Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

Bibiology “Kanon”

Disusun oleh:

Nama : John Andrian Hutapea

Semester : II

Mata Kuliah : Metode Memahami Alkitab

Dosen : Suwandy Loardi, M.Th

SEKOLAH TINGGI TEOLOGI BISANRY

MAKASSAR

TP 2020
BAB I
PENGERTIAN ETIMOLOGIS KANON

Secara etimologi, kanon berasal dari kata Yunani (κανών); sedangkan dalam

bahasa Ibrani yang maknanya tidak berbeda jauh adalah qanah ( ‫)קָ נֶה‬. Dalam bahasa

Yunaninya kanon berarti “buluh”, karena pemakaian “buluh” dalam kehidupan

sehari-hari pada jaman itu adalah untuk mengukur, maka kanon juga berarti sebatang

tangkat / kayu pengukur atau penggaris (Yehezkiel 40:3; 42:16).

Tombak pengukur, arti metafornya adalah seperangkat peraturan / standard

norma (kaidah) dalam hal etika, literatur dsd. Atau pada dasarnya pengertian “kanon”

adalah ukuran atau alat untuk mengukur dan kata itu sendiri sebenarnya berarti

ukuran yang biasa dikenakan untuk mengukur kehidupan, asas atau undang-undang

kepercayaan.
BAB II
JUMLAH KANON AWAL PL & PB

Pada awalnya, gereja perdana atau gereja mula-mula menggunakan

perjanjian lama sebagai kanon yang berjumlah 39 kitab yang ditetapkan dari hasil

sidang pada tahun 90 oleh guru-guru agama Yahudi di bawah pimpinan Yohannan

ben Zakkai di Jamnia, yang diantaranya adalah Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat,

Bilangan, Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, Rut, 1 Samuel, 2 Samuel, 1 Raja-raja, 2

Raja-raja, 1 Tawarikh, 2 Tawarikh, Ezra, Nehemia, Ester, Ayub, Mazmur, Amsal,

Pengkhotbah, Kidung Agung, Yesaya, Yeremia, Ratapan, Yehezkiel, Daniel, Hosea,

Yoel, Amos, Obaja, Yunus, Mikha, Nahum, Habakuk, Zefanya, Hagai, Zakharia,

Maleakhi.

Dan gereja mula-mula awalnya juga memakai surat-surat Paulus sebagai

kanon PB yang berjumlah 13 kitab, yang diantaranya adalah Surat Roma, Surat 1

Korintus, Surat 2 Korintus, Surat Galatia, Surat Efesus, Surat Filipi, Surat Kolose,

Surat 1 Tesalonika, Surat 2 Tesalonika, Surat 1 Timotius, Surat 2 Timotius, Surat

Titus dan Surat Filemon.


BAB III
SYARAT-SYARAT KITAB MASUK DALAM KANON

Kanonisasi adalah suatu proses bagaimana buku-buku dari Alkitab itu

menerima persetujuan untuk diterima oleh pemimpin-pemimpin sidang. Berikut

beberapa syarat-syarat kitab-kitab / buku-buku untuk masuk ke dalam kanon:

1. Mempunyai kekuasaan otoritas (Dari Elohim atau tidak)

Setiap buku di dalam Alkitab dapat dikatakan mempunyai otoritas

yang kudus. Sering kali pernyataan “Demikianlah Firman Tuhan” tertulis

di sana. Kadang-kadang nada dan peringatan-peringatan menunjukkan

bahwa kitab itu murni dan bersifat ilahi. Dalam kepustakaan atau kitab-

kitab yang mengandung pengajaran ada pernyataan-pernyataan yang

kudus mengajarkan apa yang harus dilakukan orang-orang beriman.

2. Mempunyai Kuasa Nubuatan.

Buku-buku yang mengandung wahyu ditulis hanya karena gerakan

Roh Kudus oleh orang-orang yang dikenal sebagai nabi-nabi (2 Ptr 1:20-

21). Firman Elohim diberikan kepada umat-Nya hanya melalui nabi-

nabi-Nya. Setiap pengarang buku alkitabiah mempunyai karunia

nubuatan atau fungsi nubuatan, sekalipun pekerjaan mereka bukan

sebagai seorang nabi (Ibr 1:1)

3. Otentiknya Sebuah Buku atau Kitab.

Tanda kemurnian yang lain dari suatu inspirasi atau suatu wahyu

adalah otentiknya buku itu. Buku apapun yang mempunyai kesalahan


fakta atau kesalahan doktrin (dapat dinilai dari wahyu-wahyu

sebelumnya) tidak mungkin merupakan inspirasi dari Elohim. Elohim

tidak dapat berdusta; Firman-Nya pasti benar dan konsisten.

4. Keadaan Alamiah yang Dinamis dari Sebuah Buku / Kitab.

Rasul Paulus menyatakan bahwa kemampuan mengubah kehidupan

dari karya tulis itu menentukan semua tulisan-tulisan untuk dapat

diterima atau ditidak. 2 Timotis 3:16, 17 menunjukkan hal ini.

5. Penerimaan dari Sebuah Buku / Kitab.

Tanda pengesahan dari tulisan yang penuh kuasa adalah pengakuan

dari umat Elohim yang sudah sejak semula ditentukan oleh Tuhan.

Firman Elohim diberikan melalui nabi-Nya dan harus dapat diakui

umat-Nya dengan kebenaran. Generasi-generasi orang beriman yang

berikutnya berusaha untuk mendapat kepastian akan hal ini.

Karena bilamana buku ini diterima, dikumpulkan dan dipakai sebagai

Firman Elohim oleh mereka yang aslinya wahyu itu ditujukan, maka

kemurnian buku itu dapat diteguhkan.

Tambahan dan kesimpulan:

 Buku-buku / kitab-kitab tersebut ditulis atau disahkan oleh para nabi

/ rasul.

 Kitab tersebut diakui otoritasnya dikalangan gereja mula-mula.

 Kitab tersebut mengajarkan hal yang selaras dengan kitab-kitab

lainnya yang jelas termasuk dalam kanon.


BAB IV
KITAB APOKRIFA & KITAB DEUTERONIKA

Kitab Apokrifa / Apokrif (Apocrypha dalam bahasa Inggris) berasal dari

kata “apokryphos” dalam bahasa Yunani, artinya rahasia, tersembunyi atau tidak

kanokik. Atau ketika digunakan untuk kumpulan tulisan-tulisan Yahudi dari masa

intertesteamental kata tersebut mempunyai dua konotasi:

1. Kitab-kitab yang “disembunyikan” karena sifatnya yang esoteric (hanya

dipahami dan diketahui oleh beberapa orang tertentu saja), atau

2. Kitab-kitab yang “disembunyikan” karena memang harus demikian,

karena kitab-kitab tersebut tidak pernah diakui sebagai kanon oleh orang-

orang Ibrani.

Apokrifa adalah kumpulan lima belas kitab yang ditulis oleh penulis-penulis

saleh Ibrani antara tahun 200 sebeleum Masehi dan tahun 100 Masehi. Kitab-kitab ini

mulanya ditulis dalam bahasa Yunani dan Aram namun telah terpelihara dalam

bahasa Yunani, Latin, Etiopia, Kupti, Arab, Siria dan Armenia. Apokrifa berisi enam

gaya atau jenis sastra yang bersifat mendidik (didaktik), agama, romantis, sejarah,

nubuat (surat & wahyu) dan legenda.

Kitab Deuterokanonika (deuterocanonical dalam bahasa Inggris) adalah

suatu istilah yang digunakan sejak abad ke-16 dalam Gereja Katolik Roma dan

Kekeristenan Timur untuk mendeskripsikan berbagai kitab dan bagian tertentu

Perjanjian Lama Kristen yang bukan merupakan bagian dari Alkitab Ibrani saat ini.
Deuterokanonika sendiri berasal dari bahasa Yunani “δεύτερος” - DEUTEROS,

artinya: ke dua/ second; dan kata “κανών” - KANÔN, tongkat, ukuran (untuk

mengukur sesuatu) yang berarti “termasuk kanon kedua”, istilah ini digunakan

sebagai pembeda dengan kitab-kitab protokanonika yang terdapat dalam Alkitab

Ibrani (PL).
BAB V
KITAB-KITAB APOKRIFA DAN ALASAN TIDAK MASUK KANON

Kitab-kitab Apokrifa berjumlah lima belas (15), yang diantaranya adalah:

1. I Esdras (Vulgate, III Esdras; kira-kira 150-100 SM)

2. II Esdras (Vulgate, IV Esdras; kira-kira tahun 100)

3. Tobit (Kira-kira tahun 150 SM)

4. Yudit (Kira-kira tahun 150 SM)

5. Tambahan Pada Kitab Ester (Kira-kira tahun 140-130 SM)

6. Hikmat Salomo (Kira-kira tahun 30 SM)

7. Pengkhotbah / Eklesiastiskus (Sirakh; 132 SM)

8. Barukh (Kira-kira tahun 150-50 SM)

9. Surat Nabi Yeremia (300-100 SM)

10. Doa Azariah dan Nyanyian dari Tiga Orang Pemuda (Abad 2 atau 1 SM)

11. Susanna (Abad 2 atau 1 SM)

12. Bel dan Naga (Kira-kira 100 SM)

13. Doa Manasye (Abad 2 atau 1 SM)

14. I Makabe (Kira-kira tahun 110 SM)

15. II Makabe (Kira-kira tahun 110-70 SM)

Alasan mengapa kitab-kitab / buku-buku diatas tidak masuk dalam kanon:

1. Tidak digunakan oleh Yesus atau Gereja Abad Pertama.

Yesus dan murid-murid-Nya tidak memakai kitab-kitab ini.


2. Tidak pernah dipakai sebagai nast Alkitab.

Penulis-penulis Yahudi kuno yang menggunakan Alkitab Bahasa

Ibrani, yang dikenal bernama Philo dan Josephus telah mengetahui

Apokripa, tetapi tak pernah menggunakannya sebagai ayat Alkitab.

3. Bapa-Bapa Gereja melihat adanya satu perbedaan.

Bapa-bapa gereja sudah mengenal kemurnian Ibrani dapat dengan jelas

membedakan antara tulisan-tulisan yang murni Alkitabiah dengan

tulisan-tulisan yang bersifat Apokrip

4. Tulisan-tulisan Apokrip dinyatakan tidak mempunyai kuasa hingga

abad ke-16.

Buku-buku Apokrip tak pernah dinyatakan sebagai tulisan yang

mempunyai kuasa otoritas sebelumnya dan baru diakui oleh Badan

Musyawarah Umat Katolik (tahun 1546 Tarikh Masehi).

5. Mengandung banyak hal yang tidak tepat.

Kebanyak pra ahli agama merasa bahwa buku-buku Apokrip mewakili

buku-buku yang tingkatannya lebih rendah dibanding dengan tulisa-

tulisan yang murni Alkitabiah. Buku-buku Apokrip tersebut jelas

mengandung banyak ketidaktepatan dan ketidaksesuaian yang bersifat

sejarah dan geografis serta tidak bernafaskan roh nubuatan.

6. Tulisan-tulisan Apokrip jarang digunakan oleh kalangan Protestan.

Westminster Confession 1643 yang ditulis oleh kalangan pemimpin-

pemimpin Protestan menyatakan bahwa “buku-buku Apokrifa tidak

terjadi oleh inspirasi ilahi, tidak termasuk buku yang murni Alkitabiah
dan karena iitu tak mempunyai kuasa otoritas dari Gereja Elohim

ataupun yang dapat diterima ataupun dipakai sebagai buku yang absah

yang ditulis oleh seorang manusia”.

Gereja-gereja Pembaharuan tidak menganjurkan pemakaian dari

Apokrifa ini dan sebagai konsekuensinya buku tersebut sangat jarang

digunakan dalam kalangan Kristen.

7. Pseudepigrafa

Sebagai tambahan buku-buku yang disebut Apokrifa, ada bermacam-

macam karya sastra kuno yang lain, baik dari yahudi maupun dari

kalangan Kristen yang sering disebut dengan nama Pseudepigrafa.

Apokrip, pseudokrip dan karya tulis sektarian dari gua-gua Qumran

dan beraneka ragam tulisan kuno lainnya telah banyak membantu untuk

mengerti PB dan Gereja-gereja Pertama. Walaupun tidak sama bobotnya

dengan Alkitab yang diwahyukan, tulisan-tulisan itu perlu pemeriksaan.

Anda mungkin juga menyukai