Anda di halaman 1dari 15

Tesis No.

11-Teologi

Terangkanlah berdasarkan pandangan bapa-bapa Gereja tentang “jejak-jejak” misteri Allah


Tritunggal dalam PL. Jelaskan juga sintesisnya sebagaimana diwahyukan dalam PB. Bagaiman
penjelasan yang diusulkan dan dinyatakan oleh Konsili Nicea (325) dan Konsili Konstantinopel
(381)
1. Pengantar
2. “Jejak-jejak” Allah Tripesonal: Dasar Biblis dalam PL: PL (PB): kesadaran (ide
perjanjian) dan keinsyafan (ide penciptaan) – sebutan YHWH – Bapa – Pengantin Laki-laki –
kebijaksanaan – Sabda, Roh, Kebijaksanaan sebagai pelaku sinonim – identik satu sama lain
– Personifikasi tindakan Allah – YHWH: “Ada untuk” – “Ada Tertinggi”: memperkenalkan
diri – Cinta.
3. Sintesis Tritunggal sebagaimana Diwahyukan dalam PB: tidak ditemukan dalam PB –
sejarah Yesus sbg puncak: “Putera-Nya, Mediatore” – kesatuan dan ketunggalan –
kebangkitan Yesus: Allah mewahyukan diri sebaga Bapa, Putera dan RK – Kesatuan – cinta –
relasi timbal balik.
4. Paham para Bapa Gereja Awal tentang Allah Tritunggal:
a. Yustinus Martir: Bapa adl Prior, Putera lahir sblm alam semesta – beberapa gelar Yesus
– kelahiran Putera bukan ‘amputasi’ – RK: Anak Allah yg kedua (lampu merah!?).
b. Ireneus: keesaan Allah – Sabda dan Kebijaksanaan sejak kekal bersama dengan Allah –
hypostaseis – Putera: selalu ada bersama Bapa – Bapa berperan, RK berkarya, Putera
memenuhi: Pencipta, Penebus dan Penolong.
c. Tertullianus: Allah mempunyai bersama-Nya Sabda dan Roh – ketiga Pribadi berbeda:
bukan dlm kondisi, bukan dlm hakikat, bukan dlm kuasa – “Persona” – Rumusan: Satu
substansi tiga persona.
d. Origenes: eksegese dan spiritualitas – kelahiran abadi Putera – Allah itu satu –
hypostaseis: keabadian dan keberdikarian individual (kesatuan hakikat) – RK: berasal dari
Bapa, ‘tidak dilahirkan’: ada bersama Bapa dan Putera – Trinitas Imanen
5. Penjelasan Trinitas yang dinyatakan oleh Konsili Nicea (325) dan Konsili Konstantinopel
(381)
5.1 Konsili Nicea : Ketuhanan Yesus: arianisme – homo-ousios – Putera: Co-eteral dgn
Bapa – consustanziale
5.2 Konsili Konstantinopel: Ketuhanan RK: Yesus berasal dari Bapa: berinkarnasi dari RK
– ousia: hakikat, kodrat, substansi (hypostasis) – RK: preeksisten
6. Penegasan teologis tentang Teologi Trinitas: misteri absolut Allah – Allah yg Tunggal dan
Tiga Pribadi (hypostasis, substansi) – saling menemukan diri dalam “ada” mereka masing-
masing – relasi timbal balik – pribadi Ilahi tidak bisa dibagi-bagi – tidak terpisahkan satu
sama lain.

1
Tesis No. 11-Teologi

Uraian Jawaban:

1. Pengantar

Kita harus sadar bahwa ajaran mengenai Allah Tritunggal pertama-tama tidak berbicara
mengenai hidup Allah dalam diri-Nya sendiri, tetapi berbicara mengenai misteri Allah yang
mengkomunikasikan diri, yang memberikan diri dalam sejarah manusia. Dalam sejarah
keselamatan, Allah yang satu dan benar, Bapa-Putra dan Roh Kudus mewahyukan diri,
memperdamaikan diri-Nya dengan manusia yang berbalik dari dosa, dan mempersatukan
mereka dalam diri-Nya. Keselamatan itu dikerjakan oleh Bapa dalam Sabda-Nya yang kekal
dan dalam kekuatan Roh Kudus-Nya.

Kerangka untuk mengerti persoalan ini dibuat dengan cara dan batasan demikian:
pertama, “jejak-jejak” Allah Tripersonal dalam PL; kedua, sintesis dalam Perjanjian Baru;
ketiga, bagaimana para Bapa Gereja awal (Bapa Gereja sebelum Nicea) memahami unsur-
unsur awal Trinitas dengan titik tolak PL; dan keempat, bagaimana dirumuskan oleh Konsili
Nicea (325) dan Konstantinopel (381), serta yang kelima adalah penegasan dogmatis tentang
Trinitas.

2. “Jejak-jejak” Allah Tripersonal: Dasar Biblis dalam PL

Dalam Kitab Suci PL (maupun dalam PB), kepercayaan akan Allah, Bapa yang
Mahakuasa, mengandung dua unsur: kesadaran akan keakraban Allah (ide perjanjian) dan
keinsyafan akan transendensi Allah (ide penciptaan). Dalam iman bangsa Israel kedua unsur
ini berkaitan erat secara unik. Berdasarkan pengalaman akan karya keselamatan Allah, bangsa
Israel mengalami Allah sebagai yang esa dan pencipta segala sesuatu. Pertemuan dan pergaulan
dengan Allah (Allah Perjanjian) dan sejarah keselamatan menimbulkan kesadaran akan karya
penciptaan.

Allah PL dikenal dengan nama personal yakni YHWH (Kel 3:14; 6:6-16). Allah juga
dinyatakan sebagai “Bapa” atas Israel, anak-Nya yang sulung (Kel 4:22-33). Dalam tulisan
yang lain, Allah dikenal sebagai Pencipta dunia (Ul 32:6), Bapa Raja Israel (2 Sam 7:14), dan
Bapa kaum miskin (Mz 68:4-6).

Dalam literatur para nabi, Allah dikenal sebagai Bapa dan Pengantin laki-laki (Yer 3:5),
Bapa kepada anak-anak-Nya (Yer 3:19). Yesaya mengawali seruannya kepada Allah sebagai
“Allah kami” dan diakhiri dengan “Bapa kami” (Yes 1:10), Bapa yang menghidupkan harapan
akan keselamatan (Yes 63:16), dan Bapa Pencipta (Yes 64:6-8).
2
Tesis No. 11-Teologi

Tentang Roh, Bangsa Israel merefleksikannya sebagai Kebijaksanaan karya


penciptaan, Providentia dan Penyelamatan (Ayb 28:12-14, 20-21). Sirakh menampilkan
Kebijaksanaan itu bersama Allah sejak semula dan menikmati eksistensi yang abadi (Sir 24:3-
11). Sabda, Roh dan Kebijaksanaan merupakan pelaku sinonim (Keb 9:1-2). Sabda itu sejajar
dengan Kebijaksanaan yang menjadi jalan untuk menyingkapkan aktivitas Allah yang kreatif,
mewahyukan dan menyelamatkan. Roh dan Kebijaksanaan juga identik satu sama lain (Ul
32:8-9). Jadi, kalau Allah mengutus Kebijaksanaan artinya sama dengan mengutus Roh.

Sabda, Roh dan Kebijaksanaan adalah personifikasi tindakan Allah yang masing-
masing punya kualitas. Inilah “jejak-jejak” Trinitas dalam Perjanjian Lama.

Dapat dikatakan bahwa, apabila diteropong dalam terang PL, terutama sejarah
pewahyuan diri Allah kepada kepada kaum Israel umat Pilihan-Nya sebagai “Yahwe”, kodrat
Yahwe tidak bisa ditafsirkan dan ditempatkan dalam lingkup pemahaman-keyakinan
monoteisme tentang Allah. Yahwe tidak mewahyukan diri-Nya sebagai “Ada Tertinggi”
sebagaimana pemahaman kaum deisme, teisme spekulatif atau agama natural tentang
kodrat Allah. Yahwe mewahyukan diri-Nya sebagai “Ada-untuk”, yaitu “Ada” dalam
hubungan dengan “Umat-Nya” sebagai sebuah ekspresi tentang hakikat-Nya.

Di dalam PL dan PB, Allah tidak memperkenalkan diri-Nya sebagai “Ada Tertinggi”
(berada dalam relasi dengan dirinya sendiri) sebagaimana konsep “allah” dalam teologi
natural, deisme dan wawasan spekulatif tentang Allah. Sebaliknya, dengan kebebasan-Nya
yang absolut, Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai Bapa yang membangun persekutuan
dengan umat-Nya. Dengan cara demikian, misterisitas diri-Nya dikenal dan kedalaman cinta-
Nya yang berdaya pembebasan dialami.

3. Sintesis Trinitas sebagaimana diwahyukan dalam PB

Formulasi dogmatis tentang misteri Trinitas tidak ditemukan dalam Kitab Suci
Perjanjian Baru: Perjanjian Baru tidak pernah mengungkapkan bahwa Allah
menyingkapkan hakikat-Nya yang Tunggal dalam jalinan relasi antara Bapa, Putera dan
Roh Kudus. Kitab Suci (Sabda Allah) hanya memberikan kesaksian tentang kenyataan/fakta
seputar Wahyu Allah: “Allah mewahyukan diri-Nya dengan nama Bapa, Putera dan Roh
Kudus”.

Pemanifestasian hakikat Allah melalui media relasional ini berpuncak pada sejarah
kehidupan Yesus Kristus. Allah mewahyukan Yesus sebagai “Putera-Nya” (Rom 8:32). Yesus

3
Tesis No. 11-Teologi

dari Nazareth adalah Pengantara (Mediatore) Kerajaan Allah. Di dalam diri, kehidupan dan
karya Yesus yang berpuncak pada salib dan kebangkitan-Nya tersingkap nyata bahwa Allah
Eskatologis sungguh-sungguh memanifestasikan diri-Nya dalam sejarah, figur manusiawi dan
Sabda Ilahi-Nya. Adalah benar bahwa dari kenyataan, kita bisa mengenal perbedaan antara
kemanusiaan dan keilahian Yesus Kristus. Namun, di dalam kemanusiaan-Nya tersingkap
nyata relasi filial (anak) dan hubungan intim-Nya dengan Allah, yaitu Bapa Yesus Kristus
dengan Sabda Ilahi-Nya.

Wahyu mengenai Kesatuan dan Ketunggalan Bapa, Putera dan Roh Kudus berakar pada
peristiwa pewahyuan dan diteguhkan oleh seluruh jejak peristiwa dalam kehidupan Yesus,
terutama perkandungan-Nya dari kuasa Roh Kudus dan kelahiran-Nya dari rahim Perawan
Maria (Luk 1:35); baptisan di Sungai Yordan dan penampilan-Nya di hadapan umum untuk
mewartakan Kehadiran Kerajaan Allah (Mrk 1:9) dan akhirnya berpuncak pada kematian-Nya
di salib: “Dia adalah cahaya kemuliaan Allah dan wujud Allah yang sempurna” (Ibr 1:2s),
“yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai
persembahan yang tak bercacat” (Ibr 9:14).

Pewahyuan diri Allah dalam sejarah keselamatan (Trinita Ekonomia) berpuncak pada
peristiwa kebangkitan Yesus yang Tersalib dari kematian dalam dan berkat kekuatan Roh
Kudus. Di dalam dan melalui peristiwa tersebut, Allah mewahyukan diri-Nya sebagai Bapa,
Putera dan Roh Kudus (Rom 1:2s; 8:1). Dari titik ini, kini dan kelak ditegaskan bahwa
eksistensi permanen kaum Kristiani terletak dalam kesatuan dengan “Putera Ilahi”. Hanya
dalam persatuan dengan Sang Putera Ilahi dan berkat Roh Kudus yang dikaruniakan ke dalam
hati (Rom. 5:5) kaum Kristiani ambil bagian dalam esensi dan figur Sang Putera dan “menjadi
serupa dengan gambaran Anak-Nya” (Rom 8:29). Setiap orang yang telah menerima anugerah
Roh Kudus menjadi anak Allah dan berkat kekuatan Roh itu, mereka semua berseru: “Ya Abba,
ya Bapa!” (Rom 8:15).

Yesus Kristus, Sang Putera Allah dan Mediator Kerajaan Allah yang diangkat ke dalam
kemuliaan Bapa (berada di sisi kanan Bapa) akan menganugerahkan ke dalam Gereja-Nya
kekuatan Roh Kudus, yaitu Roh yang berasal dari Bapa dan dalam kesatuan dengan-Nya,
yaitu Sang Putera (Luk 24,49; Kis 2,32.39; 5,32; 7,55; Yoh 20,22). Gereja adalah Gereja Allah
Trinitas (Kis 20:28). Kebangkitan-Nya dari antara orang mati serta kepenuhan Gereja di dunia
dan di zaman Parousia dalam diri-Nya menyingkapkan karya agung Allah, yaitu Allah yang
mewahyukan diri-Nya sebagai Bapa, Putera dan Roh Kudus (Rom 8:9-11). Karakter dan
4
Tesis No. 11-Teologi

hakikat Allah yang Tunggal dan Trinitas berakar dalam forma partisipatif kehidupan Allah,
yiatu Cinta. Allah mewahyukan diri-Nya sebagai Cinta. Karena kekuatan Cinta-Nya, Allah
mengutus Putera-Nya yang Tunggal ke dunia demi keselamatan manusia (1 Yoh 4:13).

Perjanjian Baru menjelaskan relasi timbal-balik antara Bapa, Putera dan Roh Kudus
demikian: “Di dalam Putera dan Roh Kudus dinyatakan kehadiran karya penyelamatan
eskatologis Allah. Putera dan Roh Kudus berasal dari Bapa dan secara sempurna merupakan
bagian inti diri Allah dan bersama Bapa, Putera dan Roh Kudus terbentuk ketunggalan hakikat
Allah sebagai Cinta. Dalam inkarnasi Sabda Kekal Allah serta misi eskatologis dan universal
Roh Kudus disingkapkan karya spesifik Sang Putera dan Roh Kudus. Putera dan Roh Kudus
ada bersama Bapa sebagai dasar dan asal Ketunggalan Allah. Pewahyuan diri Allah sebagai
Bapa dalam Putera dan dalam Roh Kudus menyingkapkan Kesatuan dan Ketunggalan Allah
yang yang tidak diaktualisasikan sebagai kedekatan, tetapi dalam perbedaan dan persona yang
berelasi timbal-balik”.

Sebagai benang merah, terdapat tiga butir penting:

1. Allah itu esa, sehingga umat tidak percaya akan dua atau tiga allah.

2. Allah yang esa itu telah mewahyukan diri dengan cara triganda sebagai Bapa, Putera
dan Roh Kudus.

3. Sang Bapa dan Putera tidak dapat disamakan satu sama lain sehingga perbedaan mereka
menjadi hilang. Putera bukanlah ‘topeng’ dari sang Bapa yang tersembunyi.

4. Paham para Bapa Gereja Awal tentang Allah Trinitas

Paham PL sangat dipengaruhi oleh alam pikiran Ibrani. Alam pikiran Ibrani tersebut
kemudian berpindah ke alam lingkungan Yunani (PB). Perpindahan konsep ini mengharuskan
Gereja berhadapan dengan masalah inkulturasi: perlu mengungkapkan iman kepercayaan
dalam suatu ‘bahasa’ yang dapat dimengerti oleh orang yang berbudaya Hellenis. Bagi orang
Ibrani, Allah mewahyukan diri dalam sejarah, sedangkan bagi pola pikir Yunani, paham Allah
didasarkan pada tatanan ontologis, yaitu hal ‘mengada’. Cara bicara alkitabiah yang konkret
diganti dengan konsep-konsep metafisis yang berpusat pada masalah ‘mengada’. Jika konsep
ini diterapkan kepada Allah, hal ini berarti bahwa perbedaan antara Allah Bapa, Putera dan
Roh Kudus kiranya dapat diartikan sebagai perbedaan dalam hal ber-hypostasis, artinya berdiri
sendiri secara metafisis.

5
Tesis No. 11-Teologi

Baru menjelang akhir abad II dan sepanjang abad III menjadi lebih jelas bagaimana
sebenarnya paham Kristiani tentang Allah. Pemikir yang paling berjasa dalam hal ini adalah
Yustinus Martir, Ireneus, Tertullianus dan Origenes.

a. Yustinus Martir

Dalam merefleksikan Trinitas, Yustinus menggunakan Kitab Suci PL dan


tulisan-tulisan orang Kristen yang disebut memoria apostolica. Dia terlebih
merefleksikan Bapa dan Putera dan sedikit saja tentang Roh Kudus. Dalam argumennya
seputar Putera (Kristus), Yustinus mangatakan bahwa mengakui Kristus sebagai yang
ilahi tidak bertentangan dengan monoteisme. Dia menekankan sifat Bapa yang tidak
dilahirkan dan tidak mempunyai asal-usul. Bapa adalah prior atas segalanya, dan
Putera abadi-Nya dilahirkan sebelum alam semesta dijadikan dan Dia adalah pelaku
karya penciptaan. Dia juga mengatakan bahwa Bapa sebagai asal segala sesuatu tidak
memiliki nama yang diberikan kepada-Nya, karena Dia tidak dilahirkan. Ciptaanlah
yang memberikan nama kepada-Nya sebagai “Allah, Tuhan, Tuan”. Dan sebutan itu
bukanlah nama-Nya, hanya sebagai sebutan yang berasal dari kebaikan dan pekerjaan-
Nya.

Yustinus juga mengidentifikasikan Yesus dengan Kebijaksanaan ilahi (Amsal


8:22). Ada beberapa gelar lain Yesus, yakni Putera, Tuhan, Sabda, Kebijaksanaan dan
Allah. Pengenalan Yustinus akan keilahian Putera/Kebijaksanaan mengantar pada
refleksi tentang hubungan Bapa dengan Anak. Kelahiran Putera tidak berarti sebagai
suatu ‘amputasi’ atau ‘seakan-akan esensi (ousia) Bapa yang dibagi. Putera yang
lahir dari Bapa turut ambil bagian dalam esensi (ousia) dan pikiran Bapa, dan
Putera itu ilahi.

Bagi Yustinus, Anak Allah adalah ‘yang kedua’ dan Roh Kudus berada pada
‘tempat yang ketiga’. Gradasi ini (urutan kedua dan ketiga) menimbulkan lampu merah
mengenai kesamaan di antara ketiga pribadi ilahi. Pencipta (Bapa) dipuji dalam liturgi
yang diajarkan oleh Putera (mis. Perjamuan terakhir). Roh Kudus sebagai roh kenabian
merujuk pada kitab yang diinspirasikan.

Pengakuannya akan Trinitas semakin teguh ketika dia mengemukakan


pernyataan mengenai pengakuan iman “Allah yang benar (pembuat segala sesuatu),
Putera dan Roh Kudus (profetis).

6
Tesis No. 11-Teologi

b. Ireneus

Berbicara tentang Allah, Ireneus menekankan keesaan Allah begitu kuat


sehingga terkesan modalistik (Putera dan Roh seakan-akan hanya penampakan saja dari
Allah yang Esa itu). Ireneus berusaha mencegah ungkapan pluralistik terhadap Allah,
tetapi di lain pihak dia ingin mempertahankan perbedaan antara Bapa, Putera dan roh
Kudus. Ia mengajarkan bahwa sejak kekal Allah mempunyai Sabda dan Kebijaksanaan
yang bersama-sama dengan-Nya. Maka Sabda dan Kebijaksanaan itu boleh dikatakan
sebagai hypostaseis, yang lahir dari pada-Nya sebelum dunia diciptakan. Putera lahir
dari Bapa sebelum adanya waktu. Dia juga menolak segala macam spekulasi lebih
lanjut tentang misteri kelahiran Sang Putera.

Ireneus menjelaskan bahwa Putera ‘tidak menjadi, Dia selalu ada bersama
dengan Bapa’. Dengan pengakuan akan keabadian Putera, Putera mempunya sifat
sentral Allah. Dengan mengikuti tafsiran Yustinus atas Kej 1:26, Allah sungguh
Triniter. Dalam mewujudkan penciptaan-Nya, Allah tidak membutuhkan pertolongan
apa pun dari malaikat-malaikat, seakan-akan Dia sendiri tidak memiliki tangan. Karena
di samping-Nya selalu ada Sabda dan Kebijaksanaan, Putera dan Roh. Melalui dan di
dalam Mereka, Allah menciptakan segala sesuatu dari kehendak-Nya sendiri dan
kepada Mereka, Dia berkata, “Marilah Kita menciptakan manusia menurut gambar dan
rupa Kita”. Demikian juga dengan penyelamatan manusia terjadi melalu garis vertikal-
trinitarian, yaitu mulai dari Roh Kudus kepada Putera dan dilanjutkan dari Putera
kepada Bapa. Roh Kudus mempersiapkan manusia bagi Putera, Putera membimbing
mereka kepada Bapa, Bapa menganugerahkan mereka kehidupan kekal. Dalam
semuanya ini, Allah Bapa berperan, Roh Kudus berkarya, Putera memenuhi
pelayanan-Nya dan Bapa meneguhkannya. Karena itulah, Allah Trinitas
memperkenalkan diri sebagai Pencipta, Penebus dan Penolong, tetapi harus
diartikan sebagai Pelindung yang satu dan sama mengenai seluruh sejarah
keselamatan.

c. Tertullianus

Konsep Tertulianus mirip dengan Ireneus. Tertullianus menafsirkan Kej 1:26


yakni mulai dengan pribadi Allah yang mempunyai beserta-Nya Sabda dan Roh, dan

7
Tesis No. 11-Teologi

yang melahirkan mereka dari dalam diri-Nya sendiri demi penciptaan manusia. Ia
berpegang teguh pada hakikat Allah yang Esa dalam tiga pribadi yang berhubungan
satu sama lain. Dalam hakikat Allah yang satu, terdapat tiga pribadi, tetapi adanya tiga
pribadi itu tidak berarti bahwa ada lebih dari satu Allah. Demi sejarah keselamatan,
demi oikonomia ilahi, diperlukanlah tiga pribadi sehingga terdapat perbedaan triganda
dari keesaan. Ketiga pribadi itu berbeda, “bukan dalam kondisi melainkan dalam
derajat, bukan dalam hakikat melainkan dalam bentuk, bukan dalam kuasa
melainkan dalam rupa”. Dengan ini, Tertullianus melawan paham monarkhianisme
(paham prinsip tunggal Allah) yang mengatakan bahwa Bapa, Putera dan Roh Kudus
tidak lebih dari perwujudan sementara saja dan bukan kehadiran yang permanen dari
adaan ilahi. Monoteisme mereka kaku dan mengatakan bahwa Allah Bapa-lah dan
bukan Putera, yang lahir dalam sejarah manusia, menderita dan wafat di salib.
Tertullianus melihat bahwa Allah dalam PL, Putera dalam inkarnasi dan Roh Kudus
dalam Pentakosta ditafsirkan sebagai sungguh-sungguh tiga manifestasi diri dari satu
Allah, tiga hubungan yang berbeda yang diambil oleh satu Allah secara berturut-turut
ketika mencipta, menebus dan menguduskan. Allah itu satu substansi dan dalamnya ada
tiga pribadi yang berbeda tetapi tidak terpisah (satu substansi dalam tiga persona).

Tertullianus merupakan penulis Kristen pertama yang menggunakan istilah


“persona” dalam teologi, juga menggunakan istilah “Trinitas” kepada Allah. Maka
rumusannya adalah “satu substansi-tiga persona”. Putera dihasilkan dari Bapa,
tetapi tidak terpisah dari Dia. Bapa menghasilkan Sabda sebagaimana akar
menghasilkan tangkai. Roh menjadi yang ketiga dari Allah (Bapa) dan Putera
sebagaimana buah dari ranting. Tak satu pun kemudian memisahkan diri dari yang
awal dari mana mereka berasal. Dia melanjutkan bahwa gambaran matahari, terang
dan radiasi mempunyai latar belakang biblis dan demikian dikaitkan dengan ketiga
persona ilahi (Mz 27, dst). Menurutnya, Putera tidak menjadi lain dari Bapa oleh
pemisahan dari-Nya melainkan karena perbedaan fungsi, tidak juga melalui
pembagian melainkan melalui pembedaan. Bapa adalah keseluruhan substansi
(keilahian) sedangkan Putera adalah yang berasal dari dan satu porsi dari
keseluruhan. Bapa lain dari Putera tetapi bukan terpisah, Bapa lebih besar karena
dia melahirkan. Yang melahirkan lain dari yang dilahirkan, yang mengutus lain dari
yang diutus, Pencipta lain dari pelaku ciptaan.

8
Tesis No. 11-Teologi

d. Origenes

Origenes mengembangkan refleksinya mengenai Trinitas melalui eksegese dan


spiritualitas. Dia melawan kaum adopsionist yang tidak mengakui keilahian Kristus
dan berpegang bahwa Kristus adalah ciptaan saja yang diadopsi Bapa. Dia menekankan
kelahiran abadi Putera (yang diidentifikasikan dengan Kebijaksanaan dan Sabda) dan
menyangkal pemikiran bahwa ‘ada kalanya di mana Dia pernah tidak ada’. Sabda itu
ilahi seperti ‘terang yang berasal dari terang’.

Origenes menggarisbawahi bahwa Allah itu satu. Dalam arti ketat dia
mengatakan bahwa hanya Bapa yang adalah Allah. Memang nama “Allah” dapat
diterapkan kepada Putera dan Roh, tetapi keilahian mereka bersifat sekunder,
diturunkan dari keilahian Bapa. Allah melahirkan Putera dalam suatu tindakan abadi.
Untuk menunjukkan ketiga pribadi ilahi, Origenes memakai istilah hypostasis yang
bagi dia artinya adalah keberadaan atau keberdikarian inidividual. Putera dan Roh
berlainan dengan Bapa sejauh memiliki kesatuan dan keselarasan kehendak. Jenis
kesatuan Bapa, Putera dan Roh diistilahkan dengan homo-ousios (kesatuan
hakikat). Origenes memang mengatakan bahwa Sang Putera dan Logos itu adalah
ciptaan Bapa (Kol 1:15) dan Kebijaksanaan yang diciptakan (Ams 8:22-25) dan
sekaligus mempertahankan bahwa Bapa dan Putera sebagai satu hakikat: sejak kekal
Bapa melahirkan Kebijaksanaan yang di dalam-Nya tercantumlah segala sesuatu
yang akan diciptakan.

Origenes melihat Roh Kudus sebagai yang berasal dari Sabda dan menegaskan
sifat Bapa yang ‘tidak dilahirkan’. Roh Kudus ada melalui Sabda, Sabda ada sebelum
Roh. Ketika menuliskan bagaimana Roh menjadi ada melalui Sabda, Origenes tidak
menghilangkan eksistensi abadi Roh: “Roh Kudus ada bersama dengan Bapa dan
Putera. Seperti Bapa dan Putera, Roh selalu ada, dan sudah ada, dan selalu ada”.
Dia menambahkan bahwa “tidak ada waktu di mana dia tidak ada”.

Kendati Origenes tidak menyebut Putera dan Roh Kudus lebih rendah dalam
kuasa, dia condong pada sejenis “subordinasionisme” yang menggarisbawahi peranan
Bapa sebagai prinsip utama: “Putera dan Roh Kudus melampaui semua ciptaan pada

9
Tesis No. 11-Teologi

semua tingkat sehingga tidak mungkin membandingkannya dan mereka sendiri


ditinggikan oleh Bapa”.

Trinitas yang diterangkan Origenes adalah Trinitas Imanen yang memandang


pewahyuan sebagai acuan kepada hakekat Allah yang abadi. Dengan demikian
Origenes mengantisipasi rumus klasik yang dipakai oleh ketiga bapa Kappadocia: mia
ousia, tres hypostaseis (satu hakikat tiga diri).

5. Penjelasan Trinitas yang dinyatakan oleh Konsili Nicea (325) dan Konsili
Konstantinopel (381)

5.1 Konsili Nicea (325) ke-Tuhan-an Yesus

Konsili Nicea diselenggarakan oleh Konstantin yang kesal akan keresahan yang terjadi
di antara para warga kekaisaran akibat perselisihan pendapat mengenai iman Kristiani
sebenarnya dengan bidaah Arianisme1. Memang pada masa itu sudah terdapat berbagai macam
symbolum yang beredar di gereja-gereja lokal yang didasarkan pada rumusan PB dan umumnya
dipakai saat pembaptisan. Demi menjaga iman dari serangan bidaah Arianisme, para bapa
konsili menuntut adanya suatu rumusan yang diwajibkan bagi semua Gereja dan
menjadikannya sebagai suatu kepercayaan yang mengikat secara ekumenis dan menjadi regula
fidei yang sama sekali baru.

Konsili Nicea menegaskan bahwa dalam diri Yesus dari Nazareth, Sang Kristus, Allah
betul-betul telah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Pribadi Yesus bukanlah ciptaan belaka,
melainkan sungguh pribadi Allah Putera (homo-ousios). Konsili ini merumuskan syahadat
iman:

“Kami percaya akan satu Allah Bapa yang Mahakuasa, Pencipta segala sesuatu yang kelihatan dan tidak
kelihatan; dan akan satu Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang sebagai Anak Tunggal dilahirkan dari
Bapa, yakni dari hakekat Bapa, Allah dari Alah, Terang dari Terang, Allah benar dari Allah benar,
dilahirkan bukan dijadikan, sehakekat dengan Bapa, yang oleh-Nya segalanya dijadikan, baik yang disurga
maupun di bumi, Ia turun untuk kita dan untuk keselamatan kita, dan Ia menjadi daging, dan menjadi

1
Arius mengajarkan bahwa Yesus Kristus itu “allah” sejauh “eksistensi” yang ada pada-Nya itu
dianugerahkan dan diciptakan. Yesus Kristus tidak mempunyai substansi (hakikat) Bapa. Logos adalah sebuah
eksistensi yang diciptakan, makhluk tengah yang berada di antara Allah dan kosmos (ciptaan). Roh Kudus adalah
ciptaan Logos – kualitas ilahi Roh Kudus lebih rendah daripada Logos yang menjelma menjadi “daging”. Ajaran
Arius dapat diringkas begini: Sabda (Logos) itu tidak kekal. Sabda itu ada dalam waktu, yaitu saat di mana Sabda
itu pernah tidak ada dan Sabda itu berasal dari ketiadaan.

10
Tesis No. 11-Teologi

manusia; yang menderita sengsara dan bangkit pada hari ketiga, naik ke surga dan akan datang mengadili
orang hidup dan yang mati; dan akan Roh Kudus”

Dan sesudah syahadat menyusul kalimat anatema terhadap pendapat bidaah Arianisme.

“Tetapi mereka yang berkata ‘pernah Ia (yaitu Putera Allah) tidak ada’ dan ‘sebelum Dia dilahirkan, Ia
tidak ada’, dan bahwa Ia dijadikan dari yang tidak ada, atau orang yang menyatakan bahwa Putera Allah
berbeda hypostasis atau hakekat-Nya, atau telah dijadikan, atau mengalami perubahan, mereka itu dikutuk
oleh Gereja Katolik”.

Syahadat berbicara mengenai Allah yang satu yakni Bapa. Bapa masuk dalam hakekat
yang satu (Esa). Allah tidak menjadi Bapa dengan menciptakan alam semesta atau dengan
tampilnya Yesus Kristus. Kebapaan bukanlah sesuatu yang menyusul, Allah adalah Bapa
karena mempunyai hubungan yang hakiki dengan Bapa.

Dengan kata lain, Putera sungguh-sungguh Putera Allah dan tidak kurang dari Allah.
Putera berasal dari Bapa, tidak diciptakan oleh Bapa, karena itu coeternal dengan Bapa.
Maka jelas dikatakan bahwa Allah yang Esa disamakan dengan Bapa Yesus Kristus, yang
merupakan Tuhan. Antara Yesus Kristus dengan Bapa terdapat relasi yang khusus dan unik,
seperti terungkap dalam kata ‘tunggal’. Istilah “dilahirkan” (yaitu dari Allah Bapa), bukan
dijadikan (yaitu Kristus bukan makhluk ciptaan Bapa) hendak menegaskan bahwa Yesus
Kristus sungguh-sungguh berasal dari Allah bukan dalam arti biologis, “consustanziale”,
tetapi sehakekat dengan Bapa.

Bagian ketiga dari syahadat berbicara mengenai Roh Kudus. Hubungan dengan Allah
tampak dalam sifat “Kudus” dan menunjuk ciri ilahi Roh Kudus. Sebutan “dan akan Roh
Kudus” dalam symbolum memang sudah ditemukan dalam janji baptis, namun perlu diingat
bahwa hingga saat itu, teologi tentang Roh Kudus belum dipermasalahkan dan juga belum
dikembangkan.

Sintese teologis Konsili ekumenis Nicea untuk menangkal krisis iman Gereja yang
diakibatkan oleh ulah Arius:

Yesus, Putera Allah bukanlah ciptaan: “Yesus adalah sabda Kekal Allah. Dia diciptakan
dari ketiadaan, sebelum waktu”.
Yesus, Sabda Kekal Allah berasal dari Allah: “Dia sehakekat (consustanziale) dengan
Allah”.
Yesus berada dalam kesatuan dengan Bapa: satu dalam ousia. Dia adalah Allah dari Allah
dan sehakekat dengan Allah.
11
Tesis No. 11-Teologi

5.2 Konsili Konstantinopel (381): Ke-Tuhan-an Roh Kudus

Konsili Konstantinopel meneguhkan kembali pengakuan iman yang dirumuskan dalam


Konsili Nicea. Diskusi utama dalam konsili ini adalah Keallahan Roh Kudus yang masih
kurang jelas dirumuskan dalam Konsili Nicea.

Di antara mereka yang gigih mendukung keputusan Nicea, ada empat orang yang
menonjol yakni Athanasius dan Trio Kappadocia (Basilius Agung, Gregorius Nissa dan
Gregorius Nazianze).

Konsili Konstantinopel menandaskan bahwa Putera dilahirkan dari Bapa sebelum


segala abad. Rumusan ini menguatkan gagasan mengenai preeksistensi Putera yang abadi dan
personal. Yesus adalah ilahi dan berasal dari Allah Bapa, berinkarnasi dari Roh Kudus dan
Perawan Maria, peristiwa yang membawa asal usulnya dalam sejarah. Maka ada dua gagasan
mengenai generasi Putera, yakni: generasi abadi dari Bapa (dilahirkan dari Bapa sebelum
segala zaman) dan generasi dalam waktu (lewat Perawan Maria). Eksistensi Roh Kudus
diungkapkan dalam terminologi mengenai aktivitas dan hubungan Roh dengan Putera.
Konstantinopel mengakui Roh Kudus sebagai Tuhan (Yang Ilahi) dan Pemberi hidup yang
berasal dari Bapa. Menyebut Roh Kudus sebagai yang berasal dari Bapa, Konstantinopel
menggunakan kata ek yang ditemukan dalam Yoh 15:26 “Roh Kebenaran yang keluar (ek-
poreuestai) dari (para) Bapa”. Dengan mengakui bahwa Roh berasal dari, dan bukan dilahirkan
oleh Bapa, Konstantinopel menjelaskan bahwa Bapa bukanlah Bapa bagi Roh, tetapi Bapa
hanya kepada Putera. Rumusan tambahan dalam Konstantinopel yang bersama Bapa dan
Putera, disembah dan dimuliakan mengemukakan kesamaan dalam kailahian meliputi Roh
yakni penyembahan yang hanya berkaitan dengan Allah.

Konsili menjelaskan kembali muatan kata ousia yang dalam kurun beberapa waktu
lamanya dipergunakan untuk menunjukkan esensi atau hakikat, yaitu apa yang menjadi realitas.
Menurut Konsili, ousis serentak berarti hakikat, kodrat, substansi serta pribadi atau
hypostasis.

Kata ousia dihubungkan dengan kata Latin, yaitu substansi. Kata tersebut
mengindikasikan apa yang berada di bawah, yang mendukung, yang menjadi asal-usul,

12
Tesis No. 11-Teologi

kekuatan dan realitas: secara perlahan, substansi diartikan sebagai pribadi yang bertanggung-
jawab, dianggap sinonim. Dalam rumusan Konsili Nicea, istilah ousia dipergunakan sebagai
padanan kata hypostasis. Sementara itu para konsiliaris mengajarkan bahwa Sabda itu Kekal
sama seperti Bapa. Dia tidak diciptakan; hypostasis atau ousia Sabda sama dengan
hypostasis atau ousia Bapa.

Di Barat, kedua kata ini masih lestari sebagai arti dari substansi dan kodrat. Namun, di
Timur, kata-kata ini sungguh-sungguh dibedakan. Hypostasis mengandung arti pribadi dan
ousia lebih dekat dengan arti substansi atau kodrat. Karena ambiguitas makna kata ini, maka
ketika orang-orang Timur berbicara tentang tiga hypostasis, sesungguhnya yang dimaksudkan
adalah tiga divinitas yang terpisah. Namun, ketika orang Barat berbicara tentang substansi,
maka orang-orang Timur mengerti makna kata tersebut sebagai satu-satunya hakikat dan
tidak bersifat pribadi.

Konstantinopel menandaskan identitas ilahi Roh Kudus, namun berbeda dari Putera.
Roh tidak disebut sebagai yang berasal dari Bapa ‘sebelum segala zaman’, juga bukan yang
‘berasal dari satu esensi/substansi dengan Bapa’. Dengan jelas, Roh disebut pre-eksisten
‘sebelum’ berbicara (dalam cara yang ilahi) melalui para nabi dan menjadi pelaksana
inkarnasi (dengan dikandung oleh seorang perawan).

Pengakuan iman ini menghadirkan komunikasi ilahi dalam sejarah penciptaan dan
penyelamatan yang mengisyaratkan persatuan abadi dengan/dalam Allah: Bapa, Putera
Tunggal dan ‘perutusan’ Roh Kudus. Komunikasi diri Allah ad extra melalui perutusan Putera
dan Roh dalam sejarah mengisyaratkan dan merefleksikan komunikasi diri ad intra yakni
generasi abadi Putera dan perutusan Roh. Dengan demikian ‘ekonomi’ Trinitas menyatakan
juga immanensinya.

“Kami percaya akan satu Allah, Bapa Yang Mahakuasa, Pencipta langit dan bumi, dan segala sesuatu yang
kelihatan dan tidak kelihatan. Dana akan satu Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah yang tunggal, Ia
dilahirkan dari Bapa sebelum segala abad, Terang dari terang, Allah benar dari Allah benar, dilahirkan
bukan dijadikan, sehakikat dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan oleh-Nya. ia turun dari surga untuk kita
manusia dan untuk keselamatan kita, dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari Perawan Maria, dan
menjadi manusia, Ia pun disalibkan untuk kita pada waktu Pontius Pilatus, Ia wafat kesengsaraan dan
dimakamkan, pada hari ketiga Ia bangkit menurut Kitab Suci, ia naik ke surga, duduk di sisi Bapa, Ia akan
kembali dengan mulia, mengadili orang yang hidup dan yang mati, Kerajaan-Nya tak akan berakhir. Dan
akan Roh Kudus, Ia Tuhan yang menghidupkan, Ia berasal dari Bapa, yang serta Bapa dan Putera disembah
dan dimuliakan, Ia bersabda dengan perantaraan para nabi. Akan Gereja yang satu, kudus, katolik dan

13
Tesis No. 11-Teologi

apostolik. Kami mengaku satu bapitsan akan penghapusan dosa. Kami menantikan kebangkitan orang mati
dan hidup di akhirat. Amen.”

Dengan keputusan yang dibuat oleh konsili Konstantinopel ini, maka untuk pertama kali
dalam sejarah Gereja suatu masalah iman Kristiani, yakni ajaran tentang Allah Trinitas,
diakhiri secara berwenang dan tuntas (ajaran ini didogmakan). Dengan menetapkan dogma
Trinitas, Gereja bermaksud menunjukkan bahwa Allah sendiri datang menemui kita dalam
Yesus Kristus, dan bahwa dalam Roh Kudus, Allah sendiri hadir dalam Gereja.

6. Penegasan Teologis tentang Teologi Trinitas

Iman kepada Allah Trinitas merupakan iman kepada sebuah Misteri Absolut Allah yang
mewahyukan diri-Nya dalam realitas historis-keselamatan. Inti iman tersebut tidak
dirumuskan sebelum pewahyuan dan tidak bisa direduksikan ke dalam level pengenalan
natural dengan mengandalkan potensi nalar manusia. Dalam iman dan cinta, Allah yang
mewahyukan diri-Nya menganugerahkan dan memberdayakan potensi nalar manusia
untuk mengenal relasi dan kesatuan misteri cinta, yaitu Allah sendiri.

Gereja percaya akan Allah yang Tunggal dan Tiga Pribadi (hypostasis, substansi):
Bapa, Putera dan Roh Kudus. Ketiga Pribadi Ilahi tersebut satu dalam hakekat Ilahi,
kekal dan Mahakuasa.

Secara real, Bapa, Putera dan Roh Kudus saling berada, saling menemukan diri dalam
“ada” mereka masing-masing dan tidak terbedakan antara satu dengan yang lainnya. Di
antara ketiga pribadi Ilahi terjalin relasi: Bapa merupakan dasar dan asal hakikat
(esensi) Ilahi. Putera berasal dari hakikat Bapa melalui “kelahiran” (di luar waktu) dan
berada bersama Bapa, Satu/Esa dalam ke-Allah-an-Nya. Roh Kudus tidak diturunkan;
Roh Kudus berasal dari Bapa dan Putera.

Dalam Kesatuan dan Ketunggalan Allah terjalin relasi yang secara real berbeda di
antara mereka. Oleh karena relasi timbal-balik di antara Pribadi-pribadi Ilahi itu
terjalin dalam hakikat Allah yang satu dan sama, maka perbedaan di antara Pribadi-
pribadi Ilahi hanya berada dalam tataran virtual.

Secara real, Pribadi-pribadi Ilahi tidak terbedakan dalam hakikat-Nya; Pribadi-pribadi


Ilahi membentuk Ketunggalan Allah Trinitas: Di dalam Allah hanya ada satu hakikat
dan ada oposisi dalam relasi.

14
Tesis No. 11-Teologi

Pribadi-pribadi Ilahi tidak bisa dibagi. Allah Trinitas adalah Allah yang Tunggal dan
benar. Masing-masing Pribadi Ilahi saling berada dan menemukan diri, satu di dalam
yang lain.

Pribadi-pribadi Ilahi tidak terpisahkan satu dari yang lainnya dalam “Ada” atau
“hakekat” dan “dalam tindakan”, bergerak menuju kekekalan. Dalam ciptaan,
keselamatan dan kepenuhan final merupakan karya Bapa, Putera dan Roh Kudus
sebagai Asal atau Prinsip Tunggal. Namun, itu tidak berarti bahwa dalam kesatuan
karya dan tindakan mereka tidak tersingkap perbedaan fungsi di antara mereka (dalam
pewahyuan historis).

Sumber:

Alfonsus Very Ara, Trinitas. Pematangsiantar: STFT St. Yohanes, 2012 (diktat).

Niko Syukur Dister, Teologi Trinitas dalam Konteks Mistagogi: Pengantar ke dalam Misteri
Allah Tritunggal. Yogyakarta: Kanisius, 2012.

Niko Syukur Dister, Teologi Sistematika I. Yogyakarta: Kanisius, 2004


Frans Sihol Situmorang, Trinitas I dan II. (terjemahan). Pematangsiantar: STFT St. Yohanes,
(diktat)
Frans Sihol Situmorang, Patrologi Fundamental. Sinaksak: STFT St. Yohanes, 2003
(Diktat)
Kornelus Sipayung, Pneumatologi. Sinaksak: STFT St. Yohanes, (tt.) (Diktat)
J. B. Banawirma (ed.), Kristologi dan Allah Tritunggal. Yogyakarta: Kanisius, 1986
Paus Benediktus XVI, Bapa-bapa Gereja: Hidup, Ajaran dan Relevansi bagi Manusia di
Zaman Kini (judul asli: The Fathers, diterjemahkan oleh: Waskito, SJ). Malang:
Dioma, 2010.

Dikerjakan oleh Daniel Sitanggang

15

Anda mungkin juga menyukai