Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KRISTOLOGI

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Dari Mata Kuliah Studi Dogmatika
Yang Di Bina Oleh Dosen Samuel W. L. Wanget, M.Th.

Disusun Oleh :

Kelompok 4

Dwi Novika Montjai (220201054)

Arkyanne Paulina Haniko (220201091)

Putri Jenifer Hengkeng (220201092)

Fakultas Teologi

Program Studi Teologi

Institu Agama Kristen Neger Manado

2023
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 .Latar Belakang

Pertanyaan mengenai ‟Siapakah Yesus Kristus?‟ adalah pertanyaan yang


penting sekali untuk dijawab oleh setiap orang. Pembahasan di dalam bab ini
bertujuan untuk menjawabnya dengan meneliti ajaran-ajaran yang terdapat di
Alkitab khususnya di dalam PB. Sejak abad ke-18, di bawah pengaruh
rasionalisme, para pengarang teologi telah bertanya-tanya, apakah kepercayaan
para penulis Perjanjian Baru itu benar? Atau, apakah sebetulnya Yesus dalam
kenyataan sangat berbeda dibandingkan dengan gambaran yang mereka berikan?
Pandangan tradisional yaitu pandangan orang-orang Kristen yang percaya,
menyebutkan bahwa penulis kitab-kitab Injil mencatat apa yang mereka alami
secara tepat, dan dengan demikian kepercayaan mereka mengenai siapa Yesus itu
betul-betul tepat dan sesuai dengan apa yang Yesus sendiri inginkan agar mereka
percaya mengenai diri-Nya.1

Sehubungan dengan pertanyaan di atas tersebut, maka salah satu pokok


pembahasan mengenai 'Siapakah Yesus Kristus' (kristologi) yang paling
kontroversial ialah pokok tentang ke-Tuhanan Kristus. Pokok pembahasan ini
merupakan salah satu pokok yang paling penting dalam kekristenan. Pokok ini
merupakan inti iman Kristen. Hal ini didasarkan karena iman Kristen dilandaskan
pada kenyataan bahwa Yesus benar-benar Allah yang menjelma menjadi manusia.
Pengajaran ini sangat penting. Jika pengajaran ini benar maka kekristenan unik
dan otoritatif, jika tidak maka kekristenan tidak berbeda dengan agama-agama
yang lain. Prinsip dasar apologetika kekristenan mengenai ke-ilahian Yesus
Kristus adalah Perjanjian Baru yang mencatat kehidupan, pengajaran, kematian
dan kebangkitan Yesus Kristus adalah dokumen yang dapat diandalkan. Yesus
menyatakan bahwa Dia adalah Tuhan yang menjelma menjadi manusia. Yesus
membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan dengan menggenapi nubuat (ramalan)

1
Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1: Allah, Manusia, Kristus ( terjemahan), (Jakarta: BPK Gunung MUlia,
2003) hlm, 243.

2 | S t u d i D o g m a ti k a
Perjanjian Lama, dengan hidup tanpa dosa, dengan mujizat-mujizat yang Dia
lakukan, dan dengan kebangkitan-Nya dari kematian. Dengan demikian Yesus adalah
Tuhan.

Berkaitan dengan penjelasan ini, maka dalam bab ini penulis membatasi
penelitian ini khususnya yang berkaitan dengan doktrin pluralisme dalam
Kristologi. Oleh karena itu, dalam pembahasan ini penulis hanya membahas
tentang metodologi Kristologi, dan doktrin tentang ke-Tuhanan Yesus. Hal ini
disebabkan topik-topik inilah yang sangat ditekankan oleh kaum pluralis. Dengan
demikian, pembahasan dalam bagian ini tidak meluas.

3 | S t u d i D o g m a ti k a
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Kristologi

Kristologi berasal dari dua kata, yaitu Khristós yang artinya Kristus dan logia
yang artinya ilmu atau pengetahuan. Maka kristologi berarti ilmu pengetahuan tentang
2
Kristus. Dengan kata lain kristologi adalah bidang studi dalam teologi Kristen yang
terutama berkaitan dengan sifat dan pribadi Yesus Kristus seperti yang tercatat dalam
Injil dan surat-surat dari Perjanjian Baru. Jadi Kristologi berkaitan dengan rincian
kehidupan Yesus (apa yang dia lakukan) dan ajaran-ajaran-Nya (apa katanya).
Kristologi membahas pengertian mengenai Yesus dalam hubungan dengan siapakah Ia
dan peran yang dilaksanakan-Nya dalam rencana Allah. 3Akan tetapi sebagai ilmu
pengetahuan, Kristologi tidak berdiri sendiri tetapi merupakan bagian, bahkan sub
bagian, dari sebuah ilmu pengetahuan yang lebih luas, yakni teologi. Berlainan dengan
ilmu pengetahuan lainnya, Kristologi merupakan ilmu yang berdasarkan wahyu dan
iman (selain berdasar pada pengalaman inderawi dan akal budi). 4 Menurut Dister,
wahyu dan iman yang mendasari teologi tersebut bukan hanya wahyu dan iman pada
umumnya tetapi juga dan terutama wahyu Allah dalam Yesus Kristus, dan iman
manusia kepada Yesus Kristus. Ini berarti bahwa baru dalam Yesus Krisus, wahyu
Allah mencapai puncak dan kepenuhannya. Dalam Kristus itu juga iman manusia
menjadi sempurna. Jadi, dari pihak Allah ada wahyu, sedangkan dari pihak manusia
ada reaksi terhadap wahyu tersebut. Reaksi itulah yang disebut sebagai iman
kepercayaan; dan kedua-duanya, baik wahyu maupun iman, berpusat pada Yesus
Kristus. Wahyu dan iman tersebut sebagai dasar teologi. Dengan demikian, tugas
Kristologi pada umumnya ialah merenungkan, menyelidiki, dan mengutarakan
keyakinan beriman bahwa Yesus adalah Kristus dan Tuhan.

2.2. Metodologi Kristologi

2
Nico Syukur Dister, Kristologi: Sebuah Sketsa, ( Yogyakarta: Kanasius, 1993) hlm, 21.
3
Raymond E. Brown, An Introduction to New Testament Crhistology, (Philadelphia Westminster, 1998) hal.3.
4

4 | S t u d i D o g m a ti k a
Ada dua pendekatan yang sering dipakai dalam metodologi Kristologi yakni:
metode Kristologi dari atas dan Kristologi dari bawah. Para teolog pada umumnya
memilih salah satu dari kedua pendekatan tersebut yang akan menentukan arah dan
penekanan pandangan Kristologi mereka. Istilah tinggi rendah ini tidak ada hubungan
dan sangkut pautnya dengan pengertian mana yang lebih tinggi atau mana yang lebih
rendah dari lainnya. Akan tetapi yang dimaksud dengan Kristologi rendah ialah yang
melihat Yesus dalam hubungannya dengan kemanusiaan-Nya. Istilah Kristologi rendah
atau Kristologi dari bawah, mengacu pada pendekatan yang dimulai dengan aspek-
aspek manusia dan pelayanan Yesus (termasuk mukjizat, perumpamaan, dll) dan
bergerak ke arah Ilahi dan misteri Inkarnasi. Sedangkan Kristologi Tinggi, atau
Kristologi dari atas melihat Yesus dalam hubungan dengan ketuhanan-Nya. Istilah
Kristologi dari atas mengacu pada pendekatan yang dimulai dengan Keilahian dan pra-
eksistensi Kristussebagai Logos (Firman), seperti yang diungkapkan dalam bagian
pertama dari Injil Yohanes. Pendekatan ini menafsirkan karya Kristus dalam hal
keilahian-Nya. Kristologi dari atas ditekankan dalam Gereja kuno, dimulai dengan
Ignatius dari Antiokhia pada abad ke-2. 5 Kedua pendekatan tersebut memang berbeda
akan tetapi saling melengkapi dan memperkaya pandangan Kristologis.

2.2.1. Kristologi Dari Atas

Yang dimaksud dengan Kristologi dari atas adalah melihat siapa Yesus Kristus
sebelum Dia datang ke dalam dunia. Pandangan ini mengatakan bahwa keAllahan
Yesus Kristus terselubung ketika Dia di dalam dunia. Supaya kita dapat mengenal Dia
sebagai Allah yang sejati, kita harus melihat siapa Yesus sebelum Dia datang ke dalam
dunia. Sebagai contoh adalah Yoh.1:1. Kristologi dari Atas merupakan strategi dan
orientasi dasar dari Kristologi sejak awal berdirinya gereja. Kristologi ini juga merupakan
pandangan dari Kristologi ortodoks selama zaman sebelum studi kritis terhadap
Alkitab6.Pendekatan ini secara khusus dianut oleh Karl Barth, Rudolf Bultman, dan Emil
Brunner. Beberapa ciri khas Kristologi dari atas yang terungkap di The mediator antara
lain : 7Pertama, Landasan untuk memahami Kristus bukanlah Yesus yang pernah hidup
5
LIhat C. Groenen OFM, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan pemikaran Tentang Yesus Kristus Pada Umat
Kristen, (Yogyakarta: Kanasius, 1988) hlm265-276.
6
Ibid
7
Emil Brunner, The Mediator ( London: Lutterwoth, 1934), hlm. 158.

5 | S t u d i D o g m a ti k a
dalam sejarah, melainkan kerygma, yaitu pengumuman gereja mengenai Kristus.
Brunner mengatakan, “Iman Kristen hanya muncul dari kesaksian terhadap Kristus dari
khotbah yang diberitakan serta tulisan dalam Alkitab. Memang gambaran dari sejarah
termasuk juga dalam Alkitab; namun gambaran itu sendiri bukan landasan
pengetahuannya.” Kedua, Dalam menyusun suatu Kristologi, terdapat kecenderungan
untuk lebih memperhatikan karya tulisan Paulus dan Injil Yohanes dibandingkan
dengan ketiga Injil yang lainnya. Tulisan-tulisan Paulus berisi tafsiran-tafsiran teologis
yang lebih jelas, sedangkan ketiga Injil Sinoptis lebih merupakan laporan yang lazim
saja. tentang tindakan dan ajaran Yesus. Ketiga, Iman pada Kristus tidak dilandaskan
pada bukti rasional juga tidak disahkan olehnya.

Iman tersebut tidak mungkin dibuktikan secara ilmiah. Isi dari iman tersebut
terletak di luar wawasan alamiah dan penelitian sejarah. Sekalipun penelitian sejarah
dapat meniadakan beberapa halangan (misalnya, yang menghalangi percaya pada ke-
Tuhanan Yesus Kristus), namun penelitian tersebut tidak akan berhasil menegakkan
kepercayaan-kepercayaan itu. “Yesus mengajar sekelompok murid di tepi danau”
merupakan sebuah pernyataan yang dapat diletiti secara sejarah; “Yesus adalah oknum
kedua Trinitas” tidak dapat disebut pernyataan yang dapat dileliti. Kita menerima
pernyataan-pernyataan historis setelah diyakinkan secara rasional. Kita menerima
pewartaan Injil dengan iman.Brunner membuat perbedaan yang menjelaskan
pengertian yang menurut anggapannya membedakan Kristologi sebagai bersifat historis
dan bukan bersifat historis. Perbedaan tersebut terdapat di antara “Kristus dalam
daging” dan “Kristus menurut daging.” Yang dimaksudkan dengan “Kristus dalam
daging” ialah bahwa Allah telah menjelma, yaitu Firman yang menjadi daging dan
memasuki sejarah. Sedangkan yang dimaksudkan “Kristus menurut daging” ialah
Kristus yang dikenal oleh ahli penulis sejarah dengan metode riset tertentu yang
dipakainya. Brunner menekankan Kristus dalam daging. Namun ia juga tidak
mengabaikan Kristus menurut daging. Sebab sekalipun iman tidak pernah timbul
sebagai hasil pengamatan terhadap fakta, melainkan oleh kesaksian gereja dan firman
Allah, kenyataan bahwa firman itu telah datang “dalam daging” berarti bahwa iman
bagaimanapun ada juga kaitannya dengan pengamatan.

6 | S t u d i D o g m a ti k a
2.2.2. Kristologi Dari Bawah

Kristologi dari bawah, memiliki pendekatan yang justru kebalikan dari pandangan
tersebut di atas. Pandangan ini justru memperhatikan secara sungguh-sungguh siapa
Yesus ketika Dia berada di dalam dunia. Bagaimana hidup-Nya, kuasa-Nya, serta apa
yang dikatakan-Nya. Semua itu menunjukkan siapa Dia sesungguhnya. Sebagai
contoh, kita dapat melihat khotbah Petrus pada Kis.2. Untuk mempelajari pendekatan
Kristologi dari bawah dapat ditemukan di dalam karya Wolfhart Pannenberg yang
berjudul Jesus – God and Man; dalam karya ini Pannenberg telah menghasilkan diskusi
yang saksama tentang Kristologi.Pannenberg mengajukan tiga alasan mendasar
mengapa dia sendiri tidak dapat menggunakan metode Kristologi dari atas.

Pertama, Tugas Kristologi ialah menyajikan dukungan rasional terhadap


kepercayaan akan ke-Allahan Yesus, karena pokok inilah yang dewasa ini
diperdebatkan. Kristologi dari atas tidak dapat diterima karena sudah meyakini
sebelumnya akan ke-Allahan Yesus. Kedua, Kristologi dari atas cenderung untuk
mengesampingkan pentingnya ciri-ciri historis Yesus dari Nazaret. Khususnya,
hubungan Yesus dengan Yudaisme pada zaman-Nya, yang merupakan bagian penting
untuk memahami hidup dan amanat-Nya hal ini hampir tidak diperhitungkan oleh
Kristologi dari atas. Ketiga, Sesungguhnya, sebuah Kristologi dari atas hanya dapat
dilakukan oleh posisi Allah sendiri, dan tidak dapat dilakukan oleh manusia. Kita ini
terbatas, manusia yang terikat pada bumi ini, oleh karena itu kita harus mengawali
semua penelaahan kita dari sudut pandangan bumi pula. Pannenberg memperjelas
garis batas Kristologi dari bawah yang memperlihatkan kontras dengan Kristologi dari
atas antara lain. Pertama, penelitian sejarah yang melatarbelakangi pewartaan
Perjanjian Baru dimungkinkan dan bahkan diperlukan secara teologis. Penelitian bentuk
sastra telah menunjukkan bahwa urutan kronologi yang tepat tentang kehidupan Yesus
tidak dapat disusun. Apabila manusia hanya melandaskan iman hanya pada pewartaan
rasuli saja, dan sama sekali tidak peka pada fakta-fakta historis dalam kehidupan Yesus
juga, maka tidak dapat menghilangkan kecurigaan dan ketakutan bahwa iman orang
Kristen salah. Kalau hal ini terjadi, maka Pannenberg akan mengatakan bahwa iman
Kristen bukan kepada Yesus Kristus, melainkan kepada Lukas, Matius, Paulus atau

7 | S t u d i D o g m a ti k a
salah seorang penulis kitab lain dalam Perjanjian baru. Kesulitan lainnya apabila orang
Kristen melandaskan imannya hanya pada pewartaan rasuli saja ialah kenyataan
bahwa saksi-saksi Perjanjian Baru itu tidak memberi kesatuan, melainkan
keanekaragaman dan bahkan pertentangan. Orang percaya harus menerobos
kesaksian yang beragam ini untuk menemukan Yesus yang mereka tunjuk itu.

Kedua, sejarah itu sifatnya tunggal dan bukan rangkap. Hidup, ajaran, dan
pelayanan Yesus, termasuk kematian dan kebangkitan-Nya, bukan merupakan bagian
yang tersendiri dari sejarah yang unik, berbeda dari sejarah pada umumnya. Tidak ada
suatu bidang yang dinamakan sejarah penebusan atau sejarah suci atau nama apa
saja. Bagi Pannenberg sejarah Kristus merupakan bagian dari keseluruhan sejarah
dunia. Hal itu tidak dapat dipisahkan atau diasingkan dari sejarah pada umumnya. Oleh
karena itu, dalam mempelajari sejarah Kristus kita tidak perlu memakai metode yang
berbeda dari metode yang dipakai untuk memperoleh pengetahuan tentang sejarah
yang biasa. Ketiga, jelas sudah bahwa sejarah Kristologi dari bawah menyajikan
kepada orang percaya Yesus yang sungguh-sungguh manusiawi. Namun dapatkah
Kristologi ini menegakkan ke-Tuhanan Yesus? Bukti yang seringkali dikemukakan oleh
Kristologi dari bawah dalam usaha untuk membuktikan kesatuan Yesus dengan Allah
adalah pernyataan Yesus sebelum paskah yang berisi pernyataan tentang wibawa-Nya
yang setara dengan Allah lewat perbuatan dan perkataan-Nya. Penegasan ini terwujud
dalam kebangkitan Yesus Kristus. Pannenberg percaya bahwa kebangkitan Yesus
merupakan suatu fakta sejarah.

2.3. Ke-Tuhanan Yesus

Harus diakui secara jujur bahwa untuk dapat menemukan Kristologi yang
lengkap, khususnya mengenai ke-Tuhanan Yesus, maka harus kembali kepada Alkitab.
Untuk menemukan Yesus yang riil, maka hanya bisa dilihat dibalik kitab-kitab PB
sebagai alur yang utama, karena telah terbukti bahwa tidak ada kesepakatan di dalam
pemikiran para perumus Kristologi kontemporer 8. Sehubungan dengan hal tersebut,
maka pokok pembahasan mengenai ke-Tuhanan Yesus merupakan pokok yang paling
kontroversial. Pokok ini merupakan inti dari iman Kristen. Hal ini didasarkan karena

8
Linwood Urban, Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003) Hlm 293.

8 | S t u d i D o g m a ti k a
iman Kristen dilandaskan pada kenyataan bahwa Yesus benar-benar Allah yang
menjelma menjadi manusia. Ia bukan hanya manusia yang luar biasa, sekalipun Dia
memang tokoh yang paling unik yang pernah hidup di dunia. Berkaitan dengan hal
tersebut, maka dalam bagian ini akan di bahas mengenai pokok-pokok yang berkaitan
dengan ke-Tuhanan Yesus antara lain: inkarnasi Kristus, gelar ke-Tuhanan Yesus,
istilah Tuhan, bukti kebangkitan-Nya, dan kesadaran diri Yesus tentang ke-Tuhanan-
Nya serta implikasi dari ke-Tuhan Yesus.

2.3.1. Inkarnasi Kristus

Ajaran tentang inkarnasi pada dasarnya ingin menunjukkan sejauh mana Allah
ada dalam diri Yesus dari Nazaret dan hubungan antara Allah dan manusia di dalam
Yesus. Manusia dapat mengenal Allah kalau Allah mewujudkan diri-Nya dalam suatu
bentuk yang dapat dipahami oleh manusia, yaitu dengan menjadikan diri-Nya seorang
manusia. Rasul Paulus berkata bahwa di dalam Kristus berdiam secara jasmaniah
seluruh kepenuhan ke-Allah-an. Kristus menjadi manusia supaya manusia dalam batas-
batas tertentu dapat memperoleh pengertian tentang Allah yang tidak terbatas. Alasan
kedua mengapa Allah mau menjadi manusia ialah untuk menjembatani jurang pemisah
antara Allah dan manusia.

Seandainya Yesus Kristus "hanyalah" seorang manusia atau makhluk ciptaan,


maka jurang pemisah antara Allah dan manusia - antara yang tidak terbatas dan yang
terbatas, antara Pencipta dan yang diciptakan, antara Yang Kudus dan yang tidak
kudus akan tetap ada. Supaya manusia dapat mengenal Allah, maka Allah harus turun
kepada manusia dalam diri Yesus yang dikenal sebagai inkarnasi. 9Alasan inilah yang
membuat penulis memasukan inkarnasi Kristus sebagai salah satu aspek ke-Tuhanan
Yesus. Inkarnasi Yesus menunjukkan bahwa Ia adalah Allah sepenuhnya dan juga
manusia sepenuhnya. Hal ini akan lebih diperjelas dalam pembahasan berikutnya.
Istilah ”inkarnasi berasal dari kata latin incarnatio (in: masuk ke dalam; dan carnis:
daging) artinya ”masuknya Kristus ke dalam daging manusia”. Jadi ”inkarnasi” berarti
(dari luar) masuk ke dalam daging atau keadaaan kedagingan. Yesus Kristus adalah
firman Allah, yang dari luar, dari atas, masuk ke dalam dunia manusia. 10 Baik kata
9
Millard J. Erickson, Teologi Kristen Volume 2, (terjemahan) (Malang: Gandum Mas, 2003), hlm. 346
10
G.C. van Niftrik dan B.J. Boland, Dogmatika Masa Kini, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,

9 | S t u d i D o g m a ti k a
benda "inkarnasi"maupun kata sifatnya tidak terdapat dalam Alkitab. Akan tetapi,
Padanan kata Yunani untuk bahasa Latin incarne, (Yunani, εν σαπκι - en sarki : dalam
daging) terdapat pada beberapa pernyataan penting dalam PB tentang pribadi dan
karya Yesus Kristus. 1 Timotius 3:16 ”...Dia, yang telah menyatakan diri-Nya dalam
rupa manusia (inkarnasi), …”. Kristus membuat karunia perdamaian-Nya „di dalam
tubuh jasmani-Nya‟ (Kol. 1:22, bdk dengan Ef. 2:15), dan bahwa dengan mengutus
anak-Nya „dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa‟ Allah „telah
menjatuhkan hukuman atas dosa dalam tubuh‟ (Roma 8:3). Petrus berkata tentang
Kristus untuk kita ‘dalam keadaan-Nya sebagai manusia (σαπκι - sarki, kasus datif dari
σαπξ - sarx : daging) 1 Petrus 3:18.

Ayat-ayat di atas tersebut dapat disimpulkan, bahwa ”inkarnasi” berarti ”di dalam
daging” dan menunjuk pada tindakan dimana pribadi kedua dari Allah yang kekal
mengambil bagi diri-Nya natur manusia, melalui kelahiran dari seorang anak dara.
Meskipun demikian, kemanusiaan-Nya adalah tanpa dosa. Apabila dikatakan bahwa
Yesus Kristus datang dan mati „di dalam daging‟, itu berarti bahwa Dia datang dan mati
dalam keadaan dan dalam kondisi hidup jasmani dan rohani yang diciptakan: dengan
perkataan lain, bahwa Dia yang mati itu adalah manusia. Tetapi PB menegaskan pula,
bahwa Dia yang mati itu adalah dari kekal dan juga terus menerus adalah Allah. Jadi,
kebenaran tentang inkarnasi yang harus dirumuskan ialah, bahwa Allah, tanpa berhenti
sebagai Allah, juga menjadi manusia. Hal inilah yang dinyatakan oleh Yohanes dalam
pendahuluan Injilnya: „Firman itu‟ (pelaku Allah dalam penciptaan, yang „pada
mulanya‟, sebelum penciptaan bukan hanya „bersama-sama dengan Allah‟, melainkan
juga „adalah Allah‟, Yohanes 1:1-3) „menjadi manusia‟ (sarx-daging) Yohanes 1:14.
Apabila Allah berinkarnasi menjadi manusia melalui Yesus, maka

akan muncul pertanyaan, yaitu bagaimana cara inkarnasi itu terjadi?


Jawabannya ialah melalui kelahiran dari seorang perawan. Ketika Gabriel
memberitakan kepada Maria bahwa bahwa ia akan mengandung Mesias itu, ia
memprotes bahwa ia akan memerlukan seorang suami. Inti reaksi malaikat itu adalah
bahwa engkau tidak memerlukan seorang suami, karena Roh Kudus akan turun atasmu

1981) hlm. 226-227

10 | S t u d i D o g m a ti k a
dan kuasa Allah yang Mahatinggi akan menaungi engkau (Luk. 1:35) pernyataan ini
lebih menekankan atas kenyataan keturunan ilahi dan Anak tersebut daripada atas
caranya. PB sepakat mempertegas indentitas Yesus terkait pada hubungan-Nya
dengan Allah yang Esa, monoteisme Yudaisme (PL), “karena Allah itu esa dan esa pula
Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”
(I Tim. 2:5).

Definisi asasi ialah bahwa Yesus „Anak Allah‟, Gelar/identifikasi ini berakar pada
pemikiran dan ajaran Yesus sendiri. Gelar „Anak Allah‟ adalah khas dalam mengartikan
bahwa Dia berbeda dengan segenap manusia lainnya, hal ini dapat ditelusuri sekurang-
kurangnya pada saat Ia berumur 12 tahun (Lukas 2:49), dan yang disalibkan kepada-
Nya dalam dan suara Bapa-Nya dari Sorga sewaktu Ia dibaptis, “Engkaulah Anak yang
Ku-kasihi” (Mrk. 1:11, bandingkan dengan Mat. 3:17, Luk. 3:22). Kata "αγαπητορ –
“agapêtos" yang terdapat dalam ketiga berita mengenai ucapan sorgawi itu,
mengandung makna ”satu-satunya yang dikasihi” (bentuk tunggal); begitu pula dalam
perumpamaan (Markus 12 : 6).

Oleh karena itu, Yesus berada dalam hubungan kasih yang sempurna dan tak
kunjung berubah dengan Bapa, dan dalam kesatuan dan persekutuan yang juga
sempurna dan tak berubah dengan Bapa (Yoh. 1:18; 8:16, 29; 10:30; 16:32). Sebagai
Anak, Dia tidak berprakarsa secara mandiri (Yoh. 5;19); Dia hidup untuk memuliakan
Bapa-Nya (Yohanes 17:1,4), dengan melaksanakan kehendak Bapa yang „mengutus‟
Dia yang memberikan suatu tugas kepada-Nya untuk dilaksanakan (Yoh. 4:34; 17:4
bnd. 19:30). Dia datang dalam nama Bapa-Nya, artinya Ia mewakili Bapa-Nya
(Yohanes 5:43), dan karenanya semua yang diucapkan-Nya dan diperbuat-Nya adalah
sesuai dengan perintah Bapa (Yoh. 7:16 dst. bnd 12:49 bnd; 14:10), maka hidup-Nya di
dunia adalah menyatakan Bapa-Nya dengan sempurna (Yoh. 14:7).33 11

Apabila Yesus mengatakan bahwa Bapa lebih besar dari Dia sendiri (Yoh. 14:28;
bnd 11:29), dan Dia menyatakannya dengan jelas, bukanlah mengenai suatu
kedudukan yang hakiki-Nya yang lebih rendah, melainkan mengenai fakta bahwa
penyerahan kepada kehendak atau prakarsa Bapa. Bapa lebih besar dari Dia, karena
11
Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat. Donald Guthrie, Teologi Perjanjian Baru 1; Allah,
Manusia, Kristus (terjemahan), (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003) hlm, 243-250.

11 | S t u d i D o g m a ti k a
dalam hubungan-Nya dengan Bapa, Ia senantiasa menempatkan diri-Nya dalam
kedaan-Nya sebagai manusia dalam pelayanan-Nya di dunia ini, Dia bertindak sebagai
Anak yang mempunyai misi penyelamatan bagi orang berdosa. Akan tetapi hal ini
sekali-sekali tidak berarti bahwa Dia mesti direndahkan terhadap Bapa dalam
penghargaan dan penyembahan manusia kepada-Nya.

Inkarnasi bermaksud menyatakan, bahwa Firman Allah telah menjadi daging,


yakni bahwa Allah telah menjadi manusia, di dalam Yesus orang Nazaret. Akan tetapi,
muncul pertanyaan mengapa Allah mengutus Putra-Nya dalam bentuk yang serupa
dengan manusia berdosa? Alkitab memberikan beberapa jawaban terhadap pertanyaan
ini antara lain12: 34 Pertama, untuk menyingkapkan Allah kepada manusia. Meskipun
Allah menyatakan diri-Nya dengan berbagai cara, termasuk kebesaran alam di sekitar
kita, namun hanya melalui inkarnasi sajalah yang telah menyatakan hakikat Allah,
meskipun terselubung (Yoh. 1:18; 14:7-11). Jalan satu-satunya agar manusia dapat
melihat Bapa ialah dengan mengenal Putra-Nya, dan jalan satu-satunya kita dapat
melakukannya sekarang ialah dengan mempelajari catatan tentang kehidupan-Nya
dalam Alkitab. Kedua, untuk memberikan suatu teladan bagi kehidupan kita. Kehidupan
Tuhan kita di dunia ditegakkan bagi kita sebagai suatu pola untuk kehidupan kita
sekarang (1 Pet.2:21; 1Yoh. 2:26). Tanpa Inkarnasi maka manusia tidak akan memiliki
contoh tersebut. Sebagai manusia Ia mengalami perubahan kehidupan yang drastis
dan memberikan suatu contoh pengalaman bagi kita. Ketiga, memberikan pengorbanan
yang efektif bagi dosa.

Tanpa Inkarnasi tersebut, kita tidak akan memiliki seorang JuruSelamat. Dosa
menuntut maut untuk pembayarannya. Allah tidak dapat mati. Jadi Juru Selamat itu
harus manusia agar dapat mati. Akan tetapi kematian bagi seorang manusia biasa tak
dapat melunasi dosa yang abadi, sehingga Juru Selamat tersebut juga harus Allah. Kita
harus memiliki seorang Juru Selamat Manusia-Allah dan kita memilikinya dalam Tuhan
kita (Ibr. 10: 1-10). Keempat, agar mampu menjadi seorang Imam Besar yang penuh
rasa simpati (Ibr. 4:14-16). Imam Besar kita mampu merasakan kelemahan kita karena
Ia diuji seperti kita. Namun Allah tak pernah diuji, sehingga perlulah bagi Allah menjadi
12
Charles C. Ryrie, Teologi Dasar 1: Panduan Populer Untuk Memahami Alkitab,
(Yogyakarta: Andi,2007) hlm.362-

12 | S t u d i D o g m a ti k a
manusia untuk dapat diuji supaya dapat menjadi seorang Imam yang penuh rasa
simpati. Kelima, agar mampu menjadi seorang hakim yang memenuhi syarat. Semua
penghakiman akan dilakukan oleh Tuhan Yesus. Mengapa hakim itu harus menjadi dan
pernah hidup di dunia? Agar Ia bisa menggugurkan semua alasan yang mungkin akan
dibuat oleh manusia. Mengapa hakim tersebut harus juga Allah? Agar penghakiman-
Nya benar-benar jujur dan adil. Oleh karena itu, Inkarnasi tersebut amat berpengaruh
dalam hubungannya dengan pengetahuan kita tentang Allah, dengan keselamatan kita,
dengan kehidupan kita sehari-hari, dengan kebutuhan-kebutuhan yang mendesak, dan
dengan masa depan kita. Hal ini sesungguhnya adalah pusat fakta sejarah.

2.3.2. Gelar ke-Tuhanan Yesus

Gelar ke-Tuhanan Yesus Gelar adalah sebutan yang menerangkan atau merujuk
ke suatu tugas atau kedudukan khusus seseorang. Jadi gelar bisa mengacu kepada
kehormatan yang harus diberikan kepada orang itu. Umpamanya Yohanes digelari
„pembabtis‟ karena istilah ini khas mencirikan tugasnya. Hal ini pun ada kaitannya
dengan gelar-gelar yang diberikan kepada Yesus dalam perjanjian baru 13.

a. Anak Allah
Gelar 'Anak Allah' ini disebutkan sampai dua kali kepada Maria. Maksudnya
amat jelas, yaitu untuk meluruskan pengertian Maria yang tadinya masih
berpandangan tentang anak sebagai pembuahan biologis. ”jawab Malaikat itu
kepadanya: "Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi
akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut
kudus, Anak Allah”36 (Lukas 1:35). Sebutan kedua disusulkan untuk
mengkoreksi persepsi yang salah dari Maria, dan ternyata ia akhirnya dapat
menerima penjelasan itu, lalu menyerahkan konsepsi (pembuahan) anak untuk
dikuasai sepenuhnya oleh Allah yang Mahatinggi.
Anak Allah yang dimaksud sama sekali bukan istilah insani, melainkan istilah
rohaniah, yang artinya Yesus benar-benar Allah sejati. Istilah ini tepat, karena
memang terjadi suatu “kelahiran” (ke-anak-an), dimana Sang Firman telah ber-
inkarnasi menjadi manusia dan diam di antara manusia (Yoh. 1:14). Sebagai

13
Charles Ryrie, Teologi Dasar 1, hlm. 368

13 | S t u d i D o g m a ti k a
'Anak Allah', Ia berkarya untuk menyatakan diri Allah sedemikian lengkap dan
sempurnanya, sehingga Allah yang tadinya tidak dapat dipahami, menjadi dapat
dipahami dan dapat diikuti keteladanan-Nya dan kedekatan-Nya. Itulah
sebabnya Yesus dapat berkata: “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat
Bapa” (Yohanes 14:9).14 Yesus Kristus tahu pasti hubungan-Nya yang khas
dengan Allah, yang disapanya dengan akrab "Abba". Dengan latar belakang
inilah dapat dipahami jika Yesus Kristus memakai istilah "Anak" untuk
menyatakan hubungan-Nya dengan Allah sebagai Bapa. Dia menyatakan
keakraban antara Dia dengan Allah persis sama keakraban seorang anak
dengan ayahnya (Mat.11:27). Dalam pengungkapan keakraban-Nya dengan
Bapa yang merupakan bukti keakraban anak terhadap bapanya, maka, Yesus
justru membuktikan bahwa Dia adalah 'satu-satunya' yang sanggup menyatakan
Allah kepada Manusia. Makna ke-Anak-an yang khas ini mengungguli makna
umum bagi ke-Anak-an seorang Yahudi yang saleh terhadap Allah. Hal itu
terlihat jelas dengan cara Allah menyapa Yesus sebagai Anak-Nya dalam
peristiwa baptisan dan permuliaan (Markus 1:11, 9:7) 15.
b. Raja dan Mesias
Pengharapan Yahudi berpusat akan didirikannya pemerintahan atau Kerajaan
Allah, dan pengharapan ini sering dihubungkan dengan datangnya seorang
tokoh yang mewakili Allah untuk menjalankan pemerintahan-Nya. Tokoh seperti
itu tentulah seorang „Raja‟, yang diurapi oleh Allah dan dari suku Daud. Istilah
'yang Diurapi' biasanya ditetapkan untuk raja, imam, atau nabi, pada zaman
antar perjanjian dapat digunakan sebagai istilah tekhnis bagi tokoh yang
mewakili. Allah yang dinantikan. Gelar Mesias dipakai sebagai gelar resmi dari
tokoh utama yang dinanti-nantikan oleh orang Yahudi, yang merupakan
Juruselamat yang mereka tunggu. Hal ini dikarenakan penguasa yang dinanti-
nantikan itu memang diharapkan akan menjadi Raja dan Anak artinya keturunan)
Daud, maka kedua istilah ini digunakan juga sebagai gelar atau sebutan juga
untuk Yesus. Dalam Lukas 7:22, Yesus juga dengan secara tidak langsung
menunjuk diri-Nya adalah Mesias. Namun Yesus mengajar murid-murid-Nya
14
Charles Ryrie, Teologi Dasar 1, hlm. 368
15
http://www.sarapanpagi.org/gelar-yesus- (selasa, 04/04/2023. pkl. 15.00)

14 | S t u d i D o g m a ti k a
untuk mempercayai bahwa Dia-lah Mesias atau Kristus (artinya : Raja yang
diurapi) yang datang dari Allah. Akan tetapi karena luasnya salah pemahaman
mengenai Mesias di antara orang Yahudi (bandingkan dengan Yohanes 6:15),
maka Ia melarang keras membicarakan ke-Mesias-Nya di muka umum (Markus
9:7-9; Matius 16:20; 17:9). Baru sesudah Ia menyelesaikan misi pelayanan-Nya
untuk menderita di kayu salib, Ia mengumumkan secara terbuka peranan-Nya
sebagai Raja-Mesias, saat Ia dielu-elukan memasuki Yerusalem (Matius 21:1-11;
Markus 11:1-18; Lukas 19:1-48, Yohanes 12:12-50). Di hadapan hakim-hakim
yang mengadili-Nya dengan tegas Ia menyatakan bahwa memang Dia adalah
Mesias/Kristus (Matius 26:63-64; Markus 14:61-62; Lukas 22:69-71; 23:2-3), tapi
Dia bukan Mesias duniawi seperti yang diharapkan orang Yahudi (Yohanes
18:26).39 Yesus mengumumkan datangnya pemerintahan Kerajaan Allah dan
menghubungkan kedatangan Kerajaan Allah itu dengan aktivitas-Nya sendiri
Matius 12:28 ), dan Dia bertindak dengan otoritas ilahi (Markus 2:7). Dalam
pelayanan itu timbul pertanyaan apakah benar Dia adalah Raja yang dinanti-
nantikan itu (bandingkan dengan Yohanes 4:29; 7:25-31), sehingga banyak
orang ingin menjadikan Dia raja (Yohanes 6:15). Pada saat Dia diadili, Dia
ditanya apakah Dia adalah Mesias? Dalam kesempatan ini Dia mengakui
kenyataan itu secara terbuka „Akulah Dia‟ (Markus 14:61-62, bandingkan
dengan Yohanes 18:33-38 ). Hal ini menyebabkan Yesus dihukum mati oleh
orang Roma dengan tuduhan Dia mengaku 'Raja orang Yahudi'(Markus 15:26).
Sebelum peristiwa pengadilan itu, Petrus menyebut-Nya Mesias, dan Yesus
tidak menolak sebutan itu: Ia bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu,
siapakah Aku ini?" Maka jawab Petrus: "Engkau adalah Mesias!" (Markus 8:29)

2.3.3. Istilah Tuhan

Para penulis kitab dalam Perjanjian Baru menghubungkan istilah κύριος


(‟Tuhan‟) dengan Yesus, khususnya setelah Ia bangkit dan naik ke surga. Istilah ini
menandakan ke-Allahan apabila diterapkan pada Yesus. Dalam Septuaginta κύριος
biasanya adalah terjemahan dari nama JHWH atau Yehovah. Dalam Perjanjian Lama,
Tuhan menyatakan nama-Nya sebagai JHWH atau Jehovah. Dalam bahasa Indonesia

15 | S t u d i D o g m a ti k a
16
ditulis sebagai TUHAN (kata 'tuhan' dengan huruf besar semua). Misalnya dalam
Keluaran 6: 2-3, 'Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: "Akulah TUHAN. Aku
telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub.

Sebagai Allah Yang Mahakuasa, tetapi dengan nama-Ku TUHAN Aku belum
menyatakan diri. Orang Yahudi menganggap nama Jehovah (TUHAN) begitu suci,
sehingga mereka tidak berani mengucapkannya. Jehovah adalah satu-satunya Tuhan,
selain itu adalah berhala atau tuhan yang palsu. Jehovah adalah Tuhan yang cemburu,
yang tidak akan membagikan nama maupun kemulian-Nya kepada yang lain.

Selain daripada itu nama TUHAN (Kurios) juga berarti, bahwa Ia memiliki
„kekuasaan raja‟, sebagaimana kaisar Roma juga memiliki kuasa raja. Tuhan Yesus
adalah Raja di atas segala raja dan Tuhan di atas segala Tuan (1 Tim. 6:15). Sebutan
ini di berikan kepada Yesus sebagai Juru Selamat setelah Ia menyelesaikan karya
penyelamatan-Nya, dengan bangkit dari antara orang mati. Maka di Fil. 2:11
disebutkan, bahwa Allah telah meninggikan Dia, supaya segala lidah mengaku: “Yesus
Kristus adalah Tuhan”, bagi kemuliaan Allah Bapa 17.Beberapa perkataan Yesus yang
menarik dipelajari: Yesus mengatakan, 'Akulah gembala yang baik' (Yohanes 10:11),
sedangkan Perjanjian Lama mengatakan, 'TUHAN adalah gembalaku' (Mazmur 23:1).
Yesus menyatakan Dia adalah hakim atas segala bangsa (Yoh. 5:27; Mat. 25:31),
Perjanjian Lama mengatakan TUHAN adalah hakim segala bangsa (Yoel 3:12). Yesus
mengatakan, 'Akulah terang dunia' (Yoh. 8:12), TUHAN adalah hakim segala bangsa
(Yoel 3:12). akan menjadi penerang abadi bagimu" (Yesaya 60:19). Yesus berdoa
kepada Bapa untuk berbagi kemuliaan kekal-Nya, "Oleh sebab itu, ya Bapa,
permuliakanlah Aku pada-Mu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadirat-Mu
sebelum dunia ada" (Yohanes 17:5) Yesus mengatakan Dia adalah yang pertama dan
yang akhir (Wahyu 1:17), sama seperti Yehovah dalam Perjanjian Lama (Yesaya
44:6).Rujukan-rujukan ini menjelaskan bahwa para rasul bermaksud memberikan
kepada Yesus gelar Tuhan dalam pengertian yang setinggi-tingginya. Bagi orang

16
Bruce Milne, Mengenali Kebenaran, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2002), hlm. 185.
17
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005) hlm. 321.

16 | S t u d i D o g m a ti k a
Yahudi khususnya, istilah κύριος ini senantiasa mengusulkan bahwa Kristus setara
dengan Bapa. 18Bukti Kebangkitan Yesus

2.3.4. Bukti kebangkitan Yesus

Bagi beberapa orang, pendekatan yang diambil dalam usaha membuktikan ke-
Allahan Yesus mungkin tampaknya seakan-akan tidak bersifat kritis sama sekali,
maksudnya kurang mempertimbangkan temuan-temuan dari metode penelitian Alkitab
yang lebih radikal. Akan tetapi, masih ada cara yang lain untuk menetapkan ke-Allahan
Yesus. Cara tersebut bertumpu pada kebangkitan Yesus. Sebab justru di dalam
kebangkitan itu dinyatakan benar-benar, siapa Yesus Kristus, yakni bahwa Ia adalah
Anak Allah (Rm. 1:4).

Kristus secara terus terang telah menyatakan diri-Nya sebagai Anak Allah, maka
kebangkitan-Nya dari kematian merupakan pengesahan Allah atas kebenaran
pernyataan-Nya itu. Kalau Dia tetap berada dalam kuasa maut, berarti Allah tidak
membenarkan pernyataan-Nya sebagai Anak Allah; tetapi karena Dia sudah bangkit
dari kematian, maka Allah telah mengakui-Nya di hadapan dunia. Kebangkitan
sesungguhnya berarti bahwa Allah pada hakikatnya telah menyatakan diri di dalam
Yesus. Kebangkitan Yesus telah memastikan bahwa Anak Manusia adalah tidak lain
dari Yesus sendiri. H.P. Liddon yang dikutip oleh Josh McDowell mengatakan: ”Iman
terhadap kebangkitan adalah tonggak utama dari iman kristiani, dan bila ia dihilangkan,
semuanya akan hancur berantakan 19.”45 Khotbah Petrus pada hari Pentakosta
sepenuhnya dan seutuhnya dibangun atas dasar kebangkitan. Kepercayaan teguh para
rasul kepada Yesus berakar pada keyakinan bahwa Dia tidak tinggal dalam maut, tetapi
telah dibangkitkan oleh Allah. Bahwa Yesus sudah bangkit, berdasarkan apa yang
mereka alami bersama-Nya, tentu saja setelah mereka melihat-Nya sendiri, adalah
sama pastinya dengan kematian-Nya, dan menjadi unsur utama dari khotbah mereka
tentang Dia. Kebangkitan Kristus sejak dulu telah dianggap sebagai doktrin utama dari
gereja. Sejak awal kelahiran-Nya yang ilahi, gereja Kristen telah memberikan kesaksian

18
Millard J. Erickson, Teologi Kristen Vol. 2. (terjemahan), (Malang: Gandum Mas,
2003), hlm. 328-329.
19
Josh McDowell, Apolegetika Volume 1: Bukti yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab
(terjemahan), (Malang: Gandum Mas, 2002), hlm. 281.

17 | S t u d i D o g m a ti k a
secara bulat tentang imannya pada kebangkitan Kristus. Inilah yang dapat kita sebut
sebagai salah satu ajaran dan kepercayaan gereja yang paling mendasar, sehingga bila
kita menghilangkan.

Nats yang ada hubungannya dengan kebangkitan, maka kita akan mendapatkan
sebuah kumpulan yang begitu rusak sehingga apa yang tersisa tidak akan dapat
dimengerti lagi. Kebangkitan Kristus menentukan validitas iman Kristen. Paulus
menyerukan, ”Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu
dan kamu masih hidup dalam dosamu” (1Kor. 15:17). W.J. Sparrow-Simpson
mengatakan: ”Kalau kebangkitan bukan merupakan kenyataan sejarah, maka kuasa
maut belum terpatahkan, dan begitu pula pengaruh dosa; dan arti kematian Kristus juga
belum disahkan, dan oleh karenanya orang-orang percaya masih berada dalam dosa,
sama seperti ketika mereka belum pernah mendengar nama Yesus”. 20

Yesus bukan hanya saja meramalkan kebangkitan-Nya tetapi juga menegaskan


bahwa kebangkitan-Nya dari antara orang mati akan menjadi ”tanda” untuk
membenarkan pangakuan-Nya sebagai Mesias (Mat. 12; Yoh.2). Kubur yang kosong
adalah saksi bisu dari kebangkitan Kristus yang belum pernah terbantah. Orang-orang
Romawi dan orang-orang Yahudi tidak dapat memperlihatkan jenazah Yesus atau
menjelaskan ke mana perginya, tapi bagaimana pun juga, mereka tidak mau percaya.
Bukan karena kurangnya bukti, tetapi meskipun bukti-buktinya sangat mencukupi,
manusia tetap menolak kebangkitan. John R.W Stott mengatakan: ”Mungkin perubahan
yang terjadi pada murid-murid Yesus adalah bukti yang paling utama dari kebangkitan.”

2.3.5. Kesadaran Diri Yesus Tentang Ke-Tuhanan_Nya

Pada saat mempelajari bukti yang disajikan Alkitab tentang ke-Tuhanan Kristus,
maka harus mempelajari tentang kesadaran diri Yesus. Apa yang dipikirkan dan
diyakini Yesus tentang jati diri-Nya sendiri. Ada yang berpendapat bahwa Yesus tidak
pernah menganggap diri-Nya sendiri sebagai Allah. Amanat yang disampaikan-Nya
adalah mengenai Allah Bapa saja, dan sama sekali tidak mengenai diri-Nya. Oleh
karena itu, kita dipanggil untuk percaya kepada Allah bersama dengan Yesus, dan

20
Josh McDowell, Apologetika Vol, hlm. 282.

18 | S t u d i D o g m a ti k a
21
bukan percaya kepada Allah di dalam Yesus. Berkaitan dengan hal itu, maka dalam
bagian ini akan dibuktikan apakah Yesus benar-benar percaya bahwa Ia adalah Allah?
Menurut Matius 12:6, Yesus berkata kepada orang Farisi, "Aku berkata kepadamu: Di
sini ada yang melebihi bait Allah." Berapa lebihnya? Lihat ayat 8. Yesus menegaskan
sambil mengacu pada diri-Nya, "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari sabat." Menurut
Josh McDowel, bahwa bagaimana seseorang dapat menjadi Tuhan atas hari sabat
kecuali Allah yang menetapkan hari itu? Hal ini merupakan suatu tuntutuan langsung
atas sifat ketuhanan.2249 Dalam Markus 2:1-12, Yesus berkata kapada orang lumpuh
”Hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni!”. pengertiannya jelas, bahwa tak seorang pun
dapat mengampuni dosa kecuali Allah. Siapa saja dapat berkata bahwa ia
mampumengampuni dosa; tetapi Yesus membuktikan bahwa Ia berkuasa untuk
mengampuni dosa ketika Ia menyembuhkan orang lumpuh itu. Yesus dengan jelas
manyatakan sifat ketuhanan.23 Pada akhir khotbah di bukit (Mat.7:21-23), Yesus
berbicara tentang diri-Nya sebagai hakim yang terakhir yang mempunyai kuasa untuk
melarang orang masuk ke dalam Kerajaan Surga. David Biven, seorang peneliti latar
belakang bahasa Ibrani dari kisah-kisah di Kitab Injil, menyimpulkan: ”bukanlah cara
yang digunakan-Nya untuk mengajar atau isi yang umum dari ajaran-Nya yang
menjadikan Yesus unik di antara para rabi. Hal yang unik tentang Yesus adalah
pernyataan-Nya tentang siapa Dia itu, dan Ia jarang mengajar tanpa menyatakan
bahwa ia bukan saja Mesias dari Allah, tetapi yang lebih mengejutkan lagi, bahwa Ia
adalah Imanuel,"Allah menyertai kita”. 24 Sering Yesus menerima penyembahan dan
tidak berbuat apa-apa untuk mencegahnya (Mat. 14:33; Yoh. 9:38). Satu kejadian
penting tentang Yesus menerima penyembahan terdapat dalam Matius 21:5,6. Anak-
anak berseru memuji Yesus ”Hosana bagi Anak Daud!”. Para imam kepala dan ahli
Taurat yang menyaksikan Yesus menerima pujian menjadi sangat jengkel lalu mereka
21
Adolf von Harnack, What is Chiristianity? (New York: Harper and Brothers, 1987),
hlm. 144
22
Josh McDowel, Apologetika Volume 3: Bukti yang meneguhkan kebenaran Alkitab,
(Malang: Gandum Mas, 2004) hlm. 462
23
Robert Stein mencamkan bahwa reaksi para ahli Taurat ("Mengapa orang ini berkata
begitu? Ia menghujat Allah") menunjukkan bahwa mereka menafsirkan tanggapan Yesus “sebagai
melaksanakan hak istimewa ilahi, yaitu kuasa untuk benar-benar mengampuni dosa. Robert H.
Stein, The Method and Message oh Jesus Teaching, (Phildelphia: Westminster, 1978) hlm. 114
24
Dikutip oleh: Josh Mcdowel, Apologetika Volume 3: Bukti yang Meneguhkan
Kebenaran Alkitab, hlm. 461

19 | S t u d i D o g m a ti k a
berkata kepada-Nya, "Engkau dengar apa yang dikatakan anak-anak ini?" seakan-akan
Yesus seharusnya mendiamkan mereka; dan yang paling penting, Yesus menjawab
dengan menghubungkan sesuatu dengan diri-Nya yang dimaksudkan bagi Allah saja. Ia
menjawab, ”Belum pernakah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang
menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?” pada hakikatnya Ia berkata, ”ketika
anak-anak itu memuji Aku, mereka sedang memuji Allah”. Pernyataan ke-Tuhanan
Yesus sangat jelas di Yohanes 8:58, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum
Abraham jadi, Aku telah ada” (Yohanes 8:58). Ia sedang menuntut dua aspek dari sifat
ketuhanan bagi diri-Nya sendiri, yakni eksistensi Allah yang abadi; dan nama Allah.
Orang Yahudi tanpa ragu-ragu mengerti maksud perkataan ini. Mereka tahu bahwa
Yesus tidak hanya menyatakan keberadaan-Nya sebelum Abraham, tetapi Yesus juga
menyatakan sama dengan Tuhan. Ini menyebabkan mereka mengambil batu hendak
melempari Yesus. Dalam kisah perjumpaan Yesus dengan perempuan Samaria, wanita
itu mengatakan bahwa ada hal-hal tertentu yang akan ditangani oleh Mesias apabila Ia
datang. Sebagai jawabannya Yesus berkata, "Akulah Dia, yang sedang berkata-kata
dengan engkau" (Yoh.4:26). Wanita ini benar-benar memahami ucapan Yesus. Maka ia
pergi ke kampungnya dan mengundang orang-orang dengan berkata, "Mari, lihat! Di
sana ada seorang yang mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat.
Mungkinkah Dia Kristus itu?" (ay.29). Beberapa waktu kemudian orang-orang itu
menyatakan percaya kepada Yesus, bukan karena kesaksian wanita itu, karena mereka
berkata, "Kami sendiri telah mendengar Dia dan kami tahu, Dialah benar-benar
Juruselamat dunia" (ay. 42). Ungkapan yang dipakai lain, tetapi yang dimaksud adalah
bahwa Yesus itu Mesias.25 Suatu pernyataan lain dari Yesus bahwa Ia adalah Allah
terjadi ketika Ia diadili di hadapan imam besar, Kayafas, imam-imam kepala, tua-tua
dan para ahli Taurat (Mat. 26:57-58; Mrk. 14:53-65). Ketika imam besar bertanya
secara langsung kepada Yesus, “Apakah Engkau Mesias, Anak dari yang Terpuji?”,
Yesus menjawab, “Akulah Dia, dan kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah
kanan Yang Mahakuasa dan datang di tengah-tengah awan di langit.” Yesus dengan
jelas berbicara tentang diri-Nya sendiri. Istilah “Anak Manusia” adalah cara yang
biasanya Dia gunakan untuk mengacu kepada diri-Nya. Surat Ibrani juga sangat jelas
25
Leon Moris, Teologi Perjanjian Baru (terjemahan), (Malang: Gandum Mas, 2001) hlm.
316-317

20 | S t u d i D o g m a ti k a
dalam menonjolkan ke-Tuhanan Yesus. Dalam pasal satu, penulis berbicara tentang
Sang Anak sebagai cahaya kemuliaan Allah serta gambar wujud dari Allah (Ibr.1:3).
Anak ini, yang oleh-Nya Allah menciptakan dunia (ay.2), juga menopang segala
sesuatu dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan (ay.3). dalam ayat ke-8 yang
merupakan kutipan Mazmur 45:7, Sang Anak disebut sebagai ”Allah”. Alasannya ialah
bahwa Anak itu lebih tinggi daripada Malaikat (1:4-2:9), dari Musa (3:1-6), dan dari
semua imam besar (4:14-5:10). Dia itu lebih tinggi karena Dia memang bukan sekedar
manusia atau Malaikat, melainkan sesuatu yang lebih tinggi dari semuanya itu, yaitu
Allah. William Barclay mengatakan, dalam Injil Sinoptik kita dapat menyaksikan Yesus
sebagai seorang pribadi yang hidup-Nya dimulai, dilanjutkan, dan diakhiri dalam
kesadaran bahwa diri-Nya adalah Anak Allah. 26 Berdasarkan hal itu semuanya, maka
rasul Paulus berkata, bahwa Kristus adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-
lamanya (Rm. 9:5).

2.3.6. Implikasi Dari ke-Tuhanan Kristus

Terdapat beberapa implikasi penting yang berhubungan dengan doktrin mengenai ke-
Tuhanan Kristus: (1). Manusia dapat memiliki pengenalan yang benar tentang Allah.
Yesus berkata, ”Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa” (Yoh. 14:9).
Apabila manusia ingin mengetahui bagaimana kasih Allah, kekudusan-Nya, maka kita
hanya perlu melihat Kristus. (2). Penebusan tersedia bagi manusia. Kematian Kristus
memadai bagi semua orang berdosa yang pernah hidup, karena yang mati bukanlah
manusia yang fana saja, melainkan Allah yang tak terbatas. Dia, sumber hidup itu, yang
memberi dan menopang kehidupan, yang sebenarnya tidak harus mati, telah mati
karena kita. (3). Allah dan manusia telah bersekutu kembali. Yang datang bukanlah
malaikat atau manusia yang diutus oleh Allah kepada manusia, melainkan Allah sendiri
yang telah melintasi jurang akibat dosa. (4). Menyembah Kristus itu layak. Kristus
bukanlah sekedar yang tertinggi dari semua makhluk ciptaan, tetapi Dialah Allah sendiri
yang setara dengan Bapa. Ia pantas menerima pujian, dan ketaatan kita sama seperti
Allah Bapa.

2.4 Pandangan Para Ahli Tentang Kristologi


26
Dikutip oleh: T. Sutarman, Yesus Kristus Allah, Manusia Sejati, (Surabaya: Pasti dan
Yakin, 1983) hlm. 35

21 | S t u d i D o g m a ti k a
1. Karl Barth: Barth menekankan bahwa Yesus Kristus adalah 'firman' Allah, atau
inkarnasi dari kebenaran ilahi. Dia menganggap Yesus Kristus sebagai sumber
pengungkapan Tuhan yang terakhir dan tertinggi.
2. Rudolf Bultmann: Bultmann mengembangkan konsep 'demiurgi' dalam Kristologi,
yaitu kekuatan kosmik yang merintangi manusia untuk mencapai kebenaran
tertinggi. Menurut Bultmann, Yesus Kristus membebaskan manusia dari demiurgi
ini dan membawa mereka ke dalam kebenaran yang sejati.
3. N.T. Wright: Wright mengemukakan bahwa Yesus Kristus adalah "raja yang
bangkit dari antara orang mati" dan bahwa kebangkitanNya memiliki arti penting
bagi keselamatan umat manusia. Dia juga menekankan pentingnya peran Yesus
sebagai Mesias yang membebaskan manusia dari dosa dan maut.
4. Wolfhart Pannenberg: Pannenberg mengajarkan bahwa Yesus Kristus adalah
"sumber sejarah" dan bahwa keberadaannya membawa implikasi teologis bagi
agama Kristen. Menurut Pannenberg, keberadaan Yesus Kristus menunjukkan
bahwa Tuhan mengambil inisiatif dalam sejarah manusia dan memperlihatkan
cintaNya kepada dunia.
5. Karl Rahner: Rahner menekankan bahwa Yesus Kristus adalah "inkarnasi
Logos", yaitu kebenaran ilahi yang menjadi manusia. Menurutnya, Yesus Kristus
membawa manusia kepada keselamatan dan mengungkapkan cinta Allah yang
terbesar.

Pandangan para ahli ini menunjukkan bahwa Kristologi merupakan bidang studi
yang kompleks dan memiliki banyak sudut pandang yang berbeda-beda. Namun,
kesamaan yang dapat ditemukan dari pandangan-pandangan ini adalah bahwa Yesus
Kristus memiliki peran yang penting dan sentral dalam agama Kristen dan memiliki
implikasi penting bagi kehidupan manusia.

2.5 Isu-isu

1. Kepribadian Yesus Kristus : ada isu tentang sifat Kristus sebagai manusia dan
ilahi. Beberapa orang berpendapat bahwa Kristus memiliki dua kodrat yang
terpisah dan independent. Sementara yang lain berpendapat bahwa Kristus
memiliki kodrat ganda yang bersatu secara sempurna. Jadi yang sering di

22 | S t u d i D o g m a ti k a
pertanyakan bahwa apakah Kristus adalah sepenuhnya manusia atau
sepenuhnya Allah, atau keduanya secara bersamaan (hypostasis ganda).
2. Inkarnasi : Inkarnas merujuk pada saat Allah menjadi manusia melalui Kristus.
Ada pertanyaan tentang bagaimana hal ini mungkin terjadi dan bagaimana sifat
manusia dan ilahi Kristus saling berkaitan dalam diri-Nya atau dengan
bagaimana Allah bisa menjadi manusia melalui kelahiran Yesus di dunia, dan
apa artinya bagi keselamatan manusia.
3. Kematian dan Kebangkitan Yesus : Isu ini berkaitan dengan bagaimana
kematian Yesus menjadi dasar untuk pengampunan dosa dan kebangkitannya
sebagai tanda kemenangan atas maut dan dosa.
4. Pengajaran Yesus : Isu ini berkaitan dengan bagaimana menginterpretasikan
ajaran-ajaran Yesus, termasuk apakah mengikuti Yesus harus di anggap
sebagai cara satu-satunya untuk keselamatan atau tidak.
5. Peran Yesus dalam keselamatan : Isu ini berkaitan dengan apakah Yesus harus
di anggap sebagai satu-satunya jalan untuk keselamatan manusia, ataukah
orang-orang dari agama lain juga dapat diselamatkan? Dan juga ada perdebatan
tentang bagaimana Kristus menyediakan keselamatan bagi manusia. Beberapa
orang berpendapat bahwa Kristus melakukan pengorbanan untuk menghapus
dosa manusia, sementara yang lain berpendapat bahwa Kristus menyediakan
kesempatan bagi manusia untuk mencapai keselamatan melalui iman dan
ketaatan.

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Kristologi adalah bidang studi dalam teologi Kristen yang terutama berkaitan
dengan sifat dan pribadi Yesus Kristus seperti yang tercatat dalam Injil dan surat-surat
dari Perjanjian Baru. Akan tetapi sebagai ilmu pengetahuan, Kristologi tidak berdiri
sendiri tetapi merupakan bagian, bahkan sub bagian, dari sebuah ilmu pengetahuan

23 | S t u d i D o g m a ti k a
yang lebih luas, yakni teologi. Kekhasan teologi ialah bahwa tidak hanya didasarkan
pada pengalaman inderawi manusia serta akal budi manusia saja, tetapi juga pada
wahyu Tuhan yang diterima dalam iman. Jadi, berlainan dengan ilmu pengetahuan
lainnya, Kristologi pun merupakan ilmu yang berdasarkan wahyu dan iman (selain
berdasar pada pengalaman inderawi dan akal budi).

Berdasarkan wahyu dan iman itulah maka dapat dilihat fakta-fakta di atas, bahwa
Yesus, telah menunjukkan jati diri-Nya yang inklusif di dalam keilahian Bapa-Nya.
manusia tidak akan menemukan lagi sosok lain manapun (termasuk malaikat ataupun
nabi besar yang lain) yang berani mengklaim diri-Nya menyatu dengan Allah Bapa.
Oleh karena itu, pemahaman bahwa Kristus adalah Allah dan juga manusia tidak bisa
diragukan. Kristus merupakan oknum kedua dari Trinitas yang tidak pernah diciptakan.
Ia adalah sehakekat dengan Allah.

24 | S t u d i D o g m a ti k a
DAFTAR PUSTAKA

Guthrie, Donald. (2003). Teologi Perjanjian Baru 1 : Allah, Manusia, Kristus. Jakarta :
BPK Gunung Mulia.

Dister, S. Nico. (1993). Kristologi : Sebuah Sketsa. Yogyakarta : Kanasius.

Brown, E. Raymond. (1993). An Introduction To New Testament Crhistology.


Philadeplhia Westminster.

Groenen, C. (1988). Sejarah Dogmatika. Yogyakarta : Kanasius.

Brunner, Emil. (1934). The Mediator. London : Lutterwoth.

Urban, Linwood. (2003). Sejarah Ringkas Pemikiran Kristen. Jakarta : BPK Gunung
Mulia.

Erickson, J. Millard. (2003). Teologi Kristen Volume 2. Malang : Gandum Mas.

Niftrik, G. C dan B. J. Boland. (1981). Dogmatika Masa Kini. Jakarta : BPK Gunung
Mulia.

Ryrie, C. Charles. (2007). Teologi Dasar 1 ; Panduan Populer Untuk Memahami


Alkitab. Yogyakarta : Andi.

http://www.sarapanpagi.org/gelar-yesus- (selasa, 04/04/2023. pkl. 15.00)

Milne, Bruce. (2002). Mengenali Kebenaran. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

Hadiwijono, Harun. (2005). Iman, Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia.

McDowell, Josh. Apolegetika Volume 1 : Bukti Yang Meneguhkan Kebenaran Alkitab.


Malang : Gandum Mas.

Harnack, Adolf. (1987). What Is Christianity?. New York : Harper And Brothers.

Stein, Robert. (1978). The Method and Message oh Jesus Teaching. Philadelphia :
Westminster.

Moris, Leon. (2001). Teologi Perjanjian Baru. Malang : Gandum Mas.

Sutarman, T. (1983). Yesus Kristus Allah, Manusia Sejati. Surabaya : Pasti dan Yakin.

25 | S t u d i D o g m a ti k a

Anda mungkin juga menyukai