PENDAHULUAN
Pemikiran-pemikirannya tentang Yesus Kristus sampai saat ini masih tetap aktual dan
hangat untuk dibahas dalam ruang diskusi ilmiah dan dalam berbagai forum diskusi
lainnya. Jacobs merupakan teolog yang banyak menulis buku sehingga buah-buah
Orientasi, Basis dan Rohani. Romanus Romas dalam artikelnya yang berjudul;
“Kristologi dalam Pandangan Ratzinger dan Tom Jacobs”, mengatakan bahwa Tom
Jacobs adalah teolog besar abad ke-21 yang layak disandingkan dengan seorang
teolog Jerman bernama Joseph Ratzinger (Paus Benediktus XVI). 2 Menurutnya, jika
sekilas pandang membaca karya-karya kedua teolog ini memang sulit ditemukan
pada kebangkitan Yesus Kristus. Pemikiran kedua teolog ini bahkan tampak saling
melengkapi satu sama lain. Misalnya, Tom Jacobs yang kurang berbicara mengenai
1
Romanus Romas, “Kristologi Dalam Pandangan Ratzinger Dan Tom Jacobs,” Jurnal Sepakat, Vol. 4,
No. 1, (2017): 66.
2
Ibid.
3
Krispurwana Cahyadi, Benediktus XVI (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2010), 63.
1
Jika menelusuri kembali dogma kristologi awal dalam konteks sejarahnya,
dapat dijumpai berbagai usaha yang dilakukan oleh para bapa Gereja dalam
menetapkan rumusan iman sebagai tanggapan atas menjamurnya ajaran sesat yang
berusaha meruntuhkan iman Gereja. Hasil kerja keras mereka, sampai sekarang masih
tetap dipertahankan dan digunakan sebagai dogma oleh Gereja. Namun, perumusan
dogma kristologi dalam Gereja seperti yang ada sekarang ini tidak dapat dilepaskan
dari keterbatasan Gereja dalam merumuskan ajaran imannya. Perumusan ajaran iman
mendalam yang diajukan, baik di kalangan Gereja sendiri maupun di luar Gereja.
Kesulitan serupa juga terjadi ketika orang hendak mengerti dan memahami konsep
tentang Trinitas. Menyadari kesulitan ini, Tom Jacobs mengatakan bahwa problem-
problem perumusan iman seperti itu sejatinya sudah lama ada dalam Gereja. 4 Melalui
kekhasan kristologinya dalam buku; “Imanuel: Perubahan dalam Rumusan Iman akan
Yesus Kristus” (2000) bagian Imanuel II, Jacobs menekankan pentingnya pemahaman
utuh terhadap identitas Yesus Kristus. Menurutnya, pengenalan akan Kristus tidak
boleh dilakukan hanya setengah-setangah atau per-bagian saja. Pengenalan yang utuh
akan terjadi jika terdapat integrasi antara Kitab Suci, Tradisi, kristologi konsili-konsili
4
Tom Jacobs, Imanuel: Perubahan dalam Rumusan Iman akan Yesus Kristus (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2000), 265.
5
Ibid.
2
menjelaskan kepada orang “awam” tentang keilahian dan kemanusiawian dalam diri
Yesus tidak tercampur, tidak berubah, tidak terbagi dan tidak terpisah (Kalsedon 451).
Jika menelusuri pemikiran para teolog Kristen Katolik abad XIX-XX, dapat
ditemukan berbagai macam perspektif kristologi yang diajukan. Walter Kasper dalam
bukunya yang berjudul; “Jesus the Christ” (1977), hendak menempatkan pengakuan
iman Gereja tentang Yesus adalah Kristus sebagai pusat kristologinya. 6 Kasper ingin
Menurutnya kedua dimensi kristologis ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Jika
fokus pembicaraan terletak pada Yesus historis, maka kristologi akan menjadi
Yesuologi dan jika fokus pembicaraan pada Kristus kepercayaan, maka pemikiran
akan cenderung terarah pada mitologi. 7 Kristologi Kasper juga kental dengan
tertuang dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, yang menghayati persatuan relasional-
personal-Nya dengan Bapa. Seluruh karya Kasper dalam dua bukunya yang berjudul;
“Jesus The Christ” (1977) dan “The God of Jesus Christ” (1982), merupakan uraian
kristologinya yang bertolak dari penjelasan mengenai Yesus Kristus dalam Alkitab
dan dalam konsili kristologis awali terutama dalam rumusan Konsili Kalsedon (451).
Dengan demikian jelas bahwa, Kasper ingin mempertahankan pengakuan iman akan
Yesus yang adalah Kristus yang satu dan sama, sungguh-sungguh Allah, sungguh-
sungguh manusia.
6
Walter Kasper, Jesus the Christ (New York: Paulist Press, 1977), 9.
7
Ibid., 37.
3
pengaruh pemikiran Thomas Aquinas. Schillebeeckx sendiri merasa kurang puas
zaman sekarang. Karena itu, dalam bukunya yang berjudul “God Among Us” (1983),
Baginya, Injil merupakan akar dari pengenalan akan Yesus Kristus yang
menjelaskan pewahyuan diri Allah dan Tradisi dalam berteologi khususnya dalam
dalam mewartakan Yesus Kristus sehingga pewartaan itu tetap relevan bagi manusia
di zaman ini.
Schileebeckx melihat peran sentral Yesus historis sebagai penguji setiap kristologi
untuk memperlihatkan bagaimana iman umat kristen kepada Yesus Kristus dapat
diterima oleh manusia modern. Menurutnya ini hanya mungkin apabila pemikiran-
pemikiran teologis itu dibangun dengan sikap kritis, ilmiah, positivis dan
menjelaskan kristologinya dengan bertolak dari Yesus dari Nazaret abad pertama dan
8
Edward Schillebeeckx, God Among Us: The Gospel Proclaimed (New York: Crossroad: 1982), 3.
4
melihat relevansinya bagi manusia dewasa ini. 9 Adapun pertanyaan sentral yang
pengalaman personal berdasarkan refleksi mendalam Gereja atas Yesus Kristus dalam
Injil sebagai Yesus historis, Yesus yang hadir dalam panggung sejarah manusia dalam
arti yang sesungguhnya. Menurut Ratzinger, titik-tolak Yesus dari Injil lebih logis
untuk dibicarakan dan secara historis lebih mudah dipahami daripada rekonstruksi-
rekonstruksi kristologis yang diajukan selama puluhan tahun terakhir ini.10 Yesus dari
Injil adalah tokoh historis yang sangat berarti dan menarik untuk didiskusikan
bersama.11 Karena itu, teologi harus selalu berpusat dan bersumber pada kristologi.
Dalam pandangan Ratzinger, kristologi memiliki peran dan posisi sentral dalam
teologi kristen sebagai sumber dan fondasi bagi teologi. Ratzinger melihat bahwa
krisis yang terjadi dalam teologi Katolik dewasa ini bukanlah krisis eklesiologis,
Allah, mau tidak mau harus dijawab dengan menggunakan tafsiran Alkitab yang
tepat amat penting karena mengingat di zaman sekarang, banyak orang jatuh pada
5
Kenyataannya, Yesus historis seringkali dilihat secara terpisah dari sisi ke-
ilahian-Nya sehingga dalam pandangan manusia zaman ini, Ia sama sekali tidak
berbeda dengan salah satu tokoh heroik dari sekian banyak tokoh keagamaan lainnya.
Inilah alasan mengapa manusia dewasa ini mengalami krisis kristologi, “ke-Allahan-
pemikiran para ahli, melainkan perjumpaan setiap orang dengan Kristus lewat
pengalaman konkret. Kristus adalah pusat dogma yang secara definitif dan terperinci
dirumuskan oleh Konsili Kalsedon (451); “one of the same Son, our Lord Jesus
Christ, perfect in his humanity, true God and true man, composed of rational soul
and body, consubstantial with the Father by his divinity, and consubstantial with us
Benang merah dari pemikiran kristologi ketiga teolog di atas kiranya menjadi
semacam “pemantik” bagi penulis untuk meneliti Yesus Kristus dari salah satu teolog
XXI. Teolog tersebut bernama Thomas Jacobus Maria Jacobs atau yang lebih dikenal
dengan nama Tom Jacobs. Pemikiran kristologinya yang tertuang dalam buku
berjudul; “Imanuel: Perubahan dalam Perumusan Iman akan Yesus Kristus” (2000),
telah banyak “menelurkan” refleksi kristologis yang amat mendalam dan kontekstual
di bumi Indonesia. Dalam buku ini, Jacobs menuangkan refleksi kristologinya dengan
14
Romas, 69-70.
15
Ibid.
6
amat tajam, mendalam dan aktual sehingga memberikan pengaruh yang luas bagi
Kasekke dalam artikelnya berjudul; “Logos Dalam Injil Yohanes: Allah Atau Hakikat
Adikodrati Yang Lebih Rendah Dari Allah”, mencoba menguraikan pandangan Tom
Jacobs tentang Yesus Kristus sebagai ciptaan Allah secara khusus pada sub-bab
Melihat pentingnya sosok Tom Jacobs dalam uraian beberapa tulisan artikel di
mendalam. Adapun tujuan penulis memilih Tom Jacobs dalam penelitian ini ialah
16
Audy Haryanto Lebang, “Spiritualitas Pemuda Dan Kesiapannya Menjadi Presbiter Di Gereja
Protestan Di Indonesia Bagian Barat (GPIB) Jemaat Immanuel-Makasar,” Jurnal Syntax Literate: Vol.
5, No. 9, (2020): 755-756.
17
Benediktus Feliks Hatam, “Persekutuan Yang Membebaskan Dalam Perspektif Biblis I Kor 12: 12-
31 Dan Kebudayaan Manggarai,” Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio, Vol. 10, No. 1, (2018):
102-104.
7
untuk mengembangkan gagasan-gagasannya yang lain sesuai dengan kebutuhan
Gereja di dewasa ini, terutama dalam kerangka pengembangan kristologi yang lebih
kristologi dalam konteks misi Gereja, kristologi dalam konteks pluralisme agama dan
kristologi berbasis pengalaman personal. Dalam aspek pastoral, kristologi ala Jacobs
iman Gereja dewasa ini di tengah perkembangan arus kemajuan zaman yang semakin
relativisme, radikalisme, materialisme dan berbagai macam aliran baru lainnya yang
muncul di abad ini, dapat dipastikan akan mempengaruhi pola pandang Gereja
terhadap Yesus yang adalah Juruselamat dan Tuhan. Perlahan-lahan iman Gereja akan
memudar dan akhirnya Yesus Kristus tidak berbeda dari tokoh-tokoh keagamaan
lainnya seperti Nabi Muhammad SAW, Mahadma Gandhi, Budha, Konfusius dan
lain-lainnya.
8
Empat pertanyaan di atas menjadi bahan bagi penulis untuk menguraikan
pemikiran kristologi Tom Jacobs yang diakui sebagai teolog ternama dan penting
Bertitik tolak dari latar belakang dan pembatasan masalah di atas, tujuan dari
Tom Jacobs.
Sasana Malang.
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan karya ilmiah ini ialah
9
kristologi Tom Jacobs. Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penulisan
tema. Kedua, membaca dan menganalisa pemikiran Jacobs yang termuat dalam bahan
utama, yakni; Siapa Yesus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit Kanisius
(1982), Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (1983),
Yesus Anak Maria. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (1984), Imanuel: Perubahan dalam
Perumusan Iman akan Yesus Kristus. Yogyakarta: Penerbit Kanisius (2000), Syalom,
telah dikumpulkan dan dianalisa kemudian dihimpun menjadi satu kesatuan berupa
kerangka bahasan terkait tema gagasan kristologi Tom Jacobs. Keempat, pada bagian
akhir akan diberikan catatan kritis terhadap pemikiran kristologi Tom Jacobs dari
beberapa teolog.
pembahasan sebagai berikut: Bab 1 merupakan bagian pendahuluan yang terdiri dari
sistematika penulisan. Bab II membahas secara singkat riwayat hidup dan latar
belakang pemikiran Tom Jacobs yang terdiri dari; riwayat hidup dan karya-karya Tom
pemikiran dan garis besar pemikiran Jacobs tentang Yesus Kristus. Bab III membahas
tentang penghayatan kristologi yang menjadi kekhasan Tom Jacobs. Poin-poin dalam
pada bab ini terdiri atas; Yesus Kristus Sang Imanuel, persoalan perumusan bahasa
soteriologi dan kyriologi, Yesus Kristus di tengah pluralisme agama dan perjumpaan
10
manusia dengan Allah melalui pengalaman personal. Bab IV merupakan catatan kritis
Groenen dan Mgr. Adrianus Sunarko, OFM. Bab V merupakan penutup dari karya
ilmiah ini.
BAB II
11
2.1. Riwayat Hidup dan Karya Tom Jacobs
Thomas Jacobus Maria Jacobs atau sering dikenal dengan nama Tom Jacobs
(usia 20 tahun) ia datang ke Indonesia untuk menjalani masa novisiat Serikat Yesus
(SJ) dan pada tahun 1959 ditahbiskan menjadi imam di Yogyakarta. Setelah dua tahun
menjadi pengajar teologi di IKIP Sanata Dharma dan Sekolah Tinggi Kateketik
1966 dan berhasil meraih gelar Doktor di bidang teologi pada tahun 1967 di
Universitas Gregoriana dan Sarjana Kitab Suci di Institut Biblicum dengan disertasi
teologi proyek di Indonesia setelah pulang dari Amerika Serikat tahun 1975 kepada
mahasiswanya sebagai titik tolak refleksi teologisnya mengenai Yesus Kristus. 19 Bagi
Tom Jacobs, metode berteologi seperti itu akan sangat membantu para mahasiswa
18
Y.B. Prasetyantha, MSF, “Kamu Percaya Dogma?: Tantangan ber-Kristologi dari Tom Jacobs,”
http://giovannipromesso.blogspot.com/2012/09/kamu-percaya-dogma_1372.html. Diakses: 30
September 2022.
19
A. Widyaputranto, “RIP Pater Tom Jacobs, SJ,” April 6, 2008 by
https://ignatiusofloyola.wordpress.com/2008/04/06/rip-pater-tom-jacobs-sj/ Diakses: 26 Agustus 2022.
12
proyeksi, Tom Jacobs banyak menyumbangkan pemikirannya bagi pembaharuan dan
Ketika belajar bahasa dan kebudayaan Jawa, Tom Jacobs ternyata menaruh
Karena itu, Jacobs mengatakan bahwa masalah identitas Yesus dari Nazaret akan
selalu diperbincangkan bukan hanya di kalangan umat Kristiani saja melainkan juga
berhubungan dengan Yesus Kristus yang menjadi pusat seluruh refleksi hidupnya.
Tom Jacobs menjadi dosen tetap untuk teologi dogmatik dan tafsir Kitab Suci di
Besar di bidang teologi dan meninggal dunia pada hari Sabtu, 5 April 2008.
tentang Yesus Kristus baik dalam bentuk buku, maupun dalam bentuk artikel ilmiah.
Berikut ulasan singkat tentang tiga buku Jacobs yang secara langsung membahas
mengenai Yesus Kristus dan menjadi bahan utama penulisan karya ilmiah ini:
berdasarkan pewartaan Kitab Suci Perjanjian Baru khususnya dari pemikiran Rasul
Paulus. Namun, ia mengakui bahwa dengan menyelidiki teks Kitab Suci Perjanjian
Baru, tidak berarti meragukan iman Gereja purba, justru penyelidikan itu sangat
20
Tom Jacobs, Siapa Yesus Menurut Perjanjian Baru (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1982), 5.
21
Tom Jacobs, Teologi dan Praksis Komunitas Pastoral Post Modern, ed. Budi Susanto (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 1994), 233.
13
berguna untuk menangkap secara lebih jelas iman yang terungkap dalam buku suci
ini. Melalui penelusuran tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru secara cermat, Jacobs
yakin bahwa iman Kristiani akan Yesus Kristus sebagai Putera Allah menjadi semakin
Dalam buku ini, Tom Jacobs menguraikan secara mendetail tentang riwayat
hidup, karya dan teologi Rasul Paulus, terutama berhubungan dengan kristologi,
kristologi, kyriologi dan soteriologi kemudian menjadi titik tolak bagi Tom Jacobs
(2000).
Tom Jacobs mengulas tentang dogma kristologi dalam cara pandang baru,
yakni menafsirkan dogma dengan metode eksegese Kitab Suci. Dogma kristologi
dipandang dengan terang Kitab Suci.24 Buku ini menjadi semacam perkembangan
pemikirannya tentang dogma kristologi awal dan dipahami dalam perpektif kristologi
Perjanjian Baru.
Selain beberapa buku di atas, Tom Jacobs masih memiliki banyak tulisan yang
22
Ibid., 17.
23
Tom Jacobs, Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1983), 7-9.
24
Jacobs, Imanuel, 262.
14
Dogmatis “Dei Verbum” tentang Wahju Ilahi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1969),
rohani (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1973), Renungan dari surat Paulus (1973),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1974), Injil Gereja Purba tentang Yesus Kristus
Tuhan Kita (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1975), Syalom, Salam, Selamat (2007),
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1979) dan masih banyak buah pemikirannya yang
Nicholas Thomas Wright dan Filsafat Skolastik. Nama-nama tersebut dapat diketahui
melalui beberapa tulisannya yang secara eksplisit disebut langsung oleh Tom Jacobs,
terutama dalam bukunya yang berjudul; “Syalom, Salam, Selamat” (2007) dan
dan meninggal dunia pada 12 Februari 1834. Ayahnya seorang pendeta dari Gereja
25
Ibid., 299.
26
“Friedrich Schleiermacher,” https://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Daniel_Ernst_Schleiermacher.
Diakses, 26 September 2022.
15
Reformasi di Prusia. Ia merupakan seorang teolog dan filsuf berkebangsaan Jerman.
dari Friedrich August Wolf dan Johann Salomo Semler, Schleiermacher berkenalan
dengan teknik kritis sejarah dalam Perjanjian Baru di bawah bimbingan Johann
Plato dan Aristoteles. Tahun 1796, ia menjadi pendeta di Rumah Sakit Charite di
pengalaman manusia dengan Allah yang sejati ditandai dengan kemunculan perasaan
percaya bahwa pengalaman yang sejati dengan Allah juga ditandai dengan munculnya
Pengalaman akan kasih, terjalin melalui hubungan manusia dengan Allah yang
Allah yang berpangkal pada iman akan Yesus dari Nazaret. 27 Titik tolak dari
mengenai karya Roh Allah yang membimbing pengalaman manusia untuk mengakui
Karl Rahner merupakan seorang teolog Gereja Katolik terkenal abad ke-20.
Lahir di Freiburg im Breisgau - Jerman Barat pada tanggal 05 Maret 1904 dan
meninggal dunia tahun 1984 di Innsburck, Austria. Ia merupakan imam Ordo Yesuit
27
M. Purwatma, Firman menjadi Manusia (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2015), 91.
28
Tom Jacobs, Syalom, Salam, Selamat (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2007), 188.
29
“Karl Rahner,” https://id.wikipedia.org/wiki/Karl_Rahner, Diakses, 26 September 2022.
16
dan belajar di Freiburg di bawah pengaruh Martin Heidegger dan ditahbiskan menjadi
imam pada tahun 1932. Tahun 1939 Rahner menyelesaikan disertasinya yang
berjudul “Spirit in the World” dan tahun 1948 ia diangkat menjadi guru besar teologi
terkenal yakni “Kristen Anonim” yang membuka cara pandang baru bagi umat
tentang rahmat Allah tidak hanya dalam agama Kristiani, tetapi juga dalam agama-
agama lain.
merasakan rahmat itu lewat pengalaman hidupnya sehari-hari. Salah satu ciri khas
Rahner ialah bahwa ia tidak pernah berusaha membuktikan Kristus atau menyelidiki
kemungkinan bahwa Yesus adalah Tuhan. Ia menerima begitu saja rumusan yang
tertuang dalam Konsili Kalsedon (431) yang mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah
Allah dan manusia, tidak tercampur, tidak berubah, tidak terbagi dan tidak terpisah. 30
Pertanyaan yang diajukan Rahner selanjutnya bukanlah “Apakah ini sungguh benar?”
melainkan “Apa artinya?”. Pertanyaan ini kemudian digunakan Tom Jacobs dalam
30
Karen Kilby, Karl Rahner (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2001), 31.
31
Emmy Tranggani, Penyusun., Yesus Anak Maria: Buah Renungan Tom Jacobs (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1984), 18.
32
“Walter Kasper,” https://en.wikipedia.org/wiki/Walter_Kasper. Diakses, 26 September 2022.
17
Walter Kasper adalah seorang kardinal dan teolog Gereja Katolik lahir pada 5
Maret 1933 di Heidenheim an der Brenz – Jerman. Setelah memperoleh gelar doctor
professor tamu di Universitas Katolik Amerika. Pada tanggal 3 Maret 1999, Kasper
Sebagai seorang teolog, Kasper merasa perlu untuk mewartakan Yesus Kristus
dengan metode yang sesuai tuntutan zaman. Dalam bukunya yang berjudul; Jesus The
Christ (1974), Kasper memandang kristologi dengan tiga cara yakni; melalui
berusaha mengartikan secara baru ajaran Konsili Kalsedon yang harus berpusat pada
hidup dan pribadi Yesus sesuai dengan kesaksian injil. Kasper menitikberatkan pada
relasi Yesus dengan Bapa yang merupakan kesatuan tertinggi karena memperlihatkan
hubungan antara Allah dan umat-Nya.33 Pemikiran tentang soteriologi tidak boleh
33
Walter Kasper, Theology and Church (New York: Crossroad, 1989), 104-107.
34
Jacobs, Syalom, Salam, Selamat, 186.
35
“Nicholas Thomas Wright,” https://id.wikipedia.org/wiki/N._T._Wright, Diakses, 05 Oktober 2022.
18
Nicholas Thomas Wright lahir di Morpeth, Northumberland pada tanggal 1
Desember 1948. Ia adalah seorang pensiunan uskup Gereja Anglikan dan ahli di
bidang Kitab Suci Perjanjian Baru. Antara tahun 2003 sampai 2010, Tom Wright
menjabat sebagai Bishop of Durham. Saat ini ia bekerja sebagai Research Professor
of New Testament and Early Christianity di St. Mary’s College, University of St.
Andrews - Skotlandia.
Dalam bukunya yang berjudul Christian Origins and the Question of God,
Wrigth berhasil mengajukan visi yang lebih luas mengenai pengharapan akan
soteriologis Israel dan pemenuhnnya dalam diri Kristus. 36 Visi ini kemudian
digunakan Tom Jacobs untuk melihat kesatuan pewartaan antara Perjanjian Lama dan
Perjanjian Baru yang baginya berhubungan dengan tema keselamatan Allah dalam
sejarah umat manusia. Israel dan Gereja Perdana telah mengalami keselamatan itu
dan akhirnya mereka memberikan kesaksian atas pengalaman itu. Kesaksian itu tidak
diberikan begitu saja, tetapi direfleksikan secara kritis baik pengalaman pribadi,
adanya relasi dengan Allah sebagai inti pokok keselamatan. 37 Melalui pandangan
Nicholas Thomas Wright, Tom Jacobs menyimpulkan bahwa teologi biblis harus ikut
menjembatani jarak antara Kitab Suci dan situasi konkret manusia zaman sekarang. 38
36
Jacobs, 177.
37
Ibid.
38
Ibid., 178.
19
Secara etimologis, istilah Skolastik berasal dari Bahasa Inggris “school” yang
berarti sekolah, tempat untuk menimba ilmu pengetahuan. 39 Menurut Ali Maksum,
skolastik diambil dari kata schuler yang diartikan sebagai sekolahan.40 Filsafat
Skolastik lahir pada abad ke-9 sampai abad ke-15 41 di lingkungan Gereja Barat
tepatnya di biara-biara Galila Selatan. Tokoh-tokoh yang terkenal pada abad ini ialah
Abelardus, Albertus Magnus dan Thomas Aquinas. Inti pokok persoalan yang muncul
kehilangan hakekat teologi. Dengan kata lain, para pemikir masa Skolastik ingin
mengintegrasikan antara filsafat dan teologi, antara iman dan akal budi. Bagi Thomas
Kebenaran ini merupakan kebenaran wahyu yang harus dibuktikan secara filosofis
agar menjadi rasional. Tom Jacobs dalam pemikirannya mengenai Imanuel, banyak
searah dengan pemikiran para bapa Gereja sehingga dapat digunakan untuk
Kalsedon.42
39
Asmoro Achmadi, Filsafat Umum (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2001), 69.
40
Ali Maksum, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 97.
41
Muhammad Taufik, “Filsafat Barat Era Skolastik: Telaah Kritis Pemikiran Thomas Aquinas”, Jurnal
Ilmu Ushuluddin, Vol. 19, No. 2, (2020): 187.
42
Jacobs, Imanuel, 261-262.
20
Pemikiran Tom Jacobs tidak dapat dilepaskan dari pendidikan masa kecilnya.
Sejak kecil, Jacobs telah mendapat pendidikan kristiani dalam keluarga Katolik yang
saleh dan hidup sesuai ajaran iman Gereja Katolik. Sejak dikeluarkannya Ensiklik
Quas Primas, oleh Paus Pius XI pada 11 Desember 1925, Jacobs muda tertarik untuk
bermisi ke tanah air yang memiliki kebudayaan Kristen dengan membawa konsep
tentang Yesus Kristus sebagai “Sang Raja Semesta Alam”. Kristus sejauh dalam
ensiklik-ensiklik dan dalam dogma-dogma seperti itulah yang dihayati Tom Jacobs
sejak awal kariernya sebagai dosen teologi. Dalam perkembangan selanjutnya, Jacobs
membebaskan diri, Jacobs menulis sebuah buku yang berjudul Siapakah Yesus
Kristus dalam Perjanjian Baru. Tradisi sebelum teks Perjanjian Baru, menggunakan
dua macam pengakuan iman yakni “Tuhanlah Yesus” dan “Allah membangkitkan
Yesus dari antara orang mati”. Titik tolak pengakuan dan pernyataan iman ini terletak
pada surat Paulus Roma 10:9 yakni, pengalaman akan kebangkitan Kristus.
Menurut Jacobs, keempat injil memiliki tujuan yang sama yakni; melukiskan
Yesus sebagai Kristus anak Allah yang hadir dalam panggung sejarah umat manusia. 43
Yesus Kristus tidak hanya berbicara atas nama Allah seperti para nabi, melainkan Dia
adalah Allah yang pada kegenapan waktu menjadi manusia dan tinggal bersama
manusia (Yoh 1:14). Peristiwa inkarnasi Sabda Allah menjelma menjadi manusia
merupakan pokok iman yang membedakan kristianitas dari semua agama, yang
permulaan zaman dan yang telah digaungkan oleh para nabi, khususnya ramalan Nabi
43
Jacobs, Siapa Yesus Menurut Perjanjian Baru, 261.
21
Yesaya 7:14, yang mengatakan; “...Sesungguhnya, seorang perempuan muda
mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan ia akan menamakan
Dia Imanuel.”
misi perutusan-Nya (Mat 13:53-58, Mrk 6:1-6, Luk 4:18-19), tentang visi-Nya (Mat
10:5-15, Mrk 6:7-13, Luk 9:2) dan tentang jalan yang harus ditempuh manusia untuk
sampai kepada Bapa.44 Yesus mengatakan bahwa; “Dia-lah Jalan, Kebenaran, dan
Hidup. Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa kalau tidak melalui Dia” (Yoh
14:6). Kesamaan ini dapat disimpulkan melalui corak pemikiran dan pewartaan
memberikan penegasan bahwa harus dibedakan antara Yesus historis dan Yesus
Selanjutnya, latar belakang pemikiran Tom Jacobs tentang Yesus Kristus dapat
Iman akan Yesus Kristus” (2000) dan artikel yang termuat dalam Jurnal Orientasi
Baru, berjudul; “Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern” (2000). Tom
Jacobs ingin mewartakan diri Yesus Kristus bukan pertama-tama bertitik-tolak dari
22
bersifat pribadi dan memberikan kesaksian iman kepada semua orang tentang hidup
yang digerakkan oleh Roh Kudus.47 Bagi Tom Jacobs, mewartakan Yesus Kristus di
bukan bahasa yang terlalu berbau dogmatis. Bahasa yang dimaksud yakni bahasa
yang mendapat inspirasi dari Kitab Suci yang sungguh-sungguh mengisahkan karya
penyelamatan Allah dalam diri Yesus Putera-Nya.48 Seluruh kisah hidup Yesus dapat
ditemukan melalui kesaksian Kitab Suci Perjanjian Baru terutama injil suci dan
dikuatkan dengan kesaksian hidup Jemaat Perdana. Tentu saja, tradisi Gereja dan
ajaran magisterium juga memberikan kesaksian yang sama, tetapi Jacobs dalam
keseluruhan karyanya ingin menegaskan kembali bahwa Yesus historis dan Yesus
kepercayaan hanya dapat dijumpai lewat Kitab Suci sebagai sumber utama pencarian.
Menurut Tom Jacobs, orang di zaman ini seringkali salah memahami apa yang
dimaksud dengan Kerajaan Allah. Orang mengartikannya secara spasial, politik dan
nasional. Padahal Kerajaan Allah yang sesungguhnya ialah berhubungan dengan sifat
dan tindakkan Allah yang diwartakan Yesus Kristus.49 Kerajaan Allah tampak dalam
diri Yesus Kristus, Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia (Yoh 1:1) yang
membawa kasih Allah kepada seluruh umat manusia. Yesus memandang Kerajaan
Allah itu berciri apokaliptis terbatas, yakni kerajaan itu kini hadir dan sekaligus akan
tiba (eskatologis).50 Tom Jacobs memandang bahwa banyak orang zaman sekarang
Kebingungan ini berakar pada banyaknya ajaran mengenai Yesus Kristus, baik dalam
47
Ibid.
48
Ibid., 41.
49
Ibid., 30.
50
Ibid., 31.
23
teologi dogmatik mengenai ajaran hypostasis dan persona Yesus maupun dalam
Kristus sebagai tanda cinta kasih Allah kepada manusia di zaman modern dengan
bertitik-tolak dari Kitab Suci Perjanjian Baru, terutama Injil dan Surat-Surat Rasul
Paulus. Baginya, hanya dalam diri Yesus Kristus rahmat Allah telah menampakkan
diri sebagai pokok keselamatan bagi semua orang (Tit 2:11). 52 Komunikasi para
berdasarkan relasi personal mereka dengan-Nya.53 Bagi Tom Jacobs, relasi ini harus
Perkembangan itu membawanya pada perjumpaan dengan Kitab Suci yang membuka
jalan baru bagi pemikirannya. Bertolak dari Kitab Suci Perjanjian Baru, Tom Jacobs
akhirnya menemukan dua arus pemikiran khususnya dalam teologi Paulus yakni
soteriologi (teologi tentang karya penyelamatan Allah) yakni karya Allah dalam
51
Ibid., 32.
52
Tranggani, 17-18.
53
Ibid., 228.
54
Jacobs, Imanuel, 261.
24
Yesus Kristus dan kyriology (teologi tentang Yesus Tuhan) yang berbicara tentang diri
Bagi Tom Jacobs, teologi soteriologi dan kyriologi yang ditemukan dalam
tertuang dalam Katekismus dan refleksi kritis Konsili Vatikan II. 56 Karya Allah dalam
Yesus Kristus merupakan pusat hubungan soteriologis antara Allah dan manusia. Tom
Jacobs berusaha untuk berteologi secara baru yakni dengan menempatkan kerangka
bertitik-tolak dari teologi Kitab Suci untuk menafsirkan dogma-dogma konsili awal
dengan metode yang digunakan dalam metode eksegese Kitab Suci. Dalam konteks
dalam teologi Perjanjian Baru, khususnya dalam Surat-surat Paulus yang hampir
tulisannya, Jacobs ingin membawa para pembaca untuk mengenal dan mendalami
Yesus Kristus berdasarkan pada pewartaan Injil dan Surat-surat Paulus yang baginya
55
Ibid., 262.
56
Ibid., 264.
57
Jacobs, Syalom, Salam, Selamat, 173.
25
dapat membawa orang pada perjumpaan pribadi dengan Yesus melalui pengalaman
hidup sehari-hari.
Secara garis besar, butir-butir pemikiran Tom Jacobs tentang Yesus Kristus
dapat ditemukan dalam keseluruhan karyanya. Dalam buku yang berjudul; “Yesus
Anak Maria” (1984) dan “Imanuel: Perubahan Dalam Perumusan Iman Akan Yesus
Kristus” (2000), secara eksplisit memuat pemikiran kristologi Tom Jacobs yang
bercorak fenomenologis dan diuraikan dengan metode eksegese Kitab Suci. Menurut
Jacobs, Yesus Kristus adalah Putera Allah yang sunguh-sungguh hadir dalam
panggung sejarah umat manusia. Melalui pewahyuan diri Kristus, Allah yang semula
jauh kini menjadi dekat dengan umat manusia, Allah yang semula tidak kelihatan kini
menjadi kelihatan dalam Yesus dari Nazaret, “sebab barang siapa melihat Aku, ia
melihat Bapa” (Yoh 14:9, Kol 1:15). Kehadiran Kristus merupakan tanda cinta kasih
Allah kepada manusia yang hanya dapat dijumpai melalui dan dalam diri Yesus
sebagai pembawa rahmat Allah yang tampak. 58 Yesus adalah pokok keselamatan bagi
semua orang (Tit 2:11) dan pemahaman akan Kristus tidak boleh hanya setengah-
Tom Jacobs menyadari bahwa untuk memahami Kristus secara utuh, tentu
tidak mudah. Pada bagian “Imanuel II”, Jacobs menjelaskan kristologinya secara
kristologi selama lima puluh tahun mengajar teologi di Universitas Sanata Dharma-
58
Tranggani, 11.
26
hanya aktivitas menyelami identitas Yesus Kristus berdasarkan etimologi kata,
hidup Yesus Kristus sekitar dua ribu tahun yang lalu, sebagaimana yang tertuang
dalam Perjanjian Baru. Dengan demikian, Gereja secara implisit juga berkristologi
dalam konteks keseharian hidup sehari-hari yakni melalui merefleksikan Allah yang
keselamatan. Ia mewahyukan diri tanpa ikatan dengan yang bukan ilahi. Karena itu,
kristologi dengan cara menggabungkan dua pendekatan yang digunakan oleh konsili-
konsili ekumenis awal, yakni pendekatan dari atas dan pendekatan dari bawah yang
secara tegas menekankan ciri Ilahi Yesus Kristus. Pendekatan dari atas mengatakan
bahwa Allah turun ke dunia ini dengan yang mewujud dalam diri putra tunggal-Nya
yakni Yesus Kristus. Allah menjadi manusia. Sedangkan pendekatan dari bawah
merupakan refleksi eksistensial umat beriman seputar Yesus Kristus yang berpangkal
pada pengalaman dengan-Nya ketika Yesus hidup di dunia. Yesus kemudian disadari
bukanlah manusia biasa. Ada kekhasan yang membedakan antara Yesus dengan
manusia biasa.
perlu berbicara tentang persoalan bahasa dalam ber-kristologi. Salah satu aspek yang
mempersulit pewartaan iman Kristiani dewasa ini ialah persoalan bahasa. Istilah-
istilah dogmatis seperti prosopon, pribadi, hypostasis, ousia, hakekat dan kodrat,
tidak begitu mudah dipahami oleh umat dewasa ini. Bertolak dari persoalan ini,
27
Jacobs kemudian mendasarkan pemikirannya pada pewartaan iman sebagaimana
yang tertuang dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, khususnya soteriologi dan kyriologi
menurut Rasul Paulus. Menurutnya, kedua tema teologis ini adalah kunci memahami
keseluruhan bahasa dogma kristologi awali Gereja. Jacobs merasa bahwa umat
beriman perlu mengerti dan memahami dua arus besar teologi Paulus yakni
Kristus adalah Tuhan yang di dalamnya termuat pengosongan diri Putera Allah, Yesus
menguraikan kristologi dalam konteks misi Gereja. Bertolak dari paham misi Paulus,
Jacobs memandang bahwa misi tiada lain adalah kristologi. Roma 10 kiranya dapat
menjadi titik-tolak yang jelas untuk membicarakan lebih lanjut mengenai misi Paulus.
Titik-tolak itu adalah pewartaan yang kristosentris. Misi Paulus menjadi acuan bagi
Jacobs dalam berkristologi misi karena menurutnya, Paulus dengan kegigihan dan
Gereja yang diarahkan pada hubungan Gereja Katolik dengan agama-agama lain di
28
dengan baik.59 Namun, perlu penggunaan bahasa komunikasi yang tepat dalam
menguraikan kedua teologi di atas sehingga mudah dipahami dalam forum dialog.
secara pribadi dengan Kristus, orang akan mengakui siapa Yesus dan apa arti Kristus
baginya?
Agar semua orang menyadari hal ini, Jacobs mengajukan sebuah pertanyaan
sebagai bahan permenungan; “Apa arti Kristus bagi saya?” Melalui pertanyaan ini,
Jacobs ingin membawa umat Kristiani untuk memberikan pengakuan atas identitas
orang yang diimani itu berdasarkan pergulatan hidup sehari-hari, bukan berdasarkan
Kristus dalam setiap orang beriman yakni dengan mengenal diri sendiri. Pribadi
Yesus Kristus baru berarti jika setiap orang mengenal dirinya sendiri secara utuh dan
menyeluruh.60 Dengan kata lain, perjumpaan dengan Kristus hanya mungkin terjadi
jika orang berani bergulat dengan hidup sendiri dan pergulatan inilah yang kemudian
membawa orang pada suatu pengakuan akan makna Yesus dalam hidupnya. Melalui
pergumulan iman akan Yesus Kristus, orang diarahkan untuk mengajukan pertanyaan
59
Ibid., 243-261.
60
Ibid., 13.
Ibid., 14.
29
secara kritis tentang makna kata tersebut dalam dogma soteriologis yang selama ini
sekarang. Itulah garis besar kristologi Tom Jacobs yang akan di bahas dalam bab
selanjutnya.
BAB III
30
sebuah aktivitas menggali identitas Yesus Kristus berdasarkan asal usul kata,
atas historisitas Yesus Kristus, seperti yang tertuang dalam Perjanjian Baru. 61 Dengan
merefleksikan Yesus yang hadir dalam panggung sejarah keselamatan, Gereja secara
keunikkan Allah yang sungguh sempurna dalam diri-Nya dan dalam hubungannya
dengan karya keselamatan. Ia mewahyukan diri tanpa ikatan dengan yang bukan ilahi.
dialog”. Melalui keseluruhan karya kristologinya, tampak bahwa Jacobs ingin ber-
kristologi dengan cara menggabungkan dua pendekatan yang digunakan oleh konsili-
konsili ekumenis awal, yakni pendekatan dari atas dan pendekatan dari bawah yang
Pada bagian “Imanuel II, dalam bukunya yang berjudul; “Imanuel: Perubahan
dalam Rumusan Iman akan Yesus Kristus” (2000), halaman 243-265, Tom Jacobs
Kristus harus secara utuh, tidak boleh per-bagian saja. Yesus Kristus memiliki dua
kodrat yakni kodrat ilahi dan kodrat insani dalam satu prosopon (pribadi) dan satu
hypostasis (subyek).62 Keduanya secara total dan tegas berbeda. Kristus juga bukan
setengah Allah setengah manusia, melainkan Dia adalah sungguh Allah, sungguh
manusia. Tindakkan Allah dalam menyelamatkan manusia hanya melalui dan dalam
diri Yesus Kristus yang diciptakan dalam kerangka penyerahan total kepada Bapa-
61
Jacobs, Imanuel, 262.
62
Ibid., 246.
31
Nya.63 Kristus merupakan fondasi dan awal karya penyelamatan Allah dan seluruh
ciptaan tertuju pada Allah, tetapi tidak identik dengan Allah karena manusia Yesus
sejak semula secara total terarahkan kepada Allah. 64 Dalam relasi Kristus dengan
Allah Tritunggal; Allah, Tuhan dan Roh Kudus, menurut Jacobs secara tegas berbeda
antara satu dengan yang lainnya, tetapi ketiganya memiliki suatu hubungan yang unik
sudah ada sebelum segala abad. Jika dilihat dalam konteks soteriologi, kedudukan
Kristus dalam karya penyelamatan Allah itulah yang membuat-Nya tidak hanya
sekadar sebagai nabi, tetapi juga sebagai Almasih. Ia dikatakan sehakikat dengan
Allah karena sejak semula Allah menghendaki Kristus sebagai Anak-Nya yang
Tunggal.
Menurutnya, kata: “Tuhan” biasanya digunakan dalam lingkup liturgi yang menunjuk
pada Yesus Kristus yang telah bangkit mulia.65 Maka, kebangkitan-Nya inilah yang
menjadi awal kristologi.66 Selain itu, arti kata “Tuhan-Lord” juga tidak sama dengan
“Allah-God”. Tuhan (Lord) merupakan nama gelar bagi Yesus yang merujuk pada
saja dengan “Allah”, padahal dalam Kitab Suci tidaklah demikian. 67 Perbandingan ini
dapat ditemukan dalam 1Kor 8:6, 2Kor 11:31, yang mengatakan bahwa hanya ada
63
Ibid.
64
Ibid., 249.
65
Jacobs, Syalom, Salam, Selamat, 105-106.
66
Ibid., 100.
67
Jacobs, Imanuel, 257.
32
satu Allah yakni Allah Bapa dari Yesus, dan hanya ada satu Tuhan yakni Yesus
Kristus. Kitab Perjanjian Baru tidak pernah menyebut Yesus sebagai “Allah”.
Dalam pengakuan Tomas dikatakan: “Ya Tuhanku dan Allahku” (Yoh 20:28).
Pengakuan ini hanya ingin menonjolkan kesatuan Yesus dengan Allah Bapa-Nya. 68
Jacobs menyadari bahwa di dalam Diri Allah, terdapat dua komunikasi, yang bersifat
ad intra dan ad extra; dari luar melalui Yesus Kristus dan dari dalam melalui Roh
untuk menangkap pewahyuan diri Allah sebagai bagian dari karya ilahi keselamatan.
Pertemuan Allah dengan manusia sebenarnya sudah terjadi dalam diri Allah sejak
semula. Kesatuan Allah dengan manusia oleh Roh Kudus sejak semula telah
mempersatukan Allah dengan Sabda-Nya. Pewahyuan diri Allah dalam Kristus oleh
dengan manusia seutuhnya. Manusia dapat memandang Allah dalam diri Kristus (Yoh
14: 9). Dalam diri Kristus tegangan Allah manusia, ilahi-insani, Rahmat-Kodrat
secara utuh kepada manusia. Dalam Yesus, manusia bertemu dengan Allah
kendatipun tidak dapat melihat-Nya. Allah yang menyatakan diri kepada manusia
ditanggapi dengan iman, sebagai bentuk tanggapan manusia atas wahyu Allah. Di
sini, Jacobs mengatakan bahwa iman dan wahyu itu sama, yakni berbicara tentang
hubungan Allah dan manusia tetapi keduanya serentak berbeda sebab iman adalah
68
Ibid.
69
Ibid., 251.
33
jawaban manusia terhadap wahyu Allah. 70 Maka, manusia di satu pihak bertemu
dengan Allah, tetapi di lain pihak Allah tetaplah menjadi misteri bagi manusia.
Perumusan misteri tentang Allah dalam bahasa manusia menurut Jacobs tidak
pernah akan tuntas sampai kapan pun. Perumusan iman dalam sejarah Gereja selalu
dalam konsili terkesan kaku dan formal sehingga orang mengalami kesulitan bertemu
dengan Allah. Sedangkan dalam Kitab Suci, orang dapat berjumpa dengan Allah yang
Tom Jacobs berusaha untuk merumuskan kembali ajaran kristologi yang telah
digunakan berabad-abad yang lalu dengan keyakinan bahwa Yesus Kristus adalah
yang keluar dari mulut-Nya secara efektif. Allah tidak hanya menyampaikan Sabda-
Nya, melainkan Dia sendiri bertemu dengan manusia. 73 Pewahyuan diri Allah secara
nyata tampak dalam diri Yesus Kristus. Yesuslah pemenuhan janji keselamatan yang
telah diramalkan oleh Nabi Yesaya (Yes 52:14, 53:1-12). Pada bagian akhir bukunya
Tom Jacobs mengakui bahwa buku Imanuel merupakan buku yang menyajikan jalan
70
Ibid.
71
Ibid., 258.
72
Ibid., 259.
73
Ibid., 243.
34
(aristotelis-thomistis) sebagai tumpuan pemikirannya. 74 Jacobs mengembangkan
mengenal Kitab Suci ia mulai membuat sebuah pemisahan antara Kitab Suci dan
dogma Gereja, dan kemudian mulai menekuni teologi Kitab Suci. Perkembangan ini
Teologinya merujuk pada “soteriologi” dan “kyriologi” yang disadari sebagai kunci
Allah dan manusia dalam Kristus sebagai inti dari soteriologi, merupakan
“pengilahian” manusia, sehingga harus dinyatakan bahwa Kristus adalah Firman yang
Tom Jacobs menyadari bahwa hal pertama yang harus dibicarakan yakni
persoalan bahasa. Menurutnya, jika ingin mewartakan Yesus Kristus di dunia modern
seorang pewarta perlu mengerti bahasa yang tepat. Bahasa yang digunakan bukan
bahasa dogmatis dan bukan pula bahasa biblis, 76 melainkan bahasa yang mendapat
inspirasi dari Kitab Suci yakni suatu bahasa yang kyrigmatis, yang membuat
sehingga memberi kesaksian mengenai hidup iman yang digerakkan oleh Roh Kudus.
74
Ibid., 261.
75
Ibid., 267.
76
Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 41.
77
Ibid.
35
Persoalan bahasa dalam mewartakan Yesus Kristus diuraikan Jacobs secara terperinci
dalam bukunya berjudul; “Imanuel” (2000). Nico Syukur Diester mengatakan bahwa
bahasa merupakan persoalan klasik dalam diskusi berbicara tentang Allah. 78Berangkat
dari persoalan penguraian kata “Imanuel”, Jacobs ingin menunjukkan bahwa dalam
Injil Matius, kata “Imanuel” tidak memaksudkan nama diri Yesus sebab Yusuf
mendapat perintah untuk menamai Dia, “Yesus” (Mat 1:21). Apa yang dimaksud
dengan Imanuel semakin jelas dari ayat terakhir Injil Matius yang berbunyi; “Aku
Kata “Imanuel” bukanlah nama diri Yesus melainkan penjelasan mengenai arti
kelahiran Yesus.79 Keyakinan ini bukan hanya ditemukan dalam Injil Matius
melainkan juga dalam Gereja Perdana. Aneka nama digunakan untuk menyatakan
bahwa Allah sungguh-sungguh hadir dalam diri Yesus Kristus. Tetapi untuk
mewartakan kebenaran itu, manusia selalu terkendala oleh keterbatasan bahasa dalam
mendapat kesulitan dalam menyatakan misteri Allah dalam Kristus. Bahasa, dengan
demikian menjadi tantangan tersendiri dalam pewartaan iman Gereja mengenai Yesus
Kristus. Berthold Anton Pareira juga mengatakan bahwa tantangan pertama dalam
penerusan Injil ialah bahasa.81 Pareira memberikan contoh mengenai kesulitan Paulus
78
Nico Syukur Diester, “Bahasa Agama dan Ungkapan Iman Orang Kristiani: Sebuah Analisis Formal-
Struktural,” Jurnal Orientasi Baru, No. 7, (1993): 43.
79
Jacobs, Imanuel, 14-15.
80
Ibid.
81
Berthold Anton Pareira, “Apa itu Teologi?,” dalam Robert Pius Manik, Gregorius Pasi dan Yustinus
(Eds), Berteologi Baru untuk Indonesia, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2020, xxiii.
36
ditertawakan oleh para pendengarnya karena bahasa yang ia gunakan tidak
bahwa pemahaman tentang pribadi Yesus Kristus dari Nazaret itu selalu bersifat
kolektif. Pengajaran Gereja bukanlah sabda Allah sendiri melainkan juga pengalaman
dan kebijaksanaan orang lain, khususnya mereka yang diberi tugas kepemimpinan
Gereja.83 Menurut Tom Jacobs, jika ajaran Gereja itu dihubungkan dengan bahasa
Kitab Suci khususnya perikop yang berbicara tentang Yesus dan relasi-Nya dengan
Allah, maka akan banyak menimbulkan pertanyaan dan kebingungan bukan hanya di
kalangan umat, tetapi juga di kalangan para teolog. Kesulitan yang dihadapi ialah soal
mengutip artikel pertama dari konstitusi Dewan Gereja-Gereja Sedunia (WCC) yang
berbunyi;
Rumusan Trinitas ini memang sesuai dengan Kitab Suci dan Tradisi. Namun,
dengan baik. Katekismus Gereja Katolik artikel 252 mencoba menjelaskan rumusan
82
Ibid.
83
Jacobs, 23.
84
Ibid.
85
Ibid., 23.
37
Gereja mempergunakan gagasan “substansi” (kadang-kadang
diterjemahkan juga dengan “hakikat” atau “kodrat”) untuk menyatakan
kodrat ilahi dalam kesatuannya; gagasan “pribadi” atau “hipostasis”
untuk menyatakan Bapa, Putera, dan Roh Kudus dalam perbedaan-Nya
yang real satu dari yang lain; gagasan “hubungan” untuk mengatakan
bahwa perbedaannya terletak dalam hubungan timbal balik antara
ketiganya.86
kristologis yang tidak terelakkan; apa yang dimaksud dengan kata pribadi?
disadari dalam teologi sebelum Agustinus. Kata “pribadi” dapat dimengerti sebagai
sentral dari tindakan yang sadar dan bebas yang tertutup dalam dirinya sendiri. 87
Istilah ini seringkali menggiring orang pada paham triteisme (adanya tiga Allah),
sebagai tiga pusat tindakkan dalam Allah. Melihat kesulitan dalam penggunaan istilah
ini, maka para teolog menurut Jacobs, mengusulkan agar istilah itu diganti dengan
istilah khusus yang merujuk pada cara berada Yesus. Karena itu, pada abad ke-4 cara
berada tersebut dikenal dengan istilah hypostasis. Tetapi cara berada yang khusus ini
tidak mudah untuk dipahami bahkan lebih sulit dari istilah “pribadi”. Dengan
demikian, bahasa juga menjadi persoalan dalam perumusan dogma kristologis awali.
abadi dalam Gereja yakni persoalan bahasa pengungkapan yang tepat. Penafsiran dan
pemahaman bahasa Kitab Suci dan ajaran Gereja tidak hanya persoalan terjemahan
teks, melainkan juga keterlibatan aneka komunikasi.88 Pemahaman itu mungkin hanya
dimiliki oleh para ahli atau mungkin juga tidak satupun dari mereka yang dapat
86
P. Herman Embuiru, Penerj., Katekismus Gereja Katolik (Ende: Penerbit Arnoldus, 1995), 98.
87
Jacobs, 25.
88
Ibid., 30.
38
memahami bahasa iman Kristiani dengan baik. Untuk mengerti, orang perlu
menyadari bahwa perumusan iman dari waktu ke waktu dan dalam konteks tertentu
tersebut selalu memperoleh arti dan maksud lain. Karena itu, dalam mengimani Yesus
memberikan satu syarat pewartaan iman yang menjadi dasar berteologi dewasa ini,
konteks zaman: “kembali kepada dasar dan sumber iman Gereja, yakni Kitab Suci”.
Bahasa teologi juga bersifat “obyektif” baik sebagai representasi obyek maupun
Jacobs menegaskan bahwa subyek misi Gereja yang sesungguhnya ialah mewartakan
Yesus Kristus dengan bahasa yang mudah dipahami oleh semua orang, yakni bahasa
yang tidak terikat dengan berbagai macam terminologi yang sulit ditafsirkan dengan
89
Ibid.
90
Ibid.
91
Tom Jacobs, “Pembaharuan Dalam Teologi dan Dalam Pengajaran Teologi”, ed. Prof. Tjaard. G.
Hommes, Th. D dan E. Gerrit Singgih, Ph. D, Teologi dan Praksis Pastoral: Antologi Teologi Pastoral
(Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), 206.
92
Tom Jacobs, “Teologi yang Eklesial dan Kultural,” ed. Budi Susanto, Teologi dan Praksis
Komunitas Post-Modern, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1994), 34.
39
tepat.93 Bahasa, dengan demikian menjadi titik-tolak dalam ber-teologi khususnya
zaman sekarang.
Kitab Suci Perjanjian Baru, terutama dari surat-surat Rasul Paulus yang menjadi titik-
ingin ber-kristologi secara baru dengan melihat bahwa Kitab Suci Perjanjian Baru dan
Tradisi Gereja sebagai sumber pengetahuan tersendiri untuk mendalami misteri karya
keselamatan Allah. Yesus Kristus adalah pokok iman Gereja. Semua ajaran dan karya
khususnya dalam Injil.94 Melihat pentingnya berbicara tentang Yesus dalam Perjanjian
Baru sangat penting untuk melihat apakah Yesus yang dipresentasikan itu dapat
Sejarah: Kristologi Masa Kini”, melihat pentingnya kembali kepada sumber iman
Gereja, yakni Kitab Suci sebagai fondasi dalam berbicara tentang Yesus dari Nazaret.
93
Tom Jacobs, “Misi dan Kristologi,” Jurnal Orientasi Baru, No. 5, (1991): 69.
94
Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 5.
95
Daniel Setiawan, Penerj., Yesus di Zaman Kontroversi (Jakarta: Verbum Dei Books, 2008), 36-37.
40
semula, yaitu dunia Yahudi dan Yudaisme.96 Penekanan Eckardt memiliki kesamaan
dogma dan Kitab Suci, Jacobs ingin mewartakan Yesus Kristus yang tertuang dalam
Perjanjian Baru dengan metode yang digunakan dalam eksegese Kitab Suci dan
soteriologi dan dimensi kyriologi yang dalam teologi Patristik relasi soteriologi
ditempatkan seluruhnya dalam diri Yesus Kristus. Menurut Jacobs, metode kristologi
Patristik ternyata dihadapkan pada persoalan serius yakni; bagaimana kesatuan antara
ke-allahan dan kemanusiaan serentak berada dalam pribadi Yesus dari Nazaret? 98
Dalam teologi Patristik, relasi Allah dan manusia merupakan inti soteriologi yang
Kristus sebagai Firman Allah (logos) yang sehakikat dengan Allah harus dijelaskan.99
memahami aneka kristologi yang ada dalam alam Perjanjian Baru. Jacobs
mengatakan bahwa;
96
Ioanes Rahmat, Penerj., Menggali Ulang Yesus Sejarah: Kristologi Masa Kini (Jakarta: PT BPK
Gunung Mulia, 1996), xiii.
97
Jacobs, Imanuel, 262.
98
Ibid., 264.
99
Ibid.
41
perbedaan itu merupakan faktor penting untuk memahami aneka
kristologi yang ada dalam Perjanjian Baru.100
kristologi Perjanjian Baru merupakan kristologi yang dapat menjadi semacam sumber
otentik dalam menemukan identitas Yesus Kristus. Kitab Perjanjian Baru memberikan
informasi penting bagi Gereja, yakni Allah yang berinisiatif mendatangi manusia
dalam diri Anak-Nya, Yesus Kristus. Maka tanggapan manusia terhadap inisiatif itu
harus terwujud dalam iman akan Yesus Kristus yang hanya di dalam dan melalui Dia,
karya keselamatan Allah dilaksanakan secara total.101 Allah menerima semua orang
yang percaya kepada-Nya masuk ke dalam hidup-Nya sendiri dan sebagai Allah yang
transenden, Ia mengambil rupa seorang hamba dalam diri Yesus dan masuk dalam
sejarah manusia.102
Berikut merupakan uraian dua arus pemikiran kristologi Tom Jacobs, yakni;
soteriologi dan kyriologi yang diuraikan berdasarkan kristologi Rasul Paulus. Kedua
awali.
100
Ibid., 262.
101
Tom Jacobs, Iman dan Agama (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1992), 7.
102
Jacobs, Imanuel, 261.
42
Secara keseluruhan karya Jacobs dalam berkristologi, dapat ditemukan bahwa
Berdasarkan arti katanya, “soteriologi” berasal dari Bahasa Yunani (= soteria) dan
dalam bahasa Ibrani (yesyu’a) yang berarti keselamatan. Menurut teologi dogmatik,
soteriologi berpusat pada Yesus sebagai sang penebus yang berlangsung pada wafat
Yesus di kayu Salib dan kebangkitan-Nya demi keselamatan manusia. A. Heuken, SJ,
dalam ensiklopedi Gereja mengatakan bahwa inti pokok teologi Kristiani semuanya
diwarnai oleh dimensi penebusan.103 Menurut injil, kedatangan Yesus Kristus sabda
Allah yang menjelma menjadi manusia bertujuan untuk memulihkan relasi manusia
dengan Allah yang telah dirusakkan oleh dosa.104 Ketaatan penuh Yesus kepada Bapa,
kayu Salib dan mengalahkan maut dengan kebangkitan (Rm 4:25, 8:3, 1Kor 15:21,
Ibr 4:15).
15:3-5.105 Di Korintus, banyak orang tidak percaya akan adanya kebangkitan orang
mati. Bagi Paulus jika orang menyangkal kebangkitan badan, maka runtuhlah iman
Kristiani (15:2). Dengan tegas Paulus mengatakan bahwa “Kristus telah mati karena
dosa-dosa kita” (15:3). Penegasan ini menunjukkan bahwa wafat Yesus tidak hanya
103
A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Edisi IV Ph-To (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Craka, 1994), 273.
104
Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 59.
105
Ibid., 50.
43
keselamatan yang diungkapkan dengan kata “menurut Alkitab”. Jacobs mengartikan
kata ini sebagai “menurut rencana keselamatan Allah yang diuraikan dalam
pelayanan Yesus merupakan tema besar dan mendasar dari pewartaan Paulus 107 yakni
Allah dalam Kristus,108 untuk manusia dan di pihak manusia. Jacobs kemudian
menyebut dimensi ini sebagai “prinsip solidaritas” Putera Allah dengan kehidupan
manusia berdosa yang dibuktikan dengan wafat-Nya di kayu Salib. 109 Karena dosa,
manusia dijauhkan dari Allah, tetapi karena Salib, Kristus bersatu kembali dengan
Allah dan relasi manusia dengan-Nya dipulihkan. Karya penyelamatan Allah selalu
konteks soteriologi Paulus yang sekaligus merupakan inti pokok kesatuan manusia
pembenaran.
3.2.1. Perdamaian
Jika karya keselamatan dilihat terutama dari sudut Allah Bapa, maka
hubungan itu disebut perdamaian. Jacobs menggunakan teks Paulus dalam 2Kor
5:18-19 yang berbunyi; “Allah dengan perantaraan Kristus mendamaikan kita dengan
diri-Nya dan mempercayakan pelayanan perdamaian itu kepada kami. Sebab memang
Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya dalam Kristus dan menyampaikan sabda
106
Ibid.
107
Joseph A. Fitzmyer, Katekismus Kristologi (Yogyakarta: Penerbit Kanisus, 1994), 110-111.
108
Tom Jacobs, “Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian Baru,” Jurnal Orientasi Baru,
No. 6, (1992): 102.
109
Ibid.
44
perdamaian dalam kami.” Mengikuti Paulus, Jacobs mengatakan bahwa upacara hari
raya perdamaian dalam Imamat 16 merupakan hari di mana Yahwe, Allah Israel
dengan Yesus sendiri, upacara ini tidak akan diulangi kembali. Wafat Yesus adalah
tempat pertemuan antara Allah dan manusia dan dengan kematian-Nya, Allah bersatu
dengan kelemahan manusia.111 Paulus yakin bahwa wafat Kristus berarti pertemuan
Allah dengan manusia berdosa dan dalam Yesus, rahmat khusus diberikan Allah
kepada orang berdosa. Inilah yang disebut dengan paham perdamaian. 112 Melalui
perdamaian, terbukalah rahmat keselamatan bagi manusia. Dalam konteks ini, arti
keselamatan pada peristiwa wafat Kristus terletak pada sikap ketaatan Kristus.
Sebagai anak, Ia menyerahkan diri secara penuh kepada Bapa Maharahim dan
melalui pertemuan Bapa dalam wafat dan kebangkitan putra-Nya inilah yang
3.2.2. Penebusan
mengatakan bahwa kedatangan Yesus Putra Allah ke dunia ini ialah untuk merasakan
solidaritas Yesus dalam konteks karya penyelamatan. Dalam Roma 3:24, Paulus
mengatakan bahwa penebusan manusia oleh Kristus disebut dengan “uang tebusan”.
Jacobs melihat bahwa ada sedikit perbedaan antara paham penebusan dalam
110
Jacobs, Siapa Yesus Kristus Menurut Perjanjian Baru, 55.
111
Ibid.
112
Ibid.
113
Jacobs, Syalom, Salam, Selamat, 75.
114
Donald Macleod, The Person of Christ: Contours of Christian Theology (United States of America:
Illionis, 1998), 23.
45
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, “penebusan” dilihat
sebagai pengambil-alihan posisi. Artinya, orang lain mengambil alih nasib sesamanya
yang tidak berdaya lagi (bdk. Ul 25:5-10, Rut 3:9-13). Tetapi dalam Perjanjian Baru,
dengan manusia menjadi jelas karena Ia telah menebus (= membeli) manusia dari
kutuk Hukum Taurat dengan menjadi kutuk atas manusia (Gal 3:13). Karena itu,
Allah.115
3.2.3. Pembenaran
Paulus dengan orang Yahudi menjadi lebih terbuka (Rm 3-8, Gal 2-3). Kata
“dinyatakan benar atau salah oleh hakim” (Mat 12:37). Di sini, manusia dibenarkan
karena solidaritas Kristus. Berkat kepercayaan akan Kristus, manusia dibenarkan. 116
Iman akan Kristus berarti percaya bahwa hanya Kristuslah pengantara Allah dan
manusia (1Tim 2:5). Percaya akan kebangkitan berarti mengamini bahwa Yesus
115
Jacobs, Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru, 56.
116
Ibid., 57.
117
Tranggani, 121.
46
“Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah menjadi
hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus kita” (1Kor 1:30).
Setelah menguraikan aspek karya keselamatan Allah dalam diri Yesus Kristus,
Jacobs mencoba menguraikan Kristologi Paulus dari sudut pandang kyriologi. Dalam
dunia Hellenis, kata kyrios digunakan baik dengan arti religius, maupun dengan arti
sekular.118 Secara etimologi, kata “kyrios” berasal dari Bahasa Yunani yang berarti
“tuan” atau “Tuhan”. Dalam terjemahan Ibrani yang digunakan dalam Septuaginta,
kata “kyrios” disebut Yahwe.119 Agama-agama dalaml imperium Yunani dan kerajaan-
kerjaan pada zamannya menggunakan kata kyrios (Feminin: kyria) untuk menyebut
dewa-dewi yang mereka jadikan sembahan, yang dianggap mampu menjawab semua
doa dan permohonan sehingga patut memperoleh ungkapan syukur dan terima kasih
serta sembah bakti manusia. Dewa-dewi tersebut diantaranya seperti Isis, Serapis,
Osiris, yang mereka sebut sebagai kryios. Dalam arti sekular, kyrios merujuk pada
arti; tuan, misalnya dalam tulisan-tulisan Paulus yang dihubungkan dengan kata
doulos (hamba). Dalam penggunaan ini, kyrios dapat berarti tuan, penguasa dan
pemilik.120 Kadang-kadang, kata ini juga merupakan bentuk sapaan halus kepada
seseorang yang dihormati, seperti kata seru Sir (Inggris), tuan (Indonesia) dan ndara
(Jawa).
Kata kyrios juga memiliki berbagai sebutan seperti dalam bahasa Portugis
Senhor sama dengan Tuan, Bahasa Perancis disebut Seigneur, Inggris Lord, Belanda
118
Eko Riyadi, Yesus Kristus Tuhan Kita (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011), 154.
119
A. Heuken, Ensiklopedi Gereja Edisi III Kons-Pe (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993), 59-
60.
120
Ibid., 155.
47
Heere melalui Leijdecker berubah menjadi Tuhan. Dalam septuaginta, kata kyrios
digunakan lebih dari 9.000 kali. Kata ini digunakan untuk menyebut seorang pemilik,
mulai dari pemilik hewan piaraan (Ul 1:3) sampai Allah yang memiliki bumi (Yos
3:11, Mzr 97:5). Sebanyak 6.156 kali, kyrios digunakan untuk menulis nama diri
Allah Israel (YHWH). Kata “Yahwe” merupakan nama Allah yang tidak boleh
Tetragrammaton), digunakan kata Adonai yang berarti tuanku. Setiap kali ada kata
kata Adonai yang berarti tuanku ini. karena itu, kyrios tidak sama arti dengan YHWH,
melainkan searti dengan Adonai yang dalam tradisi Yahudi digunakan untuk
beriman dengan Allah. Dalam Perjanjian Baru, kyrios digunakan untuk menyebut
Allah Bapa dan Kristus.122 Kata ini dapat ditemukan dalam surat-surat Paulus
misalnya kepada Jemaat di Filipi 2:9-11. Kata kyrios bermakna sama dengan kata
Tuhan dan menyatakan keluhuran ilahi Allah Putra yang menjelma menjadi manusia
dalam Kristus Yesus (Yoh 1:1). Tradisi kristen mengambil kata Yunani “kurios” dan
dan kodrat-Nya yang unik sebagai Tuhan yang ada sebelum segala zaman. 123
tentang Yesus yang diangkat menjadi “kyrios, Tuhan, tuan”. 124 Karena itu, kristologi
121
Ibid., 156.
122
Roch A. Kereszty, Jesus Christ: Fundamentals of Christology (New York: Alba House, 1991), 136.
123
Rahmat, 249.
124
Jacobs, 66.
48
Paulus disebut kyriologi yang dapat ditemukan dalam Filipi 2:6-11, Roma 1:1-7 dan
Kolose 1:15-20. Ketiga teks tersebut merupakan gambaran Paulus mengenai pribadi
Kristus.
karena pribadi Paulus yang unik dan menarik, melainkan karena injil yang diwartakan
oleh Paulus, yakni injil yang memaklumkan pribadi Yesus Kristus sebagai Tuhan
(kyrios) dan mengenangkan peristiwa keselamatan dalam Yesus, khususnya wafat dan
iman bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. Pada bahasan ini, Jacobs ingin mendalami
tiga pokok teologi kyriologi Paulus, yakni; pengosongan diri Putera Allah, Yesus
“.... 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah
itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7melainkan telah mengosongkan diri-
Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. 8Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. 9Itulah sebabnya Allah sangat
atas bumi dan yang ada di bawah bumi, 11dan segala lidah mengaku: “Yesus Kristus
125
Bernhard Kieser, “Teologi dan Spiritualitas,” Jurnal Orientasi Baru, No. 8, (1994): 10.
49
Dalam perikop ini Paulus melihat peristiwa wafat dan kebangkitan Kristus
dalam kesatuan yang erat. Kedua relasi itu diterangkan dengan skema “kerendahan
dan peninggian”. Yesus Kristus ditinggikan oleh Bapa karena dengan ketaatan-Nya
mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia (2:6). Menurut
Jacobs, jika dikatakan bahwa Yesus “taat sampai mati”, ketaatan ini bukanlah suatu
“tindakan benar” seperti dikatakan dalam Rm 5:19, melainkan sebagai “tanda” atau
perwujudan konkret dari sikap “pengosongan” diri Kristus. 126 Sebagaimana Kristus
di bawah Allah dalam kemuliaan (1Kor 15:24-28), demikian juga dengan pra-
Tuhan yang mulia (Rm 1:1-14). Kemuliaan itu diungkapkan dengan nama yang biasa
digunakan untuk Allah sendiri yakni “Tuhan” (kyrios). Maka, pemikiran kristologi
Paulus lebih jelas dilukiskan dalam kyriologi daripada dalam soteriologinya. Disini
dari relasi pribadi antara Bapa dan Putera, yakni wafat Kristus sebagai ungkapan
“1Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan
untuk memberitakan Injil Allah. 2 Injil itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan
126
Jacobs, 66.
127
Ibid., 67-68.
50
perantaraan nabi-nabi-Nya dalam kitab-kitab suci, 3tentang Anak-Nya, yang menurut
daging diperanakkan dari keturunan Daud, 4dan menurut Roh kekudusan dinyatakan
oleh kebangkitan-Nya dari antara orang mati, bahwa Ia adalah Anak Allah yang
berkuasa, Yesus Kristus Tuhan kita. 5Dengan perantaraan-Nya kami menerima kasih
karunia dan jabatan rasul untuk menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya
dan taat kepada nama-Nya. 6Kamu juga termasuk di antara mereka, kamu yang telah
dipanggil menjadi milik Kristus. 7Kepada kamu sekalian yang tinggal di Roma, yang
dikasihi Allah, yang dipanggil dan dijadikan orang-orang kudus: Kasih karunia
menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus
Kristus.”
kristologis. Menurutnya, pandangan Paulus mengenai daging dan Roh harus dilihat
dalam ayat 3-4; “Injil Allah tentang Putra-Nya” yang sejak semula dalam daging”,
sebagai “menurut daging – menurut Roh” mempergunakan bahan dari tradisi, “Yesus
dilahirkan dari benih Daud” dan “Yesus adalah Putera Allah.” 128 Penyebutan “Yesus
adalah Putera Allah” serupa dengan homologi “Yesus adalah Tuhan”. Namun, tidak
ada bukti yang menunjukkan bahwa Gereja Purba pernah menggunakan nama “Putera
128
Ibid.
51
Allah”.129 Pengungkapan ini masih tersembunyi dan hanya dikenal sebagai Kristus
dalam daging yang masuk ke dalam kemuliaan ilahi dengan gelar kehormatan dari
bangsa Yahudi yakni “Putera Allah dalam kuasa, Yesus Kristus Tuhan kita”. Melalui
“diangkat”, secara implisit mengandung arti bahwa Allah terungkap sebagai subyek.
Namun, dengan menampakkan diri kepada pada malaikat, dinyatakan bahwa Kristus
adalah kyrios di surga. Karena itu, di dunia ini juga harus diwartakan bahwa dalam
Kristus, terlaksanalah karya keselamatan Allah secara penuh dan definitif. Maka
hymne kyriologi 1Tim 3:16 menurut Jacobs sewajarnya diakhiri dengan “kemuliaan”
“15Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari
segala yang diciptakan, 16karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu,
yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan,
129
Ibid.
130
Jacobs, Imanuel, 116-117.
52
Ialah yang sulung, yang pertama bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang
lebih utama dalam segala sesuatu. 19Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan diam
20
di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdamaikan segala sesuatu dengan diri-
Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada di sorga, sesudah Ia mengadakan
Menurutnya, hymne perikop ini dapat dibagi dalam dua bagian yakni; peranan
Kristus dalam karya penciptaan (ay. 15-17) dan karya Kristus dalam karya
penyelamatan (ay. 18-20 dan disinggung oleh Paulus dalam 1Kor 8:6), khususnya
relasi dalam relasi dengan Gereja. 131 Kedua pembagian ini tidak hanya
memperlihatkan Yesus sebagai pengantara antara Allah dan manusia, tetapi juga
sekaligus segala sesuatu terarah kepada Dia (ay. 16, 20; “untuk Dia”). Dengan
demikian, kyriologi di sini dapat dilihat dalam rangka dimensi kosmis (ay. 15). Wafat
dan kebangkitan Kristus adalah fakta keselamatan yang tidak dibicarakan lagi dalam
diri Kristus, Allah hadir melaksanakan karya penyelamatan-Nya. Surat Paulus kepada
terkandung pokok hubungan antara surga dan dunia yang terjadi karena penampakkan
131
Ibid., 114.
132
Ibid., 115-116.
53
Melalui penguraian kedua pokok kristologi Paulus di atas, maka terbukti
soteriologi dan kyriologi dalam pemikiran Paulus sehingga Jacobs mengatakan bahwa
Pemikiran kristologi Tom Jacobs tidak bisa dipisahkan dari konteks misi
Gereja. Baginya, Gereja tanpa misi bukanlah Gereja seperti yang dimaksudkan oleh
Yesus.134 Menurut Edmund Woga, dalam situasi saat ini, penjelasan tentang misi
seperti yang dikehendaki oleh Yesus Kristus sangat perlu dan berguna, sebagai dasar
perutusan dan pendalaman iman dalam Gereja. 135 Melalui artikelnya yang berjudul
“Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi Dalam Perjanjian Baru” (1992), Tom Jacobs
menguraikan secara eksplisit relasi misi dan Gereja dalam dimensi kristologis.
prinsip dasar misi, Jacobs mengatakan bahwa Allah datang untuk menciptakan umat
manusia yang dalam Perjanjian Lama adalah Allah Israel dan dalam Perjanjian Baru
adalah Gereja.136 Legrand mengingatkan para pembaca bahwa dalam Kitab Suci,
terdapat banyak paham misi. Namun menurut Jacobs, Legrand hanya melihat satu
133
Ibid., 262.
134
Tom Jacobs, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium: Mengenal Gereja (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1970), 335-338.
135
Edmund Woga, Dasar-Dasar Misiologi (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002), 10.
136
Jacobs, Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian Baru, 95.
54
faktor yang konstan dalam panggung sejarah Allah dengan manusia sehingga ia
tanggapan atas pandangan Legard yang dipersempit oleh konteks Perjanjian Lama.
Secara konsekuen dikatakan bahwa, seperti Yesus dan bangsa Israel, begitu juga misi
Gereja adalah pertama-tama dan terutama karya dan tindakan Allah. Menurut Jacobs,
di satu pihak misi berakar kuat pada sejarah Israel, namun di pihak lain, misi akan
masuk ke dalam struktur geografis dan historis umat manusia seluruhnya dan Paulus
juga termasuk dari jemaat itu.137 Paulus merasa diri sebagai rasul Kristus Yesus (1Kor
1:1, 2Kor 1:1, 1Tes 2:6). Pernyataan ini menunjukkan bahwa hubungan rasul dan
Paulus dan Yesus tetapi terutama isi kristologi pewartaan Paulus yang berpusat pada
Kristus. Jacobs mengatakan bahwa Rom 10, kiranya menjadi titik pangkal yang jelas
menggambarkan misi Paulus. Titik pangkal itu ialah pewartaan yang kristosentris. Di
samping menggunakan kata kerysein Paulus juga menggunakan kata eyanggelion dan
eyanggelizesthai sebagai pewartaan pokok. Eyanggelion itu tidak hanya berasal dari
Paulus melainkan juga dari Jemaat Purba (1Kor 15:3-5, Rom 1:3-4, 10:8-9). Isi Injil
itu bukanlah sebuah teori melainkan sebuah fakta khususnya mengenai wafat dan
kebangkitan Kristus sebagai pelaksanaan tuntas karya penyelamatan Allah (2Kor 2:8,
Fil 2:5-11). Karena itulah, Injil diyakini sebagai kekuatan Allah yang menyelamatkan
setiap orang yang percaya (Rom 1:16, 1Kor 1:18). Yesus Kristus mewartakan Injil
137
Ibid., 96.
55
dan membentuk kelompok orang beriman terutama di pusat-pusat kehidupan
Namun bagi Jacobs, yang pokok di sini bukanlah soal pembentukan Gereja,
2:16, 16:25) atau “Injil kami” (1Tes 2:5, 1Kor 15:1) dan sekaligus “Injil Allah” (Rm
1:1, 2Kor 11:7).138 Di sinilah paham kerasulan Paulus yang khas yakni dengan
mewartakan Injil ia mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Maka, Injil
tidak hanya disampaikan dengan kata-kata saja, tetapi dengan kekuatan dan dorongan
Roh Kudus (1Tes 1:5). Injil dan pewartaannya adalah murni karya Allah dalam Yesus
Kristus oleh Roh Kudus yang ditanggapi manusia dengan iman sehingga dikatakan
Dalam konteks misi Gereja Yoh 20:21 menggunakan kata “mengutus”. Kata
ini, nyata tampak dalam perutusan para murid yang selalu berpangkal pada perutusan
Yesus Kristus sendiri seperti dikatakan dalam Yoh 17:18-19; “Sama seperti Engkau
telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke
dalam dunia dan Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun
dikuduskan dalam kebenaran.” Maka perutusan para murid tidak dapat dikatakan
sebagai sesuatu yang baru, bahkan bukan merupakan tahap baru dalam sejarah
yang sudah terlaksana secara definitif dalam diri Yesus. Kesaksian yang pertama
138
Ibid., 103.
56
Namun yang paling penting adalah kesaksian Bapa (Mrk 3:17), Kitab Suci
dan terutama Roh Kudus (Yoh 15:26-27). Kesaksian yang diberikan oleh Roh Kudus
terus berjalan seluruh sejarah keselamatan mulai dengan Kitab Suci Perjanjian Lama,
kemudian Yohanes Pembabtis, Yesus sendiri dan akhirnya para murid. Misi berarti
mengambil bagian dalam sejarah pewahyuan Allah dan dalam arti itu, para murid
juga mempunyai tempat dan fungsi sendiri dalam proses itu (Yoh 4:38, 13:20, 15:20).
Pewartaan yang terlepas dari dialog kristologis menurut Jacobs tidak lagi
menampakkan misteri Allah yang sudah hadir dan mempersatukan manusia dalam
kemajemukan.139 Karena itu, subyek misi dan pewartaan Gereja dalam konteks
dunia.
membuka dialog dengan agama lain seperti agama Hindu, Budha dan Islam dengan
tersebut.141 Jacobs menyadari bahwa pribadi Yesus Kristus dan peristiwa kristologis
139
Ibid., 121.
140
Ibid., 263.
141
Jacob, Syalom, Salam, Selamat, 13-31.
57
merupakan unsur konstitutif bagi keselamatan seluruh umat manusia. 142 Dengan kata
lain, penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus bersifat universal. Menurutnya,
pengaruh Kristus yang menyelamatkan tidak dapat dibatasi hanya pada orang
beriman kristiani saja, melainkan juga bagi agama-agama bukan kristiani. 143 John
Hick, seorang teolog pluralis melihat bahwa sentralitas Kristus sebagai penyelamat
universal merupakan “masalah Sentral Teologi”. 144 Teologi ditantang untuk berdialog
Keselamatan menurut Jacobs berarti suatu tingkat kehidupan yang baru dan
jauh lebih baik, terjadi melalui peralihan hidup yang berpusat pada Realitas. 145 Usaha
pemahaman religius dan iman yang ada di dalamnya, sebab pemahaman ini memberi
arah bagi refleksi teologi yang kreatif.146 Selain itu, Jacobs juga menekankan bahwa
faktor yang menentukan selain keahlian oleh teolog lokal adalah dialog antara teologi
dan ilmu-ilmu lain dan partisipasi observasi sehingga menuntut agar para teolog harus
kreatif agar sukacita dapat tersampaikan dengan baik. 147 Mengikuti semua pengarang
Perjanjian Baru, Jacobs mengatakan bahwa misi Gereja selalu berarti mewartakan
Cahyadi, SJ mengatakan bahwa dasar dari kristianitas adalah Kristus. Tidak ada
142
Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 36.
143
Tom Jacobs, “Misi dan Kristologi,” Jurnal Orientasi Baru, No. 5, (1991): 77.
144
Ibid., 77.
145
Ibid.
146
Tom Jacobs, Teologi dan Praksis Komunitas Postmoderen, Teologi Yang Ekklesial Dan Kultural
(Yogyakarta: Kanisius, 1994), 62.
147
Ibid., 62-63.
148
Jacobs, Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian Baru, 122.
58
Gereja tanpa Kristus.149 Kristus adalah fondasi Gereja dan penyelamat universal.
Dalam Nostra Aeate no. 2 dikatakan bahwa “Gereja Katolik tidak menolak apapun
yang benar dan serba suci dalam agama-agama lain.” 150 Sikap inklusif Gereja
didasarkan pada pemahaman bahwa perutusan Kristus bukan hanya untuk semua
orang beriman saja, melainkan juga untuk mereka yang berbeda keyakinan dengan
ini sama sekali tidak terikat pada suku, adat, agama dan ras manusia. Mengutip
pemikiran Karl Rahner, Leonardus Samosir mengatakan bahwa semua orang yang
belum ataupun tidak mengenal Kristus, tetapi melakukan apa yang diajarkan-Nya,
maka mereka dapat disebut “Kristen anonim”.153 Tetapi menurut Jacobs, ini
merupakan jalan keluar yang semu, sebab dengan prinsip tersebut semua orang yang
149
Cahyadi, Benediktus XVI, 29.
150
Nostra Aetate, No. 2.
151
Jacobs, Mewartakan Yesus Kristus dalam Dunia Modern, 36.
152
Ibid., 36-37.
153
Dr. Leonardus Samosir, Agama Dengan Dua Wajah: Refleksi Teologis atas Tradisi dalam Konteks
(Jakarta: Penerbit Obor, 2010), 90-91.
59
Kristen, dibabtis dengan paksa.154 Mengikuti Stanley J. Samarta, Jacobs mengajukan
jalan keluar terhadap persoalan ini yakni dengan suatu posisi relational
distinctiveness dari Kristus. Disebut relational karena Kristus memiliki relasi erat
Katolik”, Martinus Joko Lelono mengatakan bahwa Tom Jacobs pernah menulis suatu
karangan ilmiah yang membahasa naskah Jawa Kuno dimana di dalamnya termuat
doa kepada Syiwa.156 Di akhir bahasannya, Jacobs mengatakan bahwa jika seorang
misionaris ingin mewartakan injil Yesus Kristus kepada umat beragama lain, maka ia
harus sungguh mengerti ilmu perbandingan agama. 157 Jika mengerti, maka tidak
mungkin pesan kebenaran ditolak oleh para pendengarnya. Inilah yang menjadi
penuhnya menjadi tampak. Pada abad ke-22, semua orang berusaha memberikan
gambaran mengenai Yesus yang tampil sebagai seseorang yang senasib dan
seperasaan dengan kebanyakan orang, yakni Yesus yang solider dengan orang miskin,
154
Jacobs, 74.
155
Ibid.
156
Martinus Joko Lelono, “Yesus Kristus Sang Jalan: Kristologi Kontekstual Bagi Penghayat
Kebatinan Katolik,” Jurnal Teologi, Vol. 4, No. 2, (2015): 109.
157
Ibid.
60
terlantar, menderita, kelaparan dan dengan mereka yang hidup dalam ketidak-
Kristus menjadi milik semua orang bukan hanya milik umat Kristiani. Ia berbicara
kepada setiap pribadi yang berusaha menemukan eksistensi manusiawi yang benar
Menurut Jacobs kristologi dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari aspek
teologis Gereja atas pokok imannya. Dalam refleksi atas pengalaman pribadi hal
yang ingin dicari ialah nilai iman dari pengalaman itu. Dengan kata lain pengalaman
dengan refleksi teologis atas pengalaman pribadi, teologi menggali lebih dalam
pengalaman iman umat kristiani daripada dengan pengetahuan intelektual murni. 161
Teologi bertugas untuk menggali perkembangan iman yang ada di bawah ungkapan
pendahulu dengan pengalaman iman sekarang. 162 Kitab Suci dan tradisi menjadi
pusat refleksi Gereja atas realitas hidupnya. Karena itu, arti Kristus bagi orang
158
Ibid.
159
Yanuarius Lobu, “Yesus Kristus dan Agama-Agama,” Dalam Bunga Rampai, Yesus Kristus
Harapan Kita, eds. Yanuarius Lobu dan Vincent Jolasa, (Ende: Penerbit Nusa Indah, 1992), 227.
160
Jacobs, Pembaharuan Dalam Teologi dan Dalam Pengajaran Teologi, 1992, 220.
161
Ibid., 221.
162
Ibid., 222-223.
61
beriman bukan hanya soal teori dan rumusan-rumusan dogmatis, melainkan soal
Melalui perjumpaan ini maka arti Kristus bagi setiap orang juga berkembang
iman personal. Pengalaman ini hanya mungkin terjadi melalui pergulatan dengan
hidup sendiri.164 Karl Rahner mengatakan bahwa pengalaman manusia akan Allah dan
didasarkan pada kebenaran pewahyuan historis Yesus Kristus. Iman akan Yesus
Kristus dan kebenaran sejarah pewahyuan-Nya yang disampaikan dalam dan melalui
Gereja-Nya menjadi dasar penafsiran bagi seluruh pengalaman religius orang kristen
menemukan Tuhan sebagai dasar hidup.167 Allah dihayati sebagai sumber hidup yang
ditemukan sebagai dasar paling mendalam dari jiwa setiap orang. Allah Pencipta
selalu dihayati sebagai Pribadi yang menanggung dan menjaga manusia dalam cinta
kasih. Pengalaman menjadi dasar bagi manusia untuk sampai pada pengakuannya
Rahner melihat bahwa kesatuan antara pengalaman akan Allah dan pengalaman
dengan diri sendiri disini bersifat refleksi transendental yang dihubungkan dengan
163
Tranggani, 12.
164
Ibid., 13.
165
Karl Rahner, Theologian of the Grace Search for Meaning (Edinburgh: T & T Clark, 1993), 173.
166
Willem Daia, Penerj., Toward a Theology of Beauty (Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007), 98.
167
Tom Jacobs, Karya Roh Dalam Gereja (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), 15.
62
konteks zaman.168 Mengikuti Edward Schillebeeckx, Georg Kirchberger mengartikan
berarti “seseorang bertemu secara langsung dengan suatu obyek dan belajar melalui
itu.169
hidup manusiawi dalam kehidupan nyata kepada semua orang. 170 Pengalaman
merupakan suatu kenyataan yang kompleks dalam diri seseorang karena latar
belakang pengalaman dan tradisi kultural, wawasan berpikir dan latar belakang
pengaruh dari obyek yang dialami dan subyek yang mengalami berbeda dengan
dalam berteologi. Menurutnya, pengalaman baru selalu berarti pengetahuan baru bagi
subyek.172 Pengetahuan baru tersebut harus berhadapan dengan arti pengalaman itu
dalam kehadiran diri sendiri dan dengan dogmatisasi manusia dalam konteks zaman
168
Ibid., 177.
169
Georg Kirchberger, Allah: Pengalaman dan Refleksi dalam Tradisi Kristen (Ende: Penerbit
Arnoldus, 2000), 15.
170
Jacobs, Mewartakakn Kristus dalam Dunia Modern, 41.
171
Georg Kirchberger, Allah Menggugat: Sebuah Dogmatik Kristiani (Maumere: Penerbit Ledalero,
2007), 4-5.
172
Edward Schillebeeckx, Christ: The Experience of Jesus as Lord (New York: Crossroad, 1990), 31-
36.
63
sehingga memerlukan metode yang tepat untuk membagikan pengalaman itu kepada
orang lain.173
dengan Kristus harus dapat diaplikasikan melalui kontak langsung dengan orang
lain.174 Bahkan Walter Kasper, dalam bukunya berjudul; “The God of Jesus Christ”
(1987) mengatakan bahwa pesan injil Yesus dari Nazaret yang “ditangkap” dalam
pengalaman harus memiliki arti dalam kehidupan nyata. 175 Dengan menekankan
pengalaman personal akan Kristus, tidak berarti setiap orang harus bertemu dengan
Allah sebelum mengimani-Nya. Sebaliknya, penerimaan diri yang unik dan apa
adanya, itulah landasan bagi setiap pribadi untuk berjumpa dengan Allah. Dengan
demikian, tidak berarti bahwa orang harus mengakui Allah sebelum bertemu dengan-
Nya. Justru menurut Jacobs, orang dapat mengenal Allah lewat perjumpaan dengan-
dalam Teologi dan Dalam Pengajaran Teologi” (1992), Jacobs meletakkan refleksi
teologis atas perjumpaan iman dengan situasi konkret dalam bingkai pengalaman
dilaksanakan dalam suatu refleksi yang secara eksplisit bersifat transendental 178 dan
pertemuan dengan Kristus harus mempunyai dampak bagi semua umat beriman. 179
173
Edward Schillebeeckx, Christ: The Experience In the Modern World (London: SCM Press LTD,
1980), 36.
174
Geral O’Collins, Fundamental Theology (New York: Paulist Press, 1981), 33.
175
Walter Kasper, The God of Jesus Christ (New York: Crossroad, 1987), 65.
176
Jacobs, Imanuel, 47.
177
Jacobs, Pembaharuan Dalam Teologi dan Dalam Pengajaran Teologi, 198.
178
Ibid,. 200.
179
Tranggani, 13.
64
Agar memiliki relasi dengan Kristus yang hidup, Gereja harus berada dalam ruang
konkret. Menurut Jacobs, kebutuhan pokok manusia zaman ini adalah berjumpa
dengan Kristus yang hidup, yang dicari adalah Kristus sebagai penggerak, penerang,
jalan hidup, sahabat, penebus dan Tuhan bagi semua orang. 180 Melalui pengalaman,
orang akan sampai pada pengakuan akan makna Kristus baginya, yakni arti Kristus
baru sebagai hasil dari pengalaman perjumpaan personal dengan-Nya. Hanya dengan
pengalaman rohani, orang akan sampai pada pengakuan dan arti Kristus baginya.
Perdana menjadi Kristus-ku, bukan Kristus yang “aku” peroleh dari pelajaran
menyangkut hidup pribadiku; itulah Kristus yang berarti”. 181 Di satu pihak, Jacobs
berbeda dengan gambaran Kristus yang tertuang dalam Perjanjian Baru, dimana
180
Ibid., 15.
181
Ibid., 16.
182
Konsili Khalsedon (451) mengajarkan bahwa; “Yesus Kristus sungguh-sungguh Allah, sungguh-
sungguh manusia. Dalam diri-Nya, kedua kodrat itu bersatu, tetapi tak tercampur, tak berubah, tak
terpisah dan tak terbagi.” Rumusan lengkap dikutip sebagai berikut: “Maka dengan mengikuti para
nenek moyang suci, kami sekalian sehati sepikir mengajarkan bahwa mengakui Sang Putra dan Tuhan
kita Yesus Kristus sebagai satu dan sama: yang sama sempurna dalam keilahian dan yang sama
sempurna dalam kemanusiaan, yang sama sungguh Allah dan sungguh manusia (terdiri) dari jiwa
berakal dan tubuh, menurut keilahian sehakikat dengan Bapa dan sama sehakikat dengan kita
menurut keinsanian, dalam segalanya sama dengan kita tetapi tanpa dosa (bdk. Ibr 4:15), menurut
keilahian dilahirkan dari Bapa sebelum segala zaman, tetapi menurut kemanusiaan pada hari-hari
akhir itu yang sama (dilahirkan) dari perawan Maria, Bunda Allah, demi untuk kita dan demi untuk
keselamatan kita. Kami mengajarkan bahwa Tuhan Yesus Kristus yang satu dan sama, Putra yang
Tunggal itu, harus diakui: dalam dua kodrat (en duo physein), tak tercampur (asygkhytos), tak berubah
(atreptos), tak terbagi (adiairetos), tak terpisah (akhoritos), dengan sama sekali tidak dihilangkan
perbedaan kodrat-kodrat karena pemersatuan, tetapi sebaliknya ciri-corak khas masing-masing
kodrat tetap aman, dan (kedua kodrat itu) bergabung dalam satu pribadi (prosopon) dan satu diri
(hypostasis), tidak terbagi atau terpisah menjadi dua pribadi, melainkan yang satu dan sama, Anak
Tunggal, Allah-Logos, Tuhan Yesus Kristus, sebagaimana para nabi dahulu dan Yesus Kristus sendiri
mengajarkan kita tentang itu dan syahadat para nenek moyang menyampaikannya kepada kita.” Bdk.
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika: Allah Penyelamat (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2004), 217-
228; C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran Tentang Yesus Kristus Pada
Umat Kristen (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988), 166.
65
dalam Perjanjian Baru kepribadian Kristus sang pembebasan dikonkretkan kepada
Sang Ilahi sehingga menimbulkan konsekuensi besar yakni Yesus Kristus dipikirkan
sebagai manusia.183 Tetapi di pihak lain, dogma Kalsedon merupakan tradisi kuno
selalu dimengerti dari latar belakang Kitab Suci dan keseluruhan tradisi.185
Konsili kristologi awal tampak melepaskan begitu saja peranan Kitab Suci
dalam perumusan ajaran. Konsekuensi yang harus diterima dari rumusan dogmatis
yakni kesulitan Gereja dewasa ini untuk mengerti istilah-istilah yang digunakan
dalam rumusan iman Gereja dari konsili kristologis awali. Pergeseran rumusan
dogma tersebut dewasa ini jelas terlihat pertama-tama dari aspek bahasa yang
menyesuaikan diri dengan konteks zaman. Menurutnya, kristologi modern tidak lagi
menggunakan istilah pribadi dan hakekat, melainkan bertolak dari pengalaman dan
bahwa kehadiran Yesus selalu melalui dan di dalam pengalaman manusia konkret.
Karena itu, jika mencari kehadiran Kristus di tengah umat manusia, sebaiknya
pusat bagi manusia untuk berjumpa dengan Allah dalam diri Kristus Putera-Nya.
183
Jacobs, Misi dan Kristologi, 78.
184
Ibid.
185
P. Grillmeier, Christ in Christian Tradition, Vol. 1 (Mowbrays: London-Oxford, 1975), 550.
186
Jacobs, 79.
187
E. Martasudjita, “Kehadiran Kristus di Tengah Umat Manusia Zaman Ini,” Jurnal Orientasi Baru,
No. 13, (2000): 121.
66
BAB IV
JACOBS
67
Kristologi Tom Jacobs tidak dapat dipisahkan dari misi perutusannya sebagai
imam Yesuit yang berkarya di Indonesia selama kurang lebih lima puluh sembilan
tahun. Kemajemukkan Indonesia dari berbagai dimensi (suku, adat-istiadat, ras dan
agama), tentu secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi Jacobs
suatu metode khas Jacobs yang tidak dapat tidak memberikan kontribusi tersendiri
menampilkan Kristus dengan berorientasikan pada Kitab Suci dan penghayatan umat
beriman setelah melihat keberagaman yang ada di Indonesia. Yesus yang cocok
ditampilkan di Indonesia adalah Yesus yang dilihat sebagai mana adanya dalam Kitab
Suci, sebagai dasar pewartaan Injil dan sebagai penyelamat universal di tengah
disampaikan dalam teks-teks suci bukanlah perkara mudah karena di dalam suatu
teks, terdapat pluralitas makna interpretasi. Menurut Paul Ricoeur apabila terdapat
pluralitas makna teks, maka di sana interpretasi dibutuhkan. Lebih dalam, jika
terdapat multi lapisan makna.188 Dalam ranah penafsiran teks suci, ilmu hermeneutika
sangat diperlukan guna mengupas makna yang tersembunyi dalam teks yang
kehidupan masyarakat. Kitab Suci, dengan jelas berbicara mengenai karya Kristus
188
Farida Rukan Salikun, “Paradigma Baru Hermeneutika Kontemporer Poul Ricoeur”, Jurnal
Hermeneutik, No.1, Vol. 9, (2015): 175.
68
yang adalah Allah sejati dan manusia sejati yang rela turun ke dunia sebagai
Pemahaman kristologis yang akurat dan benar sesuai Alkitab memang menjadi dasar
yang penting guna membangun teologi kristiani yang korektif. 189 Dalam keseluruhan
khususnya dalam pewartaan Paulus Rasul tentang penyelamatan Allah dan pengakuan
iman Gereja bahwa Yesus adalah Tuhan. Semua uraiannya dibuktikan dengan kutipan
yakni tentang Yesus Kristus dan tentang bukti kebenaran yang ia sampaikan. Uraian
Dalam buku yang berjudul; “Yesus Anak Maria” (1984) dan “Imanuel:
Perubahan Dalam Perumusan Iman Akan Yesus Kristus” (2000), secara eksplisit
memuat gagasan kristologi Tom Jacobs yang bercorak fenomenologis dan diuraikan
dengan metode eksegese Kitab Suci. Menurut Jacobs, Yesus Kristus adalah Putera
Allah yang sunguh-sungguh hadir dalam panggung sejarah umat manusia. Melalui
pewahyuan diri Kristus, Allah yang semula jauh kini menjadi dekat dengan umat
manusia, Allah yang semula tidak kelihatan kini menjadi kelihatan dalam Yesus dari
Nazaret, “sebab barang siapa melihat Aku, ia melihat Bapa” (Yoh 14:9, Kol 1:15).
Kehadiran Kristus merupakan tanda cinta kasih Allah kepada manusia yang hanya
dapat dijumpai melalui dan dalam diri Yesus sebagai pembawa rahmat Allah yang
tampak. Yesus adalah pokok keselamatan bagi semua orang (Tit 2:11) dan
189
Desti Samarenna, “Berteologi Dalam Konteks Indonesia Modern,” Jurnal Evangelikal, Vol. 1, No.
1, (2017): 27.
69
pemahaman akan Kristus tidak boleh hanya setengah-setengah saja. Pengenalan itu
harus utuh. Jacobs berusaha mewartakan Yesus Kristus kepada semua orang dengan
lewat Kitab Suci seolah-olah pembaca menyaksikan sendiri peristiwa yang terjadi di
Palestina sekitar dua ribu tahunan yang lalu. Pembaca dimudahkan untuk memahami
berkristologi ala Tom Jacobs ini sangat relevan. Kemiskinan, kemelaratan, politik
situasi seperti ini, Gereja ditantang untuk kembali merefleksikan pokok imannya yang
tertuang dalam Kitab Suci sehingga, kehadiran Kristus sebagai Tuhan dan Penyelamat
semua orang.
berpusat pada Yesus Kristus dan misi perutusan-Nya ke dunia ini. Menurut Jacobs,
yang pokok dalam misi bukanlah soal pembentukan Gereja, melainkan pewartaan
Injil (1Kor 1:17). Paulus dengan gagah berani mengidentifikasikan diri dengan Injil
(Rom 2:16, 16:25, 1Tes 2:5, 1Kor 15:1, Rom 1:1, 2Kor 11:7). Paham kerasulan
Paulus yang khas ditandai dengan partisipasinya dalam karya keselamatan Allah.
70
Dasar keberadaan Gereja adalah Yesus Kristus sebagai Sabda Allah yang
dalam kuasa Roh Kudus sehingga mereka mendirikan Gereja menurut kehendak
Allah yang beralaskan pada peristiwa penyelamatan dalam diri Yesus Kristus. Dengan
bertolak dari kritiknya terhadap Legrand, Jacobs hanya ingin mengatakan bahwa
tugas pewartaan tidak lain kecuali mengaktualisasikan apa yang disampaikan Allah
dalam Kristus sebagaimana diwartakan para para rasul. Tugas evangelisasi Kristologi
di Indonesia bukan hanya merupakan tugas para klerus melainkan juga tugas semua
orang yang telah dibabtis menjadi anggota Gereja. Injil Kerajaan Allah yang secara
nyata dalam pelayanan dan ajaran-Nya, merupakan suatu perubahan radikal terhadap
identitasnya. Yesus mencari mereka yang disisihkan, mereka yang dipinggirkan dari
persekutuan dan memberi tempat dalam oikos, rumah, kediaman di mana semua
190
Konferensi Waligereja Indonesia, Iman Katolik (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000), 383.
191
Zakaria J. Ngelow, “Turut Membina Indonesia Sebagai Rumah Bersama - Peran Gereja Dalam
Politik Di Indonesia”, Jurnal Jaffray, No. 2, Vol. 12, (2014): 214.
71
Hidup sebagai warga negara Indonesia berarti hidup dalam keberagaman. 192
Kenyataan ini di satu sisi patut disyukuri sebagai anugerah Allah, namun di sisi lain
tentu membawa keprihatinan dan kecemasan banyak orang, terutama bagi bangsa
Indonesia yang telah disatukan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
disebabkan oleh fanatisme agama.193 Dewasa ini, sila pertama seringkali tidak
Kelompok agama yang satu menekan kelompok agama yang lain. Akibatnya,
memberikan kontribusi besar dalam hubungan Gereja dan agama-agama lain dalam
yang terkesan kurang mendapat tempat dalam tataran praksis. Lebih dalam Jacobs
mencoba membuka dialog dengan agama lain seperti agama Hindu, Budha dan Islam
agama tersebut. Jacobs menyadari bahwa pribadi Yesus Kristus dan peristiwa
Dengan kata lain, penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus bersifat universal.
192
Petrus Danan Widharsana dan Victorius Rudy Hartono, Pengajaran Iman Katolik (Yogyakarta:
Penerbit Kanisius, 2017), 613.
193
Adrianus Sunarko, “Teologi Kontekstual di Tengah Maraknya Hidup Beragama,” dalam Robert
Pius Manik, Gregorius Pasi dan Yustinus (Eds), Berteologi Baru untuk Indonesia, Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 2020, 162.
72
Pengaruh Kristus yang menyelamatkan tidak dapat dibatasi hanya pada orang
beriman kristiani saja, melainkan bagi agama-agama bukan kristiani. Dalam hal ini,
Keselamatan yang dimaksud merupakan suatu peralihan dari keadaan radikal menuju
diri Yesus Kristus sebagai Penyelamat umat manusia dari dosa. Allah berkarya dalam
Kristus, untuk manusia dan di pihak manusia. Ketaatan Yesus kepada Bapa-Nya
hanya dimengerti sebagai tuntutan tugas penebusan dosa manusia. Namun menurut
Adrianus Sunarko, prinsip solidaritas Kristus tidak selalu demikian. Sunarko melihat
mentalitas modern yang cenderung dihadapkan pada mentalitas yang ditandai oleh
empat ciri yakni; rasionalitas, sekularitas, kepercayaan akan kemajuan melalui usaha
manusia dan paham akan martabat manusia. 194 Solidaritas Yesus dalam pemikiran
modern tidak boleh dibatasi oleh konsep penebusan dosa melainkan juga harus
194
Adrianus Sunarko, Teologi Kontekstual (Jakarta: Penerbit Obor, 2016), 106.
73
menciptakan dan membangun kebersamaan atas dasar kasih dan keadilan di tengah
disingkirkan dan ditekan juga mengalami solidaritas dan persahabatan yang tulus
dengan-Nya (Mat 11:19, Mrk 2:14-17), mereka yang bermusuhan dapat berdamai
kembali dengan Yesus (Mrk 2:15-17, 3:18; Mat 5:43-48). 196 Belas kasihan Yesus
sebenarnya merupakan wujud bela rasa Allah terhadap manusia. Ia sendiri juga
menghendaki agar para murid melakukan hal yang sama. 197 Menurut Sunarko,
seseorang yang memiliki bela rasa tidak menutup mata terhadap realitas penderitaan
yang dialami oleh orang lain.198 Pembicaraan Jacobs pada tema ini hanya
belum menyentuh pada perkara solidaritas Kristus terhadap kehidupan nyata umat
manusia.
Gereja yang menjadi persekutuan iman dalam Yesus Kristus. Relasi dengan Kristus
Bishops’ Conferences (FABC) 1970-1982 dan seluruh Gereja Asia. Oleh karena itu,
bukan lagi misi yang ekklesiosentris, melainkan Yesus Kristus sebagai pusat segala-
195
Adrianus Sunarko, Teologi Fundamental Jilid I (Yogyakarta: Penerbit Lamalera, 2013), 45.
196
Ibid.
197
Adrianus Sunarko, Teologi Kontekstual Modern (Jakarta: Penerbit Obor, 2022), 265.
198
Ibid., 266.
74
galanya.199 Menurut Joseph Ratzinger, sama halnya integralisasi kristologi dari atas
dan dari bawah, teologi inkarnasi dan teologi salib, demikian pula dimensi kristologis
dan soteriologis.200 Refleksi Gereja tidak dapat dilepaskan dari akarnya yaitu refleksi
biblis.201 Joseph Ratzinger menegaskan pula bahwa refleksi akan kebangkitan Yesus
Kristus merupakan pintu masuk ke dalam alam Perjanjian Baru yang di dalamnya
Gereja.202 Karena itu, mengenal Kristus selalu berarti mengenal Gereja baik dalam
misi evangelisasi.
utuh tentang Yesus yang berakar dalam iman Gereja mengenai Yesus Kristus sebagai
penjelmaan Putra Allah yang tunggal, yang sehakikat dengan Bapa. 203 Menurut
Robert Barron, hanya pengenalan akan Kristus secara utuh yang akan membantu
manusia untuk sampai dan akhirnya mengenal Allah secara penuh melalui pewahyu
Dalam Ratzinger, kristosentris tidak lain adalah teosentris dan keduanya tidak dapat
dipisahkan dari iman Gereja dalam kehidupan iman, liturgi dan Gereja. 205 Dalam
199
Tom Jacobs, Misi dan Kristolog., 73.
200
Cahyadi, Benediktus XVI, 36.
201
Ibid., 31.
202
Ibid., 32.
203
Georg Kirchberger, “Hans Küng dan Joseph Ratzinger: Dua Pandangan tentang Yesus Kristus”,
Jurnal Ledalero Vol. 20, No. 2, (2021): 289.
204
Robert Barron, And Now I See: A Theology of Transformation (United States of America: Word On
Fire Academic, 2021), 193.
205
Ibid.
75
konteks misi, Jacobs lebih mementingkan Yesus Kristus, bukan Gereja. 206 Jacobs
khawatir, jika Kristus tidak menjadi sentral dalam misi maka dapat dipastikan bahwa
menghilang dari misi Gereja. Karena itulah, Jacobs memandang konsep Kerajaan
Allah sering digunakan sebagai ganti Kristus, seakan-akan orang lupa Kerajaan itu,
yaitu Kristus.207
Menurut Tom Jacobs kristologi dewasa ini tidak bisa dilepaskan dari aspek
pengalaman personal. Pengalaman itu menjadi dasar refleksi teologis Gereja atas
Yesus Kristus sebagai pokok imannya. Dalam refleksi atas pengalaman pribadi hal
yang ingin dicari ialah nilai iman dari pengalaman itu. Pengalaman direfleksikan
dalam bahasa teologis, yang dengannya membantu Gereja secara lebih dalam
demikian menyelam lebih dalam ke dasar pengakuan iman Gereja daripada iman
pendekatan ini terlalu berat sebelah dan karena itu, dengan sendirinya tidak tepat.
mengangkatnya menjadi tolok ukur Firman Allah yang tertulis. Padahal, pengalaman
206
Theo Witkam, “Tanggapan atas Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian Baru Menurut
Tom Jacobs,” Jurnal Orientasi Baru, No. 6, (1992): 137.
207
Ibid.
76
itu sejatinya selalu bersifat ambivalen, dwiarti dan polisemen. 208 Jika terlalu
akan mengarahkan imannya pada sistem filsafat marksisme dan neomarksisme yang
pengalaman itu tidak dapat dilepaskan dari Tradisi umat beriman mengenai Yesus
Kristus.209
Menurut Groenen, mata rantai pertama dalam tradisi itu ialah pengalaman
serta Alkitab. Kalau pengalaman teoretis diterima terlebih dahulu, maka pengalaman
aktual harus ditafsirkan oleh Alkitab yang kemudian barulah pengalaman aktual
menolong Gereja mengartikan Firman Allah yang tertulis. Lebih lanjut Groenen
kehidupan. Tetapi di sisi lain, teologi pengalaman modern itu tiada lain sebenarnya
pengalaman aktual akan Yang Ilahi, yang tersembunyi dalam dunia khususnya dalam
diri manusia sendiri. Sama halnya dengan gnosis klasik, gnosis modern pun
Pendekatan semacam ini menurut Groenen hanya berarti memanipulasi Kitab Suci,
208
C. Groenen, Soteriologi Alkitab: Keselamatan yang Diberitakan Alkitab (Yogyakarta: Penerbit
Kanisius, 1989), 20.
209
Ibid.
210
Ibid., 21.
77
Menurut Edward Schillebeecxk pengalaman transendental subyek atas obyek
selalu berhadapan dengan dilematis dalam ranah teologi khususnya dalam ber-
pada pengakuan akan Yesus sebagai Kristus diandaikan adanya transformasi metanoia
dan pembaharuan hidup dalam diri seseorang. Dalam kristologi Jacobs, proses sampai
pada pengakuan tersebut tidak dijelaskan. Karena itu, pertanyaan yang muncul di sini
ialah; bagaimana orang dapat sampai pada pengakuan akan Yesus sebagai Kristus?
dengan Allah.
pengalaman iman para rasul dan peristiwa Paskah yang menurut Nico Syukur Dister
sebagai sentral dari pengakuan bahwa Yesus Kristus sebagai Mesias dari Allah. 212
merekonstruksi siapa itu Yesus Kristus sesungguhnya. Usaha itu dilakukan untuk
menemukan dalam hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus hal-hal yang
memainkan peran penting bagi muncul dan berkembangnya iman para rasul kepada
211
Ted Mark Schoof, Carl Sterkens, Erik Borman and Robert J. Schreiter (eds), Christ The Christian
Experience In The Modern World: The Colected of Edward Schilebeecxk Vol VII (London: T & T
Clark, 2018), 27.
212
Nico Syukur Dister, Teologi Sistematika: Allah Penyelamat, 184-185.
78
Yesus.213 Schillebeecxk dalam ulasan Brian O. McDermott, mengatakan bahwa
partisipasi manusia dalam menyatukan segenap perasaan dan perjalanan hidup secara
BAB V
KESIMPULAN
213
Adrianus Sunarko, “Kristianitas Inklusif Atau Pluralis? Diskusi Dengan Edward Schillebeeckx”,
Jurnal Melintas, No. 1, Vol. 31 (2015): 20.
214
Brian O. McDermott, “Roman Catholic Christology: Two Recurring Themes,” Jurnal Theological
Studies, No. 2, Vol. 41 (1980): 347-350.
79
Tom Jacobs adalah seorang teolog ternama di Indonesia. Pemikiran-
Katolik tetapi juga di kalangan akademisi Protestan dan agama-agama lain. Bangunan
pemikiran teologinya menjadi semacam stimulus bagi para teolog dewasa ini dalam
kontekstual dan mengena. Dalam berkristologi Jacobs awalnya hanya memilih untuk
menggunakan metode ala kristologi Skolastik yakni dengan mengajarkan begitu saja
siapa itu Yesus Kristus berdasarkan ajaran konsili-konsili awali. Namun, setelah
menyadari ternyata bahasa dogmatis tidak terlalu cocok berhadapan dengan situasi
dan kondisi manusia dewasa ini, maka Jacobs mengubah cara pengajaran dengan
sampai pada pengakuan bahwa untuk berbicara tentang siapa itu Yesus, pemahaman
menyeluruh, parsial dan utuh. Hal ini dilakukan supaya orang tidak salah memahami
terlalu abstrak dalam konsili-konsili awali, menurutnya bukan hanya sulit dimengerti
oleh semua kalangan, tetapi juga dapat mengaburkan iman Gereja akan Yesus Kristus
sebagai Penyelamat Universal dari Allah Bapa dalam kesatuan-Nya dengan Roh
menampilkan Yesus Kristus seperti yang tertuang dalam Perjanjian Baru, khususnya
80
dalam Surat-surat Paulus dengan tetap berpegang pada dogma kristologi awali
Menjawab pertanyaan siapa itu Yesus, Tom Jacobs mengatakan bahwa Yesus
itu ialah Kristus. Semua karya dan pemikiran kristologi Tom Jacobs tidak dapat
dipisahkan dari misi perutusan Yesus yakni sebagai penyelamat dunia (soter) dan
pengakuan iman Gereja bahwa Dia adalah Tuhan (kyrios). Karya Penyelamatan Allah
pengosongan diri Putera Allah yang rela menebus manusia dari dosa dengan wafat-
Nya di kayu Salib. Dosa menjauhkan manusia dari Allah, tetapi berkat Salib Kristus
dipulihkan. Karya penyelamatan Allah selalu dilakukan oleh Allah Bapa, dalam dan
melalui Kristus. Karya Penyelamatan ini dilukiskan Jacobs dengan tiga metafora,
dengan Kristus dalam pemikiran soteriologi Paulus. Relasi ini sekaligus merupakan
inti pokok kesatuan manusia dengan Allah yang tidak terbatalkan oleh dosa.
Kristologi penyelamatan Allah bagi Jacobs tidak dapat dipisahkan dari pengakuan
iman Gereja bahwa Yesus sang Penyelamat adalah Tuhan. Jacobs selalu
mendalami tiga pokok teologi kyriologi, yakni; pengosongan diri Putera Allah, Yesus
81
personal. Dalam konteks misi, Jacobs menekankan misi yang bercorak kristologis.
Baginya sentral misi Gereja adalah Yesus Kristus. Bermisi berarti berkristologi. Sama
seperti Paulus Rasul dan para rasul demikian juga Gereja diutus untuk mewartakan
Kristus kepada seluruh umat manusia. Misi itu tidak dapat dipisahkan dari kristologi
keselamatan berdasarkan ajaran setiap agama. Jacobs menyadari bahwa pribadi Yesus
seluruh umat manusia. Penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus adalah penyelamat
universal yang tidak bisa dibatasi oleh negara, agama, kepercayaan, adat, suku dan
ras. Berkat universalitas penyelamatan ini, misi perutusan Kristus tidak dapat dibatasi
hanya pada orang kristiani saja, melainkan juga bagi agama-agama bukan kristiani.
Melalui hubungan pribadi setiap orang dengan Kristus Yesus, maka keselamatan itu
sebenarnya sudah terjadi. Pengalaman konkret, membawa setiap orang pada relasi
khusus dengan Kristus sehingga orang dapat sampai pada pengakuan bahwa “inilah
Yesusku, bukan Yesus yang saya peroleh dari khotbah, pengajaran agama dan
pelajaran teologi”.
Sumbangan itu berupa cara berkristologi yang paling otentik. Menurut Jacobs cara
tersebut itu yakni dengan back to basic yakni Kitab Suci, sehingga di tengah
kemajemukkan suku, adat, ras dan agama di Indonesia, orang dapat berkristologi
82
seolah-olah berada di zaman Yesus. Pewartaan iman dalam konteks misi, bukan
hanya tugas para kaum berjubah melainkan juga semua orang yang telah menerima
babtisan Tinitaris. Gereja diutus untuk mengemban misi yang satu dan sama kepada
semua orang yakni Yesus Kristus sebagai penyelamat universal yang berasal dari
Allah Bapa. Penyelamatan itu tidak dapat dibatasi oleh perbedaan agama dan
Ratzinger dan Adrianus Sunarko. Beberapa evaluasi itu berhubungan dengan prinsip
solidaritas Kristus yang tidak hanya terarah pada penghapusan dosa melainkan juga
erat dengan misi evangelisasi yang berciri kristosentris dalam hubungannya yang
tidak terpisahkan dari dimensi ekklesial. Sementara kristologi yang bertolak dari
ambivalensi makna karena akan cenderung mengarah pada sistem filsafat markisme
dan gnosis baru sehingga pengalaman subyek atas obyek tidak bisa dipertahankan.
Secara teoretis maupun praktis, tidak terdapat hal baru dalam pemikiran
kristologi Tom Jacobs, misalnya seperti dalam Leonardo Boff Kristus dipandang
sebagai pembebas, Karl Rahner termasyur dengan istilah Kristen Anonim dan
pengalaman Yesus Kristus akan Allah.215 Bahkan metode Jacobs dalam berkristologi
215
Ibid., Groenen, C. Sejarah Dogma Kristologi: Perkembangan Pemikiran Tentang Yesus Kristus
Pada Umat Kristen, 264.
83
pun harus diakui bukan sesuatu yang baru. Integrasi Kitab Suci, pandangan kristologi
konsili ekumenis awali dan pengalaman iman Gereja, sebenarnya sudah dilakukan
oleh teolog-teolog lain misalnya Walter Kasper. Menurut Jacobs, Kristus selalu
memberikan implikasi teoretis di bidang teologi dogmatik kristologi yakni Kitab Suci
Kitab Suci menjadi dasar dan penerang bagi para teolog zaman ini untuk
menelusuri sejarah perkembangan teologi kristologi dari konsili awali sampai saat ini.
Kitab Suci dalam kristologi Tom Jacobs menjadi sumber utama untuk berbicara
tentang Yesus Kristus, bukan hasil konsili awali. Dengan melandaskan diri pada Kitab
Suci kristologi sedikit akan terbebas dari persoalan perumusan bahasa dogmatik yang
dirasa sampai saat ini menyulitkan banyak pihak, terutama kaum awam dalam
dalam Kitab Suci menampakkan relasi-Nya yang erat dengan Bapa dan Roh Kudus
dan dengan manusia. Yesus Penyelamat sungguh-sungguh hadir secara nyata dalam
Melalui refleksi iman berdasarkan pengalaman itu, umat semakin diteguhkan bahwa
Yesus dari Nazaret adalah Yesus Penyelamat. Kedatangan-Nya ke dunia ini bukan
hanya menyelamatkan manusia dari dosa, melainkan sebagai manusia biasa yang
84
“Yesusku” kiranya mendorong umat membangun relasi kasih dengan umat beragama
DAFTAR PUSTAKA
85
Sumber Primer:
Jacobs, Tom. Siapa Yesus Menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
1982.
1983.
Sumber Pendukung:
Bowden, John. Edward Schillebeeckx: In Search of The Kingdom of God. New York:
Crossroad, 1983.
Daia, Willem. Penerj. Toward a Theology of Beauty. Jakarta: Penerbit Kanisius, 2007.
_______. “Bahasa Agama dan Ungkapan Iman Orang Kristiani: Sebuah Analisis
1995.
86
Ensiklik Nostra Aetate. Diterjemahkan oleh R. Hardawiryana, SJ, (Jakarta:
Heuken, Adolf. Penerj. Yesus dari Nazaret: Prolog, Kisah Masa Muda. Jakarta: Cipta
_______. Ensiklopedi Gereja Edisi III Kons-Pe. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka,
1993.
_______. Ensiklopedi Gereja Edisi IV Ph-To. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Craka,
1994.
Hardjana, Agus M. Penerj. Yubelium Agung Tahun 2000: Menjadi Manusia Baru
Jacobs, Tom. Karya Roh Dalam Gereja. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1988.
_______. Teologi dan Praksis Komunitas Postmodern, Teologi Yang Ekklesial Dan
87
_______. “Misi dan Kristologi.” Jurnal Orientasi Baru, No. 5, 1991.
_______. “Pembaharuan Dalam Teologi dan Dalam Pengajaran Teologi.” Ed. Prof.
Tjaard. G. Hommes, Th. D dan E. Gerrit Singgih, Ph. D, Teologi dan Praksis
_______. “Teologi yang Eklesial dan Kultural.” Ed. Budi Susanto, Teologi dan
_______. Teologi dan Praksis Komunitas Pastoral Post Modern. Ed. Budi Susanto.
House, 1991.
Kieser, Bernhard. “Teologi dan Spiritualitas.” Jurnal Orientasi Baru, No. 8, 1994.
88
Kirchberger, Georg. Allah: Pengalaman dan Refleksi dalam Tradisi Kristen. Ende:
Ledalero, 2007.
_______. “Hans Küng dan Joseph Ratzinger: Dua Pandangan tentang Yesus Kristus.”
Lelono, Martinus Joko. “Yesus Kristus Sang Jalan: Kristologi Kontekstual Bagi
Lobu, Yanuarius. “Yesus Kristus dan Agama-Agama,” Dalam Bunga Rampai, Yesus
Kristus Harapan Kita. Eds. Yanuarius Lobu dan Vincent Jolasa, Ende:
89
Ngelow, Zakaria J. “Turut Membina Indonesia Sebagai Rumah Bersama - Peran
Gereja Dalam Politik Di Indonesia.” Jurnal Jaffray, No. 2, Vol. 12, 2014.
Pareira, Berthold Anton. “Apa itu Teologi?.” Dalam Robert Pius Manik, Gregorius
Rahmat, Ioanes. Pentrj. Menggali Ulang Yesus Sejarah: Kristologi Masa Kini.
Rahner, Karl. Theologian of the Grace Search for Meaning. Edinburgh: T & T Clark,
1993.
Riyadi, Eko. Yesus Kristus Tuhan Kita. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2011.
Romas, Romanus. “Kristologi Dalam Pandangan Ratzinger Dan Tom Jacobs.” Jurnal
Setiawan, Daniel. Penerj. Yesus di Zaman Kontroversi. Jakarta: Verbum Dei Books,
2008.
Schillebeeckx, Edward. God Among Us: The Gospel Proclaimed. New York:
Crossroad: 1982.
_______. Christ: The Experience of Jesus as Lord. New York: Crossroad, 1990.
_______. Christ: The Experience In the Modern World. London: SCM Press LTD,
1980.
Samosir, Dr. Leonardus. Agama Dengan Dua Wajah: Refleksi Teologis atas Tradisi
90
Salikun, Farida Rukan. “Paradigma Baru Hermeneutika Kontemporer Poul Ricoeur.”
Schoof, Ted Mark Carl Sterkens, Erik Borman and Robert J. Schreiter (eds). Christ
Dalam Robert Pius Manik, Gregorius Pasi dan Yustinus (Eds). Berteologi
Taufik, Muhammad. “Filsafat Barat Era Skolastik: Telaah Kritis Pemikiran Thomas
Tranggani, Emmy. Penyusun. Yesus Anak Maria: Buah Renungan Tom Jacobs.
Widharsana, Petrus Danan dan Victorius Rudy Hartono. Pengajaran Iman Katolik.
Witkam, Theo. “Tanggapan atas Dasar-Dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian
91
Woga, Edmund. Dasar-Dasar Misiologi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2002.
Internet
“Friedrich Schleiermacher.”
https://id.wikipedia.org/wiki/Friedrich_Daniel_Ernst_Schleiermacher.
2022.
Oktober 2022.
2022.
https://ignatiusofloyola.wordpress.com/2008/04/06/rip-pater-tom-jacobs-sj/
92