Anda di halaman 1dari 4

Nama : David William K.P.

Sitepu
NIM : 210510018
Kelas : III - A
Mata pelajaran : Kristologi Kontemporer
Dosen : Bertolomeus N.A.P Ngita, Lic, S. Th

Pandangan Kristologi menurut tokoh-tokoh berikut:


1. Melito dari Sardis
2. Ireneus dari Lion
3. Tertulianus dari Kartago
4. Origenes dari Aleksandria
1. Melito dari Sardis
Melito adalah seorang yang tabah, sebuah karya liturgis dan peringatan seperti On
Pascha yang tidak menjelaskan bahwa Allah digambarkan melalui tindakan penciptaan dan
keselamatan-Nya yang perkasa. Bagi Melito, tindakan-tindakan ini diungkapkan melalui
Kristus yang menjadi daging, dan doktrin Melito tentang Kristus sebagai Allah yang
diwujudkan mungkin menjadi dasar klaim Origenes. Melito sebagai Kristen anonym
menyatakan Kristus sebagai Allah dan manusia. Boner yang pertama mengedit On Pascha
mencirikan kristologi Melito pada dasarnya sebagai kristologi pneumatik, dan lebih tepatnya
sebagai "modalisme naif." Dengan kata lain Bonner merasa bahwa Melito tidak membuat
perbedaan yang jelas antara pribadi-pribadi Tritunggal, dan berpikir bahwa Melito percaya
bahwa Kristus diberdayakan oleh Roh Kudus. Ini adalah ide umum di abad kedua, tetapi
bukan ide Melito. Melito melihat Kristus sebagai pencipta yang mengenakan daging.1
2. Ireneus dari Lion
Gereja mengahadapi dua aliran yang bertolak belakang dengan ajaran iman Katolik.
Pertama, aliran yang menekankan kemanusiaan Yesus dengan menolak ketuhanan-Nya.
Kedua, aliran yang mengagungkan ketuhanan-Nya dengan memungkiri kemanusiaan-Nya.
Pemikiran Ireneus yang dikenal dengan sebutan recapitulatio hendak melawan dua aliran
tersebut. Pada masa Ireneus, banyak terjadi penganiayaan terhadap orang Kristen, karena
dituduh melakukan praktik magis; dituduh ateis; dan dituduh bahwa orang Kristen melakukan
tindakan amoral.
Kristologi Ireneus menyebut Allah sebagai awal, tidak dijadikan atau diciptakan,
tanpa awal dan tanpa akhir. Semua atribut kebesaran Allah tidak dapat diukur dan berada di
luar jangkauan akal budi manusia. Ireneus menegaskan bahwa dalam diri Allah terdapat
segala sesuatu yang baik, dan Allah bertindak sebagai Allah yang baik. Menurutnya, Allah
dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Allah yang satu dan yang sama.
Recapitulatio merangkum pemikiran kristologinya. Kata ini dipakai oleh para apologet pada
abad kedua, mulai dari Yustinus Martir dan dipopulerkan oleh Ireneus. Kata recapitulatio
mengandung arti yang luas, yaitu penyatuan, pengulangan, penebusan, kesempurnaan,
1
John Behr, On Pascha Melito of Sardis (New York: St. Vladimir’s Seminary Press, 2001), hlm. 28.
pelantikan, totalitas, dan kemenangan Kristus. recapitulatio digunakan untuk menjelaskan
rangkuman keselamatan yang mulai oleh Allah Bapa dan berpuncak dalam diri Yesus
Kristus. 2
Recapitulatio mengandung peristiwa saat Kristus menjadi manusia untuk
mengembalikan manusia kepada hakikatnya semula agar mengalami kepenuhan. Kata ini
menjadi rangkuman atas apa yang dilakukan Yesus. Yesus hadir untuk memperbaiki
kejatuhan yang dilakukan manusia pertama. Kristus hadir dalam setiap segi kehidupan
manusia dan dalam setiap peristiwa keselamatan. Kehadiran Kristus membawa manusia dari
kematian yang disebabkan oleh dosa kepada kehidupan kekal, di mana Kristus sendiri adalah
Kepala. Sabda yang berinkarnasi menjadi manusia adalah satu-satunya jalan bagi manusia
untuk kehidupan yang kekal. Dalam Kristologinya juga menyebut Yesus Kristus sebagai
Adam kedua. Yesus Kristus merangkum manusia dalam diri-Nya dan menjadi pemersatu
seluruh ciptaan. Yesus Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia. Melalui inkarnasi,
Firman menjadi manusia, rencana penyelamatan Allah bagi manusia terpenuhi dalam diri
Yesus, melalui wafat dan kebangkitan-Nya. Seluruh gagasan ini dirumuskan dengan kata
recapitulatio. 3
3. Tertulianus dari Kartago
Pengajaran Tertulianus berkaitan dengan ajaran Trinitas. Tertulianus memiliki
gagasan bahwa Allah memiliki satu hakikat dengan tiga pribadi. Namun adanya tiga pribadi
tersebut bukan berarti Allah lebih dari satu. Tertulianus memberikan dua istilah dari Bahasa
Latin seperti substantia dan persona. Menurut Tertulianus, substantia yakni sebuah
kepemilikan yang berasal dari konsep Ireneus bekenaan dengan esensi. Substantia menurut
Tertulianus mencoba menjelaskan bahwa Bapa, Putra, dan Roh Kudus merupakan satu
substantia. Persona menurut Tertulianus yakni entitas individual. Persona merujuk pada
ketiga manifestasi atau persona dalam Trinitas. Kata persona merupakan istilah untuk dapat
membedakan antara Bapa, Putra, dan Roh Kudus untuk dapat memelihara kesatuan dari
Tuhan. Oleh sebab itu, Tuhan bereksistensi sebagai satu substansi keilahian dalam tiga
persona keilahian.
Menurut pandangan Tertulianus, terdapat relasi penting antara Allah Bapa Yesus
Kristus dan Roh Kudus. Hal ini diungkapkannnya dalam pasal II dan III mengenai relasi
Trinitas dan Unitas yang mengungkapkan bahwa ketiganya menyatu di dalam satu substansi.
Ketiga pribadi ini menyatu dalam satu substansi, kondisi, kuasa, dan kekuasaan hingga
sampailah pada Satu Allah yakni Unitas terhadap Trinitas. Hal ini berarti Anak berasal dari
substansi Allah Bapa. Anak akan mewakili Allah Bapa dengan melakukan kehendak Allah
Bapa dan menerima semua kekuasaan dari Bapa. Roh Kudus sebagai Pribadi Ketiga keluar
dari Bapa melalui Anak. Oleh sebab itulah, Anak dapat menerima kekuasaan yang berasal
dari Bapa oleh karena pemberian Bapa dan harus mengembalikan seluruhnya kepada Bapa.4
4. Origenes dari Aleksandria
Origenes menandaskan bahwa Allah itu satu, namun dibandingkan dengan perbedaan
antara ketiga pribadi yang jauh lebih ditonjolkan olehnya, maka Origenes kurang
2
Simpul Kristologi Ireneus dari Lyon, Vol. 16 No. 2, Logos, Juni 2019, hlm. 33-34.
3
Simpul Kristologi …, hlm. 34-35.
4
Gabriel Kristiawan, Trinitas Menurut Tertulianus Dalam Buku Against Praxeas, Vol. 2 No. 2,
Felicitas, 2 Oktober 2022, hlm. 102-103.
mengungkapkan kesatuan Allah Tritunggal itu. Ia beranggapan bahwa dalam arti ketat hanya
Bapa itu Allah. memang, nama “Allah” juga disematkan pada Putra dan Roh, tetapi keilahian
mereka bersifat sekunder, diturunkan dari keilahian Bapa. Untuk menunjukkan ketiga pribadi
ilahi, Origenes memakai istilah hypostasis, yang bagi dia yang berarti keberadaan atau
keberdikarian individual. Putra dan Roh berlainan dengan Bapa, sejauh menyangkut
hypostasis mereka, tetapi ketiga pribadi bersatu sejauh memiliki kesatuan dan keselarasan
kehendak. Jenis kesatuan ini dinamakan Origenes dengan konsep homo-ousios (kesatuan
hakikat).
Namun Origenes tetap berpegang teguh pada perbedaan numerik antara Bapa dan
Putra. Origenes mengatakan bahwa Sang Putra dan Logos itu ciptaan Bapa dan Hikmat yang
diciptakan dan sekaligus mempertahankan bahwa Bapa dan Putra itu sehakikat. Ada
ketegangan terjadi, namun ia dapat bertahan karena kedudukan Logos sebagai ciptaan tidak
mau diartikannya secara harfiah sebagai penciptaan ex nihilo, melainkan dalam arti kiasan.5

5
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika I (Yogyakarta: Kanisius, 2004), hlm. 137.
Daftar Pustaka

Dister, Nico Syukur. Teologi Sistematika I. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Behr, John. On Pascha Melito of Sardis. New York: St. Vladimir’s Seminary Press, 2001.

Gabriel Kristiawan, Gabriel. Trinitas Menurut Tertulianus Dalam Buku Against Praxeas. Vol. 2 No.
2, Felicitas, 2 Oktober 2022.

[tanpa nama pengarang]. Simpul Kristologi Ireneus dari Lyon. Vol. 16 No. 2, Logos, Juni 2019.

Anda mungkin juga menyukai