Anda di halaman 1dari 7

TRINITAS

Suluh Yang Berpendar

“Kalangan non-Kristen sering menganggap bahwa orang Kristen menyembah tiga Allah, dan dalam
pandangan mereka itu, orang Kristen dinilai sesat karena dianggap menyembah lebih dari satu Allah.”
Membahas Allah Tritunggal dalam ajaran Kristen adalah berusaha memahami Allah.
Pemahaman mengenai Allah tidak mengabaikan, tetapi juga tidak mengandalkan, akal budi manusia
yang terbatas kemampuannya. Allah dikenal semata-mata karena Allah berkenan menyatakan Diri
melalui firman-Nya, khususnya melalui Yesus Kristus, sesuai kesaksian Alkitab. Dengan kata lain,
pembahasan mengenai Allah Tritunggal tidak pernah tuntas memuaskan akal budi manusia. Allah
tetap sebagai misteri; tetap sebagai subyek yang tidak mampu dipahami oleh manusia atau mampu
manusia jadikan sebagai obyek kajian dalam lingkup pengetahuan, filsafat & perhitungan matematis.
Pengertian Allah Tritunggal
Kata Tritunggal (Inggris= Trinity) mengandung arti tiga pribadi dalam satu kesatuan esensi
Allah. Secara etimologi “trinitas” berasal dari bahasa Latin “trinus” dan “unitas” yg berarti tiga
serangkai, atau tritunggal. Kesaksian Alkitab dan perumusan atau pemahaman gereja, tegas
mempertahankan bahwa orang Kristen beriman kepada Allah yg esa, yg menyatakan dalam tiga
oknum/pribadi, yaitu: Bapa, Anak dan Roh Kudus. Hal ini memang sulit dimengerti, karena
“melampaui segala akal” atau suatu misteri Ilahi yg tak terjangkau akal manusia.
Terkadang dipakai suatu pengandaian (yang juga tidak sempurna) dalam menggambarkan
Allah Tritunggal sbg kesatuan yang berbeda namun tidak terpisah. Misalnya pengandaian api yang
terdiri atas tiga unsurnya, yaitu: panas, cahaya, dan daya bakar. Jadi walaupun api itu satu, namun api
bisa dikenali dalam tiga wujud yg berbeda tapi tak terpisah. Bisa juga dibalik dengan pengandaian:
panas yang bisa kita dapat dalam banyak wujud, seperti panas api, panas matahari, serta panas setrika.
Artinya, kita bisa berupaya memberikan contoh mengenai ke-Tritunggal-an, namun kita tidak akan
pernah menemui contoh di dunia ini yang sempurna untuk menirukan ke-Tritunggal-an Allah kita.
Allah Bapa, Pencipta dan Pemelihara
Allah Bapa disembah sebagai Tuhan Pencipta dan Pemelihara. Allah yang menciptakan langit
dan bumi dan sekalian isinya. Alkitab mengisahkan dalam Kejadian, penciptaan berlangsung selama
enam hari. Pada hari keenam Allah menciptakan manusia: “Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya Dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka” (Kej 1:27). Kisah penciptaan bermakna bahwa Allah menciptakan segala
sesuatu dari ketiadaan (creatio ex nihilo). Allah memelihara ciptaan-Nya, antara lain dengan memberi
setiap ciptaan mengalami proses sesuai kodratnya: tumbuh-tumbuhan berkembang dan mati tapi
berganti; begitu juga makhluk hidup lain, termasuk manusia, berkembang biak, dlsb. Allah Bapa
memelihara ciptaan-Nya sampai kesudahan, langit baru dan bumi baru (Why 21:1).
Allah Anak, Tuhan Yesus Kristus, Juruselamat
Ciptaan Allah dirusak oleh dosa manusia. Tetapi Allah tetap mengasihi manusia, dan
melakukan penebusan dosa melalui inkarnasi, pelayanan, pengorbanan dan kebangkitan Yesus
Kristus. Penebusan dalam Kristus memungkinkan ada masa depan di balik kematian bagi org percaya,
yakni hidup yg kekal (Yoh 3:16).
Allah Roh Kudus, Sang Penolong
Roh Kudus diberikan kepada manusia untuk memimpin gereja dalam menjalankan
panggilan pelayanan dan kesaksian di dalam dunia. Roh Kudus memperlengkapi orang percaya
dengan karunia masing2 untuk bersama-sama menjalankan panggilan sambil menantikan
penggenapan keselamatan (Kis 1:8).
Sejarah Ajaran Allah Tritunggal
Ajaran Allah Tritunggal secara dogmatis tidak serta-merta muncul sebagai suatu rumusan
jadi, melainkan melalui suatu proses sejarah yg bertolak dari pengakuan iman dalam Alkitab PB,
khususnya bahwa Yesus itu Tuhan (Mat 16:16; Rom 10:9; I Kor 12:3; Fil 2:11). Ajaran Allah
Tritunggal mulai muncul pada awal abad ke-3 oleh Tertulianus, tetapi makin marak dalam wacana
para teolog dan dipakai resmi pada sekitar abad ke 4 dan ke 5. Tertulianus melawan Kristologi Logos
yg dikembangkan Yustinus Martir (100-165). Menurut Yustinus, Anak sehakekat atau sama dengan
Bapa. Yg dipersoalkan Tertulianus adalah fungsi Anak sebagai Logos tidak turut ambil bagian dalam
penciptaan, sehingga menurutnya: menempatkan Anak dan Bapa sebagai sesama Pencipta adalah
tidak cocok dengan konsep monoteisme (keesaan Allah). Tertulianus juga menentang teologi
Sabelius, yang mengajarkan bahwa Anak dan Roh Kudus adalah satu pribadi dan tidak terbagi dgn
Bapa; Anak dan Roh Kudus sebagai tiga mode atau tiga perwujudan dari satu Pribadi Ilahi.
Pandangan ini disebut modalisme atau monarkhianisme, yang menyatakan bahwa sejak penciptaan
Allah tampil sebagai Bapa; lalu kemudian sebagai sebagai Anak (Yesus) dalam inkarnasi; dan
sesudah itu sebagai Roh Kudus dalam pengudusan dan pembaruan manusia. Pandangan ini ditolak
gereja, termasuk ajaran Tertulianus mengenai Allah Tritunggal bertingkat, bahwa Anak dan Roh
Kudus lebih rendah dari Bapa, karena gereja menegaskan kesetaraan ketiga oknum Allah Tritunggal.
Konflik yang secara luas memecah gereja terjadi dalam pemahaman Kristologi antara Arius
dengan Atanasius. Arius katakan: “Jika Bapa memperanakkan Sang Anak maka Dia yang dilahirkan
punya suatu awal keberadaan: dan dari situ nyata ada waktu ketika Anak belum ada. Itu berarti
substansi Sang Anak berasal dari ketiadaan”. Ajarannya dianggap penyesatan dan karena itu dia
dikucilkan, namun banyak pula yg mendukungnya. Upaya perdamaian dilakukan seorang uskup
utusan kaisar Konstantinus Agung, namun gagal. Maka kaisar sendiri mengundang pelaksanaan
Konsili Nicea (tahun 325). Konsili menolak pandangan Arius dan mengasingkan dia. Konsili
menegaskan keilahian Yesus, sebagaimana dalam rumusan Pengakuan Nicea.
Anti-Tritunggal
Aliran yg menolak ajaran Allah Tritunggal disebut “Anti-Trinitas” (Non-trinitarianisme)
merupakan kepercayaan Kristen yg menyatakan penolakan atas doktrin Allah Tritunggal, baik
sebagian atau keseluruhan doktrin, karena ajaran ini mereka anggap tidak tertulis dalam Alkitab.
Semua penganut Anti-Trinitas meyakini bahwa ajaran semula dalam agama Kristen bukanlah ajaran
Allah Tritunggal, dan menuduh ajaran ini adalah hasil dari campur tangan kaisar Konstantinus Agung.
Mereka juga menolak Pengakuan Iman Nicea, yang mereka anggap sebagai sebuah dokumen politik
hasil dari pengubahan ajaran asli oleh para pemimpin Gereja Katolik, sehingga gereja menjadi alat
bagi Kekaisaran Romawi (alat politik).
Dalam sejarah gereja para penganut Anti-Trinitas secara garis besar bisa dibagi menjadi beberapa
kelompok:
1. Yesus bukan Tuhan. Kelompok ini meyakini bahwa Yesus bukanlah Tuhan, melainkan hanya
utusan Tuhan, atau rasul (sebagaimana dijelaskan dlm Yoh 17:3), atau seorang manusia yang
diciptakan dalam kesempurnaan. Yang menganut paham ini antara lain Kristen Ebionit pada masa
gereja purba, yang menganggap Yesus hanyalah utusan Tuhan sebagaimana Musa; juga paham
Arianisme, dan Monarkhianisme.
2. Bapa dan Yesus satu pribadi. Kelompok ini berpendapat bahwa Allah Bapa dan Yesus bukanlah
pribadi yg berbeda dari satu Tuhan, namun hanyalah salah satu aspek dari Allah Bapa. Yang
menganut paham adalah Sabelianisme atau juga disebut Modalisme.
3. Tritunggal Tiga Individu. Kelompok yang berpendapat bahwa tiga pribadi pada Tritunggal adalah
tiga individu yg berdiri sendiri dan terpisah (politeisme-dewa2), namun dapat beraksi bersama
pada tujuan yang sama persis sebagai sebuah wujud monoteis. Tujuan itu adalah menyelamatkan
umat manusia, dan Yesus dipercaya telah menerima perintah ketuhanan dari Allah Bapa sebelum
penciptaan-Nya. Ini dianut oleh Mormonisme, suatu sekte yg umumnya tidak diakui sebagai
gereja Kristen.
4. Allah Dwitunggal. Kelompok yg meyakini ketuhanan Allah Bapa dan Yesus, namun tidak
menerima eksistensi Roh Kudus. Roh Kudus hanyalah sifat yang melekat pada Allah Bapa dan
Yesus, dan keluar dari keduanya ke seluruh penjuru semesta. Kepercayaan seperti ini disebut juga
Semi-Arianisme atau Dwitunggal (Binitarianisme). (con: ajaran Pdt. Erastus Sabdono)
5. Unitarianisme. Keyakinan bahwa Allah hanya satu pribadi, bukan tiga. Unitarianisme menolak
ajaran Allah Tritunggal dan keilahian Yesus. Kelompok ini juga tidak termasuk Kristen: Saksi-
saksi Yehova, Christadelphianisme, dll.
Rujukan Alkitab
Beberapa teks Alkitab dapat dicatat sebagai rujukan ajaran Allah Tritunggal.
1. Pada saat penciptaan manusia Allah berfirman (Kej 1:26-27); “Baiklah Kita menjadikan manusia
menurut gambar dan rupa Kita”, (Kej 1:26) yg memperlihatkan subyek jamak (Kita); namun
selanjutnya dalam ayat 27 subyeknya menjadi tunggal: “Maka Allah menciptakan manusia itu
menurut gambarNya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan
diciptakan-Nya mereka”. Hal ini menunjukkan keesaan Allah dalam kejamakan pribadi-Nya.
2. Pada saat Yesus dibaptis di sungai Yordan, Allah menunjukkan kepribadian Tritunggal: pada saat
yg sama muncul Roh Kudus (dalam manifestasi burung merpati) turun ke atas Anak dan Bapa
yang berfirman: “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepadaMulah Aku berkenan”. (Luk 3:22;
Kej 1:2; Mat 3:17).
3. Ketika Yesus berjanji akan memberikan seorang Penolong yang lain, bukan dalam arti fisik
(manusia) melainkan Roh Penghibur, yg diutus oleh Bapa dalam nama Yesus sendiri (Yoh. 14:16,
17, 26 dan Yoh. 15:26). Akhirnya, juga dlm Alkitab kita menemukan perintah Tuhan Yesus dlm
Mat 28:19 untuk pergi “membaptiskan, dlm nama Bapa, Anak dan Roh Kudus”.
Keesaan Allah Tritunggal
Allah Tritunggal adalah doktrin iman Kristen yg mengakui satu Allah yang Esa, namun hadir
dalam tiga pribadi, dimana ketiganya adalah sama esensi-Nya, sama kedudukan-Nya, sama kuasa-Nya
dan sama kemuliaan-Nya. Adapun pribadi-pribadi dalam Allah Tritunggal itu ialah:
(1) Allah Bapa yang dalam peranNya dikenal sebagai Pencipta,
(2) Allah Anak yang dalam peranNya sebagai Penyelamat dunia; dan
(3) Allah Roh Kudus sebagai Penolong dan Penghibur manusia.
Ketiga unsur yang ada dalam Allah Tritunggal itulah yang kemudian disebut sebagai Allah yang Esa
adanya, yakni satu Allah yang terdiri dari tiga oknum, yang saling terkait satu dengan yang lain.
Sekalipun tidak ada istilah “Allah Tritunggal” dalam Alkitab, tapi dasar Alkitabnya jelas ada.
Dalam perintah pemuridan Yesus ditetapkan pembaptisan dalam nama Bapa, Anak dan Roh (Mat 28:
19), dan penulis surat Yohanes menyebutkan dalam 1 Yoh 5:7; “Sebab ada tiga yang memberi
kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu”. Teks-teks
lainnya menyebut Allah (Bapa) dan Roh atau Yesus Kristus dan Roh Kudus. Orang Kristen mula-
mula tentu tidak hanya percaya kepada Allah, sebagaimana yang dipercayai oleh orang Yahudi;
mereka juga percaya kpd Yesus Kristus dan Roh Kudus dalam makna yang berbeda dgn yang
dimaksud orang Yahudi. Dlm Injil Yoh sudah ada pernyataan Yesus kepada murid-muridNya, bahwa
Yesus dan Bapa adalah satu (Yoh 10:30)
Allah dalam Alkitab menyatakan Diri kepada manusia yang diciptakanNya sebagai Bapa, Firman
(Anak) dan Roh Kudus. Umat Kristen mengenal Allah sedemikian rupa dan membentuk istilah Allah
Tritunggal: Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus, dan kata Tritunggal itu kini menjadi inti
ajaran Kristen.
Rangkuman
Berdasarkan catatan di atas maka dapat dirangkum beberapa kesimpulan berikut:
1. Ajaran tentang Allah Tritunggal merupakan ajaran yang bersumber dari Alkitab, dan dogma
Kristen yang tetap dipegang oleh setiap umat yang percaya kepada Yesus Kristus, sebagai
Tuhan dan Juruselamat.
2. Ajaran Allah Tritunggal bukan politeisme sebagaimana pemahaman kelompok non Kristen,
melainkan Allah Tritunggal adalah Allah yang Esa, yang hadir dalam oknum yang disebut
sebagai Allah Bapa, Anak dan Roh Kudus. Ketiganya tidak dapat dipisahkan dalam kehadiran
dan peranNya.
3. Ajaran Allah Tritunggal dalam dogma gereja adalah merujuk pada ajaran monoteisme seperti
halnya dengan Yudaisme, yang mengakui bahwa Tuhan Allah kita itu Esa adanya (Ul. 6:4,
Mrk 12:29;32. I Tim 1:17, 2:5 dan Yud 1:25).
TABIAT YESUS
Pardamean Simatupang, S.Th

“Pembahasan mengenai Yesus adalah Tuhan atau manusia bukan baru dipermasalahkan
belakangan, tapi sudah terjadi dan digumuli oleh para teolog Gereja sejak masa lampau.”
Sejak kekristenan menyebar, mulai dari wilayah Timur (Arab-Yunani) sampai ke Eropa (Roma-
Jerman), pemahaman mengenai tabiat/hakikat Yesus sudah menjadi gejolak dalam gereja: apakah
Yesus Tuhan atau manusia, atau Yesus adalah manusia yang diangkat menjadi Tuhan, dlsb. Dalam
upaya manusia yang terbatas untuk menalar tentang Allah yang Ilahi, muncullah begitu banyak
pemahaman tentang hakikat Yesus, yang kemudian disimpulkan sebagai ajaran-ajaran sesat oleh
gereja pada masa itu:
1. Di zaman PB, sudah ada aliran sesat yang menyangkal hakikat Yesus sebagai Allah dan manusia.
1 Yoh 4:2-3 mencatat: “Demikianlah kita mengenal Roh Allah: setiap roh yang mengaku bahwa
Yesus Kristus telah datang sebagai manusia, berasal dari Allah, dan setiap roh, yang tidak
mengaku Yesus, tidak berasal dari Allah. Roh itu adalah roh antikristus dan tentang dia telah
kamu dengar, bahwa ia akan datang dan sekarang ini ia sudah ada di dalam dunia”.
2. Penyangkalan kemanusiaan Yesus juga berasal dari kalangan penganut aliran dosetisme dan
gnostik. Awal abad ke 2, paham Valentinianisme menyatakan: tubuh Yesus berasal dari surga.
3. Marsionisme pada pertengahan abad ke 2 di Asia Kecil dan Priscillianisme pada abad ke 4 di
Spanyol mengajarkan bahwa tubuh Yesus bersifat maya/fana.
4. Apollinarism pada abad ke 4 di Laodikea mengajarkan bahwa Yesus mempunyai tubuh dan jiwa
manusia, tetapi pikiran-Nya Ilahi.
5. Bahkan ajaran-ajaran sesat lain yang mengajarkan bahwa Yesus hanyalah manusia biasa, yang
kemudian diadopsi menjadi Anak Allah setelah pembaptisan-Nya.
Berbagai kesesatan pemahaman aliran-aliran tersebut menjadi pergumulan gereja pada masa
itu, agar mereka tidak semakin menyesatkan umat Tuhan yang masih sangat awam, mengingat mereka
saat itu belum memiliki sumber referensi yang kaya seperti kita saat ini. Gereja pun mencetuskan
sebuah doktrin melalui sebuah konsili (musyawarah besar para pemuka gereja) di Nicea pada tahun
325 dalam sebuah pengakuan yang berbunyi:
“Dan akan Tuhan Yesus Kristus, Putra Allah yang Tunggal, Ia lahir dari Bapa sebelum segala abad.
Allah dari Allah, terang dari terang. Allah benar dari Allah benar. Ia dilahirkan, bukan dijadikan,
sehakekat dengan Bapa, segala sesuatu dijadikan olehNya. Ia turun dari sorga untuk kita manusia,
dan untuk keselamatan kita, dan Ia menjadi daging oleh Roh Kudus dari perawan Maria dan menjadi
manusia.” dst.
Pengakuan ini dipertegas lagi melalui konsili di Constantinopel pada tahun 381 dalam
Pengakuan Iman Nicea-Constantinopel. Gereja mulai menjemaatkan pemahaman yang benar tentang
keilahian dan kemanusiaan Yesus. Namun pada abad ke 5, muncul lagi ajaran Nestorian yang
menekankan bahwa tabiat Ilahi dan tabiat manusiawi Yesus tidak menyatu. Sementara ajaran gereja
pada saat itu sudah menyimpulkan bahwa: Yesus Kristus sepenuhnya (100%) manusia dan
sepenuhnya (100%) Allah yang menyatu dalam satu Pribadi Yesus Kristus.
Dua hakikat yang jauh berbeda – bertolak belakang – ini bisa hadir dalam satu pribadi, akan
coba kita dalami dalam analogi ini:
Presiden Jokowi; ia adalah Presiden, tapi juga ayah dari Kaesang. Saat Presiden Jokowi datang ke
Singapura dalam rangka kunjungan kerja, Presiden Jokowi akan dikawal oleh banyak Paspampres, ia
akan disambut di Istana Perdana Menteri Singapura dan bertemu dengan petinggi negara di sana.
Tapi, ada momen ketika Bpk. Jokowi datang ke wisuda Kaesang di Singapura, ia tidak didampingi
Paspampres yang banyak, ia tidak disambut di Istana Perdana Menteri, dan ia hanya datang sebagai
orangtua dari Kaesang untuk menyaksikan wisuda anaknya. Tapi pada saat itu, status Bpk. Jokowi
sebagai seorang Presiden tidak akan hilang begitu saja. Teman-teman Kaesang akhirnya kaget
mengetahui teman kuliah mereka adalah anak orang nomor satu di Indonesia.
Jika seorang Jokowi yang manusia biasa saja bisa menyandang 2 hakikat, mengapa Yesus sebagai
sang Allah Anak tidak bisa? Walaupun demikian, memang bagi orang yang tidak mengimani, tidak
akan pernah bisa/mau menerima pemahaman ini. Mereka mungkin berdalih: status presiden dan ayah
itu bukan contoh yang bertolak belakang, kurang kena! Atau: presiden itu kan jabatan, bisa lepas;
berarti keilahian Yesus juga bisa lepas dong? Jadi, kita langsung saja menerangkan contoh-contoh
hakikat Yesus yang bertentangan tapi itulah yang ada dalam diri Yesus:
Dalam kitab Wahyu, Yesus dijuluki sebagai Yang Awal dan Yang Akhir; Alfa dan Omega. Awal dan
Akhir bukanlah sesuatu yang selaras, malah sangat bertentangan: awal bukan akhir, begitu juga
sebaliknya akhir bukan awal. Alkitab juga menunjukkan bahwa Yesus adalah Raja dan Hamba. Raja
bukanlah hamba; jika raja menjadi hamba, kepada siapa raja itu akan menghamba atau siapa yang
akan menyembah raja itu jika ia sendiri adalah hamba; atau sebaliknya: kepada siapa hamba itu
memperhambakan dirinya jika ia adalah raja itu sendiri? Ini semua contoh tentang hakikat/tabiat
Yesus yang bertentangan, terkesan tidak masuk akal, tapi itu semua adalah kebenaran bahwa dua
hakikat yang bertentangan itu ada dalam satu PribadiNya.
Supaya pemahaman kita tidak bergantung pada sekedar contoh atau rangkaian kajian tata
bahasa yang mungkin sulit kita mengerti, mari jadikan 2 ayat ini sebagai pegangan iman kita dalam
memahami dan mengimani bahwa Yesus itu 100% Allah dan 100% manusia.
Yoh 1:1-5 “ 1 Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu
adalah Allah. 2 Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. 3 Segala sesuatu dijadikan oleh Dia
dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. 4 Dalam Dia ada
hidup dan hidup itu adalah terang manusia. 5 Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan
kegelapan itu tidak menguasainya”.
Untuk kita ketahui, Firman dalam ayat ini merujuk kepada Yesus, sehingga Yesus juga dapat
disebut sebagai Logos. Dari pembukaan Injil Yohanes ini, kita bisa menemukan bahwa Yesus sendiri
adalah Allah, karena Ia ada sejak semula, sebelum dunia dijadikan, bahkan oleh Yesus pun dunia ini
diciptakan. Jadi sudah jelas bahwa Yesus adalah 100% Allah. Nah, kemarin dalam pembahasan
mengenai Alkitab, sempat diceritakan sedikit bahwa para nabi yang dipilih dan diutus Tuhan pun
sempat melakukan dosa sehingga dosa itu tetap diceritakan dalam Alkitab untuk menjadi
pembelajaran bagi kita agar kita tidak menirunya. Bedanya dengan Yesus, ketika Ia menjadi manusia,
Ia tidak melakukan dosa sama sekali. Itu yang ditekankan dalam nas Alkitab tadi: “Terang itu
bercahaya dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya”. Yesus tidak berdosa sama sekali
bukan berarti Dia tidak digoda oleh iblis. Kita semua tahu tentang kisah pencobaan Yesus.
Kemudian, soal Yesus sebagai Allah yang berinkarnasi sebagai manusia. Ketika Yesus lahir ke dunia
melalui rahim seorang manusia, yaitu Maria, Ia dikandung bukan karena hubungan manusia (atau
seperti kisah dewa-dewa: Zeus yang bersetubuh dengan manusia lalu lahirlah Hercules). Tetapi karena
kemahakuasaan Allah yang membuat seorang perawan dapat mengandung dari Roh Kudus, sehingga
lahirlah Anak Allah yang kemudian diberi nama Yesus. Jadi, kelahiran Yesus pun mengandung kisah
keilahian, dimana kisah ini juga sering ditolak oleh akal pikiran manusia yang tidak mengimaninya.
Flp 2:5-11 “ 5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang
terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya
sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam
keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib.
Ayat ini menjelaskan sebuah doktrin yang dalam dunia Teologi diistilahkan dengan kata:
kenosis (κένωσις, kénōsis) adalah "pengosongan diri" atas kehendak (atau keinginan) diri sendiri dan
sepenuhnya menerima kehendak Allah. Istilah “kenosis” kepada Yesus ini menyatakan bahwa Yesus
mengosongkan diri-Nya dalam perwujudan-Nya sebagai manusia. Kenosis merupakan bentuk
penyangkalan DiriNya sebagai Allah, bukan mengosongkan keilahian-Nya atau menukarkan
keilahian-Nya bagi kemanusiaan-Nya. Yesus tetap Allah tetapi Dia memilih untuk menyangkali
keilahianNya itu demi menjadi serupa dengan kita, manusia. Yesus tidak berhenti menjadi Allah
selama pelayanan-Nya di dunia. Namun, Yesus rela mengesampingkan kemuliaan dan otoritas-Nya
sebagai Allah serta sepenuhnya menyerahkan diri-Nya kepada kehendak Bapa. Dia melakukan itu
untuk merasakan sakit dan sedih yang kita rasakan sebagai manusia, turut merasakan tantangan dan
godaan iblis yang mengganggu kita, serta untuk mengorbankan DiriNya demi menebus kita dari dosa.
Ayat 8 tadi juga menekankan bahwa pengosongan Diri Yesus tidak berhenti sekedar menjadi sama
dengan manusia. Ia mengambil sosok hamba! Ia tidak memilih lahir di keluarga kerajaan atau
keluarga kaum rohaniawan supaya dihormati orang-orang. Ia memilih lahir dari keluarga sederhana
yang lahirNya pun di tempat yang kurang layak. Tidak berhenti sampai di situ lagi! Yesus sebagai
manusia juga menunjukkan ketaatanNya kepada Allah dengan tetap belajar Firman Tuhan, tetap
beribadah, tetap melawan dosa, tetap menaati hukum Taurat, dan semua wujud ketaatan lainnya.
Tidak berhenti di situ lagi! Perendahan dan pengosongan Diri paling ekstrim pun Yesus lakukan, yaitu
memberikan diriNya untuk mati di kayu salib demi menebus kita. Jadi pengosongan DiriNya ini
sampai benar-benar kosong melompong hingga Ia berhadapan langsung dengan maut. Pengosongan
Diri seekstrim ini lah yang membuat kesimpulan bahwa Yesus lebih manusia dari pada manusia, dkl.
Yesus manusia 100%, karena Yesus dalam wujud manusia justru meneladankan hal yang seharusnya
semua manusia lakukan, yaitu taat sepenuhnya kepada Allah.
Dengan demikian, Yesus sebagai Tuhan 100% dan manusia 100% harus kita pahami bahwa ini
bukan sekedar rumusan2 gereja yang tidak berdasar, karena Yoh 1 dan Flp 2 tadi sudah menjadi dasar
Alkitab kita. TYM.

Anda mungkin juga menyukai