********************************************
Bab I
(Trinitas Economia)
Misi Keselamatan Allah merupakan karya nyata dari Allah Yang Tunggal, yaitu:
(Trinitas Imanen)
*************************
Allah yang Tunggal dan Tritunggal (Trinitas) adalah Inti dan Obyek Iman Kristiani
****************
Secara intrinsik, struktur iman trinitarian yang dirangkum dalam Credo dan
tindakan iman Gereja dirumuskan berdasarkan hakikat Allah Trinitas itu sendiri:
1
1. Secara tematis dan struktural, Teologi Kristiani dinilai kontradiktif (tidak sejalan,
berbeda antara satu dengan yang lainnya) dengan iman kepada Allah Tritunggal.
2. Problem ini menjadi alasan fundamental bagi Gereja untuk menegaskan sentralitas-inti
dari doktrin mengenai Allah Tritunggal dalam struktur Teologi Domatik.
1) Diakui bahwa pengetahuan tentang realitas hidup Allah Tritunggal tidak diperoleh
dan tidak terbentuk dari doktrin spekulatif-filosofis tentang Allah, tetapi lahir dari
pendengaran dan tanggapan manusia beriman atas Wahyu Allah dalam realitas
historis-keselamatan.
2) Dalam inti doktrin tentang Allah Tritunggal disingkapkan pewahyuan diri Allah
sebagai Bapa, pewahyuan Putera dalam Kristologi dan pengutusan Roh Kudus
dalam pneumatologi.
3) Inti iman ini dipegang-teguh sebagai “rangkuman tertinggi dan termulia dari
Wahyu Allah sehingga ditempatkan sebagai “pusat” dan “jantung ajaran dogmatis
Gereja”.
4) Sentralitas iman Gereja terhadap Wahyu Allah membuka peluang bagi kehidupan
individual dan kehidupan komunitarian kaum Kristiani untuk mengarahkan seluruh
diri kepada kepenuhan akhir, yaitu persekutuan mesrah dengan Allah Tritunggal:
Bapa, Putera dan Roh Kudus.
5) Struktur doktrin Allah Tritunggal serentak merangkul disiplin ilmu teologi, seperti
Mariologi, Eskatologi, Eklesiologi, doktrin tentang Sakramen dan doktrin tentang
Rahmat.
2) Teologi Allah Tritunggal - Paham Deistik, Agama Natural, Yahudi dan Islam
a. Pewahyuan Natural: Deistik, Agama Natural
2
Berpegang pada pemahaman Deistik dan Agama Natural tentang “allah”,
maka sangat diharapkan agar kursus tentang “Ketunggalan Allah Trinitas”
mampu mentransformasikan doktrin filosofis umum tentang Allah.
b. Pewahyuan Supranatural
c. Sasaran
a) Berangkat dari perbedaan konsep tentang Allah ini, maka Teologi Allah
Tritunggal berusaha menjelaskan dan menerangi semua pemahaman
spekulatif tentang Allah dalam agama-agama natural dengan
Ketunggalan Allah Trinitas dalam Wahyu Kristiani.
b) Tuntutan ini mendesak Gereja untuk senantiasa mengakarkan
permenungan teologisnya pada obyek tunggal, yaitu Allah Tritunggal
yang menyingkapkan diri-Nya dalam realitas historis-keselamatan.
c) Problem teologis akan merajam tubuh Gereja dan inti imannya apabila
Teologi Allah Trinitas kehilangan kontaknya dengan pewahyuan historis
Allah demi keselamatan dunia.
3
a. “Doktrin Ketunggalan Allah Tritunggal lahir dari realitas Allah yang
mewahyukan diri-Nya sebagai Pencipta, Penebus, Pembaharu dan Pembawa
rekonsisliasi bagi semua manusia.
b. Puncak pewahyuan itu nyata dalam diri Sang Sabda Kekal yang menjadi
Manusia dalam diri Yesus dari Nazaret.
a) Allah yang mewahyukan diri adalah Bapa Tuhan kita Yesus Kristus.
b) Penyataan diri Allah sebagai Bapa, Tuhan kita Yesus Kristus serentak
menyingkapkan kesatuan hakikat dan relasi antara Bapa dan Putera:
o Relasi intim antara Allah Bapa dengan Sang Sabda Kekal dan Roh
Kudus-Nya dinyatakan melalui pewahyuan historis dalam wujud
kemanusiaan Yesus.
o “Sabda Kekal Allah menjadi manusia dalam diri Yesus”.
2) Kesimpulan
1. Teologi Allah Tritunggal bukanlah sebuah refleksi sederhana tentang identitas Allah
sebagai “Ada yang Absolut” atau sebuah spekulasi abstrak tentang hakikat Allah.
2. Formulasi linguistik yang terumus dalam kesaksian Biblis dan dogma Allah Tritunggal
mengacu pada obyek iman yang otentik, yaitu “pengalaman historis-konkret atas
pewahyuan Allah Tritunggal”.
4
2) Keyakinan ini patut digarisbawahi sebab manusia tidak mampu menyingkapkan
misterisitas Allah dan menuliskan (terlebih dahulu) realitas-Nya, terutama kondisi
obyektif tentang Wahyu Allah dalam realitas historis-keselamatan dengan
mempergunakan konsep dan kategori yang lahir dari potensi nalar manusiawi yang
terbatas.
3. Problem hakiki:
1) Problem hakiki dalam merumuskan doktrin Allah Tritunggal tidaklah berakar pada
usaha manusia Kristiani untuk menemukan “titik keseimbangan teoritis” antara
“konsep filosofis tentang Allah dalam keyakinan monoteisme” dengan
“pengalaman pluralistik tentang Allah dalam agama-agama yang memanifestasikan
dirinya dalam aneka personal <<allah>>.
1. Iman kepada Allah Tritunggal tidak ditakar berdasarkan derajat dan aksidennya, tetapi
merujuk pada hakikat (esensi, substansi) dan radikalitasnya apabila diteropong dari
mitologi politeistik, spekulasi kosmik, matematik dan filosofi umum tentang Allah
sebagai Hukum Supranatural di dunia.
1) Inti iman akan Allah Trinitas bukanlah penyatuan komposisi eksternal dari
pelbagai elemen yang heterogen, seperti kesatuan, ketunggalan dengan keanekaan
(kesatuan menjadi inti keyakinan monoteisme; keanekaan membentuk keyakinan
politeisme).
2) Iman Kristiani akan Allah Trinitas tidak terpisahkan dari dunia visual yang diimani
sebagai media singkapan real menenai Kesatuan dan Ketunggalan Allah
sebagaimana nyata dalam kesaksian iman Perjanjian Lama (Ul. 6,4).
3) Iman akan Allah Trinitas lahir dari tuntutan radikal Allah sendiri, yaitu Dia yang
mewahyukan diri-Nya dalam realitas tersebut sebagai Bapa, Putera dan Roh
Kudus: “Bapa, Putera dan Roh Kudus bukanlah pribadi-pribadi yang berbeda dan
5
terpisah dari hakikat Ilahi”, melainkan Allah yang Tunggal dan Esa dalam hakikat-
Nya.
3. Dasar yang mempersatukan kaum Yahudi dan Kristiani adalah iman akan kesatuan dan
ketunggalan Jahwe:
1) Bagi kaum Kristiani, Yahwe dikenal sebagai Bapa, salah satu sosok dari pribadi
Ilahi.
2) Perbedaan mendasar antara iman Yahudi dan iman Kristiani ditemukan dalam inti
pengakuan iman Kristiani bahwa puncak pewahyuan hakikat Allah itu terpenuhi
dalam diri Putera-Nya, Yesus Kristus dan dalam kekuatan Roh Kudus.
3) Wujud pewahyuan hakikat Allah ini tidak mengindikasikan banyak Allah,
melainkan menyingkapkan aktualisasi relasional hakikat Allah yang Tunggal, Esa
dan Trinitas.
1) Ada peluang untuk menemukan titik kesamaan antara inti iman Kristiani kepada
Allah Tritunggal dengan paham “allah” dalam agama-agama natural-mistik.
2) Titik kesamaan/paralel itu disimpulkan dari hasil penelitian historis tentang “allah”
dalam agama-agama: Ditegaskan bahwa “paham ‘allah’ dalam agama-agama
natural-mistik merupakan buah permenungan atas wujud persekutuan Allah
Tritunggal dalam dogma Trinitas Kristiani”.
3) Patut diafirmasi bahwa paralelisme komposisi “triadik allah” dalam agama-agama
natural-mistik dengan komposisi “Triadik Allah Trinitas Kristiani” tidak bisa
diterima, sebab komposisi “allah triadik” dalam agama-agama natural-mistik tidak
berbeda dengan bingkai “allah politheistik”.
4) Penolakkan atas paralelisme ini juga didasarkan pada satu keyakinan hakiki
bahwa, “Teologi Kristiani tentang Allah Trinitas tidak bisa disamakan dengan
triadik kosmik, seperti surga, tanah, air, atau matahari, bulan dan bintang atau
dengan triadik (tiga-satu) Hinduisme: Brahma, Wisnu dan Siwa; triadik strata
natural politik: Anum, Re dan Ptah; allah firaum di Mesir; triadik manusia: laki-
laki, perempuan, anak-anak, dll.
1) Gagasan Plato tentang “Satu” (Uno) tidak bisa dijelaskan tanpa adanya “relasi”.
2) Gagasan tersebut hanya bisa dipahami apabila berelasi dan berkontak dengan dunia
melalui penjelasan tentang hypostasis dari <<nous>> dan <<psiche>>.
3) Gagasan ini ditempatkan dan dirumuskan dengan formulasi yang berbeda dalam
Teologi Trinitas.
4) Persoalan yang harus dijelaskan secara rasional adalah:
a. Hubungan antara kesatuan dengan keanekaan.
6
b. Hubungan itu tidak akan terjadi dalam pewahyuan diri Allah melalui realitas
historis-keselamatan dan relasi intim antara Bapa, Putera dan Roh Kudus dalam
ketunggalan dan kesehakikatan kodrat Allah.
6. Karena Bapa, Putera dan Roh Kudus mengindikasikan Kesatuan dalam Ketunggalan
realitas personal Allah, maka:
1) Dalam Perjanjian Baru, terutama dalam “Simbol Iman” dan “Rumusan Baptisan”
dibicarakan perihal dasar “Kesatuan dan Ketunggalan Bapa, Putera dan Roh
Kudus”.
2) Simbol Iman dan Rumusan Baptisan ini memicu perdebatan seputar kesatuan
hakikat dan perbedaan ketiga pribadi Ilahi dalam Allah Tritunggal.
1) Iman kepada Allah Trinitas adalah iman kepada sebuah Misteri Absolut tentang
Allah yang mewahyukan diri-Nya dalam realitas historis-keselamatan.
a. Inti iman ini tidak dirumuskan sebelum pewahyuan dan tidak bisa direduksikan
ke dalam level pengenalan natural dengan mengandalkan potensi nalar manusia.
b. Dalam cinta, Allah yang mewahyukan diri-Nya serta menganugerahkan dan
memberdayakan potensi nalar manusia untuk mengenal relasi dan kesatuan
misteri cinta, yaitu Allah sendiri.
2) Gereja percaya kepada Allah yang Tunggal dan Tiga Pribadi (hypostasis,
substansi): Bapa, Putera dan Roh Kudus.
a. Ketiga Pribadi Ilahi ini satu dalam hakekat Ilahi, kekal dan Mahakuasa.
b. Secara real, Bapa, Putera dan Roh Kudus saling berada, saling meresapi, saling
menemukan diri dalam “ada” mereka masing-masing dan tidak terbedakan
antara satu dengan yang lainnya.
c. Di antara ketiga pribadi Ilahi terjalin relasi:
7
b) Putera berasal dari hakikat Bapa melalui “kelahiran” (di luar waktu) dan
berada bersama Bapa, Satu/Esa dalam ke-Allah-an-Nya.
c) Roh Kudus tidak diturunkan; Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera.
3) Dalam Kesatuan dan Ketunggalan Allah terjalin relasi yang real di antara ketiga
pribadi Ilahi yang berbeda di antara mereka. Oleh karena relasi timbal-balik di
antara Pribadi-pribadi Ilahi itu terjalin dalam hakikat Allah yang satu dan sama,
maka perbedaan di antara Pribadi-pribadi Ilahi hanya berada dalam tataran virtual.
6) Pribadi-pribadi Ilahi tidak terpisahkan satu dari yang lainnya dalam “Ada” atau
“hakekat” dan “dalam tindakan”, bergerak menuju kekekalan. Dalam ciptaan,
keselamatan dan kepenuhan final merupakan karya Bapa, Putera dan Roh Kudus
sebagai Asal atau Prinsip Tunggal. Namun, itu tidak berarti bahwa dalam kesatuan
karya dan tindakan mereka tidak tersingkap perbedaan fungsi di antara mereka
(dalam pewahyuan historis).
8
Bab II
1) Hanya di dalam dan melalui peristiwa kehidupan-Nya (kata, sabda, karya dan
totalitas kehidupan-Nya), keilahian dan kemanusiaan serta kesatuan Allah
Tritunggal diwujudkan secara sempurna.
2) Dia adalah Logos Kekal Allah yang menjelma.
3) Hanya di dalam peristiwa hidup-Nya, terutama melalui peristiwa inkarnasi dan
pengutusan eskatologis Roh Kudus ditemukan landasan iman kepada Allah
Trinitas.
4) Apabila tidak dilandaskan pada realitas historis-keselamatan dalam peristiwa hidup
Yesus, maka Teologi Trinitas hanya bergerak dalam tataran intelektual dan
spekulasi manusia semata akan realitas Absolut.
2. Terhadap sistem spekulatif kaum heretik yang menolak iman kepada Allah Tritunggal
patut ditegaskan bahwa:
2. Aliran-aliran Heretik
9
1) Sebuah sistem (aliran) kepercayaan yang berkeyakinan bahwa keselamatan
tergantung seutuhnya pada pengetahuan khusus (pencerahan batin) tentang Allah.
a. Dualisme, yaitu: “Pertentangan antara Kerajaan Terang yang berasal dari Allah
dan kerajaan gelap yang berasal dari materi”.
b. Muatan umum pemikiran gnostik adalah sebagai berikut:
Dunia fisik dianggap sebagai tempat yang tidak layak bagi manusia.
Gagasan tentang dosa diadopsi dari pengertian Yahudi Kristen
Gnosis merupakan satu-satunya jalan keluar dari situasi aktual.
Moral diganti dengan praktek ritus-magis.
a) Menyangkal adanya peristiwa inkarnasi sebab bagi mereka materi itu jahat.
b) Menolak kematian Yesus Kristus demi keselamatan manusia sebab
keselamatan diperoleh hanya melalui keutamaan gnosis, bukan melalui
korban Yesus Kristus di bukit Kalvari.
10
c) Menyangkal adanya peristiwa kebangkitan sebab tidak bisa ditolerir dengan
gagasan tentang jiwa yang bertubuh dan tubuh sebagai penjara yang
mengurung dan membawa jiwa ke alam penderitaan.
d) Menyangkal adanya panggilan universal untuk memasuki keselamatan
sebab gnosis hanya terbatas pada orang-orang yang memiliki pengetahuan
luas dan mendalam.
e) Tidak mengakui etika.
d. Dalam “isme” ini tersingkap gagasan mereka tentang Allah yang jauh dari
materi. Adapun beberapa gagasan hakiki kaum gnostik:
e) Pembebasan unsur Ilahi dari materi tampak dalam karya, kotbah dan
penjelasan mukjizat sebagaimana dilakukan Yesus kepada murid-murid-
Nya.
11
Kristus bukanlah Sabda yang menjadi daging, melainkan aeon
yang turun dari pleroma Ilahi yang tidak sungguh-sungguh
mengambil rupa insani.
Pleroma Ilahi disatukan dengan manusia suci, yaitu Yesus.
Aeon tinggal di dalam Yesus sejak pembaptisan hingga
penderitaan.
Mereka menolak kemanusiaan Yesus Kristus; tidak mengakui
validitas Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru serta menolak
otoritas Gereja dan tradisinya.
1) Bapa, Putera dan Roh Kudus hanya memanisfestasikan Allah yang Unipersonal di
dunia:
a. Dalam penciptaan, Allah memanifestasikan diri-Nya sebagai Bapa;
b. Dalam penebusan, Allah menaifestasikan diri-Nya sebagai Putera;
c. Dalam pengudusan, Allah memanifestasikan diri-Nya sebagai Roh Kudus.
2) Bapa, Putera dan Roh Kudus tidak bersatu dalam realitas internal Allah, melainkan
hanya dalam wujud manifestasi fenomenikal dan energi dari kesatuan hypostasis
menuju kekekalan.
12
3) Dalam konteks ini diperlukan definisi yang jelas konsep Latin mengenai persona
dan konsep Yunani mengenai ousia dan hypostasis untuk menjelaskan substansi
Allah. Dalam perspektif teologis, para Bapa Capadocia akan menjelaskan
perbedaan hakiki antara ousia (esensi) dan hypostasis (pengaktualisasian esensi).
2.2. Triteisme
1. Tidak seorang pun dari teolog Kristiani yang mempertahankan kebenaran dan
keunikan doktrin tiga allah.
3. Triteisme merumuskan Bapa, Putera dan Roh Kudus sebagai pribadi yang lain dan
memiliki hakikat masing-masing.
2.3. Pelbagai Kritik terhadap Iman kepada Allah Tritunggal dalam Agama-agama
Monoteistik
2.3.1. Yudaisme
1) Yudaisme post-Biblis
13
2) Kelompok Yahudi yang beriman kepada ke-Allah-an Yesus, yaitu persekutuan
kaum kafir yang beriman kepada Yesus Kristus menjadi Kristen dan bersekutu
dengan Gereja. Mereka beriman bahwa:
a. Sebagai seorang Yahudi, Yesus yakin bahwa secara eskatologis Jahwe akan
menwahyukan tindakan penyelamatan-Nya.
b. Isi dan inti iman Kristiani berakar pada keyakinan bahwa Allah mewahyukan
diri-Nya secara defenitif dalam relasi-Nya dengan Yesus dari Nazareth sebagai
Bapa, Putera dan Roh Kudus.
c. Keyakinan Perjanjian Lama akan kesatuan dan ketunggalan Allah secara
permanen menjadi dasar iman Kristiani.
d. Iman Kristiani berbeda dari iman Yudaisme post-Biblis hanya dalam batas
pengenalan akan pewahyuan yang terwujud sempurna dalam peristiwa
inkarnasi Sabda Kekal Allah dalam diri Yesus dari Nazareth dan dalam dalam
pewahyuan tersebut tersingkap nyata relasionalitas Ilahi antara Bapa, Putera
dan Roh Kudus.
2.3.2. Islam
Mohammad mencela kaum Kristiani (padahal dia tidak mengetahui secara pasti
tentang inti ajaran Kristiani) karena menjadikan nabi Isa (Yesus) sebagai Allah yang
kedua. Secara logis, iman Kristiani kepada Allah Tritunggal berbauh politeis sebab
mengakui adanya tiga Allah: “Tiga”... Allah hanya Satu, sangat mulia dan tinggi
memiliki seorang anak!
14
Bab III
Iman Trinitarian
dalam Kesaksian Biblis
I. Terang Biblis
1. Perjanjian Lama:
4) Jejak Trinitas dalam Perjanjian Lama hanya bisa kita telusuri melalui:
15
a. Teks-teks yang berbicara tentang figur Malaikat Allah, Hikmat Allah, Allah
sebagai Roh (Ruah), dan sebagainya.
b. Banyak gelar yang dipergunakan dalam Perjanjian Lama, seperti Mesias, Putera
Allah, Anak Manusia, dan lain-lain. Gelar-gelar ini diterapkan pada Yesus,
c. Sementara “Roh Allah” dalam Perjanjian Lama adalah Allah sendiri yang
dilukiskan sebagai “Roh yang melayang-layang di permukaan air” dan
mengalahkan chaos serta yang mengisi hati bangsa Israel sehingga menjadi
bangsa yang sungguh baru.
d. Walaupun demikian, tidak bisa disimpulkan bahwa Allah kaum Yahudi (bangsa
Israel) dalam Perjanjian Lama adalah Allah Tritunggal.
5) Apabila diteropong dari terang Perjanjian Lama, terutama sejarah pewahyuan diri
Allah kepada kepada kaum Israel, Umat Pilihan-Nya sebagai “Jahwe”, maka patut
ditegaskan bahwa:
16
a. Allah Eskatologis sungguh-sungguh mewahyukan diri-Nya dalam sejarah:
dalam figur manusia dan Sabda Ilahi-Nya.
b. Adalah benar bahwa dari kenyataan, kita bisa mengenal perbedaan antara
kemanusiaan dan keilahian Yesus Kristus.
c. Namun, dalam kemanusiaan-Nya tersingkap nyata relasi filial (anak) dan
hubungan intim-Nya dengan Allah, yaitu Bapa Yesus Kristus dengan Sabda
Ilahi-Nya.
5) Karya Yesus Kristus tidak terpisahkan dari perutusan dan pencurahkan eskatologis
Roh Kudus.
c. Perjanjian Baru menjelaskan relasi timbal-balik antara Bapa, Putera dan Roh
Kudus
1) Wahyu mengenai Kesatuan dan Ketunggalan Bapa, Putera dan Roh Kudus berakar
pada peristiwa pewahyuan diri Allah dalam diri Yesus Kristus dan diteguhkan
dalam seluruh jejak peristiwa kehidupan-Nya, terutama:
a. Perkandungan dari kuasa Roh Kudus dan kelahiran-Nya (Luk 1,35) dari rahim
Perawan Maria;
17
b. Baptisan di Sungai Yordan dan penampilan-Nya di hadapan umum untuk
mewartakan dan menegakkan Kehadiran Kerajaan Allah di dalam diri dan
kehidupan-Nya (Mrk 1,9).
c. Kematian-Nya di salib. Melalui kematian-Nya di salib terungkap bahwa:
a. Dia adalah cahaya kemuliaan Allah dan wujud Allah yang sempurna (Ibr
1,2s),
b. Dalam kekuatan Roh, Dia mempersembahkan diri-Nya kepada Allah
sebagai persembahan yang tak bercacat (Ibr 9,14).
a) Hanya dalam persatuan dengan Sang Putera Ilahi dan berkat Roh Kudus
yang dikaruniakan ke dalam hati (Rom. 5,5), kaum Kristiani ambil bagian
dalam esensi dan figur Sang Putera dan “menjadi serupa dengan gambaran
Anak-Nya” (Rom 8,29.
b) Setiap orang yang telah menerima anugerah Roh Kudus menjadi anak Allah
dan berkat kekuatan Roh itu, mereka semua berseru: Ya Abba, ya Bapa!
(Rom 8,15).
3) Yesus Kristus, Sang Putera Allah dan Mediator Kerajaan Allah yang diangkat ke
dalam kemuliaan Bapa (berada di sisi kanan Bapa) akan menganugerahkan ke
dalam Gereja-Nya kekuatan Roh Kudus, yaitu Roh yang berasal dari Bapa dan
dalam kesatuan dengan-Nya, yaitu Sang Putera (Luk 24,49; Kis 2,32.39; 5,32;
7,55; Yoh 20,22).
4) Gereja adalah Gereja Allah Tritunggal (Kis 20,28). Kebangkitan-Nya dari antara
orang mati serta kepenuhan Gereja di dunia dan di zaman Parousia dalam diri-Nya
menyingkapkan karya agung Allah, yaitu Allah yang mewahyukan diri-Nya
sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus (Rom 8,9-11).
5) Hakikat Allah yang Tunggal dan Trinitas berakar dalam forma partisipatif
kehidupan Allah, yaitu Cinta.
18
dengan dirinya sendiri) sebagaimana konsep “allah” dalam teologi natural,
deisme dan wawasan spekulatif tentang Allah.
d. Allah yang adalah Cinta, dengan kebebasan-Nya yang absolut
memperkenalkan diri-Nya sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus serta
membangun persekutuan dengan umat-Nya.
e. Dengan cara demikian, misterisitas diri-Nya dikenal dan kedalaman cinta-Nya
yang berdaya pembebasan dialami.
f. Allah yang mewahyukan diri-Nya dan membangun persekutuan dengan
manusia sangat mudah untuk didekati dan dipahami sebab Allah itu nyata
dalam diri Yesus dari Nazaret.
g. Kesatuan dan Ketunggalan hakikat Allah yang mewahyukan diri-Nya sebagai
Bapa, Putera dan Roh Kudus ini dirumuskan dalam aneka formulasi
pemberkatan, liturgi dan doksologi:
a) “Rahmat Tuhan kita Yesus Kristus, cinta kasih Allah dan persekutuan Roh
Kudus beserta kita” (II Kor 13,13).
b) “Tetapi demi Kristus, Tuhan kita, dan demi kasih Roh, aku menasihatkan
kamu, saudara-saudara, untuk bergumul bersama-sama dengan aku dalam
doa kepada Allah untuk aku” (Rom 15,30).
c) “Berdoalah dalam Roh Kudus. Peliharalah dirimu demikian dalam kasih
Allah sambil menantikan rahmat Tuhan kita Yesus Kristus untuk hidup
yang kekal (Yudas 20s).
d) Keselamatan eskatologis dikomunikasikan melalui baptisan dalam <<nama
Bapa, Putera dan Roh Kudus>> (Mat 28,19).
e) Menurut kesaksian Kitab para Rasul, di dalam baptisan <<dalam nama
Yesus>> tersingkap formulasi Trinitas, sebab dalam <<nama Yesus>>
(Kis. 4,12), Allah mewahyukan hakikat dan rencana keselamatan-Nya bagi
manusia. Putera selalu berada dalam relasi-Nya dengan Bapa dan Roh
Kudus.
f) Inilah landasan iman Trinitas yang otentik dalam pengakuan iman Gereja.
19
e) Dalam kesaksian Perjanjian Baru, Yesus tidak pernah dipertimbangkan
sebagai nabi biasa atau seorang manusia yang dipanggil untuk mengemban
fungsi kenabian atau mesianik; atau sekurang-kurangnya sebagai Sosok
Mistik yang berperan sebagai Pengantara Allah dan manusia; atau
Pembawa kekuatan spiritual-terang dan sosok apersonal Allah yang sangat
mengagumkan.
f) Seluruh peristiwa kehidupan Yesus sejak perkandungan, penampilan-Nya
di hadapan umum untuk mewartakan Kerajaan Allah (Sabda dan karya-
Nya), nubuat-Nya tentang jalan yang harus dilalui-Nya hingga mengalami
derita yang mengerikan di masa Pra-Paskah serta kebangkitan mulia yang
menakjubkan menyingkapkan bahwa Dia sungguh-sungguh Allah.
c. Dogma Gereja
20
1) Formulasi Dogmatis tentang misteri Allah Tritunggal hanya meneguhkan isi dan
inti peristiwa pewahyuan diri Allah ini dalam sejarah keselamatan (Trinitas
Economia).
2) Dogma mengungkapkan secara eksplisit perihal kepenuhan kehidupan intra-Ilahi
antara Bapa, Putera dan Roh Kudus sebagaimana dimanifestasikan-Nya dalam
sejarah keselamatan.
Bab IV
Perspektik Historis-Teologis
21
I. Pengantar
1) Dalam Kitab Suci tidak ditemukan inti ajaran tentang Allah Tritunggal.
b. Inti ajaran tentang Allah Tritunggal dinyatakan secara eksplisit dalam rumusan
triadik yang menyebutkan ketiga pribadi Ilahi, seperti:
a) “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan kasih Allah dan persekutuan Roh
Kudus menyertai kamu sekalian” (II Kor 13,13).
b) “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa, Putera dan Roh Kudus” (Matius 28,19).
c. Rumusan triadik ini dipergunakan oleh para Bapa Apostolik sesudah zaman
Perjanjian Baru untuk merumuskan inti dan inti iman tentang Allah Trinitas.
2) Sejak abad II muncul pelbagai usaha untuk mendalami dan memikirkan hubungan
antara Putera dan Roh Kudus dengan Allah yang Tunggal.
a. Paham Subordinasianisme
Usaha awal ini diwarnai oleh pemahaman yang bersifat subordinatianisme:
22
b. Yustinus Martir
a) Paham yang bersifat subordinatianisme ini juga ditemukan dalam rumusan Doa
Syukur Agung yang ditulis oleh Yustinus Martir (165):
o “Hormat dan pujian bagi Bapa alam semesta alam melalui nama Putera
dan Roh Kudus”.
o Kata “melalui” menyingkapkan sebuah ide dasar bahwa Putera dan
Roh Kudus merupakan Pengantara yang tergantung sepenuhnya
pada Bapa.
o “Hanya Sang Allah, yaitu Bapa, yang diakui sebagai Subyek Ilahi yang
Absolut”.
o Kehadiran Allah Bapak tidak nyata di dunia karena Dia tidak terbatas, tidak
kelihatan dan tidak bernama.
o Logos, Sang Sabda berasal dari (bukan diciptakan oleh) Kehendak Allah
yang Tertinggi.
o Logos hadir dalam wujud yang kasat mata di dunia ini dan memiliki
kualitas setinggi Allah;
o Logos adalah Allah yang lebih rendah.
o Roh Kudus memiliki kesamaan dengan Logos sebab sama-sama berasal dari
Allah Tertinggi.
23
o Oleh karena itu, Dia memberikan sesuatu dari hakikat-Nya sendiri kepada
Putera dan Roh Kudus.
o Melalui Putera dan Roh Kudus, Dia bertindak di dalam dunia.
3) Berangkat dari pemahaman awal ini, proses pergumulan untuk merumuskan paham
tentang Allah Tritunggal dimulai, terutama untuk:
1. Di awal kekristenan, muncul sebuah aliran yang sangat prihatin dan getol
memperjuangkan inti iman akan keesaan Allah agar tidak disurutkan oleh pengakuan
iman Kristiani akan ke-Allah-an Yesus Kristus.
2. Mereka mencari jalan untuk menjelaskan hubungan khusus antara Yesus dengan Allah
tanpa membahayakan inti iman akan keesaan absolut Allah.
3. Mereka memberikan dua jawaban mendasar untuk menegaskan hakikat Allah sebagai
Penguasa Tunggal. Aliran ini disebut Monarkianisme.
4. Melihat model pendekatan yang dipergunakan, aliran ini terbagi dalam dua kelompok,
yaitu:
24
3. Ajaran ini ditolak oleh Sinode di Anthiokhia pada tahun 269.
1. Pada prinsipnya, aliran ini berjuang untuk mempertahankan keesaan absolut Allah.
1) Bagi mereka, inkarnasi hanyalah suatu cara bagi Allah untuk menyatakan diri-Nya.
2) Mereka berkeyakinan: Yesus sungguh-sungguh Allah sebab hanya jika Dia Allah,
maka Dia bisa menyelamatkan dunia.
3) Agar keilahian Yesus tidak membahayakan keesaan absolut Allah, mereka
mengajarkan bahwa:
a. Bapa, Putera dan Roh Kudus hanyalah nama atau cara penampakan (prosopon,
topeng) yang berbeda dari Allah yang sama.
b. Dengan memberikan hukum dalam Perjanjian Lama, Allah menyingkapkan
diri-Nya sebagai Bapa.
c. Dengan menyelamatkan manusia melalui inkarnasi hingga pengangkatan-Nya
ke Surga, Allah yang sama tampak sebagai Putera
d. Dalam menguduskan jiwa-jiwa, Allah tampak sebagai Roh Kudus.
4) Bagi mereka, Bapa, Putera dan Roh Kudus hanyalah sebuah topeng yang
dipergunakan Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada dunia.
5) Walaupun demikian:
a. Ketiga nama itu bukanlah Allah dalam diri-Nya sendiri dan tidak serentak
berada dalam diri Allah.
b. Sejak inkarnasi, Allah bukan lagi Bapa dan setelah pengangkatan ke Surga,
Allah bukan lagi Putera.
c. Ketiga nama yang disingkapkan kepada manusia bukanlah kenyataan dalam diri
Allah yang sesungguhnya.
d. Allah tidak memperkenalkan diri-Nya sebagaimana adanya diri-Nya.
e. Allah justru menyembunyikan diri-Nya di balik aneka topeng.
f. Allah diibaratkan dengan seorang pemain drama yang bersandiwara dengan
manusia
25
Menurut aliran Doketisme (kata Yunani doketein: rupanya saja, keilhatannya saja):
a. Di bumi fana ini, Yesus, Sang Penebus tidak memiliki tubuh manusiawi yang asli;
b. Tubuh manusiawi Yesus hanya berwujud semu.
c. Tubuh dan darah Yesus tidak dibentuk dari darah dan daging ibu-Nya.
d.Tubuh itu ditinggalkan-Nya sebelum penyaliban.
1) Putera dan Roh Kudus hanya dilihat sebagai penampakan diri Allah semata.
2) “Menurut ada dan kuasan-Nya, pada hakikatnya, Allah itu Esa, akan tetapi menurut
peristiwa dan pelaksanaan penebusan terdapat Bapa dan Putera”.
2. Dengan pernyataannya ini, Irenius berusaha mencegah pengakuan iman yang berbauh
pluralistik tentang Allah.
26
1) Di satu pihak, dia ingin mempertahankan perbedaan antara Allah Bapa, Putera dan
Roh Kudus.
2) Di pihak lain, dia mengajarkan bahwa sejak kekal, Allah mempunyai Sabda dan
kebijaksanaan yang ada bersama-sama dengan-Nya.
3) Firman dan kebijaksanaan itu adalah Hypostasis yang lahir daripada-Nya sebelum
dunia diciptakan. Putera lahir dari Bapa sebelum adanya waktu.
1. Irenius mempertahankan bahwa Putera dan Roh Kudus berasal dari Bapa.
2. Namun, dia memberikan beberapa penegasakan:
1) Keberadaan Putera dan Roh Kudus tidak bisa dipikirkan dan tidak bisa
diduga/diselidiki dengan daya intelektual manusia.
2) Siapa pun saja berhak/tidak dilarang untuk berbicara tentang asal dan kelahiran
Putera dari Bapa.
3) Syaratnya, harus dibedakan antara Ada yang Kekal dalam diri Putera dari Bapa
dengan asal temporal dari semua ciptaan Allah.
1. Metafora
27
o Dalam (hanya) penciptaan dunia, Logos menjadi Sabda Kekal dan semua ciptaan
menemukan personalitasnya yang spesifik di dalam Dia.
o Ciptaan adalah pewahyuan pertama kodrat-Nya.
2) Catatan:
a. Hanya dari para bapa Capadocia ditemukan perbedaan yang tegas antara ousia dan
hypostasis dan:
b. Hanya dari para bapa neocalcedonia (Yohanes Grammatico, Leonzio Bisanzio,
Leonzio Gerusalemme, Massimo Confessore dan Yohanes Damaskus) yang
membuat pembedaan tegas antara hypostasis dan ousia, antara substansi dan esensi.
c. Di Barat: untuk membedakan konsep hypostasis atau persona, maka dipergunakan
kata substansi.
d. Namun kita tidak mengacu pada sebuah definisi yang netral dari konsep-konsep
sebelumnya.
e. Di bawah profil sejarah dogma diakui bahwa pemahaman tersebut berasal dari
pengertian yang berbeda.
a. Hypostasis dan persona secara tegas mengindikasikan kesatuan dan keunikan Bapa,
Putera dan Roh Kudus sebagaimana dikenal dalam iman untuk memperlihatkan sisi
intern dari kesatuan esensi Allah dalan relasi timbal balik di antara mereka.
b. Kata hypostasis memiliki kandungan yang sama dengan kata substansi.
c. Kedua kata ini (substansi dan hypostasis) membentuk konsep relasional.
d. Relasi itu tidak diungkapkan dalam substansi yang aksidentil, melainkan keunikan
pribadi Ilahi yang memiliki memiliki substansi yang satu dan sama.
e. Substansi Ilahi membentuk hubungan-relasi di antara ketiga pribadi Ilahi.
4) Rumusan asli Teologi Allah Tritunggal dalam tradisi Latin, dari dulu hingga saat ini
berasal dari gagasan Tertullianus ini:
28
a. Allah Trinitas itu satu dalam substansi-tiga pribadi (persona).
Apabila ditakar dari perspektif dogmatis, maka harus diakui bahwa rumusan
Trinitas Tertullianus memiliki kelemahan sebab:
29
2) Putera tidak semartabat, tetapi memiliki derajat yang lebih rendah dari Bapa.
3) Dia juga mempergunakan analogi yang salah untuk menjelaskan perbedaan antara
Bapa, Putera dan Roh Kudus (menganalogikan kesamaan hakikat dan perbedaan
pribadi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus dengan akar, cabang dan buah).
1. Origenes menjelaskan “iman akan kesatuan Allah dalam tiga Pribadi dalam rumusan
ini: mia ousia – treis hypostasis.
2. Diakui bahwa Origenes adalah teolog pertama yang merumuskan konsep Trinitas
dengan mempergunakan kata hypostasis:
1) Allah itu satu Triade dan tiga hypostasis: Bapa, Putera dan Roh Kudus.
2) Masing-masing hypostasis Ilahi berbeda dalam martabat dan kekuatan.
3) “Sesungguhnya, “ada” (martabat, kuasa) Putera berbeda dari Bapa”.
4) Bapa dan Putera saling respek dalam hypostasis;
5) Bapa dan Putera hanya satu dalam ‘harmoni, kehendak dan identitas’.
a. Dalam lingkup Ilahi, semua “ada”, “kebaikan” dan “keilahian” berasal dari
Allah Bapa dan dari Bapa diturunkan kepada Putera dalam bentuk partisipatif
melalui kekuatan Roh Kudus.
b. Hubungan antara Bapa dan Putera diungkapkan dengan kata “memperanak”
atau “mengasalkan”.
c. Kekekalan hidup Ilahi mengalir dari Bapa kepada Putera
d. Putera berpartisipasi dalam keilahian atau inti diri Allah sendiri.
e. Secara singkat dan padat dapat dirumuskan bahwa menurut Origenes:
1) Logos tidak bersatu dengan Allah, Bapa-Nya dalam waktu, tetapi di luar waktu.
2) Logos tidak keluar dari pancaran natural hakekat Allah, tetapi berasal dari
kehendak esensial Bapa dan sehakekat dengan-Nya.
3) Putera menjadi Mediator.
30
1) Bapa, Putera dan Roh Kudus satu dalam Trinitas, kudus, Ilahi dan dalam kesatuan
hakekat Ilahi tersebut, pribadi Putera dan Roh Kudus berbeda dari semua ciptaan.
2) Bapa, Putera dan Roh Kudus dalam kesahakekatan dan keotonomian mereka
menjadi landasan ilahi bagi semua ciptaan.
3) Bapa, Putera dan Roh Kudus menyingkapkan aktivitas spesifik mereka dalam
perjalanan sejarah keselamatan sebagai energi ilahi yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya.
1. Riwayat:
2. Pandangan:
a. Allah yang Esa dan Tertinggi itu tinggal jauh di dalam transendensi-Nya yang
tidak terhampiri.
b. Allah tidak bisa berkontak dengan dunia.
a. Logos/Sabda/Putera itu tidak kekal, diciptakan dari ketiadaan dan dalam waktu.
b. Logos itu ciptaan murni, bisa berubah sehingga ada kemungkinan untuk
mendapatkan kesempurnaan-kesempurnaan yang baru.
c. Secara teoritis, Logos tidak membutuhkan bantuan khusus dari Allah dan Logos
bisa jatuh ke dalam dosa.
d. Logos adalah ciptaan pertama.
e. Logos lebih utama dari semua ciptaan.
f. Logos diciptakan secara bebas (tidak dijadikan melalui actus, tindakan, vital
yang perlu) sebagai sarana penciptaan.
g. Ajaran Arius dapat diringkas sebagai berikut:
31
d) Dengan demikian disimpulkannya bahwa:
d) Logos tetaplah ciptaan, sebab pada suatu waktu, Logos itu tidak ada.
e) Sebagai ujian, Logos harus menjadi manusia dalam wujud yang radikal.
f) Dalam inkarnasi, Logos menggantikan jiwa manusia dalam kemanusiaan
Yesus.
g) Baginya, Yesus, Sang Logos yang Menjelma:
o Yesus Kristus itu “allah” sejauh “eksistensi” yang ada pada-Nya itu
dianugerahkan dan diciptakan.
o Yesus Kristus tidak mempunyai substansi (hakikat) Bapa.
o Logos adalah sebuah eksistensi yang diciptakan, makhluk tengah yang
berada di antara Allah dan kosmos (ciptaan).
32
o Roh Kudus adalah ciptaan Logos – kualitas ilahi Roh Kudus lebih
rendah daripada Logos yang menjelma menjadi “daging”.
3. Hukuman:
3) Pada tahun 335 para Uskup berkumpul di Sinode Tirus dan Jerusalem.
a. Dalam sinode ini para Uskup memutuskan bahwa Arius diizinkan untuk
mengadminisktrasikan tahbisan imamatnya.
b. Tatkata Arius bersedia untuk direkonsiliasikan dengan Gereja tiba-tiba Arius
wafat pada tahun 336.
1) Sinode Nicea ini dikenal sebagai Konsili Ekumenis Pertama dalam Sejarah Gereja.
2) Dalam Konsili ini, mayoritas peserta Konsili menetapkan dan menerima sebuah
Pengakuan Iman (Syahadat) dari Suriah/Palestina.
3) Dalam rumusan Pengakuan Iman tersebut, rumusan Kristologisnya diperluas untuk
menolak ajaran Arius.
4) Rumusan tersebut dipergunakan dalam liturgi Gereja di hampir semua Gereja
hingga saat ini:
33
c. Allah dari Allah, terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, Ia dilahirkan,
bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa”.
5) Dalam rumusan tersebut, kata “sehakekat” (homo-ousios) menjadi tanda khas; kata
kunci bagi Nicea dalam merumuskan keilahian dan kemanusiaan Yesus.
a. Para penganut Arianisme menerima rumusan ini, tetapi mereka tetap berjuang
untuk menafsir berdasarkan alam pemikiran mereka.
b. Berhadapan dengan sikap kaum Arianisme ini, Konsili tidak menjelaskan
kehidupan intratrinitaris yang sesungguhnya, sebab Konsili merasa bahwa tugas
utama mereka bukanlah membuat rumusan teologis, melainkan hanya
menentukan batas-batasnya.
1. Konsili ekumenis Nicea menegaskan tiga gagasan teologis untuk menangkal krisis
iman Gereja yang diakibatkan oleh ulah Arius.
1) Pengakuan iman Nicea menjadi dasar kekristenan yang ortodoks, baik di Gereja
Barat maupun di Gereja Timur.
34
2) Walaupun fokusnya bersifat kristologis, namun inti pengakuan imannya serentak
berfungsi sebagai aturan iman dalam Gereja.
3) Dalam polemiknya melawan Arius, Konsili merumuskan inti pernyataan iman yang
singkat ini.
4) Dokumentasi tentang seluk-beluk dan proses Konsili ini sudah tidak ada lagi
sehingga satu-satunya sumber yang valid adalah tulisan tangan para sejarawan
Gereja dan penulis seperti Atanasius dan Basilius Caesarea.
5) Dengan ditetapkannya dektrit Konsili Nicea, secara teoritis, kontroversi arianisme
berakhir.
a. Akan tetapi, de fakto kontroversi tersebut berlanjut secara dramatis hingga tahun
381 (Konsili Konstatinopel I).
b. Kontroversi ini tidak hanya disebabkan oleh campur tangan negara, tetapi juga
akibat keanekaan pengertian dan penafsiran tentang istilah tertentu.
d) Di Barat, kedua kata ini masih lestari sebagai arti dari substansi dan kodrat.
e) Namun, di Timur, kata-kata ini sungguh-sungguh dibedakan.
35
o Hypostasis mengandung arti pribadi dan ousia lebih dekat dengan arti
substansi atau kodrat.
o Karena ambiguitas makna kata ini, maka ketika orang-orang Timur
berbicara tentang tiga hypostasis¸sesungguhnya yang dimaksudkan
adalah tiga divinitas yang terpisah.
o Namun, ketika orang Barat berbicara tentang substansi, maka orang-
orang Timur mengerti makna kata tersebut sebagai satu-satunya
hakikat dan tidak bersifat pribadi.
1. Dalam Konsili Nicea, perjuangan para Bapa Konsili tidak hanya terarah pada usaha
untuk mengembangkan dan meneguhkan Doktrin Kristologi, melainkan juga Doktrin
Trinitas.
2. Dalam membela ajaran Konsili Nicea, Atanasius menekankan kesamaan hakikat antara
Bapa dan Putera.
36
c) Roh Kudus:
o Roh Kudus Allah berasal dari hakekat terdalam diri Allah dan
tersembunyi dalam diri-Nya (I Kor 2,10s;
o Roh itu adalah Allah sendiri, namun berbeda dari Bapa dan Putera.
o Hanya dalam Roh Kudus dikomunikasikan Bapa dan Putera.
o Asal Putera dari Bapa harus dibedakan dengan asal Roh Kudus sebab
Putera dan Roh Kudus bukanlah bagian ibarat sepasang saudara yang
paralel.
o Roh Kudus tidak berasal dari Bapa sebagaimana Putera datang dari Bapa.
o Putera dan Roh Kudus datang dari Bapa dengan cara yang spesifik,
namun tidak saling memperanakan dalam arti subordinasi.
o Putera dan Roh Kudus dengan cara yang sama berasal dan satu dengan
dengan esensi Allah.
o Hypostasi Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera
37
b. Melindungi doktrin dan iman Gereja Katolik yang dianugerahkan Tuhan,
dikotbahkan para Rasul dan para Bapak Gereja agar senantiasa dipertahankan
dan dilestarikan.
c. Gigih memperjuangkan esksistensi Trinitas <<dalam kebenaran dan
kenyataan>>.
a) Dia menegaskan bahwa Sabda tidak pernah diciptakan; Sabda berasal dari
dan sehakikat dengan Bapa.
b) Anak memiliki kepenuhan Ilahi, sebuah refleksi atas tesis St. Paulus dalam
Kol 2,9 – dan sungguh-sungguh Allah. Bapa dan Anak memiliki kodrat yang
sama dan kekal sifatnya.
c) Roh Kudus tidak mungkin menjadi ciptaan dan bagian dari Trinitas. Roh
Kudus adalah Allah.
1. Dalam tulisan para Bapa Capadocia yang bersifat anti-Arianisme tampak beberapa
penegasan penting mengenai Iman Trinitarian:
38
3) Sembari bergumul dengan persoalan Trinitas, mereka juga memberikan sumbangan
pemikiran dan permenungan yang tidak ternilai bagi Gereja berkenaan dengan
konsep dan terminologi dari Misteri Trinitas.
Untuk menghindari keterpisahan relasi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus
seperti yang diajarkan penganut modalisme, maka kata prosopon dipaparkan
originalitas maknanya sebagai <<masker seorang aktor>> sebab perbedaan
antara Bapa, Putera dan Roh Kudus hanya berada dalam tataran keilahian
yang monopersonal.
c. Menurut para Bapa Capadocia, hakikat Ilahi yang tidak terbatas (secara absolut)
tidak bisa dipahami.
d. Namun, hakikat yang esa ini justru mengembangkan diri ke dalam ketigaan:
Bapa, Putera dan Roh Kudus.
e. Hakikat yang ada dalam ketigaan ini bisa dipahami sebagai berikut:
b) Ketiga pribadi Ilahi ini satu dalam hakikat yang terbatas dalam Bapa, yang
dari-Nya asal Putera dan Roh Kudus tanpa meninggalkan-Nya.
c) Hakikat Ilahi yang esa itu hidup dalam tiga hypostasis atau kenyataan.
39
g. Cara ini ditempuh untuk mempertahankan inti ajaran iman (apalogetika) tentang
Trinitas, yaitu:
a) “Kesatuan esensi Ilahi dan tiga hypostasis ilahi, namun tidak saling
bertentangan”.
b) Hypostasis tidak menyingkapkan (di dalam diri Allah) segala sesuatu yang
sungguh-sungguh paralel di antara ketiga pribadi Ilahi: Bapa, Putera dan
Roh Kudus adalah Allah yang Esa dan Tunggal serta membentuk kesatuan
dan ketunggalan Allah.
40
c. Kehidupan Trinitarian seutuhnya berasal dan bersumber dari Bapa kepada Putera
dan dipersatukan dalam kekuatan Roh Kudus:
o Roh Kudus mempersatukan Bapa dan Putera sebagai Cinta.
o Personalitas Roh Kudus diimani sebagai Cinta timbal-balik antara Bapa dan
Putera.
o Sang Putera yang menjelma melalui peristiwa inkarnasi dan Roh Kudus yang
dicurahkan untuk memperbaharui dan menghantar manusia kepada momen
eskatologis berkarya aktif dalam realitas historis.
o Roh Kudus adalah caritas, donum dan communitas antara Bapa dan Putera serta
sebagai pemberian Allah kepada manusia.
Dia sangat menekankan kesatuan Allah sehingga dia menolak penjelasan para
Bapa Capadocia mengenai kesatuan hakikat yang dimiliki Bapa, Putera dan Roh Kudus.
Allah itu satu hakikat, tiga diri. Untuk menyingkapkan hakikat Allah yang
Satu, Tiga Diri ini, Agustinus mempergunakan kata substansi sebagaimana
dipergunakan dalam Tradisi sebelumnya.
Dalam kerangkah filosofis ini, Agustinus menjelaskan hakikat Allah sebagai berikut:
41
6) Karena itu, ketigaan dalam Diri Allah tidak bisa dimengerti sebagai suatu
aksidens.
7) Ditegaskannya bahwa:
8) Dijelaskannya bahwa:
1. Dalam konteks ini, bisa dimengerti mengapa Agustinus tidak suka mempergunakan
kata “diri”, atau “pribadi” (Persona, Prosopon) untuk mengungkapkan kesatuan di
antara pribadi-pribadi Ilahi.
1) Dia lebih suka mempergunakan kata relatio sebab ketigaan itu berada dalam relasi.
2) Penggunaan kata relatio didasarkan pada pertimbangannya bahwa:
42
c. Baginya, relatio mengacu dan menyentuh kehidupan batin Allah (inter-trinitas,
antara Bapa, Putera dan Roh Kudus) serta hubungan antara Allah dengan dunia
ciptaan.
d. Secara hakiki, Allah yang esa berelasi dalam diri-Nya.
e. Setiap relasi identik dengan hakikat Ilahi-Nya dan substansi Ilahi itu sendiri
menjadi jaringan relasinya.
f. Dalam lingkup terminologi biblis bisa dirumuskan bahwa hakikat Allah itu
adalah cinta.
g. Sesungguhnya pernyataan surat Yohanes ini menyingkapkan inti iman tentang
Allah sebagai Tritunggal.
4) Akan tetapi, apabila berbicara tentang Bapa, Putera dan Roh Kudus, muatannya
tidaklah demikian:
a. Sebutan Bapa, Putera dan Roh Kudus adalah sebutan-sebutan yang bersifat
relatif:
a) “Sebab bukan setiap mereka merupakan Bapa, atau Putera terhadap diri-Nya
sendiri, melainkan yang satu terhadap yang lain.
b) Di dalam Allah segala sesuatu adalah satu “kecuali apa yang mengenai
masing-masing Pribadi dikatakan berhubungan dengan Yang Lain”.
a) Pernyaan Primer:
b) Pernyataan Sekunder:
43
o Adalah “mungkin” untuk menyebut ketiga Pribadi Ilahi dalam
Trinitas dengan kata “Bapa”.
o Tetapi, sangat tidak mungkin menyebutkan ketiga Pribadi Ilahi dalam
Trinitas itu dengan kata “Putera”.
o Konsep “Putera”, “Keputeraan” sama sekali tidak bisa dirujukan pada
dua Pribadi Ilahi lain dalam Trinitas.
o Bagaimanakah dengan Roh Kudus? Unsur manakah yang
menyebabkan Roh Kudus memiliki hubungan khusus/istimewa
dengan Bapa dan Putera serta menjadi Pribadi Ilahi seperti Bapa dan
Putera?
o Menurut Agustinus, Roh Kudus memiliki keunikan: Sang Roh
merupakan pemberian timbal-balik antara Bapa dan Putera; ikatan
cinta kasih itu mempersatukan Bapa dan Putera.
5) Apabila dogma Trinitarian Agustinus tentang “Satu Allah, Tiga Diri” ini ditafsir,
terutama dalam lingkup pemahaman tentang Trinitas Imanen maka dapat ditemukan
alur pemikiran ini:
a. Sebutan Bapa, Putera dan Roh Kudus tidak menyingkapkan perbedaan substantial,
kuantitatif dan kualitatif sebab perbedaan hakikat, jumlah dan mutu tidak
ditemukan dalam Ketiga Diri Ilahi.
b) Dari kekal hingga kekal, Allah bukan hanya Bapa semata, melainkan Allah
Tritunggal yang Maha Esa, Bapa, Putera dan Roh Kudus.
44
c. Karena landasan iman ini, Agustinus mempertahankan kekhasan masing-masing
Pribadi Ilahi, kendati konsep pribadi kerap disalah-mengerti.
45
o Dari daya-daya tersebut tidak dengan serta-merta disimpulkan
adanya Allah Tritunggal.
o Pengetahuan tentang Allah Tritunggal diterima dari Wahyu Allah
sendiri dalam sifat-Nya yang Tritunggal.
o Ilustrasi mengenai keadaan batin manusia ini hanyalah ilustrasi atau
analogi agar manusia bisa membayangkan, apa artinya Allah dan
kodrat-Nya yang Tritunggal.
1) Relasionalitas sudah ada di dalam personalitas atau pribadi itu sendiri, yaitu dalam
Paternitas, Keputeraan dan dalam Roh Kudus Allah.
2) Oleh karena itu, Allah itu Esa dan setiap pribadi Ilahi secara relasional dibedakan
antara yang satu dari yang lainnya.
3) Perbedaan antara tiga pribadi Ilahi menurut kategori Aristoteles, bukanlah
perbedaan aksidental, melainkan perbedaan relasi, yaitu relasi yang real, yang
membentuk hakikat itu sendiri.
4) Esensi kekal Allah mengandung arti bahwa dari kekal, Dia adalah Bapa dari Putera.
5) Perbedaan Paternitas, aktivitas penciptaan bukanlah bagian dari esensi Allah, sebab
ciptaan itu tidak penting.
6) Yang terpenting adalah diciptakan karena Cinta.
a. Sejak kekal Roh Kudus merupakan pemberian (Il dono, rahmat) timbal balik
dari Bapa kepada Putera dan di dalamnya Putera memberikannya kembali
dengan cinta yang total kepada Bapa-Nya.
b. Bapa dan Putera berbeda, namun di dalam Roh Kudus Bapa dan Putera
dipersatukan dari kekal sebagai kesatuan Cinta.
c. Roh Kudus adalah Rahmat, Cinta dan Pemersatu.
a. Roh Kudus merupakan Rahmat keselamatan dan sejarah keselamatan Allah dan
Allah menganugerahkannya.
b. Roh Kudus adalah cinta Allah bagi manusia dan di dalam manusia dan Allah,
dalam pewahyuan diri-Nya memberdayakan manusia dengan daya rahmat Ilahi-
Nya untuk memberikan tanggapan atas panggilan-Nya dalam iman, harapan dan
cinta serta memasukan kita ke dalam persekutuan cinta dengan-Nya.
c. Oleh karena itu, setiap pribadi manusia dan Gereja-Nya menjadi imaginasi,
tanda dan sakramen persekutuan dengan pribadi Ilahi dan dengan persatuan
Bapa, Putera dan Roh Kudus.
9) Bagi Agustinus, relasi antara Bapa, Putera dan Roh Kudus tidak bisa direduksikan
ke dalam hakikat esse ed se, tetapi ke dalam esse ed aliud.
a. Bapa tidak bisa dibedakan dari Yang Ilahi, Yang Kudus dan Yang Hidup, tetapi
hanya dari Putera dan dari Roh Kudus.
b. Demikian juga Putera dan Roh Kudus tidak dibedakan dari Yang Ilahi, Yang
Kudus dan Yang Hidup, tetapi hanya dari Bapa.
1) Menurut Anselmus, sebelum segala zaman, Allah sudah berpikir dan berbicara
dalam diri-Nya sendiri.
2) Berpikir dan berbicara dalam diri Allah tidak berbeda dari hakikat-Nya, melainkan
identik dengan hakikat-Nya.
3) Apabila Allah berbicara, Dia tidak menyampaikan banyak informasi, tetapi hanya
menyampaikan satu Sabda dan melalui Sabda itu, substansi Ilahi-Nya yang paling
tinggi ini mengungkapkan diri-Nya.
47
4) Karena itu, Sabda yang satu itu dipandang sebagai Putera Tunggal dari substansi
tertinggi itu sendiri.
1) Allah bukanlah Realitas di seberang sana yang mustahil dijangkau oleh nalar
manusia.
2) Allah adalah Kebenaran Tertinggi.
a. Allah melingkupi cinta kita sebagai Kebenaran Tertinggi, dan harus ada di
dalam cinta-Nya sendiri.
b. Cinta hanya bisa dipikirkan dalam wujud dialogis.
c. Sebuah bangunan relasi antara Allah dan manusia dinyatakan tidak sempurna
dan tidak adekuat apabila tidak dilandaskan pada pemberian Cinta.
3) Allah adalah sumber kesatuan tertinggi bagi yang mencintai dan dicintai.
a. Hanya dalam relasi antara Aku dan Engkau, Cinta Ilahi diaktualisasikan secara
dialogis.
b. Cinta akan menggapai kepenuhannya hanya apabila relasi baru antara Aku dan
Engkau membuka relasi yang ketiga untuk memperlihatkan kekuatan cinta di
antara mereka.
48
c. Yang ketiga adalah kondisi yang mempersatukan antara yang mencintai dan
yang dicintai.
a) Dalam bahasa Trinitarian, yang ketiga adalah Roh Kudus.
b) Roh Kudus mempertemukan, mempersatukan dan menyempurnakan cinta
Bapa dan cinta Putera.
c) Roh Kudus berbeda dari Bapa dan Putera, namun sehakekat dengan Allah.
49
7) Bapa adalah dasar dan asal yang tidak diasalkan, yaitu cinta, Putera adalah dilectus,
dan Roh Kudus adalah condilectus cinta Bapa dan Putera.
Penetrasi dan in-eksistensi sempurna yang bersifat timbal balik di antara setiap
pribadi Ilahi antara satu dengan yang lainnya melestarikan kesatuan dan
komunikasih antara pribadi Ilahi dalam esensi dan kehidupan Ilahi.
1) Landasan yang membentuk masing-masing pribadi Ilahi adalah “asal, berasal dari”,
bukan relasi Intra-Ilahi.
2) “Asal” membentuk keunikan dari masing-masing pribadi Ilahi:
a. Bapa adalah Dia yang menghasilkan, Dia yang menyebabkan;
b. Putera adala Dia yang meneruskan
c. Roh Kudus adalah Allah yang meneruskan cinta Bapa dan Putera.
3) Keunikan:
o Yesus Kristus, Putera Allah adalah Logos Kekal Allah yang menjelma menjadi
manusia. Dia menjadi mediasi keselamatan Allah bagi manusia.
o Melalui salib dan kebangkitan-Nya, Yesus kesamaan antara Allah dan manusia
secara penuh dan sempurna.
o Melalui salib dan kebangkitan-Nya, Yesus mengampuni dosa kaum pendosa
sehingga mereka bisa berpartisipasi dalam relasi filial dengan Kristus menuju
Bapa dalam Roh Kudus.
o Yesus Kristus merupakan Pusat dan Mediator.
50
o Roh Kudus adalah Pribadi Ilahi dengan rahmat keselamatan yang diciptakan
dari kualitas supranatural tercipta dalam jiwa, dari <<rahmat pengudusan>>.
o Roh Kudus berasal dari Bapa dan masuk ke dalam jiwa kita.
o Roh Kudus mengubah dan menyingkapkan aktivitas jiwa kita dan
memberdayakan kita untuk menjawab panggilan cinta Allah yang bernilai
supranatural/teologal, yaitu iman, harapan dan cinta.
1. Kunci untuk memahami Allah dan hakikat-Nya adalah memahami Wahyu Allah itu
sendiri.
2. Dengan mengenal Wahyu Allah, maka:
a. Manusia akan memperoleh pemahaman yang benar tentang ciptaan.
a) Allah menciptakan segala sesuatu melalui Sabda, serta menolak kesalahan orang-
orang yang mengatakan bahwa Allah menciptakan segala sesuatu dari dan demi
kodrat.
b) Dengan menerima bahwa cinta berasal dari Allah, maka nyata bahwa tidak ada
produksi penciptaan hanya dengan alasan ekstrinsik, melainkan semata-mata
untuk cinta dan kebaikan-Nya.
b. Manusia akan memperoleh gagasan yang benar tentang penebusan manusia yang
terjadi melalui inkarnasi Putera dan pencurahan Roh Kudus.
10.1.2. Putera dan Roh Kudus: Keluar atau Datang dari Allah
1) Tatkala berbicara mengenai “asal” (keluar atau datang dari: Yoh 8,42) Putera dan Roh
Kudus, Thomas membedakan:
2) “asal” intra-Ilahi Putera dan Roh Kudus dari Bapa (processio operati).
a. Putera dan Roh Kudus tidak datang dari Bapa dalam rupa yang miskin.
b. Putera dan Roh Kudus berasal dari karya absolut Allah: Allah mewahyukan
Ilahian-Nya dalam diri Putera melalui Roh Kudus.
c. Bapa tidak pernah Ilahi dalam diri-Nya apabila tidak mengaktualisasikan karya
esensial-Nya melalui Putera dan pengutusan Roh Kudus.
d. Dasar pewahyuan hakikat-Nya tidak bisa dibedakan dari Bapa: hanya Bapa
sendiri yang bertindak sebagai Pewahyu. Dia adalah Sumber dan dasar semua
Pribadi Trinitas.
e. Kekhususan asal Putera dilukiskan dalam Yohanes 1,18: “ada bersama Bapa, di
pangkuan Bapa”.
51
f. Secara obyektif, penegasan ini identik dengan pernyataan bahwa Putera berasal
dari dan sehakekat dengan Bapa.
4) Berkenaan dengan “asal”, “datang” Roh Kudus dari Allah (dan dari Putera) dalam
wujud “napas”, maka patut dikatakan bahwa:
52
b. Hanya dengan menggunakan analogi ini, maka dengan sendirinya diandaikan
bahwa pengenalan akan Allah Trinitas yang berakar pada peristiwa pewahyuan.
c. Dalam kekuatan roh manusiawi, manusia dihantar untuk mengenal Allah dan
kehendak-Nya
d. Namun, pengenalan itu tidak diperoleh dari hypostasis khusus.
e. Dalam aktualisasi spiritual kita akan menemukan hal pertama tentang ekspresi
dalam sabda batin.
a) Sabda batin merupakan sebuah ekspresi figuratif dari diri saya sendiri.
b) Saya mengambil di dalam diri saya dualitas interior dari ekspresi dan apa
yang diekspresikan.
c) Dalam waktu yang sama saya mengidentifikasikan diri saya dengan sabda
batin saya yang sesungguhnya diri saya sendiri, yaitu penegasan saya dan
penegasan itu merupakan sebuah peristiwa cinta.
d) Tindakan spiritual manusiawi selalu terarah kepada pengenalan dan cinta.
e) Kita bisa menyebutkannya posisi batin dari sabda batin tersebut dengan kata
“asal”, “datang”, “keluar”, yaitu sebuah produksi yang sepadan atau
sehakikat.
f) Di dalam Allah, kita bisa berbicara, selalu dalam bentuk analogi tentang
Sabda dan kekekalan Putera.
g) Asal cinta, kita sebutkan dengan kata napas atau pernapasan.
h) Napas disimbolisasikan dengan sebuah asimialsi batin tentang cinta dengan
yang mencintai dan kehendak untuk mengomunikasikan Sabda yang adalah
diri-Nya sendiri.
a. Sabda Kekal Allah berasal dari Allah sendiri dan Dia adalah Allah itu sendiri.
b. Sabda Kekal Allah-Putera Allah adalah Citra Allah yang Tersempurna dan
berbeda dari Bapa dan dalam perbedaan itu direalisasikan kepenuhan hakikat
Ilahi-Nya.
c. Roh Kudus berasal dari Bapa melalui Putera atau Roh Kudus berasal dari
hubungan antara Bapa dan Putera.
d. Berdasarkan profil Biblis dijelaskan bahwa Roh Kudus bukanlah nama pribadi.
e. Pengertian Roh mengindikasikan baik hakikat Allah maupun pribadi ketiga
Allah.
1. Dari kodratnya, relasi merupakan hubungan antara satu hal dengan hal yang lainnya.
53
suami-isteri dan relasi unilateral sebagaimana nyata dalam relasi antara ciptaan
dengan Allah.
3) Relasi terakhir ini didasarkan pada pergerakan cinta Allah kepada dunia sebab
dunia bukanlah bagian dari aktualisasi esensial Allah.
2. Kalau diaplikasikan skema ini ke dalam kehidupan intra-Ilahi akan ditemukan empat
relasi:
1) Relasi antara Bapa dan Putera dalam Paternitas (asal yang aktif).
2) Asal Putera dari Bapa dalam Keputeraan (asal yang pasif)
3) Relasi antara Bapa dengan Putera dan Roh Kudus dalam Napas (aktif)
4) Relasi Roh Kudus dengan Bapa dan Putera dalam Napas atau dalam pribadi Roh
Kudus (pasif).
3. Di antara empat bentuk relasi ini hanya tiga wujud relasi yang sungguh-sungguh real
antara Bapa, Putera dan Roh Kudus serta berbeda dan membentuk sesosok pribadi:
1) Asal (Paternitas),
2) yang diasalkan (Keputraan, Fogliolanza) dan
3) Roh, Napas (Roh),
4) Napas aktif menyatu dengan Paternitas dan Figliolanza dan di antara ketiga pribadi
Ilahi hanya berbeda dalam tataran konseptual, bukan dalam wujud yang real.
4. Antara esensi Ilahi dan relasi yang membentuk pribadi-pribadi Ilahi tidak ditemukan
adanya perbedaan real (melawan ajaran Gilberto Poitiers):
1) Bertautan dengan relasi timbal-balik, hanya satu dasar yang membentuk, pribadi-
pribadi Ilahi tidak berada dalam relasi juga dengan kodrat Ilahi.
2) Pribadi-pribadi Ilahi berasal dari Bapa, yang menjadi dasar, asal kodrat Ilahi dan
Bapa mengomunikasikan dalam model esensi-Nya kepada Putera dan Roh Kudus.
3) Hanya satu kodrat dan individualitas Allah tersingkap dalam relasi asali dan
membentuk pribadi Bapa, Putera dan Roh Kudus.
4) Dalam lingkup ciptaan, sebuah substansi menyingkapkan ada bagi dirinya
sendiri...di dalam Allah, subyek aktivitas pewahyuan dan penerima identik dengan
tindakan komunikasi.
5) Di dalam Allah tidak ada relasi aksidental. Pembentukkan pribadi-pribadi Ilahi
identik dalam relasionalitas dengan Bapa yang menjadi dasar, asal bagi semua
pribadi Ilahi.
6) Pribadi-pribadi Ilahi berada dalam relasi yang hidup dan relasi yang hidup itu ada
dalam pribadi-pribadi Ilahi.
54
c. Dari asal, datang pribadi-pribadi Ilahi ditemukan empat relasi dan tiga di
antaranya merupakan pembentuk pribadi-pribadi Ilahi:
a) Paternitas,
b) Figliolanza,
c) Napas pasif dari Roh;
d) dari relasi Roh Kudus dengan Bapa dan Putera tidak keluar satu pun dari
pribadi Ilahi.
7) Dalam wawasan Doktrinal Thomas Aquino, relasi merupakan konsep kunci dalam
Doktrin Trinitas.
a) Hakikat setiap pribadi Trinitas dikonsepkan sebagai sebuah relasi yang hidup
dan kesatuan hakikat itu ada dalam relasi pribadi di antara pribadi-pribadi
Trinitas.
b) Refleksi yang menakjubkan ditemukan dalam kenyataan bahwa konsep
pribadi (persona) tidak segera dipergunakan dalam wujud yang absolut dan
kemudian dibedakan dengan konsep relasi.
c) Di sini tidak dikatakan tiga pribadi, satu di hadapan yang lain, tetapi
dipikirkan membentuk kesatuan dan setiap pribadi berada dalam relasi yang
hidup.
d) Kehidupan dan relasionalitas merupakan dua momentum yang terjadi timbal-
balik sehingga membentuk hakikat atau esensi pribadi Ilahi.
e) Di antara hakikat Ilahi dan relasi personal yang hidup tidak menyetabilkan
perbedaan esensial di antara pribadi Ilahi.
f) Pribadi-pribadi Ilahi tidak saling bertentangan dalam kesatuan hakikat Ilahi.
g) Oleh karena itu, perbedaan esensi Ilahi dan tiga relasi personal hanyalah
perbedaan konseptual, bukan perbedaan real.
h) Kesatuan hakikat Allah berada dalam pertentangan dengan relasi yang hidup
dan Kitab Suci memebrikan kepada kita pengenalan dan menyembah Bapa,
Putera dan Roh Kudus.
55
11. Tiga Pribadi Ilahi
2. Secara khusus, perhatian diarahkan kepada penggunaan analogi dan bukan pada kata
hypostasis, persona dalam dogma Trinitas, Kristologi dan Antropologi-Teologi.
1) Kata “kodrat” mengindikasikan “apa”, yaitu wujud partisipasi dari sebuah “ada”.
a. Realitas yang tidak bisa direduksilan dan tidak bisa diubah dari kesatuan dan
kesamaan hakikat yang ada dalam setiap hypostasis Ilahi.
b. Konsep persona secara esensial berubah dalam Filsafat Abad Pertengahan. Dari
sini muncul pelbagai pemisahan dan perbedaan dalam ajaran klasik tentang
Trinitas.
3) Apabila konsep yang sama dikenakan pada kepada Allah, disimpulkan bahwa:
56
1. Dari perbedaan relasional antara tiga pribadi Ilahi muncul keunikan masing-masing
pribadi. Di sini juga muncul perbedaannya:
a. Paternitas Bapa,
b. Keputeraan (Figliolanza) Sang Putera dan
c. Napas pasif Roh Kudus.
a. Bukan terletak pada: asal Bapa, asal Putera serta asal aktif Roh Kudus dari Bapa
dan Putera.
b. Keunikan-keunikan itu merupakan tanda yang berbeda dari pribadi-pribadi Ilahi.
c. Tindakan-tindakan itu aktif di mana pribadi-pribadi itu berbeda antara satu
dengan yang lain.
3) Oleh karena itu, pengenalan akan keunikan pribadi-pribadi itu nyata dalam karakter
masing-masing:
2. Semua karya Allah Trinitas yang terarah kepada kekekalan. Karya itu menyingkapkan:
1) Kesatuan hakikat pribadi Ilahi yang berada dalam korelasi pasti di antara keunikan
absolut dan karya Allah dalam ciptaan, penebusan dan pengudusan sebagaimana
nyata dalam nama-nama masing-masing pribadi Ilahi
2) (Allah sebagai Bapa Yesus Kristus, Putera sebagai Penebus dan Penyelamat, Roh
Kudus sebagai Tuhan dan Pembagi Anugera Kehidupan) dan tiga pribadi Ilahi.
1. Keberadaan setiap pribadi Ilahi dalam yang lain dan kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam kodrat Ilahi dilukiskan oleh Yohanes Damaskus dalam Teologi Timur melalui
gagasan kesalingpenetrasian antara pribadi-pribadi Ilahi.
57
2. Teologi Barat berangkat dari pandangan Agustinus tentang kesatuan hakikat Ilahi dan
menggariskan kesamaan tiga pribadi Ilahi tatkala berhadapan dengan paham arianisme
dan subordinasionisme.
1) Bagi Teologi Barat bahaya untuk merumuskan Teologi Trinitas terletak pada
pemisahan yang terlalu tajam mengenai hakikat Allah Trininitas yang terdiri dari
tiga pribadi Ilahi.
2) Penerimaan teologi Barat terhadap teologi Yohanes Damaskus terpusat pada
kesatuan pribadi dengan hakikat Ilahi.
3. Satu hal penting yang patut diingat adalah catatan Fulgenzio di Ruspe tentang Bolla
Kesatuan yang dirumuskan dalam Konsili Firenze tahun 1442:
Tiga pribadi Ilahi adalah Allah yang Esa dan Tunggal, bukan tiga Allah
sebab hanya satu hakikat, satu esensi, satu kodrat satu dalam keilahian, satu
kekekalan bagi tiga pribadi tersebut. Untuk semua kesatuan ini, Bapa berada dalam
Putera dan Roh Kudus; Putera berada dalam Bapa dan Ro Kudus; Roh Kudus
berada dalam Bapa dan Putera...
1. Konsep misi yang diangkat dari landasan Biblis (Rom 4,4; 5,5; Yoh 20,21) bertautan
erat dengan konsep tentang Trinitas Imanen dan Trinitas Ekonomia.
1) Misi Sang Putera dalam inkarnasi dan misi Roh Kudus dalam pencurahan cinta
Allah bukanlah tindakan Allah yang bersifat aksidental dan berbeda-beda antara
satu dengan yang lainnya, tetapi Allah yang satu dan sama dalam aktivitasnya dan
dalam pewahyuan diri-Nya di dunia.
2) Misi Sang Putera dan misi Roh Kudus merupakan “kelanjutan”, berasal dari misi
intra-Trinitas dalam ciptaan.
2. Siapa yang kukuh dalam iman dan dalam cinta akan Sang Putera Allah yang menjelma
dan membiarkan Roh Kudus berdiam di dalam dirinya dan melalui misi Ilahi, akan
berpatisipasi dalam rahmat dan dalam cinta akan kehidupan Ilahi yang diidentikkan
dengan asal intra-Ilahi dari pribadi-pribadi itu.
1. Berangkat dari gagasan Patriarkal Fozio Constantinopoli (867) dan dari skisma
definitif antara Gereja Timur dan Gereja Barat yang diverifikasi pada tahun 1054 di
bawah otorits Mikhael Cerulario, konsep Filioque dipertimbangkan sebagai sebuah
alasan/motif dogmatis untuk berpisah, sekurang-kurangnya dari perspektif Gereja
Ortodox-Yunani.
58
1) Dalam Gereja Barat, terutama di Spanyol, penegasan tentang asal Roh Kudus
diaplikasikan kesatuannya dengan kata Filioque.
a. Keyakinan bahwa Roh Kudus secara original berasal dari Bapa dan melalui
Putera seperti berasal dari satu dasar, menunjukkan bahwa Bapa, Putera dan
Roh Kudus berhakekat sama sebagaimana ditegaslan dalam Teologi Trinitas
Barat.
b. Senada dengan itu, Sinode Toledo mengatakan bahwa Roh Kudus berasal dari
Bapa melalui Putera.
c. Pada Abad VII dan VIII kesatuan itu diterjemahkan dalam teks tradisional
mengenai Simbol Nicea-Konstantinopel.
d. Dalam forma baru ini dituliskan Simbol yang dipegang-teguh di Perancis,
Inggris dan beberapa bagian Eropa Barat di bawah penguasaan Carlos Mangnus
dan akhirnya masik ke dalam liturgi Romawi.
4) Para Bapa Gereja Timur lebih suka menyebutkan bahwa Roh Kudus berasal dari
Bapa melalui Putera.
2. Dalam analisis terakhir, perbedaan itu tidak berdasar dan tidak memiliki motivasi
dogmatis, tetapi disebabkan oleh kenyataan bahwa:
59
a. Teologi Trinitas Timur harus mengambil posisi yang tetap tatkala harus
berhadapan dengan modalisme
b. Di dalam tradisi Timur, diskusi tentang kesatuan “asal” Roh Kudus dari Bapa
dan Putera dilukiskan seperti asal Roh Kudus secara langsung dari hakikat
Bapa.
c. Apabila perbedaan di antara pribadi Ilahi merupakan konsekuensi asal dari
Bapa, maka bagaimanakah kesatuan di antara pribadi Ilahi, kodrat dan tidak
bisa ada sebab “asal” Roh Kudus”.
a. Teologi Barat harus mengambil posisi yang benar tatkala harus berhadapan
dengan arianisme (Sinode Toledo).
d. Dalam Tradisi para Bapa Gereja Barat ditekankan kesamaan di antara pribadi-
pribadi Ilahi,
e. Keunikan dari masing-masing pribadi Ilahi tidak didasarkan pada “asal” intar-
Ilahi, tetapi berkenaan dengan relasi yang hidup di antara pribadi-pribadi Ilahi.
f. Keunikan pribadi Ilahi didefinisikan melalui perbedaan yang dimiliki masing-
masing pribadi Ilahi.
3) Latin
60
b. Para Bapa Gereja Latin mengenal bagaimana legitimasi terminologi Yunani
tatkala berbicara tentang penganugerahan Roh Kudus melalui Putera.
o Namun digariskan bahwa Roh Kudus harus berasal dari Putera
sebab tidak ada kemungkinan untuk membedakan relasi antara
Putera, Roh Kudus dan Bapa.
o Karena itu, Putera dianugerahkan untuk datang dan Roh Kudus
untuk napas, yaitu berasal dari cinta Bapa kepada Putera dan dari
cinta Putera kepada Bapa.
Bab V
Doktrin Trinitas
1. Allah Trinitas dalam Magisterium Gereja
1. Pergumulan kritis dalam merumuskan inti ajaran tentang Allah Trinitas hingga
dibakukannya menjadi Doktrin Resmi Gereja membutuhkan waktu lebih kurang 150
tahun.
61
1) Rentang waktu ini dihitung sejak Abad II (sejak Tertullianus) hingga Konsili
Konstantinopel.
2) Namun, momen terpenting dalam merumuskan dan menetapkan Doktrin Gereja
tentang Allah Trinitas termaktub di dalam:
2. Penetapan Doktrinal tentang Allah Trinitas dalam Konsili dan Doktrin Resmi Gereja
sebagaimana disebutkan di atas dipadatkan hanya ke dalam “Tujuh Rumusan
Kebenaran Trinitas”. Adapun ketujuh rumusan itu:
a. Dia adalah Allah Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, asal mula
tanpa asal mula, sumber dan awal mula dari kehidupan trinitaris.
b. Dia adalah Allah Bapa yang Ber-Sabda-Ber-Firman
c. Sabda-Firman hanya keluar dari-Nya
d. Sabda-Firman yang adalah Sabda Allah Bapa tidak tinggal dalam Sabda-
Firman, tetapi mem-Pribadi (Menjelma menjadi Manusia). Dia adalah Sabda
Allah Bapa, Putera Tunggal-Nya yang menjelma menjadi manusia
(diperanakkan).
e. Dia adalah Penghembus aktif Roh Kudus.
62
b. Dia berasal dari Bapa dan Putera sebagai satu prinsip asal.
c. Dia sehakikat dengan Bapa dan Putera;
d. Dia disembah dan dimuliakan bersama Bapa dan Putera.
e. Dia “berasal”, bukan “diperanakkan” dari Bapa dan Putera (atau melalui
Putra).
f. Dia “dihembuskan” dari dari cinta kekal antara Bapa dan Putera.
g. Dia adalah Roh yang menggerakkan Kehendak
a. Dalam tata imanen, “ke-Bapa-an” tanpa asal adalah milik eksklusif Bapa;
b. “Diper-Anak-kan” adalah milik eksklusif Putera;
c. “Dihembuskan” oleh Bapa dan Putera adalah milik eksklusif Roh Kudus.
a. Sebagai kebenaran yang diwahyukan, inti iman akan Allah Trinitas tetap
menjadi sebuah misteri.
b. Akan tetapi, misteri iman ini selalu terbuka bagi manusia untuk merenungkan
dan memahaminya dengan iman dan ratio manusiawinya.
c. Potensi rohani (iman) dan rationalitas manusia diyakini mampu menjelaskan
inti misteri iman ini karena misteri iman ini merupakan sebuah misteri yang
mutlak dan disingkapkan dalam wujud “Pribadi Manusia”:
a) “Hadiah yang diberikan Bapa kepada manusia dalam Roh, kebebasan dan
cinta supaya manusia diilahikan oleh-Nya.
b) Misteri merupakan hakikat asali Trinitas sehingga misteri iman ini tetap
tinggal sebagai misteri hingga kekal bagi manusia.
63
2. Indikasi Persekutuan Allah Trinitas dalam Peristiwa Pewahyuan
1. Dogma tentang Persekutuan Allah Trinitas bukanlah hasil spekulasi filosofis atau
teologis para intelektual Gereja.
1. Doktrin Allah Trinitas merupakan permenungan sistematis kaum kristiani atas kodrat
Allah yang mewahyukan diri dalam diri Sang Putera Tunggal, Yesus Kristus yang
menjelma menjadi manusia dalam kekuatan Roh Kudus.
1. Yesus Kristus adalah Sabda Kekal Allah, Putera Allah yang menjelma
2. Kodrat-Nya sebagai Sabda Allah dinyatakan di dalam “tindakan dan keterlibatan-Nya”
di dalam sejarah dan realitas kehidupan manusia.
64
mengenai kehidupan yang sempurna terwujud dan terpenuhi dalam diri Yesus. Dia adalah
inti dan isi Kerajaan Allah itu sendiri.
Sebagai inti dan isi Kerajaan Allah, Yesus menunjukkan bagaimana cara Allah
bertindak di dalam diri-Nya untuk membangun dan menegakkan Kerajaan-Nya di dunia
ini. Kerajaan Allah dalam diri-Nya bukanlah “kerajaan” teritorium, melainkan cara Allah
bertindak sebagai Tuhan yang meraja atas semesta alam dan semua ciptaan.
Konsep Kerajaan Allah dalam diri Yesus menyingkapkan kekuasaan atau daya
Ilahi Allah yang membebaskan alam-kosmos dan seisinya (manusia) dari aneka bentuk
kekuatan menyangkal, memberontak dan menolak keberadaan-Nya. Kekuasaan atau daya
Ilahi Allah dinyatakan untuk menegakkan Kerajaan-Nya, yaitu inti hidup dalam
persekutuan cinta yang dilandaskan pada semangat persaudaraan, keadilan dan
kedamaian. Persekutuan cinta Allah ini tidak mengindikasikan adanya penguasa tunggal
dan kesewenangan dalam bertindak sebab inti persekutuan cinta Allah Tritunggal adalah
persekutuan di antara Tiga Pribadi Ilahi dan persekutuan di antara Tiga Pribadi Ilahi
dengan manusia.
65
2.2.3.2. Yesus, Putera Allah dan Pribadi Ilahi dalam Trinitas
“Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku” (Mat 11:27). Mengacu pada
makna hakiki yang terkandung di dalamnya, pernyataan “semua” mengandung arti:
Pertama, Putera menerima misi pengutusan dari Allah, Bapa-Nya menegakkan
Kerajaan-Nya di dunia;
Kedua, Yesus menerima, meresapi dan memiliki seluruh kodrat Allah, Bapa-Nya
sehingga di dalam seluruh kehidupan dan karya-Nya, kodrat Allah, Bapa-Nya yang
tersembunyi dinyatakan dan dimuliakan;
Ketiga, Yesus menunjukkan kepada dunia bahwa keberadaan-Nya sebagai Putera
hanya mungkin karena seluruh diri dan kehidupan-Nya satu adanya dengan Allah, Bapa-
Nya.
Ketiga fakta ini dengan tegas dan gamlang memperlihatkan bahwa Putera
sehakikat dengan Allah, Bapa-Nya dalam keilahian. Inilah bukti nyata dan akurat
mengenai kesatuan-persekutuan antara Bapa dan Putera. Namun, di dalam persektuan itu,
Bapa dan Putera tetap menjadi diri-Nya sendiri, tetapi sebagai Pribadi yang lain. Bapa
adalah Bapa dan Putera adalah Putera karena diresapi oleh seluruh kodrat Bapa-Nya.
Bapa dan Putera terbuka satu terhadap yang lain dalam persekutuan Ilahi.
66
Pemberi rahmat keselamatan da kehidupan kepada umat-Nya dan menyertai mereka
dengan kekuatan Roh-Nya itu hingga akhir zaman.
Roh Kudus mendasari semua pergerakan Yesus dalam mewahyukan Allah, Bapa
kepada manusia serta merealisasikan karya keselamatan Allah dalam diri-Nya bagi semua
bangsa manusia. Roh Kudus adalah daya Ilahi Allah yang menggerakan dan menuntun
manusia yang dibaptis kepada Allah dalam diri-Nya serta memberdayakan mereka untuk
membentuk dan hidup dalam persekutuan dengan Tubuh Mistik-Nya, yaitu Gereja (1Kor
12:13). Di dalam dan berkat kekuatan Roh Kudus, misterisitas kodrat diri Yesus sebagai
Putera Allah, Sang Penyelamat Tunggal dan Universal manusia tidak hanya menjadi
kenyataan klasik semata (peristiwa yang terjadi di masa lampau), tetapi justru menjadi
pengalaman keselamatan yang efektif dan aktual di sepanjang zaman.
Roh Kudus yang mendasari semua pergerakan hidup Yesus adalah Roh yang
berasal dari Bapa (Yoh 15:26). Roh Kudus dianugerahkan Bapa kepada-Nya atas
permintaan-Nya sendiri (Yoh 14; dan dalam kepenuhan dan kekuatan Roh Kudus Allah
sendiri, Dia menganugerahkan serta memberdayakan semua manusia untuk bersekutu
dalam kekuatan cinta Allah dan bergerak menuju Allah di dalam dan melalui diri-Nya
(Yoh 15:26; 16:7).
67
Kodrat Allah yang trinitarian dalam Perjanjian Baru ini sesungguhnya berakar
dalam Perjanjian Lama, kendati umat Perjanjian Lama belum sepenuhnya memahami
dimensi trinitarian sebagaimana dipahami dalam Perjanjian Baru. Persoalannya, di dalam
konsep Perjanjian Lama, Putera dan Roh Kudus belum diwahyukan secara definitif dalam
wujud Pribadi Manusia. Walaupun demikianm, konsep Allah dalam Perjanjian Lama
tetap menjadi landasan untuk memahami kodrat Allah Trinitas dalam Perjanjian Baru.
Keyakinan ini sejalan dengan pandangan teologis Epiphanius yang menggariskan bahwa
kesatuan itu diajarkan oleh Musa, dualitas diwartakan oleh para nabi dan Trinitas
dinyatakan dalam Warta Injil Perjanjian Baru. Keyakinan teologis Boff ini menunjukkan
bahwa sesungguhnya persekutuan Allah Trinitas sudah ada sejak awal mula.
68
Kedua, circumincessio (circum-incedere): “menembus ke dalam atau menerobos”.
Makna hakiki yang terkandung dalam kata ini menyingkapkan relasi aktif, saling
meresapi dan saling menganyam antara Pribadi yang satu dengan Pribadi yang lain atau
dalam Pribadi yang lain.
Di dalam Konsili Florence, (1438-1445) konsep tentang perikhoresis atau
circumincessio ditegaskan kembali untuk menjelaskan kesatuan kodrat, substansi atau
hakikat dari yang sama pada setiap Pribadi dari Allah Trinitas. Setiap Pribadi Ilahi
memiliki kodrat yang sama, saling berada dan menemukan diri, saling meresapi dan
diresapi oleh Pribadi yang lain. Persekutuan di antara Pribadi-pribadi Ilahi ini disebut
perikhoresis.
Sesungguhnya, makna hakiki yang terkandung dalam kata perikhoresis (Yunani)
serentak mengungkapkan dan meneguhkan arti dari sebuah “persekutuan” dan
“koinonia”. Di dalam persekutuan dan koinonia terkandung relasi timbal-balik di antara
Pribadi-pribadi Ilahi; masing-masing Pribadi Ilahi saling berada, saling menemukan diri
dan saling meresapi.
Dalam lingkup teologis, konsep perikhoresis memiliki dua kandungan makna
hakiki:
Pertama, melukiskan “relasi antara Allah dengan materi”. Allah hadir dalam
keseluruhan materi ciptaan. Allah berada dalam dunia dan meresapi dunia dengan
kehadiran, tindakan dan penyelenggaraan Ilahi-Nya. Walaupun demikian, antara Allah
dan materi tidak terjalin relasi timbal-balik sebab materi tidak memiliki potensi untuk
menanggapi Allah dan berada di dalam Allah. Perikhoresis ini dalam tataran ini dinilai
tidak sempurna.
Kedua, melukiskan relasi di antara dua kodrat dalam diri Yesus Kristus.
Perikhoresis ini dinilai sempurna untuk menyingkapkan kodrat diri Yesus Kristus yang
serentak Ilahi dan manusiawi. Kesatuan kodrat Ilahi dan manusiawi dalam diri Yesus ini
sedemikian unik dan mendalam, saling meresapi, tanpa peleburan dan percampuran sebab
kedua kodrat dalam diri Yesus saling menerima: kodrat Ilahi menerima kodrat manusiawi.
Baik kodrat Ilahi maupun kodrat manusiawi berada dalam hipostasis Ilahi sehingga
membentuk perikhoresis yang sejati (communicatio idiomatum).
69
dalam Persekutuan Cinta”. Masing-masing Pribadi Ilahi tidak memiliki kekuasaan
tunggal, sebab berada dalam persekutuan kekal: yang satu serentak berada dalam yang
lain, satu dari yang lain, satu sama lain, melalui dan untuk yang lain, saling meresapi satu
sama lain dalam cinta dan satu terkandung di dalam yang lain. Serentak menegaskan
kembali gagasan Yohanes dari Damaskus, disimpulkannya bahwa perikhoresis cinta
antara Bapa, Putera dan Roh Kudus itu tidak terbagi dalam keterbagian, seperti tiga
matahari yang berpadu dan saling mengikat sehingga Ketiga Pribadi Ilahi itu hanya
membentuk sebuah pancaran cahaya tunggal.
2.4.3.1. Hubungan yang Senantiasa Triadis antara Bapa, Putra dan Roh Kudus
Sesungguhnya muatan hakiki yang terkandung dalam kata perikhoresis juga
menegaskan bahwa setiap Pribadi Ilahi “tidak berawal (“tanpa permulaan”). Ketiga
Pribadi Ilahi menyatakan diri secara serentak serta menjadi “Sumber” atau “Asal” bagi
Pribadi yang lain. Kandungan makna kata perikhoresis ini justru menghindari bahaya
untuk merumuskan dan memahami Allah Trinitaris dalam wujud hierarki,
subordinasianis, teogonisme dan modalisme.
Perikhoresis cinta Allah Trinitas ini bersifat abadi. Ketiga Pribadi Ilahi berada
sebelum segala abad. “Adanya” Pribadi yang satu tidak mendahului Pribadi yang lain.
Pribadi yang satu menjadi syarat bagi pewahyuan Pribadi yang lain dalam sebuah
dinamika yang tidak berakhir ibarat cermin memantulkan tanpa akhir tatkala
memancarkan gambaran Ketiga Pribadi Ilahi tersebut. Konsep ini justru memiliki daya
untuk menangkal bahaya triteisme.
Di dalam perikhoresis cinta Allah Trinitas, Ketiga Pribadi Ilahi berada secara
serentak dan kekal. Bapa, Putera dan Roh Kudus serentak berada bersama dan asali.
Keyakinan iman akan kodrat perikhoresis cinta Allah Trinitas ini ditegaskan dalam
Konsili Toledo XI (675): “Kami percaya kepada Putera, yang dilahirkan sejak keabadian
tanpa asal mula dari hakikat Bapa…”. Keyakinan iman ini juga diperuntukkan bagi Roh
Kudus. Dalam rumusan yang khas dan tegas, Konsili Lateran IV (1215) mengungkapkan
bahwa Allah Trinitas itu “tanpa awal, selalu dan tanpa akhir, sehakikat, sama sempurna,
sama mahakuasa, sama kekal”. Mengacu pada penegasan kedua konsili ini, maka
disimpulkan bahwa “segala sesuatu yang berada di dalam Allah selalu dan selamanya
bersifat triadis, segala sesuatu adalah Bapa (Patreque), Putera (Filioque), Roh Kudus
(Spirituque)”.
Dalam Perikhoresis cinta Allah Trinitas, setiap Pribadi Ilahi menerima segala
sesuatu dari yang lain dan saling memberi satu kepada yang lain. Oleh karena Ketiga
Pribadi Ilahi adalah Tiga tetapi Satu, maka tiada relasi yang berkutub ganda dan saling
berlawanan. Relasi yang terjalin di antara Ketiga Pribadi Ilahi adalah relasi triadis dalam
persekutuan dan komunikasi. Karena Ketiga Pribadi Ilahi itu bereksistensi dalam
Ketigaan hingga kekal, maka Ketiganya saling mengikat dan menyatu dalam persekutuan
tertinggi hingga keabadaian, yaitu selalu berada dalam kesatuan Allah yang satu dan
sama. Di dalam dinamika di antara Ketiga Pribadi Ilahi terciptalah (tertuang keluar dari
Ketiga Pribadi) benda dan makhluk duniawi (kosmos dan manusia). Makhluk-makhluk
inilah yang menjadi wadah-lautan komunikatif dari cinta dan kehidupan trinitaris yang
tidak bertepi.
70
2.4.1.3. Pengintegrasian Trinitaris: Semua dalam Semua
Di dalam doa imami-Nya, Yesus mengungkapkan dambaan batin-Nya: “Semoga
mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan aku di
dalam Engkau, agar mereka juga di dalam kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah
yang telah mengutus Aku” (Yoh 17:21). Berinspirasikan pada isi doa ini, Yohanes
mengaskan bahwa perikhoresis Trinitaris itu bersifat integratif dan inklusif. Artinya,
perikhoresis Trinitaris itu diperuntukkan bagi kemuliaan segenap ciptaan dalam
perikhoresis cinta dengan Allah Trinitas sendiri sebagaimana nyata dalam penyembuhan
yang sakit, pembebasan yang tertawan dan pengampunan yang dari segala sesuatu yang
menyebabkan perikhoresis Ilahi itu sakit.
Dengan bahasa yang khas, Paulus menegaskan keyakinan imannya bahwa
integritas Trinitas akan terwujud dalam sejarah tatkala keretakan dalam perikhoresis Ilahi
itu diatasi (Gal 3:28; Rm 10:12) dan ekonomi yang dijiwai semangat memberi dan
membagi ditumbuhkembangkan dengan cara memberikan perhatian kepada orang-orang
yang tertimpa kemalangan (Kis 4:31-35) dan ketika terbentuk persekutuan jemaat yang
“sehati dan sejiwa” (Kis 4:32). Integritas Trinitas akhirnya terwujud secara definitif-
otentik dalam kuasa Yesus yang bangkit hingga “Allah menjadi semua dalam semua”
(1Kor 15:28) di dalam diri dan kehidupan-Nya. Boff menilai bahwa pernyataan Paulus ini
mengindikasikan masa depan dari perikhoresis cinta Allah Trinitas. Ketiga Pribadi Ilahi
dalam Trinitas hanya bisa membentuk perikhoresis yang total, unik dan esa bisa apabila
seluruh ciptaan-Nya diangkat dan diintegrasikan ke dalam persekutuan dengan Tiga
Pribadi Ilahi itu sendiri.
71
pujian umat beriman kepada Allah Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam persatuan
Roh Kudus atas segala anugerah dan rahmat-Nya berlimpah kepada mereka.
72
misteri sakramental yang memotivasi mereka untuk semakin beriman serta memuji
keagungan dan kemuliaan-Nya.
Pengalaman iman akan misteri Allah Trinitas ini akhirnya dirangkum dan
dinyatakan dalam doa “kemuliaan kepada Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Di dalam dan
melalui doa ini tersingkap inti iman kristiani akan kehadiran nyata Allah Tritunggal:
Pertama, melalui doa ini, kaum kristiani memberikan tanggapan iman atas cinta
Allah yang dinyatakan dalam diri Putera-Nya berkat dan dalam kekuatan Roh Kudus.
Kedua, melalui doa ini juga, kaum kristiani memanjatkan syukur atas inisiatif dan
pergerakan cinta Allah Tritunggal Mahakudus yang mewahyukan dan mengomunikasikan
diri dan cinta-Nya kepada manusia: Allah mengomunikasikan cinta dan kerahiman-Nya
dengan mengutus Putera-Nya untuk membebaskan dan menyelamatkan manusia manusia
dan mencurahkan Roh cinta-Nya ke dalam hati manusia (Rm 5).
Ketiga, melalui doa ini, kaum kristiani juga bersyukur kepada Putera Tunggal Bapa
yang menyingkapkan wajah Allah yang penuh cinta dan belas kasih serta bersyukur
kepada Roh Kudus yang mendorong mereka dan semua manusia untuk mengakui Putera
dan memungkinkan mereka menyapa Allah sebagai Abba, Bapa tercinta (Rm 8:15; Gal
4:6).
73
ambil bagian atau terlibat di dalamnya. Pelibatan kaum kristiani dan siapa pun yang
beriman kepada Allah Trinitas bukanlah janji hampa untuk masa depan, sebab wujud
kwtweliatan itu sudah terealisasir dalam kehidupan saat ini dan kini, terutama tatkala
pribadi-pribadi bersekutu dalam kekuatan iman dan cinta kepada-Nya. Kehadiran Allah
Trinitas akan senantiasa dinyatakan apabila relasi persekutuan di antara Allah dengan
manusia dan manusia dengan manusia dibangun di bumi fana ini dalam kekuatan cinta-
Nya.
74
dan kelembutan-Nya tidak dinyatakan. Keyakinan ini justru menjadi persoalan
fundamental bagi feminisme.
Dalam lingkup gerejawi, keyakinan iman akan Allah yang Tunggal dan Esa, tetapi
mengabaikan ke-Tritunggal-an-Nya menyebabkan kesatuan dan keutuhan Gereja tidak
fleksibel: “Sebagaimana hanya ada satu Kepala yang Tunggal di Surga, yaitu Tuhan
Allah, demikian juga di bumi hanya dan harus ada satu kepala tunggal”. Paham ini
dicetuskan oleh Ignasius dari Antiokhia: “Jika hanya satu Allah yang Tunggal, demikian
juga hanya ada satu uskup yang tunggal dan satu jemaat lokal yang tunggal”. Paham ini
berdampak buruk bagi kaum religius karena kesatuan yang ditegaskan dalam paham ini
justru ditempatkan dalam kerangka monarkis-monoteistis.
Pemahaman tentang kesatuan Allah yang berbauh monarkis-monoteistis ini sama
sekali tidak membangun persekutuan jemaat beriman sebagai saudara-saudari yang hidup
bersama, saling berbagi dan memberikan diri dalam kelembutan kasih dan juga tidak
menghidupi hakekat Gereja yang satu dan melayani. Distorsi sosial-politik dan
keagamaan akibat paham ini hanya bisa dikoreksi dan diluruskan secara radikal apabila
manusia berpaling kepada Allah kristiani yang diimani sebagai Allah Tritunggal Kudus.
Bab V
Trinitas
dalam
Perspektif Teologi Masa Kini
1. Trinitarianisme Monopersona
Menurut Karl Bart, Allah Tritunggal bukanlah Allah yang terdiri dari Tiga Pribadi
(Tiga Kepribadian, Tiga Subyek). Allah Tritunggal itu “hanya terdiri dari Satu Aku,
75
Satu Sabda, Satu Kehendak, Satu Wajah dan Satu Karya. Allah Tritunggal adalah
Satu Tuhan.
Cara berada Allah yang berangkap tiga bertautan erat dengan pewahyuan diri-Nya
yang Trinitaris:
Allah sendiri adalah Pewahyu, Diwahyukan dan Keterwahyuan (Allah Bapa adalah
Sumber Pewahyuan-Nya yang Personal; hasil subyektif dan obyektif dari
pewahyuan;
Allah menghadirkan diri-Nya kepada makhluk insani sebagai Yesus Kristus;
Allah memberdayakan kaum beriman untuk menerima kehadiran-Nya dalam hati
mereka sebagai Roh Kudus.
1.2. Karl Rahner: Kesatuan antara Trinitas Ekonomia dan Trinitas Immanenza
Pemberian diri Allah terungkap dalam dua cara dasariah berdasarkan eksistensi
personal rohani, yaitu Cinta dan Kebenaran. Dua cara hakiki pemberian diri ini terjadi
dalam diri Allah sendiri dan keluar dari diri-Nya dalam karya pengutusan.
Allah serentak Satu dan Sama: Bapa adalah Allah tanpa asal dalam diri-Nya; Allah
menyingkapkan diri-Nya sendiri dalam wujud Sabda dan diterima dalam diri-Nya sendiri
dalam wujud Roh. Allah yang Satu dan Sama memberikan diri-Nya keluar secara bebas,
dalam penciptaan, rahmat dan penyempurnaan.
76
hidup dalam hubungan internal; memberikan diri-Nya sendiri kepada ciptaan-Nya tanpa
terlebur dalam ciptaan-Nya dan tanpa meniadakan keberdikarian ciptaan-Nya. Inti misteri
tersebut adalah Misteri Cinta.
2. Jalan Tengah
77
pernah menjadi Cinta dengan adanya dan dalam proses perkembangan dunia sebagai
“engkau” dan “partner”.
Dengan konsep ini, tampak bahwa Hans Uhr von Balthasar melukiskan Ketiga
Pribadi Ilahi sebagai Subyek yang Berdikari. Agar pendiriannya tidak kontradiktif, maka
kata pribadi dipergunakan untuk menegaskan bahwa Allah itu hanya Satu Pribadi dan
harus dibedakan secara tegas dengan kata pribadi dalam Tiga Pribadi.
Menurut Barth, setiap makhluk insani serentak individu dan kolektif, subyek
mental dan benda mati; makhluk hidup nabati dan hewani. Akan tetapi, seorang makhluk
insani bisa menjadi seorang pribadi (person) sehingga martabatnya melebihi
individualitas dan subyektivitas mental serta tidak jatuh, baik ke dalam individualisme
atau kolektIvisme maupun ke dalam animalisme, voluntarisme dan rasionalisme. Martabat
ini dijelaskannya dengan dua cara:
Kedua, dalam teologi Trinitas, pribadi didefenisikan sebagai diri yang secara
sempurna menyangkal dirinya, memiliki kasih yang murni dan memberikan dirinya
kepada yang lain.
3. Trinitas Sosial
Refleksi iman mengenai Trinitas Sosial menegaskan bahwa: pertama, Bapa, Putra
dan Roh Kudus merupakan persekutuan tiga Pribadi, tiga Subyek dalam arti penuh, yaitu
tiga Pusat Cinta Kasih, Kehendak, Pengetahuan dan Tindakan Berencana. Kedua, masing-
masing pribadi Ilahi berhubungan satu dengan yang lain, walaupun hubungan itu melebihi
hubungan antara anggota suatu badan sosial yang terdiri dari tiga makhluk insani.
Para teolog zaman ini lebih cenderung merenungkan kodrat Allah Tritunggal
dalam model sosial ini. Jurgen Moltmann menyatakan bahwa Allah Tritunggal
merupakan Allah yang terdiri dari Tiga Subyek dalam relasi persekutuan antara satu
dengan yang lain. Moltmann menggunakan kata Subyek untuk menggantikan kata person.
Baginya, keesaan Allah bukanlah terletak pada identitas Subyek yang Tunggal,
melainkan sebagai Persekutuan Tiga Pribadi, suatu komunitas yang penuh. Untuk Trinitas
yang bertindak dalam sejarah keselamatan, dia berbicara mengenai Tiga Subyek yang
secara intim dan intensif bersekuru dan berhubungan. Akan tetapi, kesatuan Trinitas
Imanen ini lebih erat.
78
Moltmann menggariskan bahwa antara Pribadi Ekonomis dan Pribadi Imanen ada
ketegangan. Proses imanen dalam Trinitas bersifat adikodrati, kekal dan niscaya,
sedangkan perutusan ekonomis bersifat sukarela, temporal dan bebas. Namun, karena bagi
Allah antara keniscayaan dan kebebasan bertindih tepat, maka antara imanen dan
ekonomia menjadi spontanitas, terutama spontanitas cinta kasih. Allah mengasihi “dengan
sendirinya”.
Relasi timbal balik antara Bapa, Putra dan Roh Kudus, bukanlah cara berada yang
berlainan dari Satu Subyek Ilahi yang Tunggal semata, melainkan juga dimengerti sebagai
proses kehidupan dari tiga pusat kegiatan yang independen. Bapa, Putra dan Roh Kudus
adalah tiga penampakan dari satu medan dan kekuatan yang diidentifikasi sebagai cinta
kasih. Daya cintalah yang mendorong pribadi-pribadi ilahi untuk keluar dari diri sendiri
sehingga pribadi-pribadi ilahi menghayati hidupnya bukan dari diri mereka sendiri
menuju yang lain, melainkan dari diri yang menuju diri mereka sendiri. Tiap Pribadi
menerima diri-Nya sendiri dari yang lain.
Seperti pribadi insani, Pribadi Ilahi pun mempunyai diri-Nya dalam Pribadi yang
lain. Ini berarti bahwa dalam memperoleh diri itu, kodratnya yang temporal dan
fragmentaris dapat dilampaui. Namun apabila konsep diri dialihkan dari taraf insani ke
taraf ilahi harus ada perbedaan antara Aku dengan diri dalam Allah atau antara subyek
dengan hakikat. Setiap Pribadi , sebagai Aku, menerima diri-Nya berkat yang lain. Proses
memberi dan menerima ini terjadi dalam hakikat Allah yang kekal, namun diteruskan
dalam waktu, yaitu dalam sejarah Allah dan manusia. Setiap Pribadi mempertaruhkan diri
sampai pada eskaton.. Allah memperoleh sifat-sifat-Nya melalui tindakan-tindakan yang
dipilih-Nya untuk dilakukan; hakekat-Nya diperoleh secara historis. Trinitas yang terlibat
dalam proses ini akan diselesaikan secara eskatologis.
79