2. Konsili Efesus
Dalam konsili ini, fokus utamanya adalah membahas tentang kodrat Yesus,
yang juga berimplikasi pada konsep mariologi. Untuk masuk pada konsili ini, adalah
baik untuk mengerti terlebih dahulu konsep pemikiran tentang Yesus Kristus, sebelum
1
konsili ini. Adalah Nestorius yang menjadi sorotan dalam konsili ini. Ia mengajar
tentang Yesus demikian, Yesus memiliki dua physis, ilahi dan insani. Keduanya itu
harus memiliki rupa, yang ilahi terungkap dalam perkataan Yesus, “...dosamu telah
diampuni”, sedangkan yang insani terungkap dalam kata-kata Yesus pula, yaitu “Aku
haus”. Bagi Nestorius, dua prosopon ini harus disatukan dengan satu prosopon besar
yaitu Kristus. Oleh karena itu, dampaknya adalah Maria dikatakan sebagai
Christustokos.
Dalam terang pemikiran konsili Efesus, saya hendak mengkritisi konsep
pemikiran ini. Yesus itu adalah Allah seperti yang diajarkan dalam konsili Nikea. Ia
yang adalah Allah itu berinkarnasi dan mengambil rupa manusia dalam rahim Maria.
Di sana Logos menyatukan diri dengan unsur kemanusiaan. Oleh karena itu Yesus
Kristus itu adalah satu diri yang memiliki dua kodrat, Allah dan manusia. Apa yang
disampaikan Nestorius dalam ajarannya seolah berkonotasi bahwa dalam Yesus itu
ada dua pribadi yang harus disatukan dengan satu prosopon besar, yaitu Kristus.
Nestorius dalam hal ini salah memahami Yesus. Yesus yang adalah pribadi
Allah Putra berinkarnasi menjadi manusia dalam rahim Maria adalah Allah yang
menjadi senasib dengan manusia ciptaan-Nya. Kodrat keallahan dan kemanusiaan
Yesus adalah tidak terpisah. Apabila terpisah halnya bisa berarti bahwa dalam Yesus
terdapat dua esse yang berbeda. Hal ini jelas tidak benar. Yesus adalah pribadi Allah
Putra yang memiliki kodrat keallahan dan kemanusiaan secara bersamaan. Keduanya
tidak dapat dipisahkan, serta harus dipahami dalam kerangka pemikiran inkarnasi.
Kerangka pemikiran inkarnasi ini membawa konsekuensi pemahaman kristologi
kepada konsep mariologi. Dengan dasar ini maka sebutan Maria sebagai
Christothokos ditolak oleh konsili. Konsili Efesus juga secara resmi
mempromulgasikan gelar Maria sebagai Theotokos. Dogma ini tentu berdasar pada
kenyataan bahwa yang dikandung Maria dalam rahimnya adalah Allah.
3. Konsili Khalsedon
Inti dari konsili ini adalah membahas tentang kodrat Yesus apakah satu atau dua
kodrat. Persoalan bermula ketika Eutykhes mengemukakan pendapatnya bahwa pada
Yesus Kristus hanya ada satu kodrat saja. Sebelum pemersatuan ada dua kodrat,
insani dan ilahi. Sesudah pemersatuan kodrat ilahi lebih dominan, sehingga hanya ada
satu kodrat, ilahi-manusiawi. Tanggapan konsili akan monophisitisme ini adalah
negatif. Konsili tetap mempertahankan bahwa Yesus memiliki dua kodrat, ilahi dan
manusiawi.
Kemudian hal yang penting lagi dalam konsili ini adalah penjernihan istilah.
Sudah sepanjang sebelum konsili Khalsedon, penggunaan istilah dapat dikatakan
tidak teratur. Oleh karena itu, banyak teolog sebelumnya berdebat karena
kesalahpahaman istilah. Istilah-istilah yang dijernihkan antara lain adalah physis yang
berarti kodrat atau ciri corak yang menjadi prinsip perbuatan dan sebagainya.
Kemudian prosopon atau hypostasis yang berarti subjek atau pribadi.
Saya berpendapat apa yang dilakukan konsili terkait penjernihan istilah adalah
upaya yang sangat baik. Penjernihan istilah menjadi penting dalam aktivitas
berteologi dan kristologi. Dengan menggunakan istilah yang tepat, pemahaman pun
akan tepat pula. Hal lain adalah menghindari kesesatan berpikir dalam dogma dan
teologi. Hal ini tentu saja berdampak besar di masa kini, sebagai masa depan dari
2
konsili Khalsedon. Kita telah menerima apa yang baik dan berguna bagi teologi dan
kristologi karena upaya para bapa konsili ini.