Anda di halaman 1dari 17

ALKITAB

Reza Pramudhika
Yohana Kezia
Narasatya
Apa Alkitab Itu
Alkitab adalah buku yang berisi kesaksian tentang firman Allah. Ditulis oleh orang-orang yang benar-benar mengalami penyataan allah
atau menerima firman dari Tuhan.

Alkitab terdiri dari 2 yaitu perjanjian lama dan perjanjian baru. Mengapa disebut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru? Dalam bahasa
Inggris, kata “perjanjian” disebut testament yang berasal dari bahasa Latin, testamentum, yang berarti “kesaksian tertulis”. Jemaat mula-
mula menggunakan istilah tersebut untuk menerjemahkan kata dalam bahasa Yunani “diatheke”, dan kata dalam bahasa Ibrani “berith”,
yang keduanya berarti “perjanjian” (covenant).

Disebut perjanjian karena berisi perjanjian Allah dengan manusia. Di perjanjian lama Allah menjanjikan adanya juru slamat imanuel
(Yesaya 7:14), di perjanjian baru Allah menggenapi janjinya bahwa imanuel itu benar-benar hadir (Matius 1:23).

Alkitab berguna untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran (2 Timotius 3:16).

Bahasa Alkitab
Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Namun, sebagian kecil ditulis dalam bahasa Aram seperti Ezra 4–8, Daniel 2–7, dan
Yeremia 10:11. Sedangkan Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani.

Kata “ibrani” berasal dari kata “eber”. Eber adalah cicit Sem. Hal itu berarti Sem adalah kakek buyut Eber (Kejadian 10:21–24). Kelak,
bahasa Ibrani disebut rumpun bahasa Semitik—bahasa yang digunakan Sem dan keturunannya

Hingga abad ke-6 SM, bangsa Israel menggunakan bahasa Ibrani. Namun sejak abad ke-9 SM, bahasa Aram telah menjadi bahasa
internasional sehingga orang Israel semakin lama mempelajari bahasa Aram. Dengan demikian, mereka mulai menggunakan bahasa
Aram.
Permulaan penulisannya terjadi di Mesopotamia sekitar 3500– 3000 SM. Bahasa pertama yang dituliskan adalah bahasa Sumer, yang
menggunakan lukisan untuk menggambarkan makna kata. Keadaan ini kemudian berubah ketika abjad (alfabet) di ciptakan.
Bahasa Alkitab (lanjutan)
Tulisan Ibrani mula-mula disebut Paleo Ibrani. Sementara itu, bahasa Ibrani modern yang berkembang serta digunakan dalam
bahasa tulis dan komunikasi di Israel saat ini merupakan perkembangan setelah pembuangan bangsa Isreal dari Babilonia pada
abad ke-6 SM.

Awalnya, huruf yang digunakan hanya konsonan (huruf mati). Namun, seiring perkembangan zaman dan tersebarnya bangsa
Israel ke berbagai negara atau hidup dalam pembuangan, hal ini menyebabkan generasi berikutnya kurang mengerti bahasa
induk mereka (bahasa Ibrani). Untuk memudahkan mengeja dan membacanya, para ahli bahasa, yaitu tokoh agama yang
dikenal dengan kaum Massoret, menciptakan huruf vokal.

Dengan pengaruh dunia Yunani yang dikenal dengan helenisme, bahasa Yunani menjadi bahasa internasional pada masa itu.
Oleh karena itu, Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani. Bahkan Perjanjian Lama yang berbahasa Ibrani diterjemahkan
dalam bahasa Yunani, yang dikenal dengan terjemahan Septuaginta dengan simbol LXX (dibahas lebih lanjut pada bagian
kanon Alkitab).

Penulisan Alkitab
Pada mulanya Alkitab ditulis di atas bahan yang berbeda-beda.
- Pertama, tahan liat (Yehezkiel 4:1).
- Kedua, batu. Dua loh batu digunakan untuk menuliskan sepuluh Hukum Allah (Keluaran 24:12, Keluaran 31:18, Keluaran
34:1, Yosua 8:32).
- Ketiga, papirus. Papirus adalah tanaman subur yang tumbuh dekat Sungai Nil di Mesir (Ayub 8:11), yang digunakan
untuk membuat bahan alat tulis kertas.
- Keempat, perkamen, dan vellum. Perkamen adalah alat tulis yang lebih awet daripada papirus, semacam kulit binatang
yang dibersihkan dan digunakan sebagai bahan untuk menulis di Palestina pada zaman Roma, seperti yang digunakan
persekutuan Qumran.
- Kelima, logam. Allah menyuruh Musa memberi tahu bangsa Israel, “Juga haruslah engkau membuat patam dari emas
murni dan pada patam itu kauukirkanlah, diukirkan seperti meterai: Kudus bagi TUHAN” (Kel. 28:36)
Salinan Alkitab
Alkitab yang ada sekarang adalah salinan dari salinan. Salinan Kitab Perjanjian Lama yang menjadi dasar naskah sekarang
berasal dari abad ke-6. Penemuan naskah pada 1947 di Qumran dekat Laut Mati, yang diperkirakan berasal dari tahun 250 M,
membuktikan bahwa sejumlah naskah memang akurat walaupun ada perbedaan. Salinan Perjanjian Baru yang tertua dan lengkap
berasal dari pertengahan abad ke-4 yang dikenal dengan Codex Sinaiticus (N, 01), Codex Vaticanus (B, 03), Codex
Aleksandrianus (A, 02). Kodeks yang lain adalah Codex Bezae (D, 05), Codex Regius (L, 019), Codex Koridethianus (O, 038),
Codex Washingthonianus (W, 032), dan Codex Ephraemi Syri Rescriptus (C).

Proses Penyalinan Kitab Suci


Oleh karena bahan papirus tidak tahan lama, kitab-kitab itu perlu disalin ulang supaya tetap terpelihara. Untuk menyalin kembali
dibutuhkan waktu yang sangat lama karena alat tulisnya juga sederhana. Salinan tersebut disimpan dengan baik. Sejumlah salinan
tersebut banyak ditemukan di desa Qumran dekat Laut Mati. Ada pula yang disimpan di sebuah genizah di Kairo. Genizah adalah
tempat penyimpanan gulungan-gulungan manuskrip keagamaan yang sudah tidak terpakai dalam ibadah, tetapi dianggap suci
sehingga tidak dibuang. Di sinilah kesempatan untuk menyalin ulang tulisan-tulisan tersebut, lalu disimpan dengan baik.

Para penyalin Kitab Suci Ibrani (para katib) membuat sejumlah salinan tangan (manuskrip) dengan sangat teliti. Memang benar
bahwa salinan mereka tidak diilhamkan. Namun sewaktu menyalin ulang, mereka dipimpin Roh Allah.

Kelak para katib yang menyalin Kitab Suci disebut “Massoret”. Massoret berasal dari bahasa Ibrani, “masar”, yang berarti
menyerahkan, menurunkan, dan mengalihkan. Mereka adalah pribadi yang benar-benar menyerahkan hidup mereka kepada
Tuhan. Kaum Massoret menetapkan sejumlah aturan keras yang harus diikuti berkenaan dengan materi, teknik, dan format yang
digunakan. Para penyalin memeriksa ketelitiannya dengan berbagai metode, antara lain:
- Jumlah total huruf dalam sebuah gulungan kitab di hitung (diverifikasi)
- Setiap huruf tunggal dihitung (diverifikasi)
- Semua kata dihitung dan dijumlah per gulungan kitab
- Huruf tengah setiap gulungan kitab dicari (dengan cara dihitung) dan diverifikasikan dengan master atau acuannya.
Kanon Alkitab
Pengertian
Kata 'Kanon' adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Ibrani qāneh, yang secara harfiah bisa diartikan dengan "ukuran" atau "tali
pengukur" dan kemudian dalam bahasa Yunani berubah menjadi kanōn, yang berarti sebatang tongkat, penggaris, atau alat pengukur.
Dalam istilah kekristenan, hal ini berarti peraturan tertulis mengenai iman, yaitu daftar kitab-kitab asli dan berkuasa, yang menjadi firman
Tuhan yang telah diilhamkan. Istilah kanon menunjuk pada standar yang digunakan untuk mengukur kitab manakah yang ditentukan
sebagai kitab yang diilhamkan dan yang tidak.

Kriteria Kanonisasi Alkitab


Menurut Woodrow Kroll:
- Penulisnya, siapakah penulis kitab atau surat tersebut?
- Penerimaan gereja setempat, Bagaimana pandangan gereja abad pertama tentang kitab atau surat tersebut?
- Pengakuan para tua-tua gereja, Apakah para tua-tua gereja abad ke-2 menganggap kitab tersebut autentik? Mereka adalah
murid dari para murid Yesus. Misalnya, Polikarpus adalah murid Rasul Yohanes.
- Topiknya, Apa yang dibicarakan kitab atau surat tersebut? Apakah ia memiliki doktrin yang mantap? Apakah bertentangan kitab
itu dengan kitab-kitab lain? Apakah kisah-kisah dalam kitab tersebut tidak beradab dan penuh khayalan?
- Pendidikan pribadi, Apakah kitab tersebut berpotensi menginspirasikan, mendakwa, atau mendidik jemaat setempat dan setiap
orang percaya?
Sebagai tambahan dari ketentuan tersebut, Paulus Daun mengemukakan kriteria kanon Alkitab dengan mengutip pendapat Geisler dan
Nix:
- Apakah buku tersebut memiliki otoritas? Artinya, sebuah buku akan memiliki otoritas bila berasal dari Allah atau di dalamnya
menyebutkan “demikian Allah bersabda” dan sebagainya.
- Apakah hal yang ditulis hamba pilihan Allah bersifat bernubuat?
- Apakah yang dikatakan benar? Para hamba Tuhan berprinsip, bila buku tersebut menimbulkan keraguan, berarti perlu dibuang.
Prinsip demikian lebih menguatkan bahwa kitab yang dipilih sebagai kanon adalah benar.
- Apakah buku tersebut sangat dinamis (ada unsur kuasa ilahi yang bisa mengubah manusia)?
- Apakah bisa diterima, dibaca, dan digunakan? Artinya, apakah buku tersebut dapat diterima orang percaya?
Kriteria Kanonisasi Alkitab (lanjutan)
Paul Enns, dalam bukunya, The Moody Handbook The Theology, menambahkan kriteria kanon Alkitab sebagai berikut:
- Apakah kitab itu mengindikasikan penulisan ilahi?
- Apakah kitab itu mencerminkan bahwa Allah berbicara melalui seorang pengantara? (misalnya Kel. 20:1; Yos. 1:1; dan
Yes. 2:1).
- Apakah penulis itu berperan sebagai juru bicara Allah?
- Apakah ia nabi atau memiliki karunia bernubuat? (misalnya Ul. 31:24–26; 1 Sam. 10:25; dan Neh. 8:3).
- Apakah kitab itu akurat secara historis?
- Apakah hal itu mencerminkan catatan dan fakta yang sebenarnya?
- Bagaimana kitab itu diterima orang Yahudi?

Berbagai kriteria sudah disebutkan untuk menunjukan dan membuktikan apakah sebuah kitab dapat dimasukan kedalam kanon
Alkitab atau tidak. Kanon tidak dapat diputuskan sepenuhnya oleh penerimaan gereja terhadap kitab-kitab itu. Beberapa di
antaranya diterima secara luas dan bulat, tetapi yang lain hanya diterima setengah hati oleh sejumlah gereja tertentu, bahkan
tidak diterima sama sekali oleh gereja-gereja lain. Ada pula yang tidak disebutkan hingga waktu-waktu belakangan, atau jika
tidak, kelayakannya untuk dimasukan ke kanon pasti sudah diperdebatkan.

Kalau begitu, kriteria apa yang memadai dan pasti yang menentukan kitab dapat disebut atau dimasukkan ke dalam kanon?

Merrill C. Tenney berkata, “Kriteria sejati kanon adalah ilham.” Pernyataannya ini didasari ayat dari 2 Timotius 3:16, “Segala
tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan
dan untuk mendidik orang dalam kebenaran”. Dengan kata lain, segala sesuatu yang diilhamkan Allah adalah Kitab Suci (firman
Allah), dan segala sesuatu yang tidak diilhamkan Allah bukanlah Kitab Suci (firman Allah)—bila “kitab suci” diartikan sebagai
catatan tertulis tentang firman Allah yang berkuasa.
Kanon Perjanjian Lama
Tidak ada konsensus keilmuan mengenai kapan kanon Alkitab Ibrani ditetapkan, namun ada beberapa bukti sejarah:
- Naskah Septuaginta (abad 3 SM), pada zaman Yesus sudah ada kitab terjemahan bahasa Ibrani ke bahasa Yunani yang
digunakan oleh murid-murid yesus dalam mengabarkan firman Allah kepada bangsa-bangsa.
- Naskah Qumran (150 SM - 75SM), ditemukan pada tahun 1947-1956
- Naskah Massorah, proses naskah ini diselesaikan oleh para rabbi sekitar 500-900 Masehi. Ini menjadi standar di
Yudaisme Barat sekitar abad ke-10 Masehi, kemudian juga di lingkungan komunitas Yahudi pada umumnya.

Tanakh Ibrani (naskah Perjanjian Lama berbahasa Ibrani) diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani atas permintaan Raja
Ptolomeus II dari Alexandria, dan juga karena perkembangan komunitas Yahudi di luar Palestina dan dikenal dengan nama
Latin: “Septuaginta” ditulis dengan angka Romawi: LXX (tujuh puluh) karena diterjemahkan oleh sekitar 70 orang yahudi
berbahasa Yunani di Alexandria, Mesir.

Istilah Septuaginta baru muncul dan dipergunakan pada zaman Bapa Gereja Agustinus dari Hippo (354-430 M). Proses
penerjemahan Septuaginta itu sendiri dan dari Septuaginta ke dalam versi-versi lainnya dapat dibagi menjadi beberapa tahap
yang berbeda, di mana lingkungan sosial para penerjemah bergeser dari Yudaisme Helenistik ke Kekristenan Awal.
Penerjemahan Septuaginta sendiri dimulai pada abad ke-3 SM dan terselesaikan pada tahun 132 SM. Septuaginta merupakan
dasar bagi Perjanjian Lama Kristen versi Latin Kuno, Slavonik, Suriah, Armenia Kuno, Georgia Kuno, dan Koptik.

Awalnya, Kitab-kitab Perjanjian Lama ditulis dalam bahasa Ibrani. Atas permintaan Raja Ptolomeus II dari Alexandria, dan juga
karena perkembangan komunitas Yahudi di luar Palestina, diterjemahanlah Kitab Suci bahasa Ibrani ke dalam bahasa Yunani
oleh 70 orang ahli kitab Yahudi. Terjemahan Yunani ini disebut sebagai Septuaginta (kata Latin dari 70). Proses kanonisasi
Septuaginta, yang terdiri dari 46 Kitab, selesai sekitar tahun 250-125 sM.
Kitab-kitab
Septuaginta
Kitab-Kitab Aprofika Deuterokanonika
Dalam pandangan orang-orang Protestan daftar kitab-kitab Septuaginta yang total keseluruhannya ada 53 kitab itu, pada nama-nama
kitab yang tidak terdapat dalam Tanakh Ibrani (39 Kitab), 14 kitab sisanya termasuk dalam kitab-kitab Apokrifa. Sedangkan pada
pandangan kalangan Katolik, 14 kitab yang tidak termasuk dalam Tanakh Ibrani tersebut, sebagian darinya dirujuk sebagai “Kitab-kitab
Deuterokanonika” (kanon kedua)

Istilah Deuterokanonika berasal dari kata Yunani Deuteros artinya kedua/second, dan kata Kanon artinya tongkat, ukuran (untuk
mengukur sesuatu). Kitab ini dipandang sebagai bagian yang kanonik dari Perjanjian Lama oleh Gereja Katolik Roma dan Kekristenan
Timur akan tetapi tidak terdapat dalam Alkitab Ibrani, yang kerap dipandang protokanonik. Perbedaan ini telah menimbulkan perdebatan
dalam Gereja awal mengenai apakah kitab-kitab tersebut dapat dibacakan dalam gereja dan karena itu dapat diklasifikasikan sebagai
naskah-naskah yang kanonik.

Dalam pandangan Protestan kitab-kitab Deuterokanonika ini masuk dalam kategori kitab Apokrif (berasal dari kata Apokruphos, berarti
sesuatu yang tersembunyi). Dan kitab-kitab apokrif adalah sejumlah kumpulan kitab yang ditulis sesudah Perjanjian Lama bahasa
Ibrani.

Konsili Jamnia
Terjadi pada abad pertama masehi, perkiraan tahunnya antara 90-100M. Tapi ada juga yang memperkirakan pada antara tahun 68-80M
di Kota Jamnia, kota kecil yang terletak di sepanjang dataran pantai selatan Israel antara kota Jaffa dan Ashdod. Tempat ini diyakini
sebagai tempat diadakannya sidang pembentukan kanon Yahudi oleh para Rabi Yahudi.

Disini mereka menentukan diantaranya: menentukan kembali kanon Yahudi mereka (Tanakh Ibrani) dimana mereka sudah tidak
menggunakan Septuaginta lagi karena dianggap Septuaginta dipakai oleh murid-murid Kristus, pembicaraan kembali kitab kidung agung
apakah tetap dimasukkan dalam kanon Yahudi, memberi ketetapan Tanakh Ibrani ditulis dalam bahasa Ibrani sehingga kitab-kitab
Septuaginta yang tidak ada salinan aslinya dalam bahasa Ibrani tidak diterima dan oleh bapa2 gereja dimasukkan pada kategori
Deuterokanonika.

Disinilah mulainya perpecahan antara Yahudi Rabbinik dan orang-orang Yahudi yang menjadi pengikut Kristus yang kemudian disebut
orang-orang Kristen
Kanon Perjanjian Baru
Pada zaman Tuhan Yesus, Kitab Perjanjian Baru belum ada. Penulisan Kitab Perjanjian Baru dimulai sekitar tahun 50–100 M. Rata-rata,
Kitab Perjanjian Baru ditulis para murid Tuhan Yesus. Hanya Rasul Paulus yang tidak menjadi murid Tuhan Yesus secara langsung.

Namun dalam surat-suratnya, Paulus mengakui bahwa ia adalah murid Tuhan Yesus sehingga ia menyebut dirinya sebagai rasul. Hal ini
karena salah satu syarat supaya seseorang layak disebut rasul adalah menjadi murid Tuhan Yesus secara langsung. Paulus berani
menyatakan diri sebagai murid Tuhan Yesus secara langsung karena ia mempunyai pengalaman pribadi bertemu dengan Tuhan Yesus
saat dalam perjalanannya menuju Damsyik. Saat itu, ia hendak menganiaya dan membantai orang-orang Kristen, tetapi di tengah
perjalanan, ia bertemu Tuhan Yesus dalam wujud cahaya yang menyilaukan dan melingkupi dirinya. Oleh karena pantulan cahaya itu,
Paulus menjadi buta selama tiga hari. Kisah pertobatan dan pertemuan Paulus dengan Tuhan Yesus tertulis dalam Kisah Para Rasul
9:1–31

Kanon Kitab Perjanjian Baru dilatarbelakangi munculnya sejumlah kitab yang marak dikenal dengan “Apokrif ” Perjanjian Baru, yang
menyebutkan dirinya sebagai firman Tuhan. Nama sejumlah kitab ini muncul kira-kira pada abad ke-2. Sedangkan 27 kitab dalam
Perjanjian Baru sudah diterima umum. Oleh karena itu, Kitab Apokrif Perjanjian Baru jelas-jelas ditolak.

Kronologi penerimaan 27 kitab menjadi kanon Alkitab memakan waktu yang lama. Awalnya Alkitab ditulis dengan tulisan tangan (baik PL
maupun PB). Hal ini karena saat itu belum ditemukan alat tulis modern atau percetakan.

Pada pertengahan abad ke-2, 27 Kitab Perjanjian Baru sudah digunakan secara umum dalam setiap kebaktian jemaat di Roma dan
diakui memiliki otoritas. Walaupun telah digunakan, status Kitab Perjanjian Baru belum ditentukan secara resmi sebagai kanon Alkitab.
Dalam masa transisi antara tahun 100–200 M, penyusunan berbagai Kitab Perjanjian Baru muncul sebagai berikut:
1. Kanonisasi Marcion
Kanonisasi ini disusun pada pertengahan abad ke-2 yang dimulai dari Injil Lukas 4:32, Kisah Para Rasul, Galatia, 1 dan 2
Korintus, Roma (sebagian diterima, tetapi sebagian ditolak), 1 dan 2 Tesalonika, Efesus, Kolose, Filipi, dan Filemon. Walaupun
bisa dikatakan bahwa Marcion merupakan orang pertama yang berjasa memprakarsai penyusunan kanonisasi Alkitab, dengan
tegas pandangan teologinya yang menyesatkan dan mempengaruhi penyusunan kanonisasi Alkitab ini ditolak gereja.
2. Kanonisasi Muratorius
Kanonisasi ini diberi nama sesuai dengan nama penemunya, yaitu Muratori, pakar perpustakaan di Milano, Italia Utara. Kanon
“Muratori” yang diperkirakan disusun pada akhir abad ke-2 tidak diketahui nama penyusun nya. Namun, ada orang menduga
bahwa penyusunnya adalah Hippolyt. Kanonisasi ini hanya berisi 21 kitab, yaitu 4 Injil, Kisah Para Rasul, 13 surat Paulus, 1
Petrus, 1 Yohanes, dan Wahyu.
3. Kanonisasi Mommsenianus
Nama kanon ini diberikan berdasarkan nama penemunya, Theodor Mommsen (1817–1903) di Cheltenham, Inggris, pada 1885.
Penyusunan kanon ini tidak memasukkan Kitab Ibrani, Yakobus, dan Yudas.

Perkembangan selanjutnya tentang kanonisasi Kitab Perjanjian Baru belum berakhir karena masih terdapat sejumlah kitab yang masih
diragukan untuk dimasukkan dalam kanon Alkitab. Gereja Timur ragu-ragu mengakui Kitab Wahyu sebagai kanon. Sedangkan gereja
Barat ragu-ragu menerima Kitab Ibrani sebagai kanon.

Perkembangan kanonisasi baru berakhir di gereja Timur setelah sepucuk surat yang ditulis Uskup Athanasius dibacakan pada perayaan
Paskah tahun 367. Surat itu berisi pernyataan bahwa 27 kitab dalam Perjanjian Baru termasuk dalam kanon Alkitab. Perkembangan
kanonisasi di gereja Barat juga berakhir dengan keputusan konsili di Hippo Regius (Afrika Utara) tahun 393 serta konsili di Kartago
tahun 397 dan tahun 419. Konsili Laodikia (tahun 363) pun memutuskan bahwa 27 kitab dalam Perjanjian Baru termasuk dalam kanon
Kitab Perjanjian Baru.

Pembagian Pasal & Ayat Alkitab


Pada zaman dahulu para nabi tidak menulis Kitab Suci lengkap dengan nomor pasal dan nomor ayat. Pembagian dalam pasal dilakukan
belakangan pada sekitar abad ke-13 Masehi, dipelopori oleh Kardinal Hugo de St. Caro, dilanjutkan oleh Stefen Langton, bishop di
Canterbury, kemudian diterapkan ke dalam Vulgata (Alkitab Latin yang digunakan oleh kalangan Katolik).

Sedangkan penomoran ayat merupakan ide dari Rabbi Nathan pada tahun 1448 Masehi lalu kemudian dikembangkan oleh seorang
bernama Robert Estienne (1503-1559), yang dikenal sebagai Stephanus atau dikenal sebagai Robert Stephens.
Putra Robert Stephens bernama Henry Stephens melaporkan bahwa pembagian ayat itu dilakukan oleh ayahnya dalam perjalanan dari
Paris ke Lyons.
Isi Alkitab
Alkitab Kristen terdiri dari:
- 39 kitab Protokanonika Perjanjian Lama, yaitu kitab-kitab bahasa Ibrani, karena 97% isinya ditulis dalam bahasa Ibrani dan
sisanya dalam bahasa Aramaik.
- 27 kitab dan surat Perjanjian Baru atau kitab-kitab bahasa Yunani, karena ditulis dalam bahasa Yunani oleh para pengikut
Kristus (disebut sebagai orang Kristen
Alkitab Perjanjian Lama Kristen
Pengelompokan No Nama Kitab Pengelompokan No Nama Kitab Pengelompokan No Nama Kitab
1 Kejadian 18 Ayub 28 Hosea
2 Keluaran 19 Mazmur 29 Yoel
Kitab Pentateukh /
3 Imamat Kitab Puisi/Syair 20 Amsal
Kitab Musa 30 Amos
4 Bilangan 21 Pengkhotbah 31 Obaja
5 Ulangan
22 Kidung Agung 32 Yunus
6 Yosua
23 Yesaya 33 Mikha
7 Hakim Para Nabi Kecil
24 Yeremia 34 Nahum
8 Rut
Para Nabi Besar 25 Ratapan 35 Habakuk
9 1 Samuel
26 Yehezkiel 36 Zefanya
10 2 Samuel
27 Daniel 37 Hagai
11 1 Raja-raja
Kitab Sejarah 38 Zakharia
12 2 Raja-raja
39 Maleakhi
13 1 Tawarikh
14 2 Tawarikh
15 Ezra
16 Nehemia
17 Ester
Kitab Suci Katolik atau Alkitab Katolik adalah Alkitab yang memuat keseluruhan 73 kitab kanonik, termasuk kitab-kitab Deuterokanonika, yang
diakui oleh Gereja Katolik. Kitab Suci Katolik terdiri dari 46 kitab Perjanjian Lama dan 27 kitab Perjanjian Baru. Kitab Tobit, Yudit, 1 dan 2
Makabe, Kebijaksanaan, Sirakh, Barukh (termasuk Surat Yeremia), Tambahan Ester, dan Tambahan Daniel termasuk kitab-kitab
Deuterokanonika, sementara kitab-kitab selain itu disebut kitab-kitab Protokanonika.

Alkitab Perjanjian Lama Katolik

Pengelompokan No Nama Kitab Pengelompokan No Nama Kitab Pengelompokan No Nama Kitab

1 Kejadian 6 Yosua 29 Yesaya

2 Keluaran 7 Hakim-Hakim 30 Yeremia

Kitab Taurat 3 Imamat 8 Rut 31 Ratapan

4 Bilangan 9 1 Samuel 32 Barukh

5 Ulangan 10 2 Samuel 33 Yehezkiel


11 1 Raja-raja 34 Daniel
12 2 Raja-raja 35 Hosea

Pengelompokan No Nama Kitab 13 1 Tawarikh 36 Yoel


Kitab Sejarah
22 Ayub 14 2 Tawarikh 37 Amos
Kitab Kenabian
23 Mazmur 15 Ezra 38 Obaja

24 Amsal 16 Nehemia 39 Yunus

Kitab Hikmat 25 Pengkhotbah 17 Tobit 40 Mikha

26 Kidung Agung 18 Yudit 41 Nahum

27 Kebijaksanaan 19 Ester 42 Habakuk

28 Sirakh 20 1 Mekabe 43 Zefanya


21 2 Mekabe 44 Hagai
45 Zakharia
46 Maleakhi
Sementara itu, pengelompokan Kitab Perjanjian Baru Katolik sama dengan Kitab Perjanjian Baru versi Kristen (Protestan).

Alkitab Perjanjian Baru

Pengelompokan No Nama Kitab Pengelompokan No Nama Kitab


1 Matius 19 Ibrani
2 Markus 20 Yakobus
Kitab Injil
3 Lukas 21 1 Petrus
4 Yohanes 22 2 Petrus
Surat-surat Umum
Kitab Sejarah 5 Kisah Para Rasul 23 1 Yohanes
6 Roma 24 2 Yohanes
7 1 Korintus 25 3 Yohanes
8 2 Korintus 26 Yudas
9 Galatia Kitab Nubuat
10 Efesus (apokalips) 27 Wahyu

11 Filipi
Surat Kiriman
12 Kolose
Rasul Paulus
13 1 Tesalonika
14 2 Tesalonika
15 1 Timotius
16 2 Timotius
17 Titus
18 Filemon
Hermeneutik
Kata Hermeneutik dalam bahasa Ibrani adalah pathar, yang artinya adalah “menafsir" (to interprete). Sedangkan kata bendanya
adalah pithron, artinya "tafsiran" (interpretation). Sedangkan dalam bahasa Yunani hermeneutikos, berasal dari kata hermeneuo,
artinya "menafsir" (to interprete). Kata benda yang dipakai adalah hermeneia, artinya "tafsiran" (interpretation).

Dalam Kristen Hermeneutik adalah bagian dari ilmu Teologia Biblika yang dalam perkembangannya memiliki tiga pengertian: Ilmu
yang mempelajari teori-teori, prinsip-prinsip (aturan-aturan) dan metode-metode penafsiran Alkitab; Seni yang menguji
kemampuan untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip penafsiran Alkitab; Ilmu yang mempelajari keseluruhan proses penafsiran.

Alat-alat bantu apakah yang dibutuhkan untuk bisa menafsir dengan bertanggungjawab?
Untuk menerapkan prinsip-prinsip Hermeneutik dengan baik, maka diperlukan kerja keras dan fasilitas alat-alat bantu yang
memadai. Oleh karena itu berikut ini adalah alat-alat yang diperlukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal:
1. Alkitab: Alkitab dalam berbagai versi dan bahasa, Alkitab dengan nomor strong atau Alkitab interlinier, Alkitab dengan
anotasi, Alkitab dengan referensi silang.
2. Kamus: Kamus Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, Kamus Bahasa Ibrani/Yunani, Kamus Idiom Ibrani/Yunani, Kamus
Alkitab/Ensiklopedia Alkitab.
3. Konkordansi: Konkordansi berisi daftar kata-kata yang ada dalam Alkitab yang dilengkapi dengan alamat ayat-ayat dimana
kata-kata tersebut berada dalam Alkitab.
4. Buku-Buku Sistem Topik: Buku yang menyusun topik-topik dalam Alkitab sedemikian rupa (sesuai dengan abjad)
sehingga mempermudah pencarian ayat-ayat yang membicarakan topik yang sama.
5. Buku Pengantar Alkitab: Untuk mengetahui sejarah dan latar belakang Kitab-kitab dalam Alkitab, khusus sehubungan
dengan latar belakang penulisan kitab-kitab tersebut.
6. Atlas Alkitab: Menunjukkan gambaran (peta) tempat-tempat dalam Alkitab pada zaman Alkitab.
7. Buku-buku Tafsiran: Buku-buku Tafsiran Alkitab berisi hasil tafsiran oleh para ahli teologia. Buku-buku tafsiran adalah alat
yang penting tapi pemakaiannya adalah yang terakhir, khususnya ketika kita mengalami kesulitan menemukan pengertian
isi ayat tertentu.
Terjemahan Alkitab
Alkitab sudah diterjemahkan ke berbagai bahasa mulai bahasa nasional suatu negara sampai bahasa daerah atau bahasa lokal
dalam suatu daerah. Hal ini bertujuan agar setiap suku bangsa dapat membaca dan mendengar firman Allah dalam bahasa
mereka.

Penyebab terjemahan Alkitab memiliki banyak versi adalah bahasa yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.
Setiap terjemahan akan mengalami revisi untuk menyesuaikan dengan bahasa penerima atau orang yang mendengarkan Kitab
Suci.

Orang-orang yang menerjemahkan Alkitab dibimbing dan diurapi Tuhan, seperti pengalaman kaum Massoret dalam menyalin dan
menerjemahkan Alkitab. Demikian juga para penerjemah lain ke berbagai bahasa; Allah tidak membiarkan firman-Nya
diselewengkan. Oleh karena itu, setiap orang yang dipilih sebagai penerjemah sembarangan. Orang tersebut tentu ahli di bidang
bahasa asli Alkitab dan kredibilitasnya juga dapat dipercaya.

Di Indonesia, dengan perkembangan bahasa yang semakin maju, penerjemahan Alkitab pun semakin maju. Dengan kesatuan
beberapa gereja (DGI atau PGI), berdirilah Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) sebagai lembaga yang menerjemahkan, mencetak,
dan mendistribusikan Alkitab di seluruh nusantara. LAI berdiri pada 9 Februari 1954 di Jakarta ( Jl. Salemba Raya 12).
LAI adalah lembaga yang berdiri dengan badan hukum yang diakui Negara dan ditunjuk oleh Pemerintah sebagai lembaga yang
berhak dan berwenang untuk menerjemahkan, mencetak dan menyalurkan Kitab Suci umat kristiani yaitu Alkitab.
Daftar Pustaka
● Situmorang, Jonar T. H. (2013). Bibliologi: Menyingkap Sejarah Perjalanan Alkitab dari Masa ke Masa. Yogyakarta: Penerbit
Andi
● Wahyu. 2020, 08 Oktober. Sesi-1: Sejarah, Kanon & Transmisi Naskah Alkitab PL (Naskah Masorah). YouTube.
https://youtu.be/-H-1ZRj1Wbk
● Wahyu. 2020, 08 Oktober. Sesi-2: Sejarah, Kanon & Transmisi Naskah Alkitab PL (Septuaginta). YouTube.
https://youtu.be/izEMSs94Wg0
● Wahyu. 2020, 08 Oktober. Sesi-3: Sejarah, Kanon & Transmisi Naskah Alkitab PL (Konsili Jamnia). YouTube.
https://youtu.be/B1wHV8mjkik
● Wahyu. 2020, 08 Oktober. Sesi-4: Sejarah, Kanon & Transmisi Naskah Alkitab PL (Elias Hutter - Derekh Hakodesh).
YouTube. https://youtu.be/Nr89oSS_I74
● “Alkitab”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 12 Agustus 2021. Web. 24 Agustus 2021. https://id.wikipedia.org/wiki/Alkitab
● “Kitab Suci Katolik”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 13 Juni 2021. Web. 24 Agustus 2021.
https://id.wikipedia.org/wiki/Kitab_Suci_Katolik
● “Septuaginta”. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 4 Agustus 2021. Web. 24 Agustus 2021.
https://id.wikipedia.org/wiki/Septuaginta
● “Proses Kanonisasi Alkitab”. ABC Alkitab : Ambil, Baca, dan Cintai Alkitab. 03 Januari 2003. Web. 24 Agustus 2021.
https://alkitab.terang-sabda.com/2018/11/proses-kanonisasi-alkitab.html
● Buffet, Yulia Oeniyati. (2001). Pengantar ke dalam Hermeneutik Alkitabiah. Surakarta: Yulia Oeniyati Buffet
● “Lembaga Alkitab Indonesia Menyapa Umat Dan Hamba-Hamba Tuhan Di Banjarbaru”. Lembaga Alkitab Indonesia. - . 24
Augustus 2021. https://www.alkitab.or.id/lembaga-alkitab-indonesia-menyapa-umat-dan-hamba-hamba-tuhan-di-banjarbaru

Anda mungkin juga menyukai