Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fransiskus Asisi Dwi Pramono

NIM : 210510031
Kelas : III B
Mata Kuliah : Kristologi Kontemporer
Dosen : Bertolomeus N. A. P. Ngita, Lic. S. Th.

Pandangan Bapa-Bapa Greja tentang Kristologi

Pandangan Kristologi Beberapa Bapa Gereja

1. Ireneus dari Lion

Ireneus dari lion merupakan seorang apologet dalam gereja katolik yang memberi
tanggapan terhadap kaum Ebionit menagnai pandangan dan penafsiran Kristologis dalam
Pribadi Kristus. Kaum Ebionit berasal dari kata “Ebionit” yang berarti miskin, arti ini
mengacu pada gelar yang diberikan kepada jemaat purba yerusalem yang adalah sisa-sisa
kelompok Kristen Yahudi kuno yang menganut keristenan, namun masih berpegang teguh
pula terhadap ajaran Taurat. Pokok ajaran kaum ebionit adalah menekankan sisi manusiawi
Yesus, Yesus disebut sebagai manusia belaka anak Yosef dan Maria yang pada waktu
pembaptisan di Yordan itu digabungkan dengan dzat Ilahi, sehingga kemesiasan yesus
dipandang sebagai Nabi yang ditentukan menjadi mesias. Bukan atas kelahirannya, namun
atas pembaptisannya di sungai Yordan.1

Dalam menanggapi kaum Ebionit, konsep kristologi Ireneus berpedoman pada Injil
Yohanes 1: 1-3 untuk menegaskan praeksistensi Yesus yang sudah ada sejak semula. Yesus
Kristus sebagai Logos ilahi yang melalui-Nya segala sesuatu diciptakan dari ketiadaan.
4
Menurut Ireneus, Yesus Kristus adalah Logos Ilahi yang bertindak sebagai Firman Allah.
Lewat Firman itu, Allah menciptakan segala sesuatu dari yang tidak menjadi ada (creatio ex
nihilo).2 Sedangkan jiwa insani Yesus - sudah dalam keadaannya yang pra-ada - dipersatukan
dengan Logos ilahi Persatuan itu demikian erat sehingga jiwa Yesus yang prasada itu me
masukkan Logos seluruhnya ke dalam dirinya. Akibatnya, yaitu dan Logaslah jiwa Yesus

1
Nico Syukur, Teologi Siatematika 1(Yogyakarta:Kanisius, 2018), hlm. 186.
2
Adrianus Sunarko, Kristologi ..., hlm. 70-71.
menerima terang dan kemuliaannya. Dan, karena untuk berbuat dosa. Pada waktu inkarnasi,
Logos yang sudah diper- kesatuannya satukan dengan jiwa Yesus itu masuk ke dalam tubuh
Yesus.

Bagi Ireneus kesatuan Allah sebagi pencipta dan penyelamat, terdapat dalam diri
Yesus Kristus dalam logos ilahi dan kemanusawiannya. Artinya, kemanusiaan dan kelilahian
Yesus tidak terpisah melainkan satu dan saling mengandaikan satu sama lain dalam diri
Yesus Kristus sebagai sungguh-sugguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Karena
Keilahian Kristus sudah ada sebelum adanya segala sesuatu, dan segala sesuatu
diciptakanNya dari ketiadaan. Proses inkarnasi itu bertujuan agar manusia dapat mengalami
kasih Allah yang membebaskan dalam motif “pertukaran” (Putera Allah menjadi manusia
agar manusia menjadi seperti Dia).3 Hanya dalam kesatuan inilah manusia mampu terlibat
dalam persekutuan dengan Allah dalam diri Yesus Kristus.

2. Tertulianus dari Kartago

Tertulianus melawan penganut genostisisme yang menolak kemanusiaan Yesus.


Kaum gnostisisme berpandangan bahwa Kristus ilahi hanya turun untuk sementara pada
Yesus, kemudian Kristus ilahi itu meninggalkan dia untuk kembali ke surga, persis sebelum
peristiwa penyaliban. Kristus tidak sungguh mengenakan tubuh insani (hanya tampak saja
menjadi manusia). Hal ini didasarkan pada paham mereka bahwa tugas penyelamat adalah
mewahyukan pengetahuan yang benar, bukan menebus dari dosa.4 Tertulianus berasumsi
bahwa tidak akan terjadi keselamatan, jika Allah tidak sungguh hadir untuk menyelamatkan
dunia.

Dasar Kristologi Terutulianus adalah “Sabda telah menjadi daging”. Sabda yang
menjadi daging bukan mengartikan bahwa sabda mengalami perubahan menjadi daging,
melainkan menerima daging insani, sehingga tetap meninggalkan makna Ilahi dalam diri
Yesus Kristus dan menekankan keinsanian-Nya karena ia sungguh menjadi manusia. 5
Tertulianus menggunakan terminologi yang biasa digunakan di Pengadilan Roma. Dalam
ranah itu, kata “substantia” berarti “hak milik” dan kata “persona” berarti “suatu pihak dalam
perkara”. Maka dari itu, tiga “persona” dapat memiliki satu “substantia” yang sama. Artinya
tiga pribadi, Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus memiliki kesatuan substansi Allah. Tiga
3
Jean Galot, Who is Christ? A Theology of the Incarnation (Roma: Gregorian University Press,
1980), hlm. 222.
4
Adrianus Sunarko, Kristologi ..., hlm. 69-70.
5
Nico Syukur, Teologi …, hlm. 192.
pribadi merujuk pada tiga tingkatan, bentuk, dan aspek-aspeknya, sedangkan kesatuannya
merujuk pada satu dalam substansi, kondisi, dan kekuasaan. Dengan demikian, Tertulianus
menekankan dua keadaan (ilahi dan manusiawi) yang tidak tercampur aduk, tetapi bersatu
dalam pribadi Yesus Kristus. 6 Manurut Tertulianus Yesus Kristus memiliki dua kodrat yang
secara substansial mengandung makna ilahi dan insani. Karena kodrat Ilahinya sungguh
mewujudkan Mukjizat dan kodrat insaninya sungguhnyata dalam sengsara dan wafatNya di
salib.7

3. Melito dari Sardes

Konsep Kristologi Melito merupakan perlawanan terhadap aliran Pandangan


Genosistisme yang menekankan sisi insani, dan mengabaikan sisi Ilahi Yesus. Bagi Melito
konsep Kristologis Yesus tidak terlepat dari nubuat perjanjian lama melalui peritiwa
paskah, dan kurban anak domba. Kehadiran Kristus merupakan kepenuhan misteri
keselamatan telah digambarkan dalam perjanjian lama. Dasar pandangan itu dimulai dari
kisah keluaran tentang perayaan Paskah di Mesir dan pembebasan Israel. Nubuat perjanjian
lama menjadi suatu bentuk tipologi kehdadiran dan mesianis Yesus, yang tergenapi dalam
kelahiran, sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya dalam peristiwa Paskah untuk menebus umat
manusia. 8

Konsep dasar yang berasal dari misteri paskah pada perjanjian lama yang
memprdamaikan relasi manusia dengan Allah, tergenapi dalam Misteri Paskah Kristus
sebagai jalan penebusan didasarkan pada konsepsinya mengenai keilahian dan
kemanusiaan Yesus. Inkarnasi menghasirkan suatu relasi Ilahi dan Insani kristus dalam
terminology “corpus” dan “Spiritus”. Sisi insani Yesus dipandang sebagai hal yang
sempurna dengan menekankan kelahiran Yesus dari rahim seorang perawan dan
kebangkitanya sebagai Mesias.9

4. Origenes dari Alexandria

Origenes memandang Yesus sebagai “yang sulung dari segala ciptaan, yang

6
Jean Galot, Who is Christ? A Theology of the Incarnation (Roma: Gregorian University Press,
1980), hlm. 223-225.
7
Nico Syukur, Teologi …, hlm.193.
8
Aloys Grillmeier, Christ in Christian Tradition: From the Apostolic Age to Chalcedon (451)
(London: A. R. Mowbray & Co. Limited, 1965), hlm. 111-112.
9
Aloys Grillmeier, Christ in Christian Tradition ..., hlm. 112-114.
mengambil wujud raga dan jiwa manusia”. Pandangannya ditujukan untuk melawan
paham aliran Doketisme yang berpendapat bahwa Yesus tidak datang ke dunia dalam
bentuk materi, melainkan dalam bentuk roh. Kesatuan sisi ilahi dan insani dalam Kristus
dicapai melalui perantaraan jiwa Kristus antara sarx dan Logos. Pada waktu inkarnasi,
Logos yang sudah diper- kesatuannya satukan dengan jiwa Yesus itu masuk ke dalam
tubuh Yesus. Sejak saat tu, jiwa Yesus memainkan peranan penengah antara Logos abadi
dengan tubuh Yesus yang terbatas. Maksudnya, sebagaimana jiwa telah menampung
Logos, begitu pula tubuh menerima jiwa, dan melalui jiwa itu menerima Logos juga. 10
Dengan demikian menurut anggapan seperti manusia lainnya (yang dalam mempunyai
jiwa pra-ada). Dalam terminologi Origenes membentuk Konsep KeIlahian dan
kemanusiawian Yesus dalam physis (kodrat), hypostasis (substansi), ousia (hakikat),dan
homo ousios (sehakikat) yang sama.

Penjelmaan Sabda dipandang sebagai ensomatosis (hal memasuki tubuh) dari jiwa
Kristus yang pra-ada, sama seperti semua jiwa lainnya dipandangnya pra-ada dan baru
kemudian dipersatukan dengan tubuh, sesuai dengan ajaran Plato. Pandangan ini terlalu
berbeda dengan apa yang lazimnya di- pandang sebagai kodrat manusia yang sungguh-
sungguh. Begitu pula pendapat Origenes bahwa sesudah kebangkitan, tubuh mulia Kristus.

10
Nico Syukur, Teologi …, hlm. 194.
DAFTAR PUSTAKA

Galot, Jean. Who is Christ? A Theology of the Incarnation. Roma: Gregorian University
Press, 1980.

Grillmeier, Aloys. Christ in Christian Tradition: From the Apostolic Age to Chalcedon
(451).

London: A. R. Mowbray & Co. Limited, 1965.

Sunarko, Adrianus. Kristologi: Tinjauan Historis – Sematik. Jakarta: Obor, 2017.

Syukur, Nico. Teologi Siatematika 1. Yogyakarta:Kanisius, 2018.

Anda mungkin juga menyukai