Pemimpin Gereja Katolik mengajarkan iman akan Tritunggal Maha Kudus menjadi
dasar pijak hidup beriman anggota Gereja Katolik seluruh dunia. Ajaran ini
menegaskan bahwa setiap anggota Gereja Katolik meyakini misteri Allah Tritunggal.
Jawab:
Allah di dalam Alkitab menyalakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai
Bapa, Firman (Anak), dan Roh Kudus. Umat Krisitiani mengenal Allah sedemikian
rupa dan membentuk istilah Allah Tritunggal: Allah (Bapa), Allah (Anak), dan Allah
(Roh Kudus) merupakan inti nasihat Kristen. Ketiga Pribadi yaitu sama, sama
kuasanya, dan sama kemuliaannya. Ketiganya satu dalam esensi dan mempunyai
sifat (bahasa Inggris: attribute) yang sama. Ke-mahakuasa-an, ke-tidak-berubah-
an, ke-mahasuci-an, ke-tidak-tergantung-an, dimiliki oleh masing-masing Pribadi
Allah.
Masing-masing Pribadi yaitu Allah, namun ketiga Pribadi tidak identik ketika orang
memanggil-Nya di dalam doa atau ketika Allah mewujudkan karya-Nya untuk
penciptaan dan pemeliharaan manusia dan lingkungan kehidupan semesta,
karenanya Allah Bapa bukan Allah Anak; Allah Anak bukan Allah Roh Kudus; dan
Allah Roh Kudus bukan Allah Bapa. Ketiganya mampu dibedakan, tetapi di dalam
esensi tidak terpisahkan.
Yohanes Calvin menjelaskan bahwa ketiga Pribadi tersebut tidak mampu
dipisahkan dibuat menjadi tiga sosok yang terpisah. Ketiga gelar tersebut dipakai
sebagai menunjukkan bahwa mempunyai kekhasan dalam perkara Allah turun ke
dunia ini. Allah yang turun ke dunia, mati dan menderita bukanlah Allah Bapa,
melainkan Allah Anak.
Bila ketiga pribadi yaitu satu mengapa satu sama lain mengadakan komunikasi
seolah-olah berbeda eksistensi satu sama lain? Ketiganya saling mengadakan
komunikasi sebagai mengungkapkan eksistensi-Nya yang hakiki dalam Tritunggal;
Dia ingin menunjukkan Diri-Nya. Yesus Kristus berucap mendukung kemuliaan
Allah Bapa, Yesus dibuat menjadi saksi Allah Bapa. Bapa berucap mendukung
kemuliaan Yesus Kristus, Bapa dibuat menjadi saksi Yesus Kristus. Roh Kudus
hadir mendukung kemuliaan Allah Bapa dan Yesus Kristus, Roh Kudus dibuat
menjadi saksi Kemuliaan Allah Bapa dan Putra.
Dan turunlah Roh Kudus dalam rupa burung merpati ke atas-Nya. Dan terdengarlah
suara dari langit: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Saya
berkenan. (Bapa dan Roh Kudus bersaksi)
"Apa yang Saya beritahukan kepadamu, tidak Saya beritahukan dari diri-Ku sendiri,
tetapi Bapa, yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang menerapkan pekerjaan-
Ny”. (Yesus bersaksi)
Ketiga-Nya saling memberikan kesaksian sebagai mengesahkan satu sama lain
"Kalau Saya bersaksi tentang diri-Ku sendiri, karenanya kesaksian-Ku itu tidak
mempunyai.
"Dan dalam kitab Tauratmu mempunyai tertulis, bahwa kesaksian dua orang yaitu
sah.”
"Ini yaitu sebagai ketiga kalinya saya datang kepada kamu: Baru dengan
keterangan dua atau tiga orang saksi suatu perkara sah"
Allah Bapa
Allah sebagai Bapa yang memelihara, yang memberikan kasih seorang Bapa Sejati
yang sangat mesra, begitu penyayang dan begitu tertib penuh ketegasan (disiplin).
Bapa Sorgawi tidak pernah sama dengan para bapa (bapak-bapak atau para ayah)
dunia ini dalam hal kasih dan karakter yang tidak mampu terbandingi dengan kasih
dan karakter Bapa Sorgawi. Allah sebagai Bapa Sorgawi merupakan Bapa yang
sempurna dari segala bapa (bapak-bapak atau para ayah) dunia ini yang yaitu
gambaran dan rupa (duplikat dan bayangan) dari Sang Bapa Sorgawi yang murni.
Bapa (Kepribadian Bapa) tidaklah lebih tinggi daripada Anak ataupun juga dengan
Roh Kudus.
Allah Anak
Allah sebagai teladan dengan Dia merendahkan diri-Nya dalam rupa manusia dan
mengenakan nama Yesus yang yaitu Kristus (Allah yang datang sebagai manusia),
taat pada semua hukum yang telah Dia tetapkan, mati di kayu salib, dikuburkan, lalu
bangun pada hari yang ketiga, dan naik ke surga dan dari sana Dia hendak datang
sebagai menghakimi orang yang hidup dan mati. Dia yaitu teladan iman sejati dan
sumber kehidupan untuk orang Kristen. Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang
terbesar dengan dibuat menjadi Anak yang mati di kayu salib. Ini yaitu
berita Injil yang yaitu daya Allah. Alkitab menyalakan bahwa Anak merupakan yang
"Anak Sulung" Allah dari semua anak-anak Allah dimaksudkan bahwa Anak pun
merupakan "Sahabat Sejati" yang rela mengorbankan Nyawa-Nya dan tidak
menyayangkannya sama sekali sebagai manusia mampu diterima sebagai anak-
anak Allah.
Anak (Kepribadian Anak) mempunyai di dalam Bapa dan Bapa mempunyai di dalam
Anak.
Allah Roh Kudus
Allah sebagai Pembimbing, Pendamping, Penolong, Penyerta, dan Penghibur yang
tidak terlihat, namun mempunyai dalam hati setiap manusia yang mengaku
bahwa Yesus Kristus yaitu Tuhan dan hidup di dalam-Nya.
Roh Kudus bukanlah tenaga giat. Roh Kudus bukanlah kebijaksanaan (pikiran)
tertinggi dari semua lingkungan kehidupan jagad kosmik. Roh Kudus bukanlah
manusia tokoh pendiri suatu agama baru. Roh Kudus tidak pernah berbau hal yang
mistik. Memang mempunyai bahwa Allah itu Maha kuasa, tetapi Roh Kudus itu
bukan sekedar kuasa atau daya, tetapi Roh Kudus yaitu Allah, karena Allah itu Roh.
Dengan demikian Roh Kudus yaitu Pribadi Allah itu sendiri dan merupakan ronde
yang tidak terpisahkan dari Allah.
Kepribadian Roh Kudus tidak pernah lebih rendah daripada Bapa maupun Anak.
2. Jelaskan Misteri Allah Tritunggal dalam perspektif Kitab Suci (Perjanjian Baru dan
Perjanjian Lama!
Jawab :
Jawab :
Dalam keseharian kita, sebenarnya secara tidak langsung kita sudah “mengenal”
akan Tritunggal Mahakudus. Misalnya, setiap kali kita berdoa, kita pasti membuat
tanda salib, “dalam Nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus”. Atau di saat
mendaraskan syahadat, seruan madah kemuliaan, nyanyian-nyanyian liturgi dan
doa-doanya mengandung ‘rumusan” Tritunggal, yakni “ dengan pengantaraan
Kristus bersama Allah Bapa, dalam persekutuan dengan Roh Kudus.
SOAL NOMOR 2:
Selain mengimani Misteri Allah Tritunggal, Gereja Katolik juga mengajarkan ciri-ciri Gereja
Katolik yang dalam sejarahnya dicoba merumuskan dengan berbagai rumusan, sehingga
melalui suatu sidang dijelaskan ciri-cirinya.
1. Menjelaskan ciri Gereja yang satu dalam konteks iman dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dan ajaran/magisterium Gereja Katolik serta
menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang satu.
2. Menjelaskan ciri Gereja yang kudus dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang kudus.
3. Menjelaskan ciri Gereja yang Katolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang katolik.
4. Menjelaskan ciri Gereja yang apostolik dalam konteksnya dan sekaligus dapat
menyebutkan teks pendukung dalam kitab suci dan ajaran/magisterium Gereja
Katolik serta menguraikan penghayatan iman pribadi dalam ciri Gereja yang
apostolik.
Tuliskan jawaban Anda minimal 4 halaman (di luar gambar/ilustrasi) dengan disertakan
referensi pendukung (Kitab Suci, Masgiterium, atau pendapat pakar/ahli).
Kesatuan di dalam Gereja mendapatkan dasarnya dari kesatuan Tritunggal, yaitu Bapa,
Putera dan Roh Kudus. Allah Tritunggal kendati memiliki tiga pribadi, namun hakikatnya
adalah Satu. Sama halnya dengan Gereja, kendati beraneka ragam, namun tetap Satu yaitu
Gereja yang berkumpul dalam Tuhan Yesus Kristus. Roh Kudulah yang menyatukan Gereja.
Dalam konteks kehidupan kristiani, kita menyadari bahwa dosa menyebabkan terjadinya
perpecahan dan pertengkaran, sebaliknya di mana ada kebajikan di sana ada perdamaian.
Roh Kudus membimbing gerejaNya untuk senantiasa masuk lebih dalam menuju
kebersatuan antara umat dan terlebih dengan Yesus Kristus.
3. Gereja Katolik
Kata katolik berarti mau merangkul semuanya. Gereja diutus oleh Kristus ke seluruh dunia.
Setiap Gereja lokal bersama dengan uskup berusaha menterjemahkan keberadaan Tuhan
Yesus Kristus sesuai dengan situasi dan kehidupan konkret masyarakat. Wajah Gereja
bukanlah semua harus sama dengan Gereja yang ada di Vatikan, melainkan beraneka
ragam dan berbeda-beda. Adapun yang sama adalah isinya atau esensinya.
Gereja selalu “lengkap”, penuh. Tidak ada Gereja setengah-setengah atau sebagian. Gereja
setempat, baik keuskupan maupun paroki bukanlah “cabang” Gereja Universal. Setiap
Gereja setempat, bahkan setiap perkumpulan orang beriman yang sah, merupakan seluruh
Gereja. Gereja tidak dapat dipotong-potong menjadi “Gereja-Gereja bagian”.
Kata “Katolik” selanjutnya juga dipakai untuk menyebut Gereja yang benar, Gereja universal
yang dilawankan dengan sekte-sekte. Dengan demikian kata “katolik” mendapat arti yang
lain :”gereja disebut Katolik, karena tersebar diseluruh muka buni dan juga karena
mengajrkan secara menyeluruh dan lengkap segala ajaran iman tertuju kepada sesama
manusia, yang mau disembuhkan secara menyeluruh pula” (St. Sirilius dari yerusalem).
Sejak itu kata “Katolik” tidak hanya mempunyai arti geografis, tersebar keseluruh dunia,
tetapi juga “menyeluruh”, dalam arti “lengkap”, berkaitan dengan ajarannya, serta “terbuka”
dalam arti tertuju kepada siapa saja. Pada abad ke 5 masih ditambahkan bahwa gereja tidak
hanya untuk segala bangsa, tetapi juga untuk segala Zaman.
Pada zaman reformasi kata “Katolik” muncul lagi untuk menunjuk pada Gereja yang tersebar
dimana-mana, dibedakan dengan Gereja-gereja Protestan. Sejak itu pula kata “Katolik”
secara khusus dimaksudkan umat kristen yang mengakui Paus sebagai pemimpin Gereja
Universal, tetapi dalam syahadt kata “Katolik” masih mempunyai arti asli “universal” atau
“umum”. Ternyata universal pun mempunyai dua arti, yang kuantitatif dan kualitatif.
Dalam Konsili vatikan II tidak lagi memusatkan Gereja sebagai kelompok manusia yang
terbatas, melainkan kepada Gereja sebagai sakramen Roh Kristus. “kekhatolikan” Gereja
berarti bahwa pengaruh dan daya pengudus Roh tidak terbatas pada para anggota Gereha
saja, mealinkan juga terarah kepada seluruh dunia. dengan sifat “katolik” dimaksudkan
bahwa Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri akrena Roh yang berkarya di
dalamnya. Oleh karena itu yang “katolik” bukanlah hanya Gereja universal, melainkan juga
setiap anggotanya sebab di dalam jemaat hadirlah seluruh Gereja.
Gereja Kristus itu sungguh hadir dalam semua jemaat beriman setempat yang sah, yang
mematuhi para gembala mereka, dan dalam Perjanjian Baru disebut Gereja(Lih. Kis 8:1;
14:22-23; 20:17). Gereja-Gereja itu ditempatnya masing-masing merupakan umat baru yang
dipanggil oleh Allah, dalam Roh Kudus dan dengan sepenuh-penuhnya (lih 1Tes 1:5). Di
jemaat-jemaat itu, meskipun sering hanya kecil dan miskin, atau tinggal tersebar, hiduplah
Kristus; dan berkat kekuatan-Nya terhimpunlah Gereja yang satu, kudus, katolik dan
apostolik.
4. Gereja yang Apostolik
“Apostolik” atau rasuli berarti bahwa Gereja berasal dari para rasul dantetap berpegang
teguh pada kesaksian iman mereka itu. Kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para
rasul dan pra nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru”, sudah ada sejak zaman
Gereja perdana sendiri (bdk Ef 2:20, Bdk Why 21:14), tetapi sebagai sifat khusus
keapostolikan baru disebut akhir abad ke-4. Dalam perjanjian Baru kata “rasul” tidak hanya
dipakai untuk keduabelas rasul yang namanya disebut dalam Injil (lih Mat 10:1-4)
Hubungan historis itu tidak boleh dilihat sebagai macam “estafet”, yang didalamnya ajaran
benar bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para
uskup sekarang. yang disebut “Apostolik” bukanlah para uskup, melainkan Gereja. Sifat
apostolik berarti bahwa Gereja sekarang mengaku diri sama dengan gereja Perdana, yakni
Gereja para rasul. dimana hubungan historis ini jangan dilihat sebagai pergantian orang,
melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
Sifat apostolik tidak berarti bahwa Gereja hanya mengulang-ulangi apa yang sejak dulu kala
sudah diajarkan dan dilakukan di dalam gereja, keapostolikan berarti bahwa dalam
perkembangan hidup, tergerak Roh Kudus, Gereja senantiasa berpegang pada Gereja para
rasul sebagai norma imannya. Bukan mengulangi, tetapi merumuskan dan mengungkapkan
kembali apa yang menjadi inti hidup iman. karena seluruh Gereja bersifat apostolik, maka
seluruh Gereja dan setiap anggotanya, perlu mengetahui apa yang menjadi dasar hidupnya.
Sifat Apostolik (yang betul-betul dihayati secara nyata) harus mencegah Gereja dari segala
rutinisme yang bersifat ikut-ikutan. Keapostolikan berarti bahwa seluruh Gereja dan setiap
anggotanya tidak hanya bertanggungjawab atas ajaran gereja, tetapi juga atas
pelayanannya. Sifa keapostolikan Gereja tidak pernah “selesai”, tetapi selalu merupakan
tuntutan dan tantangan. gereja, yang oleh Kristus dikehendaki satu, kudus, Katolik, apostoli,
senantiasa harus mengembangkan dan menemukan kembali kesatuan, kekatolikan,
kaeapostolikan, dan terutama kekudusannya. Sifat-sifat Gereja diimani, berarti harus
dihayati, oleh Gereja seluruhnya dan oleh masing-masing anggotanya.