Anda di halaman 1dari 2

Kesimpulan Kristologi Kristen Katolik Abad XIX-XX

Pada dasarnya sama seperti kristologi Kristen reformasi, para teolog katolik pun
menghadapi situasi zaman yang sama. Mereka berhadapan dengan zaman modern di mana
terjadi peralihan paradigma fokus berpikir. Namun di sini ada hal yang berbeda dari para
reformis, yaitu para teolog katolik dalam teologi dan kristologinya bersifat apologetik,
sedangkan para reformuis cenderung mengikuti arus pemikiran modern.
Para teolog katolik jelas hidup dan mengenal alam pikir modern, tetapi mereka tetap
berusaha mempertahankan ortodoksi ajaran teologi kristologi yang sudah eksis sejak lama.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dalam kerangka apologetik ini, filsafat dan teologi dari
abad pertengahan dihidupkan kembali. Oleh karena itu, kristologi tetap berada pada jalur
yang sama dengan bangunan teologis kristologi yang telah dibangun di abad pertengahan dan
skolastik.
Memang dalam perjalanannya teologi skolastik dinyatakan tidak relevan dengan
konteks zaman modern yang lekat dengan empirisme dan corak anthroposentrisme. Akan
tetapi otoritas gereja masa itu justru mengembalikan kembali teologi skolastik ke dalam
universitas teologi. Hal ini berasal dari anggapan bahwa teologi skolastik itu sesuai dengan
konteks dunia modern. Untuk itu berkembanglah neothomisme masa itu. Sekalipun begitu,
rupanya sejumlah pemikir katolik tetap beranggapan bahwa metafisik skolastik tetap tidak
sesuai dengan alam pikiran modern, yang dinamis dan historis.
Para teolog katolik dalam elaborasi mereka tentang kristologi berangkat dari kristologi
bawah. Secara keseluruhan mereka berangkat dari kerangka berpikir ini. Memang dalam
perjalanannya ada beberapa teolog yang mencoba mengintegrasikan antara kristologi dari
bawah dan kristologi dari atas. Akan tetapi tetap, halnya berangkat dari kenyataan manusiawi
Yesus. Rahner misalnya, ia beranggapan bahwa teologi sebenarnya sama dengan antropologi.
Konsekuensinya adalah orang tidak dapat berpikir tentang Allah kalu tidak berpikir tentang
manusia. Demikian apabila prinsip ini diterapkan pada kristologi, tidak akan bisa berbicara
tentang Kristus yang adalah Allah tanpa bertitik tolak dari kemanusiaannya.
Dalam alam pikir ini, historisitas Kristus menjadi perhatian. Tentu hal ini sedikit
berbeda dari teologi abad pertengahan yang beberapa di antaranya kurang memperhatikan sisi
historisitas dari Yesus. Juga hal ini berbeda dengan bebepara pemikir reformis yang juga
mengelaborasi historisitas Yesus, sehingga ada yang berpendapat bahwa Yesus sama sekali
tidak relevan karena gagal menjadi mesias.
Upaya para teolog ini sangat terasa berada dalam jalur apologetik. Mereka
mengintegrasikan ortodoksi kristologi yang berkembang di abad pertengahan dan skolastik
dengan zaman modern dengan segala aliran pemikirannya. Seperti yang sudah dibahas dalam
pembahasan sebelumnya bahwa minat terhadap sejarah sangat tinggi dalam zaman ini.
Konsekuensinya adalah Kitab Suci dan Kristus pun diselidiki juga historisitasnya. Elaborasi
dari para teolog katolik memberi pencerahan bahwa Kristus yang diimani oleh jemaat
kristiani adalah Kristus yang hidup, Allah Putra dan manusia sekaligus.

Ulasan Tokoh: John Sobrino


Sangat jelas sekali bahwa kristologi dari John Sobrino harus dibaca dalam kerangka
teologi pembebasan. Sama seperti para pemikir sebelumnya, Sobrino pun bertitik tolak dari
kemanusiaan Yesus. Ia berfokus pada historisitas dari Yesus. Menarik bahwa Sobrino
menyatakan bahwa Yesus historis sebenarnya tidak membawa sesuatu yang benar-benar

12
baru. Dalam pewartaan-Nya tentang Kerajaan Allah, Ia hanya meradikalkan tradisi kenabian
dari Perjanjian Lama.
Ungkapan di atas bagi saya ada benarnya. Yesus memang meradikalkan ajaran tentang
Kerajaan Allah, Ia memberi gambaran paripurna tentang apa itu Kerajaan Allah. Itu adalah
tempat di mana Allah meraja dan semua yang berada di dalamnya akan selamat. Hal
keselamatan ini diperlihatkan Yesus dengan kehadiran-Nya, orang sakit disembuhkan, yang
lumpuh berjalan, yang buta melihat, bahkan yang mati pun dibangkitkan lagi. Dalam
kacamata berpikir ini, pemikiran Sobrino, saya mengafirmasinya.
Akan tetapi dalam hal lain, Yesus membawa kebaruan. Ia menyempurnakan ajaran
cinta kasih yang tanpa sekat. Ia memberitakan bahwa Ia adalah jalan keselamatan dan
kehidupan. Sebagai jalan, maka hanya melalui Dialah orang akan sampai kepada Bapa.
Untuk itu jalan keselamatan yang Kristus berikan adalah jalan salib. Ini merupakan kebaruan
dari Kerajaan Allah. Yesus adalah Kerajaan Allah itu sendiri.
Kemudian dalam pemikiran Sobrino selanjutnya, dalam relasi Yesus dengan Allah,
Sobrino menyatakan bahwa Yesus sebenarnya tidak menyatakan Allah (Bapa) karena Allah
merupakan suatu rahasia yang tak terselami, misteri mutlak. Yesus hanya menyatakan diri
sebagai Anak. Saya kira pemikiran ini perlu dikritisi. Di sini saya melihat bahwa Sobrino
tidak berdasar pada dogma kristologi tradisional yang menyatakan bahwa Yesus dan Bapa itu
adalah satu hakikat. Homo-ousios disangkal dalam pemikiran ini.
Saya melihat bahwa Sobrino terpaku pada konsep platonis tentang Logos. Logos dalam
alam pikir platonisme memang adalah misteri mutlak, bahkan dikatakan bahwa tidak
mungkin Logos yang agung itu menciptakan manusia. Ia menciptakan manusia lewat
perantara, yakni yang disebut sebagai demiurg. Dialah pencipta dari ciptaan-ciptaan lain, dia
adalah ciptaan pertama dari Logos yang menjalankan tugas penciptaan-Nya. Saya kira alam
pikir inilah yang mempengaruhi pemikiran dari Sobrino.
Dalam Kitab Suci Yesus jelas menyatakan bahwa Ia berada dalam Bapa, dan Bapa
dalam Dia, Dia dan Bapa adalah satu. Dengan demikian, tentu tidak benar apa yang
disampaikan oleh Sobrino bahwa Yesus sama sekali tidak menyadari diri-Nya sebagai Anak
Allah, juga bahwa Yesus tidak menyatakan Allah dalam pewartaan-Nya. Tentu hal ini tidak
bisa begitu saja diterima oleh orang beriman.
Yesus dalam pewartaan-Nya mewartakan Allah juga, sebab Dia dan Allah Bapa adalah
satu. Kesatuan hakikat keduanya ada dalam hakikat keallahan. Yesus adalah Allah yang
menjadi manusia. Ia berasal dari Bapa sebelum segala abad dan segala sesuatu dijadikan
oleh-Nya. Pembebasan yang dibawakan Yesus dalam ajaran-Nya tentang Kerajaan Allah
adalah juga berasal dari Bapa. Inkarnasi Yesus ada dalam kerangka karya keselamatan yang
mejadi proyek dari Allah. Untuk itu tidak mungkin membaca pewartaan Yesus sebagai itu
yang terpisah dari kesatuannya dengan Bapa.

13

Anda mungkin juga menyukai