IV dan Kaisar Sigismund dari Roma. Tujuannya ialah
perdamaian religius Bohemia. Karena ada pertengkaran dengan Paus, konsili
dipindahkan ke Ferrara (1438), kemudian ke Firenze (1439) di mana pertemuan
singkat dengan Gereja Yunani berhasil dijalankan. Konsili Basel disebut konsili
ekumenis hanya sampai sesi ke duapuluh lima. Eugenius IV mengesahkan dekrit-
dekrit yang berhubungan dengan pembasmian heresi, perdamaian di antara umat
Kristen, reformasi Gereja dan hak-hak Tahta Suci.

18. KONSILI EKUMENIS XVIII : LATERAN V (1512- 1517)


Konsili Lateran kelima berjalan lima tahun, di bawah Paus Julius II dan Leo X dan
Kaisar Maximilian I. Sejumlah 15 kardinal dan sekitar 80 uskup agung dan uskup
ambil bagian di dalamnya. Dekrit-dekrit keputusannya pada umumnya perihal
disiplin hidup menggereja. Perang Salib baru melawan serangan invasi orang-orang
Turki juga disiapkan, tetapi terhambat oleh gejolak agama yang dimunculkan oleh
Luther di Jerman.
19. KONSILI EKUMENIS XIX : TRENTE (1545-1563)
Konsili Trente terbilang paling lama dalam sejarah konsili. Berlangsung
delapan belas tahun (1545-1563) di bawah lima Paus: Paulus III, Julius III, Marcellus
II, Paulus IV dan Pius IV dan dua Kaisar Charles V dan Kaisar Ferdinand. Hadir 5
kardinal utusan Tahta Suci, 3 Patriarch, 33 uskup agung, 235 uskup, 7 abas, 7
jenderal dari ordo-ordo monastik, 160 doktor teologi. Konsili Trente dimaksudkan
untuk memeriksa dan menghukum kesesatan-kesesatan yang diproklamasikan oleh
Luther dan kaum reformis (protestan) sekaligus untuk pembaruan disiplin intern
hidup menggereja. Dari semua konsili, Konsili Trente bukan hanya konsili yang
berlangsung paling lama, tetapi juga menerbitkan paling banyak dokumen dekrit
dogmatik dan pembaruan dan menghasilkan produk-produk dokumen yang sangat
berpengaruh dalam sejarah Gereja. Dari sendirinya Konsili ini juga menghukum
protestantisme.

20. KONSILI EKUMENIS XX : VATIKAN I (1869-1870)


Konsili ini dipanggil oleh Pius IX. Konsili ini berlangsung dari tanggal 8
Desember 1869 dan berakhir (dihentikan) tanggal 18 Juli 1870. Tetapi, sampai tahun
1908 konsili ini belum tuntas. Hadir 6 uskup agung, 49 kardinal, 11 patriarch, 680
uskup agung, 28 abas, 29 pemimpin ordo dan tarekat. Semuanya 803 partisipan.
Disamping banyak keputusan yang penting berkaitan dengan iman dan konstitusi
Gereja, konsili juga menerbitkan dekrit infalibilitas Paus apabila berbicara ex
cathedra, yaitu apabila sebagai gembala dan guru dari umat Katolik dia
mendefinisikan ajaran iman dan moral bagi seluruh Gereja.

21. KONSILI EKUMENIS XXI : VATIKAN II (1962-1965)


Konsili Vatikan II dipanggil oleh Paus Yohanes XXIII. Diumumkan pertama
kali tanggal 25 Januari 1959. Dibuka secara resmi tanggal 11 Oktober 1962, dengan
persiapan yang cukup lama. Ditutup oleh Paus Paulus VI tanggal 8 Desember 1965.
Konsili Vatikan II memproduksi 16 dokumen: tentang pewahyuan Allah, liturgi,
Gereja, Gereja di dunia modern, komunikasi sosial, ekumenisme, Gereja-gereja
Timur, pembaruan hidup religius, tentang awam, pendidikan calon imam, aktivitas
misioner, pendidikan kristiani, relasi dengan agama-agama bukan kristen, dan
kebebasan agama. Tidak seperti konsili-konsili sebelumnya, Konsili Vatikan II tidak
dimaksudkan untuk menghukum atau mengutuk bidaah atau heresi atau kesesatan
yang terjadi baik di masa lalu maupun masa kini. Konsili Vatikan II lebih dirancang
untuk pembaruan hidup Gereja secara menyeluruh di dunia modern. Pada sesi
pembukaannya, hadir 2540 uskup dan para partisipan lain, di dalamnya para ahli
teologi dan para observers. Konsili Vatikan II adalah emblem bagi transformasi
Gereja Katolik di peradaban modern. 11

11
Seminarisantopetrusclaver.wordpress.com/info-seputar-gereja/daftar-konsili-gereja/
BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kanon bukanlah hasil penilaian sewenang-wenang siapa pun, juga bukan hasil
keputusan suatu konsili apa pun. Ia adalah hasil dari penggunaannya dalam pelbagai
tulisan yang membuktikan keunggulan serta keharmonisannya oleh daya penggerak
yang dikandungnya. Beberapa di antaranya lebih lambat memperoleh pengakuan oleh
karena isinya yang terlalu singkat, sifat tujuannya pribadi atau terpencil, atau nama
pengarangnya yang tidak jelas, atau isinya yang dirasa kurang dapat memenuhi
kebutuhan gereja yang mendesak. Tidak satu pun di antara faktor-faktor ini yang
mengurangi ilham dari kitab-kitab ini, atau membatalkan tempatnya dalam
keseluruhan firman Tuhan yang berkuasa.
DAFTAR PUSTAKA

1.OFM, Pengantar ke Dalam Perjanjian Baru, Semarang: PT Kanisius, 1984


2.Brotosudarmo, Pengantar Perjanjian Baru.
3.Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru.
4.Tenney, Survei Perjanjian Baru.

5. M.E. Duyverman, Pembimbing Ke Dalam Perjanjian Lama,(jakarta: PT.BPK


Gunung Mulia, 2016).

6. Yunianto Yunianto and Hani Rohayani, ‘Alkitab Sebagai Buku Pegangan Orang
Kristen (Ketidakbersalahan Alkitab)’, Fidei: Jurnal Teologi Sistematika Dan
Praktika, 4.1 (2021), 140–57 <https://doi.org/10.34081/fidei.v4i1.243>.

7. Seminarisantopetrusclaver.wordpress.com/info-seputar-gereja/daftar-konsili-
gereja/

Anda mungkin juga menyukai