Berbicara tentang alam pikir modern dalam kristologi Kristen reformasi tentu sangat
relevan. Seperti yang sudah dibahas dalam kristologi abad XIX-XX sebelumnya, terdapat
fenomena kemerosotan alam pikir Yunani dan berkembangnya alam pikir modern. Dua alam
pikir ini mempunyai fokus yang tentu saja berbeda. Yunani kuno berpusat pada teosentris dan
kosmosentris, sedangkan alam pikir modern berpusat pada anthropisentris.
Perbedaan fokus keduanya bagaimanapun berpengaruh pada teologi, khususnya
kristologi. Alam pikir Yunani kuno yang secara langsung mempengaruhi juga alam pikir
abad pertengahan dan zaman skolastik memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan
para tokoh Kristen reformasi. Elaborasi mereka tentang Kristus didasarkan pada konteks
pemikiran zaman. Mereka terbuka pada dunia baru. Singkat kata mereka mencari relevansi
Kristus bagi dunia dengan alam pikir baru itu.
Pendekatan akan Kristus lebih ditekankan dalam aspek historisnya. Mereka
menekankan segi manusia dari Yesus. Sangat brebeda sekali dengan kristologi tradisional
yang menekankan segi “Allah” dari Yesus. Hal ini berdasar pada pemikiran zaman yang
mulai tertarik mempelajari sejarah. Akibat dari hal ini adalah kristologi mereka sedikit
berbeda bahkan melenceng jauh drai kristologi-kristologi sebelumnya. Ini bisa dipahami
karena mereka sama sekali tidak terikat dengan teologi skolastik dan labih menekankan
empirisme.
Saya berpendapat untuk berkristologi kita harus tetap memperhatikan tradisi yang ada.
Tradisi tidak semata-mata ada untuk sebagai dokumentasi belaka, melainkan keyakinan yang
diwariskan. Elaborasi kristologi abad pertengahan dan skolastik bagi saya tetap harus menjadi
dasar teologi kristologis.
Apa yang dilakukan oleh para reformis bagi saya beraroma inkulturarisasi Yesus
Kristus ke dalam alam pikir modern. Akan tetapi hal ini dilakukan secara tidak berdasar
sehingga jauh dari tradisi yang sudah diwariskan. Bahkan ada yang menilai bahwa keallahan
Yesus adalah mitos yang dikarang oleh Gereja perdana. Saya amat tidak setuju dengan hal
ini. Merelevansikan Yesus ke dalam alam pikir dunia baru boleh saja, asal tetap berdasar
pada teologi yang benar.
10
Saya melihat ini sebagai kesalahan pertama dari Reimarus, yang melihat Yesus lepas
dari dogma. Dalam Perjanjian Baru sendiri dikatakan bahwa Yesus adalah Putra Allah yang
terkasih, Dia berkenan kepada Bapa. Apa yang dikatakan oleh Kitab Suci adalah Allah sejauh
Ia mewahyukan diri. Sangatlah tidak mungkin bahwa wahyu itu dipahami lepas dari dogma.
Tujuan keselamatan pun ditolak oleh Reimarus. Tujuan keselamatan adalah pembebasan dari
belenggu dosa yang disebabkan oleh manusia pertama. Keselamtan ini melebihi harga dari
keselamatan politis yakni pembebasan dari penjajahan. Reimarus hanya melihat ini, yakni
pembebasan dari penjajahan adalah tugas yang harus diemban oleh mesias. Kesalahpahaman
akan keselamatan dan pembebasan ini merupakan kesalahan kedua dari Reimarus.
Di sini Reimarus gagal memahami tujuan keselamatan yang sebenarnya. Ini juga
diakibatkan karena membaca Kitab Suci tidak dalam kerangka keselamatan dari dosa. Hal ini
saya kira disebabkan karena Reimarus tidak membaca Kitab Suci dalam kesatuan yang
integral antara Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Ini merupakan kesalahan ketiga. Oleh
karena itu ia pun gagal dalam memahami Yesus sebagai mesias yang menyelamatkan
manusia dari dosa.
11