Anda di halaman 1dari 5

Soal Tesis 01.

Kitab Suci sebagai sabda Allah:


Terangkanlah arti Ilham Ilahi dalam terang Dei Verbum (bab I-III);
Terangkanlah juga hubungan Antara Kitab Suci dan Tradisi, pembentukan kanon dan penafsiran teks…?

01. INSPIRASI
1. Rumusan Inspirasi dalam Dei Verbum (bab 1-3)
Konsili Vatikan II merumuskan, “Allah berkenan mewahyukan diri-Nya (revelatio Dei).
Allah menginspirasikan kepada orang-orang tertentu.
Orang tertentu menuliskan pewahyuan itu secara benar.
Dei Verbum (DV) no. 11, KV II menegaskan, “Allah mengilhami PL dan PB”.
Jadi, Inspirasi Kitab Suci ialah karunia pendampingan Roh Kudus yang diberikan kepada semua dan setiap orang yang menyumbang
pada terjadinya Kitab Suci.
Allah adalah “inspirator dan pengarang kedua perjanjian”.

2. Sumber, Sasaran dan Buah Inspirasi


Sumber: Allah. Ciri khas Inspirasi: Menerangi, menguatkan, mengubah, dan menguduskan. Maka, Wahyu tidak sama dengan
Inspirasi.
Sasaran: Manusia.
Buah: Kitab Suci. Kitab Suci adalah karya ilahi-manusiawi, seluruhnya ilahi dan seluruhnya manusiawi.

3. Jangkauan Inspirasi
Inspirasi kata: penulis memilih kata-kata, gaya bahasa, jenis sastra, dsb.
Inspirasi Kutipan dan Sumber. kutipan dari sumber profan.
Inspirasi Septuaginta: teolog Kristen masa kini berpendapat bahwa inspirasi septuaginta seharusnya diterima.

4. Akibat Inspirasi
 Karena Roh Kudus, Kitab Suci berisikan sabda yang hidup.
 Konsekwensinya, Kitab Suci tidak mungkin sesat.
 Secara teologis paling tepat dikatakan: Kitab Suci memberi kesaksian tentang Sabda Allah.

I. TRADISI
Dua cara yang berbeda dalam meneruskan wahyu.
1. Kitab Suci adalah Sabda Allah sejauh itu termaktub dalam ilham Roh ilahi.
2. Tradisi Suci adalah Sabda Allah yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan
seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka dalam terang Roh Kebenaran, (mereka) memelihara, menjelaskan
dan menyebarkan dengan setia (DV 9).

1. Tradisi Kitab Suci


Kitab Suci adalah karya umat beriman.
Gereja ada sebelum adanya Kitab Suci.
Malah, Kitab Suci tercipta karena adanya Gereja.
Allah membimbing pimpinan umat dan Gereja menentukan kitab-kitab manakah yang harus diterima sebagai tulisan-tulisan yang
diinspirasikan.
Roh Kudus membimbing umat beriman memahami asal-usul Kitab Suci dan iman katolik.
Roh Kudus memberi karunia mengartikan dan mengajarkan Kebenaran Kitab Suci.
Roh Kudus membimbing umat mengembangkan bentuk upacara liturgis, doa, hidup berkomunitas.
Jadi, Tradisi ialah Penerusan yang hidup yang berlangsung dengan bantuan Roh Kudus.

2. Tradisi Apostolik
Dengan datangnya Roh Kudus pada hari Pentekosta,
Allah memberikan kuasa kepada para pengikut Kristus memberitakan Injil kepada semua manusia. Injil itu belum tertulis.
Ia hidup dalam hati dan pikiran para pemberita-Nya, khususnya dalam diri para rasul (tdk terbatas pd kelompok 12 rasul).

Iman para pengikut Yesus yang pertama berlandaskan pengalaman mereka akan Yesus yang hidup. Namun, mereka tak mungkin
memahami sepenuhnya apa yang mereka lihat dan dengar.
2

Para pengikut-Nya memperkembangkan tradisi yang kadang-kadang berbeda satu sama lain.
Sejak semula, umat Kristen yakin berkat bimbingan Roh Kudus, semua tradisi itu saling melengkapi.

Kristus Tuhan yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (2Kor 1:30; 3:16-4:6).
Injil ini menjadi sumber segala kebenaran yang menyelamatkan serta sumber ajaran kesusilaan. Maka, Tradisi Suci dan Kitab Suci
(PL dan PB) bagaikan cermin bagi Gereja yang mengembara di dunia untuk memandang Allah yang menganugerahinya segala
sesuatu hingga tiba saatnya Gereja diantar menghadap Allah sebagaimana ada-Nya (1 Yoh 3:2).
3. Hubungan Kitab Suci dengan Tradisi
Kitab Suci dan Tradisi berhubungan erat dan berpadu.
Keduanya mengalir dari sumber yang satu dan sama, yakni yang Ilahi.
Kitab Suci dan Tradisi terdapat kesesuaian isi.
Kitab Suci menghadirkan pengungkapan-pengungkapannya dalam Tradisi.
Tradisi memberi kesaksian tentang Injil tertulis.
Dengan cara tertentu, Kitab Suci dan Tradisi bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama.

III. KANON KITAB SUCI1


1. Arti Kanon Kitab Suci
Kata ‘kanon’ sejajar dengan kata ‘qaneh’ (bahasa Ibrani) yang berarti tongkat lurus atau tongkat pengukur.
Dalam Kitab Suci dan bahasa Gereja, kanon berarti ukuran yang dipakai untuk menentukan tulisan-tulisan yang sungguh-sungguh
termasuk sebagai Kitab Suci.
Jadi, kanon Kitab Suci adalah daftar buku-buku yang diakui sebagai bagian dari Kitab Suci.2
Kitab Suci diterima oleh Gereja sebagai buku yang diinspirir karena Kitab Suci berisi tentang wahyu Allah dan ditulis di bawah
bimbingan Roh Kudus.

2. Kriteria Kanonisasi
Kriteria kanonisasi Kitab Suci hanya satu yakni, ajaran Kristus dan para rasul yang disampaikan oleh Kuasa Mengajar Gereja.
Ajaran itu disebut tradisi ilahi-rasuli (DV 8).

3. Sejarah Pembentukan Kanon Kitab Suci


a. Kanon Perjanjian Lama Yahudi3
Umat Kristen awal menerima kanon PL langsung dari Yesus, dan para rasul, bukan dari bangsa Yahudi.

i. 3 Bagian Kitab Suci Yahudi


Umat Yahudi membagi Kitab Suci dalam 3 bagian: Torah (Taurat), Nebiim (Nabi-nabi), Khetubim (Tulisan-Tulisan).
Taurat: Proses pembentukannya berlangsung lama, dimulai pada zaman Musa (bdk. Ul 31:9-26), diperbaharui pada zaman
Raja Yosia pada ±621 (bdk. 2Raj 23; 2Taw 34:29-32), dan berakhir sesudah pembuangan, yakni pada masa Ezra (bdk. Neh 8-10).
Pada masa ini kumpulan kitab itu sudah terbentuk (lebih dekat dengan kitab Pentateuch dalam Alkitab Ibrani sekarang) dan dibacakan
di rumah-rumah Ibadat. Maka dapat dikatakan kitab taurat dipandang ‘kanonik’ sejak abad V S.M.
Kumpulan kitab Nabi-Nabi (terdahulu dan kemudian) yang dekat dengan alkitab Ibrani sekarang sudah terbentuk pada abad
III SM. Abad III ditetapkan sebagai terminus a quo, karena Samaria yang memutuskan hubungan dengan Yudea pada akhir abad IV,
hanya menerima Taurat sebagai kitab sucinya.
Tahap I penyusunan Tulisan-tulisan tampaknya dimulai atas perintah Raja Hizkia, dan kemungkinan berakhir pada zaman
Yudas Makabe, atau bahkan zaman sesudahnya.

ii. Dua Kanon Kitab Suci Yahudi


Dua pendapat mengenai Kanon Kitab Suci Yahudi pada awal era Kristen:
Pertama, orang-orang Yahudi di Palestina, mengakui kitab “yang diinspirasikan” hanya kitab-kitab yang termasuk Alkitab Ibrani
disebut Protokanonik (kanon Palestina).
Kedua, orang-orang Yahudi di Perantauan (khususnya di Mesir), mengakui kitab “yang diinspirasikan” bukan hanya kitab-kitab
Protokanonik, melainkan juga kitab-kitab Deuterokanonik (Kanon Aleksandria).
Buktinya ialah edisi-edisi Septuaginta, dimana kitab-kitab deuterokanonik disebut bersamaan dengan kitab-kitab
protokanonik dan tidak dibeda-bedakan wibawanya.
1
Raymond E. Brown, Raymond F. Collins “Canonicity” dalam Raymond E. Brown (ed), The New Jerome …, hlm. 1037-1040); bdk. Paulus Toni
Tantiono, Pengantar …, hlm. 24-35; bdk. juga. Stefan Leks, Inspirasi …, hlm. 141-180.
2
Paulus Toni Tantiono, Pengantar …, hlm. 2.
3
T. Jacobs, Konstitusi …, hlm. 144.
3

iii. Kanon Yamnia (Palestina)

Kaum Farisi, yang sangat menjaga kemurnian Hukum Musa, sepakat untuk meneliti masalah kanon kitab suci. Sidang para rabi dalam
menentukan kanon itu terjadi di Yamnia (ditutup thn 90M). Di sana ditetapkan Kanon Kitab Suci Ibrani secara definitif dan kitab-
kitab Deuterokanonik dihilangkan.

b. Kanon Perjanjian Lama Kristen


i. Masa Awal Gereja Kristen
Kesaksian-kesaksian otentik tradisi ilahi-rasuli mengenai kitab-kitab PL.
Terdapat ± 350 kutipan dalam PB diambil dari PL, dan hampir 300 kutipan sesuai dengan teks Septuaginta.
Kesimpulan, Yesus dan para rasul, terutama Petrus, Yohanes, dan Paulus memperlakukan Septuaginta sederajat dengan Alkitab
Ibrani.
Dari nas-nas PL yang dikutip oleh pengarang PB, secara tidak langsung dapat disimpulkan, umat Kristen merasa setuju
bahwa semua kitab Protokanonik diinspirasikan.
Seandainya para penulis PB tidak mengakuinya sebagai kitab-kitab yang diinspirasikan,
Tentu mereka memberitahukannya.
Mereka menyajikan daftar kitab-kitab yang diinspirasikan.
Akhirnya, pada abad II-III M, umat itu sendiri menentukan “kanon” PL, dan kanon itulah yang tercantum dalam naskah-naskah
Septuaginta.

ii. Abad I - II
Pada masa ini, perdebatan mengenai kitab-kitab Deuterokanonik tidak ada.
Namun, mereka memiliki kesepakatan tentang kekanonikan kitab-kitab itu.
Para Bapa Gereja zaman rasuli memanfaatkan Septuaginta, serta mengutip kitab-kitab Deuterokanonik.
Pengakuan terhadap kitab-kitab Deuterokanonik tampak juga dari lukisan-lukisan dan patung-patung di Katakombe (dari pertengahan
abad II - abad V).
Para pelukis menimba ilhamnya dari kitab-kitab Deuterokanonik.

iii. Abad III - V


Abad III-V adalah masa kebimbangan sehubungan dengan kitab-kitab Deuterokanonik. Gejala itu muncul (abad II) karena
para penulis Kristen yang terlibat dalam perdebatan dengan orang-orang Yahudi terpaksa menggunakan kitab-kitab Protokanonik.
saja. Orang yang pertama mulai meragukan ialah Origenes (+ 254).
Keragu-raguan itu dipertinggi oleh banyaknya tulisan apokrif yang disebarluaskan sebagai karya para penulis PL.
Gereja Aleksandria paling tegas dalam pendiriannya dan tidak pernah menolak kitab-kitab Deuterokanonik. Gereja
Yerusalem yang langsung dipengaruhi oleh bangsa Yahudi yang anti-Kristen.
St. Hieronimus yang sejak tahun 368 tinggal di Palestina, tidak mengakui kitab-kitab Deuterokanonik sebagai “yang
diinspirasikan”. Ia sangat dipengaruhi oleh orang-orang Yahudi. Sebab dalam praktek, para Bapa Gereja tetap memakai kitab-kitab
Deuterokanonik bersamaan dengan yang Protokanonik.
Sejak abad V semua keragu-raguan menghilang.
Gereja semakin sependapat sehubungan dengan kitab-kitab Deuterokanonik.

iv. Daftar-daftar Pertama


Daftar Kitab Suci yang muncul pertama, yang berisikan kitab Proto maupun Deuterokanonik: Kanon Klaromontanus, Kanon
Afrika, Kanon Siria, hasil Sinode di Hippone (393), dan Sinode ke-3 dan Ke-4 di Kartagena (397, 419).

c. Kanon Perjanjian Baru; Sejarah kanon PB dapat dibagi dalam 3 tahap:

i. Zaman Gereja Masa Awal sampai tahun 175


Dalam tulisan bapa-bapa Gereja, masa itu ditemukan kutipan-kutipan dari semua kitab PB, kecuali, 3Yoh (mungkin karena
terlalu singkat). Adanya kutipan ini menunjukkan bahwa kitab-kitab PB sudah dikenal dan dipergunakan dalam hidup sehari-hari.

ii. Masa Keragu-raguan


Keinginan Gereja untuk menerbitkan kanon PB mengalami kesulitan:
4

- Kuasa Mengajar Gereja belum mengeluarkan keputusan tegas mengenai kanon.


- Pada masa itu muncul banyak tulisan apokrif yang jauh lebih panjang dan menarik dari kitab-kitab PB. Sehingga tulisan-
tulisan yang singkat dan teologis (PB) itu dianggap kurang bermutu.
- Kebingungan atas klaim Marcion dan Montanus, mereka memiliki wahyu khusus, sehingga berani membuat kanon
tersendiri.
Kesulitan itu mengguncang keyakinan umat Kristen sehubungan dengan 7 kitab, yang disebut Deuterokanonik (Ibr, Yak, 1-
2Ptr, 3Yoh, Yud, Why). Kitab-kitab itu mulai diragukan dan dihindari. Beberapa keraguan itu terungkap dalam data-data yang
bermunculan:

 Kanon Muratori.
Kanon Muratori adalah perkamen yang ditemukan oleh L. Muratori, yang disebut kanon ‘pribadi’ tertua dari Roma. Di
dalamnya tidak ada Ibr, Yak, 1-2Ptr, dan 3Yoh. Namun pada masa yang sama, St. Klemens berkarya di Roma dan mengenal Ibr, Yak
dan 1-2Ptr.

 Kanon Klaramontanus (abad IV)


Kanon ini tidak menyebut Ibr, Yak, dan Yud, yang menunjukkan keadaan di Gereja Kristen Barat dan di Afrika.

 Keraguraguan di Berbagai Wilayah Gereja


Di Palestina muncul keraguan atas semua kitab Deuterokanonik, kecuali kitab Ibr. Sementara Gereja Siria pada awalnya
menolak semua Surat Katolik dan Why, tetapi kemudian pendapatnya berubah, semua kitab Deuterokanonik ditolak kecuali Ibr dan
Yak. Pada abad VI keraguan itu hilang. Gereja Antiokhia dan Asia Kecil meragukan 2Ptr, 2-3Yoh, Yud, dan Why sampai abad V.
Masa keraguan ini berlangsung selama dua abad. Keraguan itu terutama menyangkut Ibrani (Gereja Barat) dan Wahyu
(Gereja Timur). Masa itu diungkapkan oleh Eusebius dari Kaisarea (±339). Ia memperkenalkan 4 jenis Kitab Suci:
- Kitab yang diterima oleh semua jemaat
- Kitab yang diperdebatkan (kitab Deuterokanonik: Yak, 2Ptr, 2-3Yoh, Yud).
- Kitab yang tidak otentik: Kisah rasul paulus, “Gembala”, Wahyu petrus, pseudo Barnabas, “Didaskalia” (Pengajaran Para
Rasul), dan Wahyu.
- Karya-karya Bidaah.

iii. Masa Kesepakatan Bersama


Athanasius dari Aleksandria memperkenalkan 27 kitab PB, yang –menurut dia- tidak boleh dikurangi atau ditambahi.
Pada masa yang sama (abad IV) dekrit Pseudo-Gelasius memperkenalkan semua kitab PL dan PB.
Daftar itu tidak membedakan kitab Protokanonik dengan Deuterokanonik.
Dekrit itu merupakan hasil dari Sinode Gereja Roma serta keputusan Sinode
Laodikia (360), Hippone (390), dan Kartagena (393, 417).
Sejak itu sampai zaman Reformasi (abad XVI),
Gereja Barat tidak pernah meragukan kitab-kitab Deuterokanonik.

4. Tiga Pernyataan Resmi Gereja


Berkaitan dengan Kanon Alkitab (PL dan PB), Gereja memberi tiga pernyataan resmi: dekrit Konsili Florentia, Konsili
Trente, serta Konsili Vatikan I dan II.
a. Konsili Florentia (1441)
Konsili menyajikan daftar semua kitab Proto dan Deuterokanonik, PL dan PB. Dengan ini, konsili membenarkan kanon yang
ditetapkan sinode di Afrika dan daftar yang tercantum dalam surat Paus Innocentius I.

b. Konsili Trente (1546)


Para bapa konsili menyatakan mereka menerima semua kitab suci, menghormatinya dengan cara yang sama, sebab Allahlah
pengarangnya.

c. Konsili Vatikan I (1870) dan II (1965)


Kedua konsili ini membatasi diri pada pembaharuan dan pembenaran pernyataan konsili Trente, tetapi ditentukan bahwa
dasar kekanonikan adalah inspirasi Kitab Suci.

IV. TAFSIRAN KITAB SUCI


1. Arti Tafsir
Kata “tafsir” berasal dari Bahasa Arab yang berarti penerangan, penjelasan dan penjabaran teks Kitab Suci.
5

2. Allah sebagai Pengarang Kitab Suci


Menurut kebanyakan teolog modern, pernyataan “Allah sebagai Pengarang Kitab Suci” tidak boleh ditafsirkan secara
harafiah tetapi secara metaforis. Allah dan manusia tidak mungkin dipandang sebagai pengarang dalam arti yang sama. Maka, perlu
diperhatikan 3 hal:
 Allah adalah sumber seluruh Kitab Suci.
Segala sesuatunya diwahyukan secara tidak langsung kepada penulis.
Tetapi, seluruh isi Kitab Suci diliputi oleh karisma inspirasi dari Roh Allah.
 Sebagai pencipta seluruh karya penyelamatan,
Allah memilih dan memakai orang-orang tertentu.
Jadi, inspirasi (pengaruh Allah) melalui isi kebenaran serta cara kebenaran itu diungkapkan dalam tulisan.
 Ada dua penyebab dan jenis kepengaran Kitab Suci.
Allah adalah pengarang, sebab Ia menghendaki manusia selamat.
Ia membentuk umat beriman keselamatan.
Ia memberikan Kitab Suci kepadanya.
Manusia adalah pengarang di bidang sastra.
Ia mengumpulkan bahan, melestarikan, dan mewariskannya dalam bentuk tertulis.

3. Prinsip penafsiran Kitab Suci:


 Orang/Penafsir harus memperhatikan jenis-jenis sastra yang digunakan dalam kitab atau nas itu.
 Penafsir mencari arti, yang hendak diungkapkan oleh pengarang suci dalam keadaan tertentu sesuai dengan zaman dan
budayanya, melalui jenis-jenis sastra yang digunakan.
 Kitab Suci ditulis dalam bimbingan Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan dalam Roh itu juga. Maka, untuk menggali
dengan tepat arti nas-nas suci itu, perhatian yang sama besarnya harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan
mengindahkan Tradisi hidup seluruh Gereja sastra analogi iman.

Anda mungkin juga menyukai